Anak milik Allah, bukan milik orangtuanya. Sebagai muslim, harus memahami, hakekatnya anak adalah titipan Allah. Seorang anak akan memberikan banyak syafaat kepada orangtua jika dia dirawat dan dididik dengan baik. Sebaliknya, jika salah urus akan menjadi beban di dunia dan akhirat.

Dunia anak  berbeda dengan orangtuanya atau orang dewasa lainnya. Mendidik anak mengikutkan ego orangtua merupakan kesalahan terbesar yang banyak dilakukan orangtua. Mendidik anak adalah amanah besar yang diberikan Allah SWT kepada setiap orang tua. Dalam Islam, pendidikan anak bukan hanya sekadar memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keagamaan dan moral yang kuat. Pendidikan ini dimulai sejak dini, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Berikut ini adalah panduan mendidik anak dalam Islam serta bagaimana memahami kemauan anak dengan bijak.

Mendidik penuh kasih sayang

Kasih sayang adalah landasan utama dalam mendidik anak. Rasulullah SAW selalu menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak, baik kepada anaknya sendiri maupun kepada anak-anak sahabatnya. Beliau bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

“Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1842)

Orang tua harus memberikan cinta dan perhatian yang tulus kepada anak-anak mereka. Kasih sayang ini bukan hanya dalam bentuk fisik seperti pelukan dan ciuman, tetapi juga dalam perhatian terhadap kebutuhan emosional dan psikologis anak. Anak yang merasa dicintai dan diperhatikan akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kuat.

Mengajarkan nilai-nilai islam

Pendidikan agama adalah fondasi utama dalam kehidupan seorang Muslim. Orang tua bertanggung jawab mengajarkan anak-anak mereka tentang Allah, rukun iman, rukun Islam, serta nilai-nilai moral yang diajarkan dalam Al-Quran dan Hadits. Pendidikan agama ini dimulai sejak anak masih kecil dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami, seperti melalui cerita-cerita nabi, lagu-lagu Islami, dan permainan edukatif.

Beberapa hal yang bisa diajarkan sejak dini antara lain:

  • Shalat:Mengajarkan anak untuk mengenal dan melaksanakan shalat sejak usia dini. Mulailah dengan mengajak anak melihat orang tua shalat dan kemudian mengikutinya.
  • Doa harian:Mengajarkan doa-doa harian seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa sebelum tidur, dan doa ketika bangun tidur.
  • Akhlak mulia:Menanamkan sifat-sifat mulia seperti jujur, amanah, sabar, dan rendah hati.

Menjadi panutan yang baik

Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar setiap hari. Oleh karena itu, orang tua harus menjadi contoh yang baik dalam segala aspek kehidupan. Jika orang tua ingin anak-anak mereka menjadi individu yang sholeh dan sholehah, mereka harus menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, jika orang tua ingin anaknya rajin shalat, mereka harus menunjukkan bahwa mereka sendiri tidak pernah meninggalkan shalat.

Contoh teladan yang baik meliputi:

  • Kejujuran:Selalu berbicara jujur kepada anak dan orang lain.
  • Kedisiplinan:Menunjukkan kedisiplinan dalam beribadah dan menjalani kehidupan sehari-hari.
  • Kerendahan hati:Menunjukkan sikap rendah hati dalam berinteraksi dengan orang lain.

Kemauan anak harus dipahami

Setiap anak memiliki keunikan dan kemauan yang berbeda. Memahami kemauan anak adalah kunci untuk mendidik mereka dengan bijak. Orang tua harus peka terhadap kebutuhan, minat, dan bakat anak-anak mereka. Berikut beberapa cara untuk memahami dan mendukung kemauan anak:

  • Mendengarkan anak:Luangkan waktu untuk mendengarkan cerita, keluhan, dan pendapat anak tanpa menghakimi. Ini akan membuat anak merasa dihargai dan didengar.
  • Memberikan ruang untuk berkembang:Biarkan anak-anak mengeksplorasi minat dan bakat mereka. Jika mereka tertarik pada seni, olahraga, atau sains, dukung mereka dengan memberikan fasilitas dan bimbingan yang diperlukan.
  • Bersabar dan tidak mudah marah:Tunjukkan kesabaran ketika anak membuat kesalahan. Gunakan kesempatan ini untuk mengajari mereka dengan cara yang positif. Misalnya, jika anak membuat kesalahan, jelaskan mengapa itu salah dan bagaimana cara memperbaikinya.

