Makna Kematian bagi Muslim

Kematian adalah suatu kenyataan yang pasti dihadapi oleh setiap makhluk hidup, tanpa bisa menebak kapan terjadinya. Sebagai seorang muslim, selalu diajarkan untuk memaknai kematian bukan hanya sebagai akhir dari kehidupan di dunia, tetapi juga sebagai pintu gerbang menuju kehidupan yang lebih abadi di akherat. Melalui Al-Qur’an dan hadits, Islam memberikan panduan bagaimana seharusnya memandang kematian dan apa yang bisa dipelajari darinya.

Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,“Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati). Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan taubat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).

Dalam Islam, kematian adalah ketetapan Allah yang tidak bisa ditolak atau dihindari. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. Al-Ankabut: 57).

Ayat ini menegaskan bahwa kematian adalah kepastian yang akan dialami oleh setiap makhluk. Tidak ada yang bisa menolak atau menghindarinya. Dengan menyadari hal ini, seorang Muslim seharusnya selalu bersiap diri dan menjalani kehidupan di dunia ini dengan penuh kesadaran bahwa segala sesuatu yang dimiliki hanyalah titipan sementara.

Kematian juga merupakan pengingat yang kuat bagi kita untuk selalu berbuat kebaikan. Rasulullah SAW bersabda:

“Orang yang cerdas adalah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah mati.” (HR. Tirmidzi).

Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang bijak adalah mereka yang menyadari bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, dan kehidupan yang abadi adalah di akhirat. Oleh karena itu, mereka akan selalu berusaha untuk memperbanyak amal shaleh, karena hanya amal kebaikan yang akan menjadi bekal di alam kubur dan akhirat kelak.

Kematian mengingatkan kita akan hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Hidup di dunia ini hanyalah perjalanan singkat menuju kehidupan yang lebih kekal. Rasulullah SAW bersabda:

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau seorang pengembara.” (HR. Bukhari).

Hadits ini mengajarkan kita untuk tidak terlalu terikat dengan kehidupan dunia, karena dunia ini bukanlah tujuan akhir. Seorang Muslim seharusnya selalu menyadari bahwa kehidupan dunia ini sementara dan tujuan hidup yang sejati adalah mencapai kebahagiaan di akhirat.

Dengan menyadari bahwa kematian bisa datang kapan saja, seorang Muslim seharusnya lebih rajin dalam beribadah dan selalu mengingat Allah dalam setiap langkah hidupnya. Salah satu cara untuk mengingat Allah adalah dengan selalu mengingat kematian. Rasulullah SAW bersabda:

“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (kematian).” (HR. Tirmidzi).

Dengan mengingat kematian, hati akan menjadi lebih lembut dan jiwa akan terhindar dari kesombongan dan cinta dunia yang berlebihan. Kita akan lebih fokus pada tujuan hidup yang sesungguhnya, yaitu mencari ridha Allah dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah mati.

Bagi seorang Muslim yang beriman dan beramal shaleh, kematian bukanlah sesuatu yang ditakuti, tetapi justru dinantikan sebagai awal dari kehidupan yang lebih baik. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.'” (QS. Fussilat: 30).

Ayat ini memberikan harapan bagi setiap Muslim yang menjalani hidup dengan penuh keimanan dan ketaatan kepada Allah, bahwa kematian adalah pintu menuju surga, tempat dimana segala kebahagiaan yang abadi menanti.

 Kematian adalah bagian dari kehidupan yang harus kita terima dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Sebagai seorang Muslim, memaknai kematian dengan benar akan membuat kita lebih bijak dalam menjalani hidup. Kita akan lebih fokus pada tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu mencari ridha Allah dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah mati. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu siap menghadapi kematian dengan penuh keimanan dan amal shaleh. Amin.

Penulis : Tutias Ekawati, Tendik FIAI UII

Peran Mahasiswa Membangun Bangsa Bernilai Islam

Pada tahun 2024, bersamaan dengan momentum Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia, dengan semangat kemerdekaan, menjadi penting merenungkan peran strategis mahasiswa sebagai agen perubahan atau agent of change, terutama di Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII). Sesungguhnya, peran mahasiswa memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif menjadikan kondisi masyarakat lebih baik, terutama dalam upaya membangun bangsa yang berlandaskan nilai-nilai Islam.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Dari ayat di atas jelas sekali, bahwa perubahan harus dimulai dari diri kita sendiri. Sebagai mahasiswa, dapat mengawali perubahan dengan memperbaiki diri dalam aspek spiritual, moral, dan intelektual. Saat ini, mahasiswa harus menjadi teladan dalam sikap dan perilaku sehari-hari, sehingga dapat menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak kebaikan pendahulu, dan membangun kebaikan di masa mendatang. Mahasiswa sangat potensial membawa arah bangsa menjadi semakin baik.

Di FIAI UII, kita mempelajari ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ilmu ini bukan hanya untuk dipahami, tetapi juga untuk diamalkan dan disebarkan di tengah masyarakat. Seperti dalam firman Allah SWT:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Mahasiswa dituntut untuk menjaga integritas dalam keilmuan, artinya menggunakan ilmu yang diperoleh untuk memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat, selalu berlandaskan prinsip-prinsip Islam, dan tidak tergoda oleh kepentingan pribadi semata, tapi untuk kebaikan masyarakat, keluarga, agama dan bangsa.

Mahasiswa sebagai agen perubahan harus terlibat aktif dalam kegiatan sosial dan dakwah di masyarakat. Menguatkan pengaruh agar elemen masyarakat menyeru kepada kebaikan, setidaknya diawali dari pemahaman dan niat.
Seperti firman Allah:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Mahasiswa bersosial dan terus berdakwah merupakan bagian penting dalam proses perubahan masyarakat. Sebagai agen perubahan menuju kebaikan, mahasiswa dapat berkontribusi melalui organisasi kemahasiswaan, komunitas dakwah, atau kegiatan sosial lainnya yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Memahami dan Menghargai Keberagaman
Indonesia adalah negara kaya dengan potensi keberagaman suku, budaya, maupun agama, karena itu mahasiswa muslim harus terus menerus memperbaiki kualitas diri serta menjadi teladan dalam upaya bersama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Mengembangkan diri dengan berbagai kompetensi baik hardskill maupun softskill untuk mendukung niat baik, dan implementasi, sehingga berdakwah tidak semata tatap muka mungkin juga dengan dukungan media dan digitalisasi. Semata agar bisa menjangkau kelompok masyarakat di seluruh penjuru Indonesia. Akhirnya bisa meningkatkan ukhuwah islamiyah, saling mengenal meski diawali dari sarana digital.
Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Dari ayat di atas, menjadi dorongan bagi umat Islam, juga untuk mahasiswa agar terus memahami dan menghargai keberagaman ini. Kondisi keberagaman Indonesia dapat dijadikan sebagai sarana untuk saling memperluas kekuatan serta makin mengenal, memahami, dan bekerja sama demi kemajuan untuk tanggungjawab bersama menjadikan Indonesia yang luas ini semakin baik.

