Biografi Amir Mu'llim FIAI UII

Prof Dr. Drs. Amir Mu’allim, BA. MIS merupakan guru besar pertama di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII).  Tahun 2024 ini merupakan perjalanan karir yang ke-47 tahun Prof Amir, ditandai dengan peluncuran buku biografinya. Penyusunan buku diprakarsai oleh Prodi Doktor Hukum Islam juga Prodi  Ahwal Syakhshiyah  berjudul “Pencari Rumput Jadi Profesor, Biografi Prof. Dr. Drs. Amir Mu’allim, BA. MIS”. Dalam buku ini juga disertai kesan testimoni persahabatan dari 16 sahabat Prof Amir, salah satunya dari Sri Purnomo, Bupati Sleman periode 2010-2015 dan 2016-2021

Untuk acara bedah bukunya, diprakarsai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Prodi Doktor Hukum Islam dan Jurusan Studi Islam. Menurut Anton Priyo Nugroho, S.E.,M.M,, Ketua Jurusan Studi Islam, kinerja Prof Amir patut menjadi teladan bagi masyarakat.
“Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kinerja Prof Amir selama di FIAI. Ada sisi keteladanan dari Prof Amir Mu’allim yang dapat menjadi contoh perilaku bagi penerusnya juga masyarakat. Daya juangnya, kemandiriannya dan kesabaran beliau,” kata Anton.

Bedah buku diselenggarakan di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII lantai III,  Rabu (6/11/2024) dihadiri pimpinan fakultas, dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa program doktor. Dalam sambutan pembukanya, Dekan FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni MA sampaikan rasa syukur.
“Tentu kita bersyukur pada pertemuan hari ini, Pak Amir adalah salah satu pejuang di FIAI. Selama di UII Prof Amir selalu menjabat, kecuali ketika sedang menempuh kuliah. Bedah buku kali ini akan membahas dari hulu ke hilir kehidupan Prof Amir, sejak dari pencari rumput di Kebumen hingga menjadi profesor,” kata Asmuni.

Untuk mengungkap isi buku, dihadirkan 2 pembahas yakni Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA dari UIN Sunan Kalijaga dan dan Dr. Dra. Junanah. MIS dari FIAI UII. Selain sebagai pembedah, Prof Khoiruddin adalah teman kuliah Prof Amir saat menempuh program doktor di UIN Sunan Kalijaga. Sedangkan Dr Junanah adalah teman kuliah saat menempuh program magister di Malaysia.

”Dari buku ini menggambarkan Prof Amir memang berdikari. Tidak menuntut orangtua harus ini itu. Dari kecil sudah berusaha mandiri. Maaf, ada beda dengan anak zaman sekarang yang mungkin minta ini itu dijawab orangtunya iya, minta dibelikan ini itu, dijawab orangtua dengan iya. Sehingga menjadikan  generasi anak rebahan. Dampaknya daya juang jadi lemah. Saya sama dengan Prof Amir di masa itu, ketika kuliah dan kursus, berangkat harus jalan kaki,” kata Prof Khoirudin.

Tidak kalah menariknya, Dr Junanah juga ungkapkan, bahwa sesuai dalam isi buku, perjalanan menempuh kuliah di Malaysia itu banyak kejadian yang lucu. “Sesampai di Malaysia, kami mau diantar, tapi pengantar bilang nanti harus pusing sampai asrama, kata pengantar. Eh Mas Amir langsung jawab: tidak, saya sudah biasa naik motor tidak akan pusing,” cerita Junanah.

Lanjutnya,  bahwa yang dimaksud pengantar dengan kata pusing itu adalah memutar dahulu.  Kata pusing kalau di Indonesia itu sakit kepala, kalau di Malaysia artinya memutar. Jadi yang mengantar itu menyampaikan bahwa ini nanti perjalanan sampai asrama harus pusing, itu artinya harus memutar rute perjalanannya.