Menggunakan metode disiplin yang bijak

Disiplin adalah bagian penting dalam mendidik anak, namun harus diterapkan dengan bijak dan penuh kasih sayang. Islam mengajarkan untuk tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak. Metode disiplin yang efektif meliputi:

  • Konsistensi:Terapkan aturan yang konsisten sehingga anak memahami batasan yang jelas. Konsistensi ini juga membantu anak belajar tentang konsekuensi dari tindakan mereka.
  • Pujian dan penghargaan:Berikan pujian dan penghargaan ketika anak melakukan hal baik. Ini akan memotivasi mereka untuk terus berbuat baik. Misalnya, puji anak ketika mereka menyelesaikan tugas dengan baik atau menunjukkan sikap yang baik.
  • Penjelasan yang jelas:Jelaskan alasan di balik setiap aturan dan konsekuensi yang diberikan. Anak-anak akan lebih mudah menerima dan memahami jika mereka tahu alasannya. Misalnya, jelaskan mengapa penting untuk tidur tepat waktu atau mengapa harus berbagi dengan saudara.

Mendoakan anak

Doa adalah senjata terkuat bagi seorang Muslim. Selalu doakan kebaikan dan keberhasilan anak-anak. Doa orang tua memiliki kekuatan yang luar biasa dalam menjaga dan membimbing anak-anak ke jalan yang benar. Beberapa doa yang bisa diamalkan untuk anak antara lain:

  • Doa meminta kebaikan:“Ya Allah, berikanlah anak-anakku kebaikan di dunia dan di akhirat.”
  • Doa meminta perlindungan:“Ya Allah, lindungilah anak-anakku dari segala keburukan dan bencana.”
  • Doa meminta ilmu yang bermanfaat:“Ya Allah, berikanlah anak-anakku ilmu yang bermanfaat dan jadikan mereka orang-orang yang beramal sholeh.”

Kesimpulan

Mendidik anak dalam Islam adalah proses yang memerlukan kasih sayang, kesabaran, dan kebijaksanaan. Dengan memberikan pendidikan yang baik, menjadi contoh yang baik, dan memahami kemauan anak, orang tua bisa membentuk karakter anak-anak mereka menjadi individu yang sholeh dan sholehah. Pendidikan yang dimulai sejak dini akan menjadi fondasi kuat bagi anak-anak dalam menjalani kehidupan mereka. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan dan petunjuk dalam mendidik anak-anak kita. Amin.

Penulis: Mufti Dedy Wirawan, S.Kom, Tendik FIAI UII

Harta sangat penting untuk dibahas sesuai ajaran Islam. Harta memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim atau muslimah. Islam sangat memperhatikan tiga aspek mengenai harta. Pertama darimana harta didapat, kedua bagaimana proses dalam mendapatkan harta tersebut.Ketiga adalah untuk apa harta tersebut digunakan. Harta yang diperoleh dengan cara yang halal dan penuh keberkahan tidak hanya memberikan manfaat di dunia, tetapi juga menjadi bekal unuk kehidupan di akhirat kelak. Oleh karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya memperoleh harta dari sumber yang halal dan menghindari segala bentuk transaksi yang meragukan atau haram, seperti judi online dan
pinjaman online (pinjol).
Saat ini judi online (judol) dan pinjol menjadi trending dan banyak diminati. Akhirnya tidak sedikit
sebagian masyarakat yang terjerat hutang pinjol sampai mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, karena ketidakmampuan membayar. Untuk itu sangat penting untuk disampaikan bahaya pinjol dan judol agar masyarakat memiliki pemahaman serta
kepekaan terhadap bahayanya terutama merujuk pada syariat Islam.