Menjaga Spiritualitas dan Ketakwaan
Apapun upaya perubahan harus didasari dengan menjaga hubungan baik dengan Allah. Baik selalu menjalankan perintahnya, dan menjauhi segala larangannya. Inilah wujud ketakwaan sebagai fondasi utama. Menjadi agen perubahan yang Islami, sehingga mendapatkan manfaat dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar.” (QS. At-Talaq: 2)

Dengan bertakwa, kita akan selalu berada di jalan yang benar dan mendapatkan pertolongan dari Allah dalam setiap usaha yang kita lakukan. Harapannya selalu mendapat solusi kebaikan dari Allah, termasuk saat menemukan hambatan dalam bersosial dan berdakwah.
Kesimpulan
Menjadi mahasiswa FIAI UII bukan hanya tentang menuntut ilmu, tetapi juga tentang mengambil peran aktif sebagai agen perubahan yang membawa kebaikan bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dengan berpegang pada nilai-nilai Islam, mahasiswa dapat berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam setiap langkah menuju perubahan yang positif. Amin ya Rabbal Alamin.

Penulis: Prayitna Kuswidianta, Tendik FIAI

Kesehatan Mental: Hanya Allah Tempat Bergantung

Kehidupan modern yang serba cepat  bisa berdampak pada kebaikan dan tekanan, sehingga  memperhatikan kesehatan mental menjadi sangat penting. Tantangan sehari-hari, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, seringkali memicu stres dan kecemasan. Banyak individu mencari cara untuk mengelola kesehatan mental mereka melalui berbagai metode, baik yang bersifat klinis maupun spiritual. Dalam Islam, kesejahteraan jiwa tidak hanya melibatkan perawatan fisik dan psikologis, tetapi juga penekanan pada aspek spiritual yang mendalam. Prinsip-prinsip seperti tawakal, sabar, dan syukur memberikan landasan yang kokoh untuk mengelola stres, menghadapi kesulitan, dan membangun ketenangan batin.

Konsep tawakal mengajarkan kita untuk berusaha semaksimal mungkin dalam setiap usaha dan menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah. Dengan berusaha secara maksimal, kita menggunakan semua kemampuan dan sumber daya yang kita miliki. Namun, setelah usaha dilakukan, tawakal mengajarkan kita untuk percaya bahwa hasil akhir berada di tangan Allah, yang menentukan apa yang terbaik bagi kita. Keyakinan ini membantu mengurangi kecemasan karena kita tidak lagi tertekan oleh ketidakpastian hasil. Sebaliknya, kita merasa lebih tenang karena percaya bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh kebijaksanaan Allah. Dengan demikian, tawakal mengurangi beban psikologis, meningkatkan keikhlasan, dan memberikan ketenteraman batin dengan memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya yang lebih besar.

Kesabaran, dalam pandangan Islam, melibatkan kemampuan untuk tetap tenang dan stabil ketika menghadapi berbagai cobaan. Al-Qur’an menekankan bahwa kesabaran adalah sifat mulia yang sangat dihargai dan dapat menjadi sumber kekuatan besar. Kesabaran membantu seseorang tetap fokus dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam Surah Al-Baqarah [2:153], Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Rasa syukur juga memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan emosional. Ketika seseorang secara aktif menghargai dan mengakui nikmat serta rahmat yang diberikan oleh Allah, mereka cenderung mengalami penurunan dalam perasaan ketidakpuasan dan stres. Hal ini karena sikap syukur membantu memusatkan perhatian pada apa yang sudah dimiliki, bukan pada kekurangan atau kesulitan yang ada. Dengan menghargai nikmat, seseorang dapat mengubah pola pikir dan emosi mereka secara positif.

Praktik ibadah pendorong spiritual  seperti shalat, doa, puasa, membaca Al-Qur’an, dan dzikir juga berkontribusi besar terhadap kesehatan mental. Shalat bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga kesempatan untuk refleksi pribadi yang menciptakan ruang untuk ketenangan batin dan kedamaian spiritual. Setiap kali kita melaksanakan shalat, kita berhenti sejenak dari aktivitas sehari-hari dan mengarahkan perhatian kita sepenuhnya kepada Allah. Momen ini memberikan kesempatan untuk introspeksi, merenungkan makna hidup, serta hubungan kita dengan Allah dan sesama. Dengan melaksanakan shalat secara konsisten, kita dapat meraih ketenangan di tengah kesulitan, mengurangi stres, menyusun kembali fokus, dan mendapatkan energi baru untuk menghadapi berbagai tantangan hidup.

Doa adalah bentuk ketergantungan dan pengharapan kepada Allah, yang menunjukkan kedekatan dan hubungan spiritual antara hamba dan Penciptanya. Melalui doa, seseorang mengungkapkan kebutuhan, keinginan, dan masalah mereka kepada Allah, yang pada gilirannya memperkuat ikatan dengan-Nya. Ketika seseorang berdoa, mereka merasa didukung dan diperhatikan oleh Allah, yang meningkatkan kepercayaan diri dan memberikan rasa aman. Doa juga membantu mencapai ketenangan hati dengan mengekspresikan perasaan, kecemasan, serta meminta petunjuk dan bimbingan dari Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah [2:186], “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.

Puasa, baik yang dilakukan di bulan Ramadhan maupun puasa sunah, memiliki banyak manfaat bagi kesehatan mental dan spiritual. Selain sebagai ibadah, puasa mengajarkan pengendalian diri dan disiplin melalui penahanan diri dari makan dan minum sepanjang hari. Dari sudut pandang psikologis, puasa dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan rasa percaya diri saat seseorang berhasil menyelesaikannya. Hal ini juga mendorong sikap bersyukur dan empati, yang memperbaiki hubungan sosial dan keseimbangan emosional.

Selain itu, membaca dan merenungkan Al-Qur’an memberikan panduan berharga serta ketenangan hati. Al-Qur’an mengandung hikmah dan nasihat yang relevan untuk berbagai situasi hidup, memberikan motivasi dan inspirasi dalam menghadapi tantangan. Sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Isra [17:82], “Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin, sedangkan bagi orang-orang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian”.

Dzikir, yang merupakan praktik menyebut nama Allah secara terus-menerus, juga memberikan manfaat besar. Aktivitas ini sangat efektif untuk menenangkan jiwa, mengurangi kecemasan, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Allah. Dengan melakukan dzikir secara rutin, seseorang dapat merasakan kedekatan yang lebih besar dengan Allah dan lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Dalam Surah Ar-Ra’d [13:28], Allah berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram”.

Dalam menghadapi kompleksitas dan tantangan kehidupan modern, prinsip-prinsip Islam menyediakan kerangka kerja komprehensif untuk menjaga kesejahteraan jiwa. Dengan mengintegrasikan ajaran tentang tawakal, sabar, syukur, serta praktik-praktik spiritual seperti shalat, doa, puasa, membaca Al-Qur’an, dan dzikir, individu dapat membangun ketahanan mental dan emosional yang kuat. Pendekatan ini tidak hanya membantu mengatasi stres dan kecemasan tetapi juga memfasilitasi pencapaian keseimbangan batin yang lebih mendalam. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat memperoleh ketenangan batin dan kesejahteraan yang lebih baik di tengah dinamika kehidupan yang penuh tantangan.

Penulis: Siti Rofiah, S.Ak, Tendik FIAI UII

Jangan Kawatir Datangnya Rezeki

Faktanya, ketika membuka mata di pagi hari hingga terpejamnya mata ketika malam, manusia tidak pernah lepas dari rasa khawatir. Salah satu hal yang paling sering menjadi sumber kekhawatiran bagi manusia adalah rezeki. Banyak orang yang bekerja keras, berangkat pagi dan pulang malam, hanya demi menjemput rezeki, bahkan hingga melupakan amalan untuk akhirat. Namun, hasil yang didapat sering kali tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan, sehingga muncul pertanyaan, benarkah rezeki tidak akan tertukar? Bagaimana rezeki kita esok hari? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rezeki berarti segala sesuatu yang digunakan untuk memelihara kehidupan (diberikan oleh Tuhan); makanan sehari-hari; nafkah. Rezeki adalah anugerah, karunia, serta segala pemberian Allah yang bermanfaat sebagai sumber kehidupan bagi semua makhluk.