Di luar apa yang disampaikan 2 narasumber bedah buku, secara sekilas buku ini menceritakan masa kecil Prof Amir di Desa Petanahan Kebumen, penuh perjuangan. Buku yang terdiri dari 10 bab ini, dimulai dari perjalanan Prof. Amir Mu’allim dari desa Petanahan Kebumen, saat sekolah dasar, Sekolah Pendidikan Guru Agama, hingga mengabdi di UII mulai dari staf akademik, dilanjutkan menjadi dosen, dan berhasil meraih gelar profesor.

Seusia anak  yang masih di bangku sekolah dasar, sepulang sekolah mencari rumput untuk mempertahankan siklus perekonomian ayahnya yang seorang kusir dokar. Rumput yang dikumpulkan Amir untuk pakan kuda, dokar ayahnya. Sore hari Amir membantu ibunya yang berdagang hasil tani di desanya, dengan membantu distribusi dagangan.

Pada bab tengah bahasan buku menggambarkan sisi spiritual Prof Amir, karir dan eksistensi dalam bidang keilmuannya. Juga pada penekanan ibadah, menjelaskan kebiasaan yang dilakukan Prof Amir, mulai sholat rawatib dengan disiplin, sholat dengan tepat waktu dan sholat hajat untuk mendapatkan kemudahan dari Allah. Dalam kondisi terdesak, ada ibadah khusus yang dilakukan sebagai upaya memohon kemudahan dari Tuhan.

Dari sisi eksistensi, buku ini  juga berisi tentang perjalanan karir, dari dosen, praktisi bidang ekonomi syariah, hingga komisaris sebuah BPRS di Sleman.  Pada bab Dedikasi untuk Bangsa dan Ilmu menggambarkan karya buku, karya tulis, dalam pemikiran dan sumber inspirasi bagi masyarakat.

Di bab akhir, buku ini berisi dorongan spiritual, bahwa kesuksesan bukan karena faktor potensi jasmaniahnya, tapi karena kemudahan dari Tuhan, dengan segala upaya ibadah yang ditekuninya. Amir menyakini bahwa suksesnya kehidupan manusia di dunia ini bukan karena kecerdasan, kekayaan dan jabatan, namun sukses bersumber dari kemampuan diri terus berprasangka baik kepada Allah.

Buku biografi Prof Amir Mu’allim diterbitkan oleh Penerbit UII yang juga tergabung pada Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), bekerjasama dengan FIAI UII. Buku biografi ini, ditulis oleh Ipan Pranashakti, berdasar penuturan langsung Prof Amir juga sahabatnya, termasuk teman semasa kuliah dan kerja di UII. Buku biografi akan dicetak dan dibagikan kepada segenap relasi Prof Amir. (IPK)

FGD FIAI UII: Bencana Bukan Azab tapi Kasih Sayang

epanjang tahun 2023 ada 5400 bencana terjadi di Indonesia, menurut buku Kilas Bencana Indonesia 2023 terbitan Badan Nasional Penanggulan Bencana Republik Indonesia (BNPB RI). Seiring kondisi tersebut, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyiapkan serangkaian kegiatan akademik dan penulisan buku berkenaan Fikih Bencana. Sebelum buku disusun, diawali dengan menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Manajemen Bencana dari Perspektif Islam Sesi IV dengan mengusung tema “Membangun Kerangka Teoritis Islam bagi Manajemen Bencana”. FGD diselenggarakan 6 Agustus 2024, di ruang sidang Dekanat FIAI, Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14,4 Sleman.

FGD dihadiri oleh dosen, tenaga kependidikan, Dekan FIAI juga oleh UII Peduli – Simpul Pemberdayaan Masyarakat untuk Ketangguhan Bencana (SPMKB) UII. Dalam sambutan pembukanya, Dr. Asmuni, MA, Dekan FIAI UII mendukung relevansi tema FGD dengan kondisi Indonesia saat ini.
”Tema diskusi tentang Fikih Bencana dengan tema Membangun Kerangka Teoritis Fikih Bencana sangat relevan untuk merumuskan kerangka teoritis fikih bencana terutama dari isyarat-isyarat ilmiah Al Qur’an, karena Al Qur’an sebagai sumber ajaran Islam dan sumber ilmu pengetahuan sekaligus memiliki beberapa sifat antara lain Al-Karim artinya Al Qur’an akan selalu memberi ilmu kepada kita tanpa henti. Al Qur’an tidak akan lapuk oleh zaman. Sifat kedua Al-Maknun artinya Al Qur’an menyimpan khazanah ilmu pengetahuan yang masih terpendam sehingga perlu diungkap oleh para kaum intelektual,” kata Dr. Asmuni