Rezeki yang Halal dan Berkah
Umat muslim yang taat selalu mengharapkan mendapatkan rezeki yang halal dan berkah. Rezeki yang halal adalah harta yang diperoleh dengan cara yang dibenarkan oleh syariat Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 168)
Ayat ini menegaskan pentingnya mencari rezeki dari sumber yang halal. Rezeki yang halal membawa keberkahan dalam hidup, menenangkan hati, dan menjauhkan kita dari berbagai musibah. Sebaliknya, rezeki yang diperoleh dari jalan yang haram, seperti yang didapat ketika melakukan judi online dan pinjol, tidak akan pernah membawa kebahagiaan sejati dan justru dapat mendatangkan malapetaka.

Bahaya Judi Online dalam Islam
Maysir atau judi dalam bentuk apapun, termasuk judi online, adalah perbuatan yang sangat
dilarang dalam Islam. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah: 90)
Judi online, yang kini semakin marak dan mudah diakses melalui internet, memberikan
ancaman serius bagi masyarakat. Selain menjerumuskan seseorang ke dalam dosa, judi online
juga dapat menghancurkan perekonomian keluarga, merusak hubungan sosial, dan menimbulkan
ketergantungan yang sulit dihentikan.

Studi yang dilakukan (Zurohman, 2016) menyatakan bahwa dampak judi online berpengaruh terhadap melemahnya nilai-nilai sosial pada remaja, yakni nilai material ditandai dengan habisnya materi yang dimiliki, termasuk uang dan barang serta berpengaruh juga terhadap nilai keruhanian dengan meninggalkan kewajiban sholat, puasa serta melanggar norma-norma sosial di masyarakat seperti mabuk-mabukan.

Pinjaman Online dan Riba dalam Islam
Fenomena pinjaman online atau pinjol yang saat ini marak memberikan
dampak buruk bagi masyarakat, meskipun tampak mudah dan praktis, sering kali pinjol
menjerumuskan dalam praktik riba yang dilarang Islam. Riba adalah tambahan atau bunga yang dikenakan pada pokok utang, dan ini merupakan salah satu dosa besar yang sangat dikecam dalam Islam. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali ‘Imran: 130)

Serta dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Riba itu mempunyai 70 macam dosa, yang paling ringan di antaranya adalah seperti seseorang
yang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibn Majah)
Dari kedua sumber hukum di atas, bisa disimpulkan bahwa riba sangat mengerikan dan
memiliki efek yang luar biasa buruknya, dan salah satu faktor nasyarakat terjerat riba adalah
karena bertranaksi dengan pinjol. Dalam praktiknya pinjol sering kali menawarkan bunga sangat
tinggi yang pada akhirnya memberatkan peminjam dan menjebak mereka dalam lingkaran hutang
yang sulit keluar. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan dalam
Islam.

Penelitian yang diterbitkan (Saepul Alam, 2023) menyimpulkan bahwa riba yang terdapat
dalam pinjaman online secara nyata telah menimbulkan dampak buruk terhadap psikologis
masyarakat. Psikologis buruk tersebut diantaranya adalah stess, depresi, panik, gelisah, malu,
bingung, takut, tegang, dan menyesal. Akibat dari psikologis buruk ini telah menjadikan sebagian
korban untuk secara terpaksa melakukan bunuh diri.

Menjaga Keberkahan dengan Menjauhi yang Haram
Sebagai muslim, menjaga keberkahan dalam harta adalah tanggung jawab kita. Ini bisa
dicapai dengan senantiasa memastikan bahwa setiap transaksi yang dilakukan sesuai dengan
syariat Islam. Menghindari judi online dan pinjol adalah langkah penting dalam menjaga
keberkahan rezeki.
Selain itu, penting bagi kita untuk selalu meningkatkan kesadaran diri dan keluarga akan
bahaya dari perbuatan haram seperti judi dan riba. Pendidikan dan penanaman nilai-nilai Islam
sejak dini adalah kunci untuk membentuk generasi yang memahami pentingnya harta yang halal
dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.

Penutup
Dalam kehidupan yang penuh dengan godaan dan tantangan ini, penting bagi kita untuk
selalu mengingat bahwa harta yang halal dan penuh berkah adalah sumber kebahagiaan sejati.
Menghindari judi online dan pinjaman online yang riba adalah salah satu cara untuk menjaga
keberkahan rezeki kita. Dengan demikian, kita dapat hidup dengan tenang, bahagia, dan diridhai
oleh Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita petunjuk untuk selalu berada di jalan yang
benar dan meridhai setiap usaha kita dalam mencari rezeki yang halal. Aamiin.