Bersinggungan dengan rezeki yang dianggap hanya dalam bentuk harta, belakangan ini platform media sosial diramaikan dengan tren flexing para artis, pejabat, dan para sultan misalnya. Konten yang menampilkan kekayaan dan penghasilan yang sangat fantastis hingga nampak begitu mudah mereka mendapatkannya. Padahal gaya hidup yang terlihat jauh dari jalan yang Allah tentukan. Apakah semua itu benar-benar rezeki dari Allah untuk mereka? Hal ini kemudian menjadi gambaran ketimpangan, ketika ada seseorang yang sejak lahir sudah memiliki kekayaan melimpah, sementara ada yang harus berjuang dan bekerja keras seumur hidup untuk memperoleh harta. Di sisi lain, ada orang yang bekerja keras sepanjang hidupnya tetapi tetap tidak mendapatkan hasil yang memadai. Ada juga yang bermalas-malasan, namun dalam sekejap bisa menjadi kaya raya. Kita pun bertanya-tanya, mengapa hal seperti ini bisa terjadi?

Seringkali manusia beranggapan bahwa rezeki adalah harta benda yang dipunya, uang yang melimpah, kendaraan mewah, ataupun rumah yang megah. Manusia luput dalam menyadari bahwa rezeki adalah nikmat Allah yang sangat luas dan bukan hanya sebatas harta benda. Rezeki juga bisa berupa nikmat dari hal-hal kecil sekalipun seperti bernafas, berkedip, ataupun bersin yang tanpa kita memintanya Allah telah otomatis berikan. Harta tidak selalu tentang uang dan benda mewah tetapi kesehatan, ilmu, anak saleh, hingga umur yang manfaat pun juga termasuk harta. Muslim Ahmad meriwayatkan dalam sebuah hadis, Manusia sering kali membanggakan, “hartaku… hartaku…” padahal pada kenyataannya, harta  tidak bisa dibawa mati namun bisa bermanfaat kekal  jika sudah disedekahkan untuk keselamatan akhirat. Allah memberikan rezeki tanpa memandang siapa penerimanya, bisa jadi rezeki itu diberikan kepada orang yang Ia cintai atau kepada yang tidak Ia cintai. Demikian pula, Allah bisa menyempitkan rezeki bagi siapa saja, baik yang Ia cintai maupun yang tidak. Nikmat dan rezeki yang diperoleh bisa jadi adalah istidraj, sebagai ujian dari Allah tanpa kita sadari. Penting untuk diingat bahwa rezeki adalah amanah yang bisa diambil kembali oleh Allah kapan saja.

Tidak ada satupun yang bergerak di muka bumi ini kecuali Allah yang menanggung rezekinya seperti janji Allah dalam Al-Qur’an Surah Hud ayat 6. Jika rezeki sudah diatur kenapa kita harus mencarinya? Lalu untuk apa kita bersusah payah? Pada dasarnya, meskipun rezeki telah diatur, kita tetap diharuskan untuk menjemputnya dengan berusaha. Misalnya kita mempunyai buah mangga yang sudah matang di pohon. Apakah kemudian kita hanya diam saja sambil berharap dan menunggu buah itu jatuh tanpa tahu kapan waktunya? Ataukah kita panjat pohon itu lalu memetik buahnya? atau membuat galah dari bambu untuk memetiknya? Tentu kita akan memilih untuk memetik dan mengambilnya dengan berbagai upaya yg bisa kita lakukan. Begitulah hakikat dari rezeki yang Allah berikan. Allah ingin kita berusaha untuk menjemput keluasan rezeki dan anugerah-Nya. Allah menjawab keraguan manusia terhadap rezeki dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat 40,

“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu dapat berbuat demikian? Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutuan.” (Q.S. Ar-Rum [30]: 40)

Perihal kadar rezeki yang berbeda-beda Allah Yang Maha Mengetahui, Ia menakdirkan sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Allah Maha Mengetahui atas segala yang Ia berikan kepada hambanya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Asy-Syura ayat 27,

“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (Q.S. Asy-Syura [25]: 27)

Manusia sebagai seorang hamba hendaklah senantiasa bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Janji Allah dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7, apabila kita bersyukur Allah akan tambah nikmat untuk kita. Namun sebaliknya, apabila kita mengingkari nikmat yang Allah berikan, azab Allah sangat pedih. Segala ketentuan dan takaran yang Allah berikan mungkin adalah yang terbaik untuk kita, meskipun kita belum menyadarinya. Apa yang belum Allah kabulkan mungkin justru dapat membawa keburukan atau bukan yang terbaik bagi kita. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Bukankah jika kita khawatir akan rezeki kita di masa depan, itu berarti kita meragukan kekuasaan Allah? Ketika kita yakin bahwa  Allah sebagai Zat Yang Maha Kaya, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang  yang pasti menjamin rezeki kita, mengapa kita masih merasa cemas? Yang terpenting ialah kita tetap berprasangka baik, berikhtiar dengan berusaha semaksimal mungkin, tawakal dengan berserah diri kepada Allah, takwa dengan mengikuti semua yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi larangan-Nya, kemudian senantiasa bersyukur, berdoa dan beristighfar dalam sebuah hadis diriwayatkan,

“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya Allah jadikan kelapangan dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka” (Hadis Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas)

 Penulis: Seiga Khuzaema Cahyati, Tendik FIAI

Daftar Pustaka

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, K. P. (2016). Retrieved from KBBI Daring: https://kbbi.kemdikbud.go.id/

Daffa, A. (2021, Mei 11). Apakah Benar Rezeki Tidak Akan Tertukar? Ini Penjelasannya! Retrieved from dompetdhuafa.org: https://www.dompetdhuafa.org/rezeki-tidak-akan-tertukar/

Izharuddin, M. (n.d.). Kultum: Jika Rezeki telah Allah Atur, Mengapa Kita Perlu Bekerja. Retrieved from walisongoonline.com: https://walisongoonline.com/kultum-jika-rezeki-telah-allah-atur-mengapa-kita-perlu-bekerja/

Tuasikal, M. A. (2016, April 22). Rezeki itu Ujian. Retrieved from Rumayshi.com: https://rumaysho.com/13335-rezeki-itu-ujian.html

Media Sosial dan Fitnah: Bagaimana Islam Mengajarkan Penggunaan Teknologi dengan Bijak

Media sosial atau biasa kita sebut medsos kini tak terpisahkan dari kehidupan kita. Kita gunakan untuk berbagi, mencari info, dan terhubung dengan orang lain. Namun, medsos bisa jadi sarana fitnah dan informasi palsu. Sebagai umat Muslim, kita harus waspada. Islam ajarkan kita pakai teknologi, termasuk medsos, dengan bijak. Islam ajarkan kita gunakan teknologi untuk memperluas jaringan dan menyebarkan kebaikan, bukan keburukan.

Dampak Media Sosial dalam Kehidupan Umat Islam

Medsos sangat penting di era globalisasi. Kebebasan berbicara meningkat setelah era reformasi. Smartphone mengubah cara kita berkomunikasi.