Imbuhnya, sifat lain dari Al Qur’an adalah Al-Majid artinya makna yang diberikan oleh Al Qur’an selalu baru sesuai dengan perkembangan zaman. Dari ketiga sifat Al Qur’an ini menunjukkan bahwa kitab mukjizat Nabi Muhammad ini merupakan kitab yang setara secara obyektif dengan semesta. Kitab ini mengandung isyarat ilmiah untuk mengantar kita melakukan penelitian terhadap beragam fenomena di alam semesta meliputi fenomena sosial keagamaan dan fenomena kealaman.

FGD menghadirkan 2 narasumber internal dari unsur dosen FIAI UII. Narasumber pertama Dr. Mukhsin Achmad,M.Ag, dosen FIAI UII lulusan program Doktor UIN Sunan Kalijaga pada Prodi Studi Islam, dengan konsentrasi Islamic Thought and Muslim Society mengusung tema Pendekatan Psikososial Religi dalam Penanggulangan Bencana Menurut Perspektif Maqasid Syari’ah. Dr Mukhsin Ahmad juga merupakan relawan pada bencana gempa di Aceh tahun 2005 dan gempa di Yogya tahun 2006.

Selanjutnya, narasumber kedua M. Husnaini, S.Pd.I., M.Pd.I., Ph.D. dosen Program Magister FIAI UII lulusan Program Doktor International Islamic University Malaysia Prodi Pendidikan Islam, mengusung tema FGD Epistemologi Fikih Kebencanaan: Perspektif Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Pada sesi diskusi diawali paparan pemantik dari Dr. Mukhsin Achmad.
”Manajemen bencana penting dan tidak perlu menyesal tinggal di Indonesia. Indonesia merupakan kawasan pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Indonesia juga masuk kawasan sabuk api atau ring of fire terdiri 187 gunung api. Indonesia memiliki resiko bencana tsunami rangking ke-1 dari 265 negara. Resiko tanah longsor rangking ke-1 dari 162 negara. Resiko gempa bumi rangking ke-3 dari 153 negara. Resiko banjir rangking ke-6 dari 162 negara,” kata Dr. Mukhsin

Tambahnya, bahwa bencana sebagai bentuk kasih sayang Allah, bukan bentuk amarah dan ketidakadilan Allah. Manusia pasti diuji diantaranya bencana. Setiap manusia dihadapkan masalah. Sikap terbaik adalah bagaimana menghadapi masalah bukan mempersoalkan masalah. Semua peritiwa berdasar kebaikan, ketetapan dan hukum Allah. Bencana berfungsi sebagai media intropeksi dan berbenah. Setiap perbuatan manusia ada dampaknya, diantaranya bencana juga menimbulkan dampak positif misal membangun tata kota yang lebih baik, abu gunung berapi membawa kesuburan.

“Terdapat 4 cara untuk mencapai kesehatan mental melalui psikospiritual sufistik yakni taubat, zuhud, sabar tawakal dan ridha,” tambah Dr. Mukhsin.

Dr. Mukhsin melengkapi penjelasan 4 elemen psikospiritual. Pertama adalah taubat, menurut Ibn al-Qayyimal-Jauziyyah adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah dengan meninggalkan jalan orang-orang yang dimurkai Tuhan dan jalan orang-orang yang tersesat. Dia tidak mudah memperolehnya kecuali dengan hidayah Allah agar dia mengikuti sirat al-Mustaqim jalan yang lurus merujuk Ibnul Qoyyim Al Jauwziyyah dalam kitab Madarijus Salikin.