Penulis: Ryan Yuniawan, Tendik FIAI UII



Sumber Rujukan

  1. Saepul Alam, S. (2023). DAMPAK RIBA PADA BUNGA PINJAMAN ONLINE TERHADAP
    PSIKOLOGIS MASYARAKAT. AN NUQUD, 2(2), 1–15.
    https://doi.org/10.51192/annuqud.v2i2.420
  2. Zurohman, A. (2016). Dampak Fenomena Judi Online terhadap Melemahnya Nilai-nilai Sosial
    pada Remaja (Studi di Campusnet Data Media Cabang Sadewa Kota Semarang).

Begitu Tim Sepakbola Nasional Indonesia U-19 menjuarai Piala AFF U-19 2024, Sang Komandan Pelatih Indra Syafri langsung melakukan sujud syukur. Begitu juga diikuti oleh beberapa pemain mengikuti pelatihnya, sujud syukur. Kondisi dilihat oleh jutaan pemirsa TV dan streaming online, tentunya juga ribuan penonton di lapangan sepakbola. Ini sudah bagian dari syiar agama dalam kegiatan sepakbola.

Semangat menerapkan perintah dalam ajaran agama, juga menerapkan nilai-nilai spiritual dalam sepakbola seperti yang dicontohkan tim nasional  sepakbola akan mampu mempengaruhi banyak orang termasuk anak-anak dan remaja. Akan berbeda dengan pola merayakan kemenangan di luar negeri yang berteriak-teriak, minuman keras dan tarian seksi oleh penonton.

Syiar dan dakwah melalui kegiatan sepakbola, juga diamini oleh Gus Baha yang bernama asli Kyai Haji Bahauddin Nursalim dari Rembang. Gus Baha ungkapkan dalam instagramnya.

“Orang di Inggris, kenal Islam lewat Mohammad Salah, pemain bola, karena mereka tidak mengamati kiai yang diamati itu pemain bola. Dulu tuh, pemain muslim mau sholat susah mau puasa susah. Terus mereka minta hak puasa kalau bulan puasa. Tapi menjadi mudah di luar perkiraan. Sekarang dibikin gampang, Manchester City dibeli orang islam, Sulaiman Al Fahim. Akhirnya malah ada masjid. Pelatihnya kalau ada pemain yang puasa monggo-monggo ndereaken (silakan). Kalau tidak boleh nanti bisa dipecat. Mau apa coba,”

Kemenangan dalam  pertandingan sepakbola, semuanya datang karena Allah. Sehingga setiap pemain sepakbola muslim, tidak  merasa kemenangannya hanya karena dirinya. Kemenangan dalam kejuaraan sepakbola patut disyukuri sebagai ungkapan syukur dan ingatan kepada Allah, sebagaimana firman Allah  dalam surat Al-Baqarah ayat 122 yang artinya,

“Ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepadamu.”

Harapannya syiar dan dakwah juga terus digencarkan untuk berbagai cabang olahraga. Di Kampus UII Yogyakarta, dalam acara pertandingan Milad ke-81 tahun 2024, dilakukan doa bersama sebelum bertanding, ucap syukur dan sujud syukur saat beberapa pemain memenangkan pertandingan cabang olahraga, juga menjadi contoh bagi banyak pihak termasuk mahasiswa.

Lebih dalam berkenaan dalil sujud syukur, Rasulullah pernah mencontohkan secara langsung.

عَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ.

“Dari Abu Bakroh, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika beliau mendapati hal yang menggembirakan atau dikabarkan berita gembira, beliau tersungkur untuk sujud pada Allah Ta’ala.” (HR Abu Dawud nomor 2774. Syekh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)

Jika Rasulullah sudah mencontohkan sujud syukur, maka sepantasnyalah umat Islam menerapkan di berbagai kepentingan, dan kondisi yang menggembirakan.  Sehingga tawuran antar supporter olahraga, perkelahian di lapangan sepakbola bisa dikurangi karena pengaruh positif dari penerapan nilai-nilai keagamaan yang dicontohkan Rasulullah.

Syiar dan dakwah tidak harus selamanya dilaksanakan di masjid, gedung megah tapi juga perlu diterapkan di berbagai aktivitas. Sehingga mengajak kebaikan di berbagai kegiatan itu bagian yang harus dilakukan umat muslim.