Penggunaan medsos yang salah menyebabkan masalah. Misalnya, penyebaran berita palsu (hoax).

Di era globalisasi, media sangat penting. Al-Qur’an mengatur etika penggunaan medsos. Ini penting untuk menggunakan media dengan bijak.

Manfaat Media Sosial bagi Umat Islam

Medsos punya dampak negatif dan positif. Beberapa manfaatnya untuk umat Islam adalah:

  • Sarana pembelajaran online dan diskusi
  • Tempat berbagi informasi penting dan bermanfaat
  • Wadah untuk menyalurkan hobi menulis
  • Alat untuk syiar amar ma’ruf nahi munkar yang menjamin dan mengatur kebebasan berekspresi

Memakai medsos dengan bijak membantu umat Muslim. Ini memaksimalkan manfaat teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Etika Bermedia Sosial Menurut Pandangan Islam

Dalam ajaran Islam, penggunaan medsos harus dilandasi dengan etika yang baik. Ada beberapa hal penting yang ditekankan dalam etika bermedia sosial menurut pandangan Islam:

Menjadikan Media Sosial sebagai Sarana Menebar Kebaikan

  • Berupaya agar informasi yang disebarkan di medsos berkhazanah Islam dan bermanfaat bagi sesama.
  • Memanfaatkan medsos untuk menyebarkan kebaikan dan menginspirasi orang lain.
  • Membagikan konten-konten positif yang dapat menambah pengetahuan dan kecerdasan bagi pengikut.

Mengingat Hisab (Pertanggungjawaban) atas Setiap Perbuatan

Setiap aktivitas di medsos, termasuk ucapan, tindakan, dan konten yang disebarkan, akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Kesadaran akan hisab (pertanggungjawaban) ini harus menjadi prinsip utama dalam bermedia sosial.

Melakukan Tabayyun (Klarifikasi) sebelum Berpendapat

Sebelum menyebarkan informasi atau berpendapat di medsos, penting untuk melakukan tabayyun (klarifikasi) terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyebaran berita hoaks yang dapat menimbulkan fitnah dan perpecahan.

Dengan menerapkan etika bermedia sosial yang sesuai dengan ajaran Islam, kita dapat memanfaatkan teknologi digital dengan bijak. Kita juga bisa menjadikannya sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat.

Media sosial dalam Islam, Etika penggunaan teknologi, Mencegah fitnah digital

Medsos boleh digunakan dalam Islam, tapi harus dengan etika yang benar. Teknologi komunikasi berkembang cepat. Ini mengubah cara kita berinteraksi, termasuk di kalangan Muslim.

Medsos bisa menyebar fitnah atau nama baik yang tercemar. Ini melanggar ajaran Islam tentang kasih sayang dan persaudaraan. Jadi, kita harus hati-hati dan hindari perbuatan yang bikin perpecahan.

Etika teknologi dalam Islam ada di Al-Quran, seperti Surah Al-Ahzab ayat 70.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.”

Ini soal berbicara dengan baik. Kita juga harus klarifikasi informasi sebelum menyebar, agar tidak ada kesalahpahaman.

Dengan etika bermedia sosial yang benar, kita bisa manfaatkan teknologi. Ini untuk mengingatkan kita pada kebaikan, kuatkan ukhuwah Islamiyah, dan raih nilai-nilai Islam yang rahmat.

Peran Orang Tua dan Masyarakat dalam Mengawasi Media Sosial

Kita, sebagai orangtua dan masyarakat, harus mengawasi penggunaan medsos anak-anak. Ini penting untuk mencegah penyalahgunaan yang merusak moral dan perilaku mereka.

Pentingnya Pengawasan Penggunaan Media Sosial pada Anak

Penelitian menunjukkan 52% anak-anak mengalami cyberbullying juga mengalami sexual harassment di media sosial. Banyak orang tua tidak tahu dampak negatif ini.

Lebih lanjut, penggunaan teknologi berlebihan bisa jadi berbahaya. Ini bisa menyebabkan masalah kesehatan mata, otak, tangan, dan gangguan tidur. Oleh karena itu, peran orang tua dan masyarakat sangat penting untuk mengawasi anak-anak.

“Dengan pendidikan dan pengawasan orang tua yang baik, diharapkan dampak negatif penggunaan medsos dan internet yang berlebihan dapat dipahami anak-anak sejak dini.”

Orang tua harus mengajarkan dampak medsos, nilai sopan santun, privasi, dan bagaimana mengidentifikasi berita hoaks. Mereka juga harus menjadi teladan dengan tidak bermain medsos saat beribadah, mengunggah konten positif, dan membatasi waktu penggunaan.

Orang tua juga harus membatasi waktu, membuat jadwal harian, dan memonitor aplikasi yang digunakan anak. Dengan pemahaman dan pengawasan yang baik, harapannya anak-anak bisa memanfaatkan medsos dengan bijak.

Batasan dan Hukum Media Sosial dalam Islam

Sebagai umat Islam, kita harus tahu batasan penggunaan medsos yang benar. Islam memberi panduan untuk teknologi, termasuk medsos, dengan bijak. Aktivitas di medsos yang merusak nama baik atau menimbulkan permusuhan adalah haram.

Penelitian “Etika Media Sosial Berdasarkan Perspektif Al-Qur’an dan Hukum Negara” menunjukkan banyak hoaks di medsos. Ini menunjukkan kekurangan etika komunikasi dan konflik di kalangan netizen.

Umat Islam harus menjaga etika dan tidak menyebar fitnah. Medsos harus digunakan untuk kebaikan. Prinsip Islam seperti kejujuran dan kesopanan penting dalam menilai konten digital.

Ada banyak konten negatif di medsos, seperti hoaks dan fitnah. Sebagai umat Islam, kita harus bijak dan pastikan konten yang kita bagikan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

 

Meluruskan Niat dalam Bermedia Sosial

Dalam Islam, setiap perbuatan dinilai dari niatnya. Kita harus meluruskan niat, tidak hanya mencari popularitas. Kita berniat untuk menyebarkan kebaikan, membantu sesama, dan mengajak pada hal yang positif.

Internet telah menjangkau 78,19% di Indonesia pada tahun 2023. Ini menunjukkan pentingnya menggunakan medsos dengan niat yang baik. Tindakan positif seperti berbagi informasi yang akurat bisa memberikan pahala jariyah.

Medsos yang bertanggung jawab dan beretika sangat penting dalam Islam. Tujuannya adalah membimbing individu ke arah perilaku yang terpuji. Ini juga meminimalkan tindakan negatif di platform digital.

Rasulullah SAW juga memanfaatkan media tulis untuk menyebarkan ajaran Islam. Ini menunjukkan bahwa pemanfaatan medsos untuk tujuan yang bermanfaat memiliki preseden historis dalam Islam.

Dengan memahami pentingnya niat yang baik, kita bisa menjadikan medsos untuk melakukan kebaikan, membantu sesama, dan mengajak pada hal-hal yang positif. Ini bermanfaat bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk orang lain dan masyarakat.

Kesimpulan

Perkembangan teknologi dan medsos membuat kita sebagai umat Islam berada di posisi yang unik. Kita harus menggunakan medsos dengan bijak. Ini berarti menjunjung tinggi etika dan tidak menyebarkan fitnah.