Kedua adalah zuhud, Al-Junaid al-Baghdadi mengatakan Zuhud adalah ketika tangan tidak memiliki apa-apa pun dan pengosongan hati dari cita-cita. Di sini seorang sufi tidak memiliki sesuatu yang berharga melainkan Tuhan yang dirasakannya dekat dengan dirinya.

Ketiga adalah sabar, dalam pengertian lughawi artinya menahan atau bertahan. Makna sabar sendiri adalah menahan diri dari rasa gelisah, cemas dan marah, menahan lidah dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari kekacauan.

Keempat adalah ridha, artinya terikat dengan nilai penyerahan diri kepada Tuhan yang bergantung kepada usaha manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya, agar senantiasa dekat dengan Tuhannya. Syeikh Abu Ali al-Daqqaq menyatakan bahwa seorang sufi tidak merasa terbeban dengan hukum dan qadar Allah Ta’ala.

Narasumber pemantik kedua, M. Husnaini, S.Pd.I., M.Pd.I., Ph.D mengawali diskusi dengan memantik pada definisi bencana menurut organisasi kemasyarakatan, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

”Muhammadiyah mendefinikasikan bencana sebagai gangguan serius yang disebabkan baik oleh faktor alam maupun faktor manusia, yang bisa melumpuhkan fungsi-fungsi masyarakat yang dibangun untuk menopang keberlangsungan hidup, melindungi aset-aset, kelestarian lingkungan dan menjamin martabatnya sebagai manusia, sebagai bagian dari perintah agama. Lumpuhnya fungsi tersebut karena terjadinya kerugian dari sisi manusia, materi, ekonomi atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. Untuk Nahdlatul Ulama mendefinikan bencana sebagai sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian, penderitaan, malapetaka, kecelakaan, dan marabahaya, serta dapat juga berarti gangguan, godaan, dan tipuan,” kata Dr. Husnaini mengutip buku fikih kebencanaan terbitan ormas Muhammadiyah 2015 & ormas NU 2019.

Dilengkapi oleh Dr. Husnaini, bahwa Muhammadiyah dan NU sepakat bahwa bencana bukan azab. Hal ini karena balasan suatu dosa hanya akan terjadi pada hari kiamat. Bencana menimpa siapa saja, baik itu untuk manusia yang sholeh maupun tidak. Bencana juga bisa menimpa orang beriman maupun tidak. Dalam konteks bencana, dunia adalah tempat beramal, bukan tempat pembalasan. Bencana diartikan sebagai suatu musibah diturunkan karena menjadi proses yang terbaik bagi manusia (IPK)

WAKTU PELAKSANAAN UJIAN REMEDIAL
Key-in : 6 dan 7 Agustus 2024
Pembayaran : 7 dan 8 Agustus 2027
Pembatalan oleh Prodi : 8 Agustus 2027
Penyusunan jadwal dan persiapan : 9 Agustus 2027
Ujian Remedial : 12 dan 16 Agustus 2027
PEMBAYARAN
  1. Pembayaran dapat dilakukan mulai tanggal 7 Agustus 2024 pukul 17.00 WIB s.d. tanggal 8 Agustus 2024 pukul 16.00 WIB melalui loket Bank/trnasfer, ATM dan Internet Banking (bank Mandiri, Bank Muamalat, Bank Bukopin, Bank Syariah Indonesia dan BPD DIY Syariah)
  2. Mahasiswa yang telah melakukan key-in Ujian Remedial tetapi tidak melakukan pembayaran seperti tercantum pada poin 1, maka key-in dinyatakan batal.
  3. Pembatalan oleh Kaprodi dilaksanakan pada 8 Agustus 2024.
  4. Biaya Ujian remedial untuk Semester Genap Tahun akademik 2023/204 ditentukan sebagai berikut
No Mahasiswa Angkatan Biaya per SKS Mahasiswa Reguler Biaya per SKS Mahasiswa IP
1 2017/2018 Rp. 40.000.00 Rp. 70.000.00
2 2018/2019 Rp. 43.000.00 Rp. 70.000.00
3 2019/2020 Rp. 47.300.00 Rp. 77.000.00
2020/2021 Rp. 47.300.00 Rp. 77.000.00
5 2021/2022 Rp. 50.000.00 Rp. 80.000.00
6 2022/2023 Rp. 50.000.00 Rp. 80.000.00
7 2023/2024 Rp. 50.000.00 Rp. 80.000.00