Sehingga apa yang dilakukan oleh pemain sepakbola, juga dalam olah raga lain yang melibatkan nilai-nilai agama, dapat digolongkan dalam upaya menunjukkan kebaikan dan mengajak pada kebaikan. Kebaikan itu antara lain sujud syukur, mengajak sholat berjamaah para pemain sepakbola dan ajakan mengingat Allah dalam setiap kegiatan olahraga.  Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah,

Diriwayatkan dari Abi Mas’ud al-Anshari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menunjukkan kebaikan, maka ia mendapatkan pahala sepadan dengan orang yang melakukannya.” (HR Abu Dawud)

Berbagai pihak bisa memulai kebaikan sesuai profesi dan kegiatan baiknya. Semua dimulai dari hal kecil hingga kebaikan menjadi kebiasaan.

Penulis: Mochammad Rizal Nasrullah

Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Bagi umat Islam, pendidikan bukan hanya sebatas transfer pengetahuan, tetapi juga merupakan proses membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an dan Hadis, banyak sekali anjuran untuk menuntut ilmu dan mempersiapkan generasi muda dengan baik agar mereka dapat menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab.

Pentingnya Pendidikan dalam Islam

Islam sangat menekankan pentingnya pendidikan. Rasulullah SAW bersabda, *”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.“* (HR. Ibnu Majah).

Hal ini menunjukkan bahwa setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu. Ilmu dalam Islam tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia yang dapat membawa manfaat bagi kehidupan umat manusia.

Al-Qur’an juga memuat banyak ayat yang mengajak umat manusia untuk berpikir, merenung, dan memahami alam semesta. Ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 36).

Ayat ini menekankan pentingnya memiliki ilmu dan pemahaman sebelum melakukan sesuatu.

Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak

Dalam Islam, pendidikan anak dimulai sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”* (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan spiritual dan moral anak.

Orang tua dituntut untuk mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam. Salah satu tugas utama orang tua adalah menanamkan akidah yang benar, mengenalkan anak pada Allah SWT, dan mengajarkan mereka untuk beribadah sejak dini. Selain itu, orang tua juga harus mengajarkan akhlak yang baik, seperti jujur, disiplin, sabar, dan peduli terhadap sesama.

Pendidikan Akhlak sebagai Prioritas

Pendidikan dalam Islam tidak hanya fokus pada aspek kognitif atau intelektual, tetapi juga sangat menekankan pada pendidikan akhlak. Akhlak adalah cerminan dari keimanan seseorang, dan tanpa akhlak yang baik, ilmu pengetahuan bisa menjadi tidak bermanfaat atau bahkan merusak. Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana sabda beliau, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”* (HR. Ahmad).

Pendidikan akhlak harus diajarkan sejak dini agar tertanam kuat dalam diri anak. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh teladan dalam berperilaku. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat daripada dari apa yang mereka dengar. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Menyiapkan Generasi yang Mandiri dan Bertanggung Jawab

Salah satu tujuan utama pendidikan adalah menyiapkan anak muda agar menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Islam mengajarkan pentingnya bekerja keras dan tidak bergantung pada orang lain. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang makan suatu makanan yang lebih baik daripada memakan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari).

Selain itu, anak muda juga harus diajarkan tentang tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Mereka harus memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik di dunia maupun di akhirat. Pendidikan yang baik akan membantu mereka untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Pendidikan Spiritual dan Moral sebagai Landasan Utama

Pendidikan spiritual dan moral adalah landasan utama dalam pendidikan anak muda. Dalam Islam, segala sesuatu yang dilakukan harus didasarkan pada niat yang baik dan sesuai dengan ajaran agama. Pendidikan spiritual membantu anak muda untuk mengenal Tuhan, memperkuat iman, dan menjaga hubungan yang baik dengan Allah SWT. Ini adalah fondasi yang akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan mereka.

Moralitas juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan. Seorang Muslim yang baik adalah mereka yang memiliki akhlak mulia, jujur, amanah, dan adil. Pendidikan moral mengajarkan anak muda untuk menjadi pribadi yang baik, menghormati orang lain, dan menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Ketika pendidikan spiritual dan moral ditanamkan dengan baik, anak muda akan tumbuh menjadi individu yang kuat secara mental dan emosional, serta memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.