Orang tua dan masyarakat berperan penting dalam mengawasi penggunaan medsos, terutama pada anak-anak. Dengan mengamalkan ajaran Islam, kita bisa memanfaatkan teknologi untuk kebaikan.

Kesimpulannya, memahami penggunaan medsos yang bijak adalah kunci. Dengan kesimpulan media sosial dalam islam, kita bisa menjadi umat yang baik dan berakhlak.

Penulis: Wahyudi Kusumo Nugroho, Tendik FIAI UII

Tegar Hadapi Fitnah

Segala puji bagi Allah Yang Maha Penyayang. Allah pasti menyanyangi hambaNYA dalam segala kondisi. Sehingga ketika menghadapi ujian dan cobaan jangan berpikir Allah pemarah. Ujian kehidupan dengan berbagai persoalan dan kenikmatan di mata manusia, sebenarnya merupakan cara Allah untuk menguji hambaNYA juga untuk menaikkan derajatnya.

Sebagai hamba dengan terus mengingat sifat-sifat baik Allah, maka akan merasa tenang meski menghadapi badai masalah sekuat apapun.  Hakekatnya,  musibah atau kenikmatan berkadar sama yaitu sebagai ujian hidup dari Allah untuk orang beriman. Hal ini sesuai  firman Allah yang artinya, “Setiap jiwa pasti akan mati. Dan Kami uji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan; kepada Kamilah kalian kembali.” (QS Al-Anbiya’: 35).

Sebagai muslim wajib meyakini bahwa  setiap ujian baik berupa keburukan maupun kebaikan adalah cara Allah untuk meningkatkan derajat manusia di hadapan Allah.

Salah satu ujian yang sering dirasakan manusia adalah deraan fitnah dunia, apalagi di era digital saat ini, komunikasi dan informasi bisa menyebar ke seluruh dunia dalam hitungan detik. Dampaknya informasi yang tidak benar, hoax dan fitnah pun bisa secara kilat menyebar dan menyerang reputasi dan nama baik seseorang, golongan dan kelompok tertentu.

Untuk itulah, setiap manusia rentan terhadap fitnah yang akan menerpanya. Namun ketika fitnah menerpa diri kita, bahkan fitnah hadir bagaikan badai menyapu pasir. Yakinlah, semua itu semata ujian yang harus dilalui dengan tenang tidak perlu panik.

Dosa bagi Pemfitnah

Fitnah adalah dosa besar, dan pemfitnah terancam hukuman berat di Neraka Jahanam. Merujuk pada firman Allah dalam At Taubah ayat 49 yang artinya.

“Di antara mereka ada orang yang berkata, “Berilah aku izin (tidak pergi berperang) dan janganlah engkau (Nabi Muhammad) menjerumuskan aku ke dalam fitnah.” Ketahuilah, bahwa mereka (dengan keengganannya pergi berjihad) telah terjerumus ke dalam fitnah. Sesungguhnya (neraka) Jahanam benar-benar meliputi orang-orang kafir.”

Pemfitnah akan masuk neraka, juga terhalang menerima syafaat Rasulullah. Pemfitnah setara dengan perilaku syaithan, yaitu dusta dan menyesatkan.

Firman Allah dalam Surat Al Kahfi ayat 28
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.”

Allah adalah segala solusi atas segala masalah kehidupan. Di Akhirat, ketika amal dan dosa ditimbang, pemfitnah harus bertanggungjawab atas kepada korban fitnahannya. Bisa saja semua pahala atas kebaikan pemfitnah semasa di dunia, akan diberikan kepada korban fitnah. Bahkan jika pemfitnah kehabisan pahala kebaikan, maka dosa korban fitnah akan dibebankan kepada pemfitnah.

Allah mempertegas fitnah lebih kejam dari pembunuhan, melalui firmanNYA dalam Surat Al Baqarah ayat 191.
“Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan”

Begitu besar dampak, resiko dan dosa atas fitnah dunia.

Hadapi Fitnah dengan Sabar

Kenapa kita harus tenang dan tidak panik saat diterpa fitnah? Semua karena ada Allah. Jika yakin pada posisi benar, maka tenanglah saat fitnah menerpa, yakin bahwa Allah Maha Melihat dan pasti melihat apapun yang terjadi di dunia ini, bahkan tetesan air di sungai pun Allah melihatnya, dan bagian kehendak-NYA. Tenangkan diri, jangan sampai diperbudak emosi, hingga  memperburuk keadaan dan membuat kehilangan kendali. Kembalikan semua kepada Allah, biarlah Allah yang atur semuanya untuk menjadi lebih baik. Tetaplah berbuat baik, jangan sampai perilaku buruk orang lain, menyebabkan diri kita juga makin berperilaku buruk. Kondisi diperbudak emosi, adalah kondisi dimana kebenaran akan menjauh dalam hati dan pikiran.

Yakin akan pengadilan Allah, semua fitnah yang menerpa, jika diterima dengan sabar, kelak berpeluang menjadikan bobot pahala meningkat. Bahkan difitnah adalah cara mendapatkan pahala, cukup ikhlas, sabar dan yakin akan ketentuan Allah.

Jelas sekali atas perintah sabar dan jangan membalas fitnah dengan keburukan. Justru tinggalkan fitnah tersebut, genggam sabar  dan tegar selalu mengingat Allah. Bergantung hanya kepada Allah. Sabar merupakan salah satu solusi untuk meraih pertolongan Allah.

Firman Allah dalam Al Baqarah ayat 45
”Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. “
Dari ayat di atas jelas tegas bahwa sabar dan sholat adalah cara merah pertolongan dari Allah dan bukan membalas keburukan fitnah dengan keburukan yang lain.

Hadapi Fitnah dengan Tingkatkan Ketakwaan

Ketika fitnah datang, abaikan saja, jangan sampai terpaan fitnah  menjadikan emosi tidak terkendali, karena pemfitnah akan merasa tujuannya berhasil. Maka kembalikan kepada Allah, justru ketika badai fitnah menerpa, tingkatkan ketakwaan kepada Allah. Raih nikmat atas ketakwaan kepada Allah, hingga semua badai fitnah serasa angin halus menerpa lalu pergi tanpa bisa melukai batin, fisik kita. Kuat karena Allah.

Dalam hadapi segala permasalah dunia, termasuk firnah, marilah kita tingkatkan takwa kepada Allah, insya Allah semua urusan akan mendapatkan jalan keluar dan kemudahanNYA. Sesuai firman Allah dalam Surah Al Thalaq ayat 2 dan 3.

Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga. Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu.

Bersyukur atas ketegaran sebagai muslim, karena  Islam telah membimbing  kepada akhlak terbaik dan adab yang paling sempurna. Semoga Allah melindungi kita semua dari fitnah dan segala bahayanya.