Jadwal Ujian Remedial Semester Genap TA 2023/2024

Kaji Al Quran dan Hadits, FIAI UII Berkolaborasi dengan UM Malaysia

Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) berkolaborasi dengan Academy Islamic Studies Universitas Malaya (UM) Malaysia adakan seminar bertema Al Qur’an dan hadits, Selasa, 9 Juli 2024 di Gedung Wahid Hasyim Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14.4 Sleman.

Kerjasama FIAI UII dan UM Malaysia selain penyelenggarakan seminar juga dalam materi pertukaran budaya, melalui serangkaian kegiatan pengenalan budaya Indonesia dan Malaysia, kepada mahasiswa UII dan UM Malaysia. Selain itu, dilakukan kunjungan ke Museum UII dan Candi Kimpulan yang berada di kampus.
Hadir dalam seminar Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni, Ketua Delegasi ACIS UM Malaysia Dr. Mohammad Khalid Bahrudin, Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag, Kaprodi  Ahwal Syakhshiyah UII Krismono, S.H.I, M.S.I, serta Ketua Panitia Rizqi Anfanni Fahmi, SEI., M.S.I,

Dalam sambutan pembukaan seminar, Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni. MA mempertegas pemaknaan Al Qur’an.
“Secara umum, orang mendefinisikan Al Qur’an sebagai Kalamullah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, ini merupakan definisi teologis dan itu menjadi keimanan kita. Tapi ketika Al Qur’an dianggap sebagai sumber ilmu maka Al Qur’an adalah kitab yang setara semesta, artinya apa yang dibahasakan oleh Al Qur’an itu isyarat ilmiah untuk mengantarkan kita meneliti apa fenomena yang terjadi di jagad raya ini. Makanya dalam Al Quran penuh isyarat ilmiah, tapi Al Quran bukan kitab ilmiah tapi kitab suci,” kata Dr Asmuni.

Melengkapi sambutan, Ketua Delegasi UM Malaysia, Dr. Mohammad Khalid Bahrudin mengawali sambutan dengan ungkapan terimakasih kepada UII.
”Terimakasih atas sambutan Bapak Dekan FIAI UII. Kami dari Universitas Malaya Malaysia berkesempatan menggali sebanyak mungkin dari Fakultas Ilmu Agama Islam UII untuk berbagai aspek. Juga kami membuka kesempatan seluas-luasnya untuk FIAI UII bekerjasama dengan Universitas Malaya Malaysia,” ungkap Dr. Mohammad Khalid Universitas Malaya Malaysia.
Imbuhnya, Universitas Malaya Malaysia juga berharap adanya kerjasama penelitian dalam bidang kajian Al Quran dan Hadits. Serta kerjasama untuk menulis bersama pada Jurnal Akademis Studi Al-Qur’an dan Hadits Universitas Malaya yang sudah terindeks Scopus.

Selepas sambutan, kegiatan dilanjutkan seminar dengan narasumber dari FIAI UII dan UM Malaysia.
Narasumber dari UII, Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag singgung masuknya agama Islam di Indonesia.
”Sejak Islam masuk ke wilayah Nusantara, kajian Al-Qur’an mulai dilakukan, termasuk tafsirnya. Naskah tafsir pertama kali muncul di Nusantara pada abad ke-16. Ditemukan naskah Al Qur’an Surat Al-Kahfi oleh penulis tak dikenal. Diduga ditulis pada masa awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda tahun 1607 hingga 1636. Sedangkan kitab tafsir lengkap pertama 30 juz ditulis oleh Abdur Rauf Singkil tahun 1615 hingga 1693 dengan gelar Tarjumanul Mustafid,” ungkap Mumammad Roy yang juga menjabat Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni FIAI UII.