Tantangan Pendidikan di Era Modern

Di era modern ini, pendidikan anak muda menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Perkembangan teknologi dan globalisasi membawa perubahan besar dalam pola pikir dan gaya hidup. Anak muda sering kali terpapar dengan berbagai informasi yang belum tentu benar dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, penting untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir kritis dan filter yang kuat terhadap informasi yang mereka terima.

Selain itu, tekanan sosial dan budaya juga dapat mempengaruhi pendidikan anak muda. Mereka sering kali dihadapkan pada dilema antara mempertahankan nilai-nilai Islam dan mengikuti tren yang sedang berkembang. Dalam hal ini, pendidikan agama yang kuat akan membantu mereka untuk tetap teguh pada prinsip-prinsip Islam dan tidak tergoda oleh hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.

Peran Sekolah dan Lingkungan dalam Pendidikan

Selain keluarga, sekolah dan lingkungan juga memiliki peran penting dalam pendidikan anak muda. Sekolah harus menjadi tempat yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik akhlak dan spiritualitas. Guru-guru harus menjadi teladan yang baik dan mampu membimbing siswa-siswinya untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia.

Lingkungan sekitar juga mempengaruhi perkembangan anak muda. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung pendidikan yang baik. Lingkungan yang positif akan membantu anak muda untuk tumbuh dengan sehat, baik secara fisik maupun mental, serta menghindarkan mereka dari pengaruh negatif.

Pentingnya Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan tidak berhenti setelah seseorang lulus dari sekolah atau universitas. Islam mengajarkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban sepanjang hayat.

Anak muda harus diajarkan untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah mereka ketahui. Mereka harus terus memperbarui pengetahuan mereka dan mengikuti perkembangan zaman tanpa melupakan nilai-nilai Islam yang menjadi landasan hidup mereka.

 

Membangun Generasi Pemimpin Masa Depan

 Pendidikan anak muda adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan masa depan umat. Generasi muda yang terdidik dengan baik akan menjadi pemimpin yang bijaksana dan mampu menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Mereka akan membawa umat Islam ke arah yang lebih baik dan menjadi teladan bagi generasi berikutnya.

Oleh karena itu, mari kita semua, sebagai orang tua, guru, dan masyarakat, bekerja sama untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak muda kita. Ajarkan mereka ilmu yang bermanfaat, tanamkan akhlak yang mulia, dan bekali mereka dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Dengan begitu, kita akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beriman, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia.

Inilah tujuan utama dari pendidikan dalam Islam, yakni mencetak generasi yang mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana tujuan diutusnya Rasulullah SAW.

Penulis: Mulyadi , Tendik FIAI UII

Surah Al Fatihah merupakan inti dari ajaran Islam yang mencakup keimanan, tauhid, dan janji-janji Allah, serta berisi kabar gembira bagi seluruh umat Islam yang beriman. Surah ini dianggap sangat penting, sehingga menjadi salah satu surah yang utama. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepadaku, “Maukah kamu aku ajarkan sebuah surah, surah paling agung dalam Al-Qur’an setelah kita keluar dari masjid?” Kemudian Rasulullah berjalan sambil menggandengku. Ketika kami hampir keluar, aku mengingatkan, “Wahai Rasulullah, Anda tadi bersabda akan mengajarkan sebuah surah paling agung dalam Al-Qur’an.” Maka Rasulullah bersabda, “Surah itu adalah Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, yaitu Surah Al Fatihah, yang merupakan as-Sab’ul Matsani atau tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat, dan surah Al Qur’an yang dikaruniakan kepadaku.” (Hadis riwayat Bukhari)..

Turunnya Surah Al Fatihah membawa banyak manfaat bagi umat manusia, tetapi menjadi musibah bagi iblis dan bala tentaranya, yang membuat mereka tak berdaya. Jadi, peristiwa penting apa yang terjadi saat Surah Al Fatihah diturunkan hingga menyebabkan iblis menjadi tak berdaya?