Penulis: Ipan Pranashakti

 

Mengenal 6 Hak Sesama Muslim

Sebagai seorang muslim tentu kita selalu berusaha meningkatkan kualitas dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah. Salah satu upaya, yaitu menjaga hubungan baik dengan Sang Maha Pencipta yang disebut juga habluminallah. Selain menjaga hubungan baik dengan Allah,  kita juga berkewajiban menjaga hubungan sesama manusia yang disebut habluminannas.
Salah satu cara menjaga habluminallah yaitu dengan semakin meningkatkan nilai ibadah. Misalnya, berusaha semaksimal mungkin sholat fardhu di awal waktu, menunaikan zakat tepat waktu sesuai syariat, berupaha sungguh-sungguh melaksanakan ibadah haji. Selain itu juga berusaha menjalankan shalat sunat rawatib dengan lengkap. Dapat pula dengan melakukan berbagai puasa sunnah. Ada juga pilihan dengan memperbanyak waktu untuk dzikir kepada Allah, dalam 24 jam berapa waktu yang dipersembahkan untuk Allah? Tentu hal tersebut tidak serta merta dikerjakan secara bersamaan, namun dapat dikerjakan mulai sedikit demi sedikit, terus-menerus dan semoga menjadi kebiasaan semakin baik di waktu mendatang. Indikasi semakin terbiasa beribadah dengan baik, dapat dicek  ketika kita tidak mengerjakannya serasa belum lengkap ibadah kita hari ini.
Sedangkan habluminannas adalah hubungan sesama manusia yang dapat dilakukan dengan  selalu berusaha untuk menjaga hubungan baik sesama manusia. Berusaha untuk tidak menyakiti hati orang lain, tidak merugikan orang lain, menjaga perasaan orang lain. Harus sungguh-sungguh menjaga lisan, terus berusaha agar tidak ada yang terluka atau tersakiti.
Menjaga hubungan sesama manusia terutama muslim, ada 6 hak muslim terhadap muslim lainnya. Hal ini sebagai upaya menjaga  nilai habluminannas. Untuk itu marilah kita terapkan hak muslim kepada muslim lainnya, semata untuk kualitas hidup yang lebih baik.
Pertama, membalas salam
Apabila ada seorang muslim mengucap salam Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh yang artinya semoga Allah melimpahkan keselamatan, rahmat, dan keberkahan-Nya , kita yang mendengar wajib untuk menjawabnya dengan Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh yang artinya semoga keselamatan dan rahmat Allah serta keberkahannya terlimpah juga kepada kalian.
Kedua, memenuhi undangan 
Wajib bagi muslim untuk hadir memenuhi sebuah undangan. Jika kita berhalangan hadir, alangkah lebih baiknya kita beritahukan kepada pihak pengundang.
Ketiga, menasehati dalam hal kebajikan
Kadang-kadang kita merasa tidak enak ketika mengajak teman untuk segera shalat, untuk membaca Al Qur’an, untuk mengurangi konsumsi rokok padahal hal tersebut termasuk menasehati dalam kebajikan. Jadi memang seharusnya kita lakukan.
Keempat, mendoakan yang bersin
Jika teman kita ada yang bersin dan mengucap Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah), yang mendengar wajib menjawab dengan Yarkamukallah (Semoga Allah mengasihimu). Dan dijawab lagi oleh yang bersin dengan Yahdikumullah (Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu).
Kelima, menjenguk yang sakit
Hal ini sangat dianjurkan karena orang yang sedang sakit dan mendapat perhatian, maka akan menambah semangat untuk segera sehat kembali. Maka tidak heran jika di daerah pedesaan masih banyak yang melakukan “Tilikan bareng” atau menjenguk orang sakit bersama-sama dan dido’akan bersama dengan harapan dapat menambah semangat si sakit agar segera sehat kembali.
Adapun do’a menjenguk orang sakit sebagaimana tuntunan rasul adalah sebagi berikut :
Allahumma rabban naasi adzhibil ba’sa isyfihi wa antasy syaafi la syifaa-a illaa syifaa-uka syifaa-an la yughaadiru saqama.
Artinya :
“Ya Allah, Dzat yang dipertuhankan manusia, hilangkanlah rasa sakit dan anugerahkanlah kesembuhan padanya (yang sedang sakit), karena Engkau adalah Dzat Yang Maha Menyembuhkan.
Keeanam, melayat jenazah
Menjadi kewajiban kita apabila salah seorang muslim meninggal maka kita harus : Memandikan, mengkafani, mensholatkan dan menguburkan.

Pemenuhan hak-hak sesama muslim menjadi salah satu upaya dalam menjalin persaudaraan yang indah dan menjaga ukhuwah Islamiyah. Mari sebagai muslim yang baik, seharusnyalah kita selalu berusaha meningkatkan nilai ibadah di hadapan Allah dan meningkatkan hubungan sesama dengan sebaik- baiknya

Penulis: Siti Komariah, Tendik FIAI UII

Degradasi Moral Remaja di Era Digital

Perkembangan teknologi yang semakin pesat, memiliki dampak positif dan negatif. Bahkan ada yang membuat makin kawatir. Salah satu contohnya, hanya dengan genggaman tangan atau smartphone, semua informasi dari dalam maupun luar negeri, dengan berbagai macam jenis informasi dapat di akses oleh anak-anak hingga dewasa, baik itu konte positif maupun negatif. Konten negatif bisa saja mempengaruhi perilaku dan cara pandang seseorang, terutama anak dan remaja.

Teknologi itu prinsipnya jika diperlakukan untuk kebaikan, maka akan berdaya guna, namun apabila dimanfaatkan untuk keburukan, akan berikan kerugian  baik secara material maupun immaterial. Sebagai contoh, secara material, teknologi memberikan kemudahan untuk menjangkau pasar atau konsumen, misalnya dengan memanfaatkan platform belanja online seperti shopee untuk menjual produk. Sedangkan, manfaat teknologi secara immaterial salah satunya memberikan kemudahan dalam mendapatkan informasi, pengetahuan. Namun, adanya teknologi, apabila tidak dimanfaatkan secara baik, juga dapat membawa kemudharatan bagi manusia.

Remaja adalah kelompok usia yang rentan terhadap pengaruh teknologi. Pada tahap ini, mereka sedang dalam proses mencari jati diri dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Masa remaja merupakan fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Fase transisi ini sering kali menghadapkan individu pada situasi yang berubah-ubah, di mana di satu sisi mereka masih bersikap seperti anak-anak, namun di sisi lain, mereka diharapkan bertindak seperti orang dewasa. Konflik semacam ini bisa memunculkan perilaku yang aneh, canggung, dan jika tidak dikendalikan, dapat mengarah pada kenakalan remaja. (Rulmuzu, 2021). Kemudahan dalam mengakses segala informasi dan rasa keingintahuan yang tinggi pada remaja, apabila tidak dikontrol, mereka dapat mengakses konten yang tidak sesuai dengan usianya dan mengarah pada budaya barat. Contohnya, konten pornografi, kriminalisme, judge, kekerasan. Kebebasan tersebut, menimbulkan terjadinya kasus-kasus degradasi moral pada kalangan remaja, seperti tawuran, penggunaan narkoba, pergaulan bebas, bullying, hingga kriminalisme.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna kata degradasi berarti kemunduran, kemerosotan, penurunan. Degradasi moral adalah penurunan akhlak atau budi pekerti seseorang. Degradasi moral dapat terjadi pada semua kalangan usia, namun usia yang paling rentan adalah remaja, dikarenakan mereka sedang berada pada masa peralihan mencari identitas diri. Belakangan ini, kita dikejutkan dengan kasus pembunuhan seorang siswi SMP di Mojokerto oleh teman sekelasnya, yang juga mengalami pemerkosaan setelah meninggal. (www.kompasiana.com). Siswi tersebut dibunuh oleh temannya dengan motif dendam, karena selalu ditagih membayar iuran kelas Rp 5.000. Setelah dibunuh dengan cara dicekik, teman pelaku yang ikut melancarkan aksinya, memperkosa korban yang sudah meninggal. Perilaku tersebut sudah sangat jauh dari nilai-nilai pancasila dan ajaran agama Islam.