Imbuh Muhammad Roy, bahwa pada abad ke-19 terdapat dua karya tafsir yang terdokumentasi. Pertama Tafsir Marah Labid karya Imam Nawawi Al Bantani dengan menggunakan bahasa Arab. Tafsir Marah Labid menafsirkan Al Qur’an dari surah Al Fatihah hingga surah An Nas. Gaya penafsirannya adalah lughawi dan bilma’tsur. Tafsir selanjutnya adalah Tafsir Faidlurrahman dalam bahasa pegon jawa, karya Syeh Soleh Darat Semarang. Ia sengaja menafsirkan Alquran dalam bahasa Jawa agar mudah dipahami masyarakat.

Selepas paparan narasumber dari FIAI UII, dilanjutkan paparan dari UM Malaysia yaitu Dr. Mohammad Khalid Bahrudin.
“Berawal sejak abad ke-17 sampai hari ini, penulisan dan penerbitan hadits di Tanah Melayu telah berkembang pesat dan berevolusi dengan keperluan masyarakat di Malaysia. Namun begitu sebagian penerbitan hadits ini didapati bermasalah dari segi kualitas status dan terjemahannya. Penggunaan riwayat palsu atau diduga dhoif, serta kesalahan atau ketidaktepatan terjemahan tempak dalam penerbitan dari hasil rangkuman naskah klasik maupun kontemporer. Untuk mencegah hal ini terjadi secara luas, pihak berwenang di negara Malaysia telah mengambil tanggung jawab untuk memperkenalkan mekanisme peraturan untuk teks dan terjemahan hadits,” ungkap Dr. Mohammad Khalid dengan gaya bahasa Melayunya.

Tambahnya, secara otoritatif, pengaturan kesahihan hadits secara resmi digagas oleh Umar bin Abdul Aziz melalui proyek kodifikasi pada masa pemerintahannya. Hal ini didorong oleh beberapa faktor seperti meninggalnya para sahabat penghafal hadits , praktik bid’ah dan tahayul serta penyebaran hadits palsu. Era berikutnya mencatat berbagai aktivitas peraturan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait hadits, khususnya yang melibatkan penyebaran dan penggunaan hadits palsu.

Seminar dengan moderator  Miqdam Makhfi, Lc., M.A selain luring diikuti mahasiswa UM Malaysia dan FIAI UII, juga secara daring menggunakan live streaming ke sivitas akademika Universitas Malaya di Malaysia. Miqdam merupakan alumni salah satu perguruan tinggi di Malaysia. Dalam pengamatan Miqdam selama kuliah di Malaysia menyebutkan bahwa proses pendidikan agama Islam di perguruan tinggi Malaysia dan Indonesia memiliki banyak perbedaan.
”Mahasiswa di Malaysia sangat patuh kepada pengajar, itu sebuah keunggulan di sana. Mahasiswa di Indonesia, memang tidak sekuat Malaysia dalam kepatuhannya, tapi dalam kreatifitas dan semangat inovasinya, tampak dominan. (IPK)

Fakultas Ilmu Agama Islam  Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), menyelenggaraka pelatihan dengan tema Upgrading Service Excellent dan Powerfull Teamwork. Pelatihan dilaksanakan pada Kamis 07 Septempber 2023, di  lantai III Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII.

Dalam sambutannya, Dekan FIAI UII, Dr. Drs, Asmuni, MA menegaskan

“Ketika kita bekerja yang perlu dihadikan itu tidak saja akal, melainkan juga hati.  Saya kira inilah karakteristik bekerja di Universitas Islam Indonesia,” katanya.

Pelatihan  pelayanan Prima FIAI UII menghadirkan 2 narasumber, Hangga Fathana., S.I.P., B.Int., St,. M.A selaku Sekretaris Eksekutif UII dan Drs. Suwarsono Muhammad, MA, Ketua Pengurus Harian Yayasan Badan Wakaf UII Periode 2018 – 2023.