Surah Al Fatihah adalah surah yang sangat istimewa. Surah ini diturunkan langsung dari Arasy oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Peristiwa turunnya Al Fatihah diabadikan oleh Al-Imam Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak, di mana Rasulullah SAW bersabda:

“Berimanlah kamu kepada kitab Taurat, Zabur, Injil, dan apa saja yang dibawa oleh para nabi dari Tuhan mereka. Kitab Al Qur’an dan segala keterangan di dalamnya akan memberi kelapangan kepadamu. Sesungguhnya ayat-ayat suci yang terkandung dalam Al Qur’an adalah pemberi syafaat yang tidak dapat berbicara tetapi nyata membawa kebenaran, dan Surah Al Fatihah diberikan kepadaku langsung dari Arasy.”

Selain itu, Surah Al Fatihah dikenal sebagai As-Sab’ul Matsani, yaitu tujuh ayat yang diulang-ulang. Surah ini juga dikenal mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit, seperti yang telah dibuktikan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam kitabnya Ad-Da’u wa-Dawa’.

Keistimewaan Surah Al Fatihah ini juga menyebabkan iblis menjadi tak berdaya. Dalam kitab Abwabul Faraj karya Sayyid Muhammad Alwi, diceritakan bahwa ketika Surah Al Fatihah diturunkan, iblis terbaring lemah dan tak berdaya, dengan rasa sakit yang melebihi sakit gigi.

Melihat pemimpin mereka tak berdaya, para tentara iblis pun bingung dan bertanya-tanya. Iblis kemudian berkata, “Kalian tidak perlu menjengukku atau mendatangkan obat atau dokter. Ini bukan sakit fisik. Sesungguhnya aku sakit karena turunnya sebuah surah yang jika dibacakan, pasti manusia akan selamat dari neraka. Surah itu bisa menjadi tameng bagi mereka dan menghalangi kita, para iblis, untuk menjerumuskan umat manusia ke dalam neraka.” Begitulah yang dikatakan oleh iblis..

Surah Al Fatihah ini dipisahkan dari Al Quran, Allah  ketika menganugerahi Al Quran itu Allah sendirikan Al Fatihah makanya  Rasulullah bersabda.

“Aku diberikan 7 ayat yang terulang dan juga Al Quran. Padahal Al Fatihah itu bagian dari Al Quran. Tetapi nabi shallahu alaihi wasallam memisahkan, jadi kita diberikan 2 nikmat, Al Quran adalah nikmat dan Surah Al Fatihah sendiri adalah nikmat.

Kenapa demikian? Karena ada hadits yang menunjukkan tentang keistimewaan surah Al Fatihah ini hadits ini dari Abdullah Ibnu Abbas ketika Nabi Sall allahu alayhi wasalam sedang duduk, tiba tiba Rasulullah mendengar suara yang menggelegar di atas kepala beliau, tentu dari langit maksudnya, maka Rasulullah langsung mengangkat kepalanya ke langit, maka malaikat Jibril Allahi Sallam kemudian mengatakan kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Bahwa itu adalah suara pintu langit yang terbuka, pintu itu tak akan terbuka kecuali hari ini, kemudian turunlah malaikat, dan malaikat ini tidak akan pernah turun ke bumi kecuali hari ini. Kemudian kata Jibril, malaikat mengucapkan salam dan mengatakan pada dirimu wahai Muhammad, bergembiralah wahai Muhammad karena engkau diberikan dua cahaya yang tidak pernah diberikan kepada para nabi sebelumnya. Kemudian jibril mengatakan pertama surah Al Fatihah dan yang kedua akhir dari surah Al Baqarah.

Penulis: Bambang Kintoko, S.Kom, Tendik FIAI UII

Jika saja manfaat sedekah disadari oleh seluruh umat muslim di dunia, maka kebaikan akan terus mengalir. Kesenjangan miskin dan kaya, akan semakin menipis. Terutama jika orang yang berlimpah harta rutin menyalurkan kepada yang berhak menerima.

Begitu utamanya sedekah sehingga Allah memberikan banyak balasan kebaikan. Memang, salah satu ibadah yang dicintai Allah adalah sedekah. Hal ini sesuai firman Allah dalam  Surah Al-Baqarah ayat 261, yang artinya:

“Perumpaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada tiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
Dari ayat di atas sebaiknya dijadikan pedoman dan penyemangat, bahwa sedekah bukan main-main manfaat dan balasannya. Bukan diperdebatkan manfaat dan caranya.