Masa muda dalam Al Quran digambarkan sebagai fase yang memiliki fisik yang kuat dan tangguh, dibandingkan dengan fase-fase sebelum dan sesudahnya. Hal tersebut dijelaskan dalam Q.S Ar-Rum ayat 54: yang artinya “Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa”.

Peran anak muda dalam sejarah Islam yang sangat luar biasa digambarkan oleh sosok Muhammad al-Fatih. Muhammad al-Fatih adalah seorang sultan Kerajaan Utsmani. Beliau dengan umur yang masih belia yaitu 23 tahun, berhasil menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad..

Peran keluarga dan lembaga pendidikan sangat krusial dalam mencegah penurunan moral pada remaja. Keluarga berfungsi sebagai fondasi awal dalam membentuk karakter dan nilai-nilai remaja. Dengan memberikan dukungan emosional, pendidikan, dan pengawasan yang memadai, keluarga dapat membimbing remaja dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan sehari-hari. Selain itu, sekolah juga memiliki peran penting dalam membentuk moral remaja. Program rehabilitasi, pelatihan keterampilan, mentoring, dan kegiatan komunitas di sekolah dapat membantu remaja membuat pilihan yang positif. Melalui kerjasama antara keluarga, sekolah, dan lingkungan, masa depan remaja dapat dibentuk menjadi lebih stabil, memiliki pola pikir positif, dan penuh potensi.(Bobyanti, 2023).

Degradasi moral akan terjadi pada kondisi ketika semua nasihat agama, nasihat orangtua tidak bisa lagi merasuk pada pikiran dan hati remaja, namun konten digital yang buruk menjadi ide untuk ditiru, jadi panutan meski itu sebenarnya tidak sesuai ajaran agama.

Penulis: Desi Rahmawati, Tendik FIAI UII

Pentingnya Ibu dalam Pembentukan Karakter Anak yang Islami

Ibu merupakan pendidik paling penting dalam memperkuat integritas anak. Oleh karena itu, para ibu harus memberikan contoh yang terbaik kepada anaknya, karena itu sumber pembelajaran nyata. Ketika orang tua  memberikan contoh yang baik, seringkali anak menirunya. Sebaliknya, jika seorang ibu memberikan contoh yang buruk, maka karakter anak pun akan terdorong untuk menjadi buruk. Menanamkan nilai positif pada anak hendaknya dimulai sejak dini. Perkembangan kepribadian anak lebih efektif terjadi pada usia dini. Namun ketika anak sudah besar  akan  makin sulit untuk membentuk kebiasaan yang baik. Ibu juga harus mendorong pembelajaran anak dengan mendidiknya melalui cerita positif penuh ketauladanan. Cara ini memungkinkan Ibu menyampaikan nilai-nilai keagamaan, seperti menceritakan kisah para nabi, dengan cara yang memberikan dampak positif bagi jiwa anak. Pengaruh hiburan terhadap ketegangan hidup juga harus disesuaikan dengan usia anak dan tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Islam. Semua cara tersebut mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perkembangan kekuatan terpendam anak, baik pada ranah fisik, emosional, maupun kognitif.

Anak adalah individu yang dapat diandalkan oleh orang tuanya, dan tanggung jawab utama orang tua adalah mendidik mereka. Pendidikan anak adalah hal yang sangat penting dan menjadi prioritas utama. Dalam pandangan Islam, hak anak atas pendidikan sangat terkait dengan tanggung jawab orang tua. Seorang ibu harus memastikan mereka tidak mengabaikan pengasuhan dan pendidikan anak, karena itu bagian dari amanah yang dititipkan oleh Allah, maka  pendidikan yang baik adalah bagian dari melaksanakan menuntaskan amanah. Sebaliknya, mengabaikan hak anak adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah Allah  (Q.S An-Nisa: 58). Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa, dan anak yang sehat adalah mereka yang tumbuh dan berkembang dengan baik untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia harus dimulai sejak awal kehidupan dan diteruskan hingga usia dini, karena masa ini adalah periode kritis yang menentukan tumbuh kembang anak.

Perkembangan generasi muda sebaiknya dimulai sejak usia dini, yaitu saat mereka masih menjadi bagian dari keluarga. Apapun itu, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat dan lingkungan pertama yang terpenting dalam konteks pendidikan akhlak moral anak. Pendidikan keluarga adalah pondasi untuk perkembangan intelektual dan pertumbuhan menuju dewasa. Pendidikan anak dimulai di rumah sebelum mereka melanjutkan ke tempat pendidikan lainnya.

Perlindungan seorang ibu terhadap anaknya pasti akan membantu tumbuh kembang anaknya kelak. Selain perlindungan dari ibu, tentu anak juga butuh perhatian, kasih sayang dan semua bimbingan yang diperlukan. Anak merupakan amanah yang dititipkan Allah kepada orang tua, untuk merawat, membimbing, dan mendidik mereka semaksimal mungkin hingga meraih akherat yang baik. Harapannya anak berbakti kepada orangtua dan mendoakan kebaikan orangtuanya meski telah tiada.

Memperkuat keimanan anak lewat pendidikan dan nasehat sejak dini bukan berarti ibu menanamkan berbagai ketakutan, melainkan agar anak merasa terlindungi dan belajar mencintai Allah dan Rasul-Nya. Para ibu melakukan ini untuk melindungi anak-anak mereka dari segala bahaya yang mengancam kehidupan dunia dan akhirat.

Para ibu diharapkan memberikan pengetahuan tentang keyakinan agama dalam membesarkan anak untuk menjadi pedoman hidup mereka, serta mengajarkan bahwa kehidupan tidak hanya ada di dunia saja, namun juga di akhirat (setelah kematian). Para ibu juga hendaknya menyampaikan kepada anak-anaknya bahwa hidup untuk beribadah merupakan wujud ketaatan hamba kepada Tuhan juga wujud rasa syukur atas keberadaannya di dunia ini.  Untuk pentingnya terus menerus anak belajar prinsip-prinsip Islam dalam keluarga.

 

Ibu juga harus bisa menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya, karena keteladanan ibu adalah landasan dan pintu pertama. Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dengan potensi untuk mempunyai kepribadian yang sesuai dengan fitrah ciptaan manusia. Namun, di kemudian hari diperlukan proses pengembangan kepribadian yang panjang melalui pengasuhan dan pendidikan anak hingga dewasa. Oleh karena itu, pendidikan karakter sebagai upaya aktif untuk menanamkan kebiasaan baik harus terus menerus ditanamkan agar terbiasa melakukan kebaikan sejak masa kanak-kanak.

Anak yang mulai memahami sesuatu dan menjadi penasaran (pada masa remaja) akan banyak bertanya. Hal itu dilakukan untuk membuka emosi-emosi kecil agar bisa mengetahui kehidupan yang lebih besar. Anak yang banyak bertanya sebaiknya dijawab sesuai usianya. Ibu sebaiknya tidak memarahi atau melarang anak jika terlalu banyak bertanya. Ketika anak mengajukan pertanyaan, sebaiknya ibu menjawab dengan jelas, memberikan contoh praktis, sehingga anak menerima dan memahaminya dengan tegas dan pikiran jernih. Anak-anak umumnya memiliki tingkat keingintahuan yang besar. Kita perlu mengajari anak-anak kita untuk bersiap menghadapi situasi apa pun yang harus mereka lalui. Para ibu diharapkan dapat menjadi motivator dan penyemangat dalam hidup, tegar serta kuat, serta membantu anak-anaknya untuk menghadapi hidup dan segala hal, rintangan serta tantangan dengan lebih berani.