“Reputasi Perguruan TInggi tidak bisa lepas dari leadership. Citra UII dari sisi akademik, dan sisi yang lain, tidak bisa bisa dilpeaskan dari kata relationship,

Mengukur mutu layanan dapat dilakukan dengan 3 parameter, yaitu aspek teknik, aspek subtansi dan aspek fungsi.


Hangga mengimbuhi, ketika staf melakukan pekerjaaan sesuai wewenang dan tanggungjawabnya saja, maka sudah memenuhi

“Tingkatan tertinggi adalah ihsan, kondisi dimana

Brosure

CNN Indonesia melansir berita bahwa Kemdikbud RI berencana menguji coba kebijakan FDS pada 50 sekolah percontohan di berbagai daerah. Pemerintah menargetkan pada 2020 sebagian besar sekolah pendidikan dasar dan menengah akan menerapkan konsep FDS. “Pilot project kami terapkan di 50 sekolah di luar sekolah-sekolah yang memang secara sukarela mau menerapkan konsep FDS. Bertahap, tahun 2018 kami ingin ada sekitar 3000 sekolah yang terus ditingkatkan sampai tahun 2020,” ucap Muhadjir. Sebanyak 50 sekolah yang diuji coba tersebut adalah sekolah yang ditentukan oleh Kemdikbud. Namun di luar itu, masih ada ribuan sekolah lainnya yang sudah menerapkan FDS maupun yang mengajukan diri untuk mencoba penerapan FDS tersebut.

Kemdikbud mengklaim telah menyelesaikan penyususan naskah akademik dan pedoman pelaksanaan konsep penguatan karakter yang dituangkan dalam FDS. Saat ini, Kemdikbud akan mengidentifikasi calon daerah dan sekolah untuk pilot project. Muhadjir mengatakan, Kemdikbud sedang mematangkan pemetaan 50 sekolah percontohan FDS, yang didasari secara bertingkat berdasarkan kepadatan penduduk, standar ekonomi, kondisi daerah, sarana, dan prasarana sekolah. Penerapan konsep FDS ini dilakukan secara bertahap. Pada 2018 ditargetkan sekitar 3.000 sekolah sudah melaksanakan konsep penguatan karakter melalui sistem belajar seharian ini. Berdasarkan pantauan Kemdikbud, beberapa sekolah yang sudah terapkan FDS menunjukan performa positif terhadap konsep penguatan pendidikan karakter. Salah satunya, Kabupaten Siak, Riau. Menurut Muhadjir, seluruh sekolah di Kabupaten Siak telah melaksanakan penguatan pendidikan karakter. Setiap siswa sekolah dasar hingga menengah bersekolah hingga pukul setengah empat sore. “Setelah jam 13.00, sekolah-sekolah di sana diambil alih oleh ustaz dan pengajar agama. Mereka belajar agama di sekolah sampai pukul 16.00,” ucap Muhadjir.

Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (PAI FIAI), Universitas Islam Indonesia (UII), sebagai salah satu Perguruan Tinggi Islam, secara tidak langsung memiliki tanggung jawab moral akademik untuk memberikan kontribusi pada upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, Prodi PAI FIAI UII akan menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Penerapan Full Day Scholl dalam Pendidikan Karakter di Indonesia”.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Tanggal: 11 Desember 2016Tempat: Gedung Kuliah Umum UII – Prof. Dr. Sardjito : Kampus Terpadu UII, Jl. Kaliurang Km. 14,5 Yogyakarta

Hari : Sabtu
Tanggal : 11 Desember 2016
Tempat : Gedung Kuliah Umum UII – Prof. Dr. Sardjito
  Kampus Terpadu UII, Jl. Kaliurang Km. 14,5 Yogyakarta

Sekretariat

Gedung KH. Wahid Hasyim, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia. Jalan Kaliurang KM. 14,5 Sleman Yogyakarta. Contact Person: 085743315750

Poster

Poster Seminar Nasional PAI 2016