Memahami makna dasar, sedekah merupakan salah satu amalan yang berasal dari bahasa Arab yaitu ‘shadaqah’. Jika merujuk pada makna terminologinya, sedekah bersumber dari kata sidiq yang artinya kebenaran. Jika merujuk pada  BAZNAS No. 2 Tahun 2016, sedekah mengacu pada harta atau non-harta bukan zakat milik seseorang atau  bisa juga milik suatu lembaga yang sengaja dikeluarkan untuk kebaikan atau kemaslahatan bersama. Sehingga secara makna, sedekah dari segala sudut merupakan perbuatan baik untuk kebaikan sesama.

Sebagai muslim, bersedekah perlu dijadikan kebiasaan, agar manfaatnya dapat meningkatkan kemakmuran, membasmi kemiskinan, mengurangi kesenjangan miskin dan kaya.

Sedekah Tidak Mengurangi Harta

Banyak masyarakat muslim yang masih perhitungan terhadap sedekah. Takut jika sedekah akan mengurangi hartanya. Terutama jika kondisi sedang sempit secara ekonomi. Namun sejatinya sedekah tidak mengurangi harta, karena Allah akan membalasnya dalam berbagai bentuk yang secara nilai melampaui nilai yang disedekahkan. Kuncinya adalah terus berprasangka baik kepada Allah.

Rasulullah bersabda
“Sedekah adalah ibadah yang tidak akan mengurangi harta, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda untuk mengingatkan kita dalam sebuah riwayat Muslim, “sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim).
 

Sedekah Menolak Bala
Dari sisi manfaat, bersedekah menjadi alasan Allah untuk menjauhkan hambaNYA dari bala, musibah dan bencana. Sehingga setiap muslim, bisa menjadikan sedekah benteng dunia dan akhirat, karena manfaatnya bisa saja didapat di dunia dan akhirat. Manfaat ini, sesuai sabda Rasulullah.

“Sedekah itu menolak bala (bencana).” (H.R. Ath-Thabrani).

Sementara dalam riwayat hadits lainnya Rasulullah pernah bersabda, “Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu kejahatan.”

Sedekah juga memiliki manfaat sesuai janji Allah, berkenaan dengan kondisi perekonomian, namun seberapa balasannya, hanya Allah yang mengetahui. Sebagai hamba, kita sepantasnya menjalankan perintah Allah secara ikhlas. Tentu harapannya, dengan rajin sedekah dapat melapangkan rezeki. Hal ini sesuai dengan janji Allah dalam surah At-Talaq ayat 7  yang aritnya,
“Siapa yang disempitkan rezekinya (miskin) hendaklah menafkahkan sebagian rezekinya (sedekah).”


Sedekah Menghapus Dosa

Umat Islam dianjurkan untuk disiplin dalam bersedekah, rutin dalam bersedekah  merupakan unsur istiqomah. Sehingga bukan besaran nilai sedekah semata yang jadi ukuran, tapi juga rutin dan keikhlasan.

Manfaat sedekah yang menjadikan manfaatnya begitu besar, adalah balasan Allah berupa dihapusnya dosa. Hal ini sesuai sabda Rasulullah, “Sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api” (HR. Tirmidzi).

Manusia tidak mungkin luput dari dosa, namun Allah sungguh menjadikan semua baik, karena diberikan kesempatan terhapusnya dosa, salah satunya dengan jalan sedekah.

Balasan Sedekah
Sedekah sejatinya tidak ada ukuran, tapi sesuai niat, kemampuan dan tekad kemaslahatan umat. Sehingga saat ini ketika ada rumusan sedekah harus sekian persen, misal 2.5%, itu bukan ajaran Rasulullah, karena sedekah boleh berapapun. Angka 2.5% merupakan representasi dari zakat bukan sedekah.

Sungguh siapapun yang bersedekah berarti sudah membuktikan ketaatan di jalan Allah.

“Barang siapa yang memberikan pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (sedekah), niscaya akan dilipat gandakan (balasan) untuknya” (QS. At-Taghabun: 17).

Penulis: Hadi Sutrisno, Tendik FIAI UII