Peran ibu dalam pendidikan anak usia dini sangat beragam dan memerlukan pendekatan yang berbeda-beda untuk mengembangkan kepribadian anak. Pendidikan karakter harus dilakukan melalui contoh nyata dalam pengamalan akhlak mulia dan pengenalan kepada Tuhan sejak dini. Ibu diharapkan membesarkan anak dengan penuh tanggung jawab dan disiplin, karena tanggung jawab merupakan aspek penting dalam perkembangan kepribadian anak. Para ibu perlu mempelajari akhlak mulia, shalat, puasa, mengaji, serta kisah-kisah para nabi dan ulama dari Al-Quran dan Hadits, termasuk pentingnya memberi, bersikap baik terhadap orang lain, tanggung jawab, dan kedisiplinan untuk membangun ukhuwah islamiyah. Berbagai metode dapat diterapkan untuk memastikan keberhasilan pendidikan karakter. Peran ibu sangat vital dalam memberikan perhatian dan kasih sayang, karena menjaga hubungan yang baik bagi sesama manusia adalah kunci dalam perkembangan anak. Sebagai pendidik utama dan yang pertama, ibu harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan Islam seperti ketakwaan, sopan santun, kejujuran, tanggung jawab, dan ketajaman dalam pendidikan Islam.

Penulis: Aniek Sulistiyo Soeparlan, Tendik FIAI UII

Mendaki Gunung, Tadabbur Ciptaan Allah

Tidak semua orang bisa memaknai proses spiritual ketika mendaki gunung. Namun yang bisa menangkap perjuangan hingga ke puncak gunung, akan menjadikan itu sebagai pengalaman mendalam. Mengenal ciptaan Allah berbagai bentuk. Mungkin seakan remeh bagi sebagian orang, tapi tidak bagi pelaku pendaki gunung. Semua akan bernilai, yang awalnya kegiatan mendaki ini hanya untuk melepas penat karena kesibukan saat bekerja. Nyatanya justru memberikan nilai tambah berupa tingginya rasa syukur. Ya, tadabbur alam.

 Tadabbur berasal dari bahasa Arab dari kata “dabbara” yang berarti belakang. Tadabbur bisa diartikan memikirkan, merenungkan, atau memperhatikan sesuatu di belakang atau di balik yang terlihat. Sehingga dapat dimaknai proses merenungkan sesuatu di balik keberadaan alam ini. Memperhatikan ciptaan Allah nan agung, merenung penciptaan langit, terbentuknya bintang, proses adanya gunung, dan sebagainya yang kesemuanya mustahil manusia bisa menciptakannya. Tingginya rasa syukur akan menimbulkan kebaikan-kebaikan dalam diri manusia.

Pernah mengasah daya juang dengan mendaki beberapa gunung bersama beberapa teman,  Gunung Arjuno dengan ketinggian 3.339 mdpl, Gunung Welirang 3.156 mdpl yang berlokasi di Jawa Timur. Persiapan menuju keberanian pendakian menjadi hal yang harus dipertimbangkan saat seseorang sudah berkomitmen untuk mendaki. Mulai dari mencari informasi jalur transportasi dari tempat tinggal menuju basecamp gunung, mencari informasi tentang jalur pendakian, pertimbangan waktu tempuh, medan, cuaca, manajemen logistik dan kelengkapan perlengkapan hingga memahami unsur budaya setempat sebagai rasa hormat terhadap wilayah yang akan dikunjungi dikarenakan. Akhirnya melihatkan doa, memohon kelancaran dalam perjalanan dan pendakian. Melupakan beban pekerjaan, bisa lebih fokus mengenal Allah dan ciptaanNYA. Ada juga, sebagian  besar gunung di Indonesia dianggap sebagai wilayah suci dan sakral dalam pemahaman masyarakat lokal, ini menjadi pelajaran memilah mana itu ajaran agama dan mana ajaran adat istiadaat setempat.

 Adapun kesan spiritual yang yang didapat salah satunya saat mendaki gunung yaitu perasaan nikmat dan tenang, terutama saat sayup angin menjelang Subuh hingga menunggu matahari berangkat dari ufuk timur. Firman Allah Q.S Al Furqan [25]: 61 menyebutkan Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang-bintang dan Dia juga menjadikan padanya matahari dan bulan yang bersinar. Dengan berdzikir dan melihat kebesaran Allah SWT sampai di puncak kedua gunung tersebut. Q.S An-Naml [27] : 88 menyebutkan Dan engkau melihat gunung-gunung yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Mahateliti apa yang kamu kerjakan. Mendaki gunung akan bisa membuktikan firman Allah di atas. Fenomena alam. Beribadah di alam. Memang beribadah pun tidak dilupakan dalam proses pendakian, termasuk bagaimana harus tayamum saat jauh dari sumber air. Semua kondisi dalam situasi alam yang menantang. Setiap waktu shalat menjadi lebih takjub dengan rasa syukur diberi nikmat sehat, nikmat iman, nikmat bersama  teman.

Meskipun telah berupaya dalam persiapan mendaki yang sudah dirasa matang, pendakipun tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi saat perjalanan menuju puncak gunung di sinilah peran doa memohon kemudahan dari Allah. Maka yang bisa dilakukan hanyalah bergantung pada kehendak Allah SWT berharap bisa kembali dalam kondisi selamat dan sehat sampai rumah. Dalam diri kami bertawakkal. Ada yang jelas nampak dari perjalanan menelusuri gunung dengan kondisi fisik dan mental yang terus diasah. Pendakian akan memperliatkan karakter setiap pendaki, makin  terlihat seberapa kuat ego, sosial, interaksi antar pendaki berbagai kondisi. Di saat itulah secara tidak sadar seseorang akan diuji bagaimana dia membina hubungan baik, kerjasama, mufakat, kesabaran dan solidaritas meski lelah, penat atau dalam situasi panik. Dengan saling terbuka bercerita tanpa handphone dan bekerjasama sesama pendaki yang mungkin sebelumnya tidak dikenal, maka setelah usai pendakian akan terjalin silaturrahim yang baik. Tidak peduli dari mana asal usul, agama atau gaya hidup sekalipun.

Saat melewati jalan setapak nan sepi jauh dari bising perkotaan sembari melihat berbagai macam tumbuhan, dapat merasakan kedekatan dengan alam sehingga memberi kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak merusak alam. Perjalanan berhari-hari  melibatkan alam dan Allah, jauh dari rumah dan kantor  memberi suasana berbeda tentang ciptaan Allah. Juga rasa rindu yang berat pada sosok keluarga saat proses turun gunung menjadikan semangat syukur makin kuat. Keseharian yang dijalani berkumpul dengan keluarga, sahabat, bekerja mencari nafkah terisi dengan hikmah di setiap jejak kaki melangkah sampai menikmati matahari di puncak kebanggaan setiap pendaki.

Di luar lingkup berbagai macam olahraga, hobi, penelitian tentang ilmu, kegiatan mendaki gunung dapat memberi pelajaran pada kita tentang pencipta seluruh alam, Illahi Rabbi. Seperti tujuan Allah menciptakan gunung seperti dalam firman Allah, “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, agar kamu dapat pergi kian kemari di jalan-jalan yang luas.” (Q.S Nuh [71] : 19-20).
Penulis : Ary Purnama, Tendik FIAI UII