Hidup di dunia ini penuh dengan tantangan, ujian, dan cobaan yang kadang membuat hati kita gelisah, kecewa, atau bahkan putus asa. Namun, di balik segala kesulitan itu, ada satu hal yang selalu bisa kita kendalikan dan jaga, yaitu hati kita. Hati adalah pusat dari segala perasaan dan emosi. Ketika hati tenang dan damai, maka kehidupan pun akan terasa lebih indah, dan sebaliknya, jika hati kita dipenuhi dengan kegelisahan dan ketidakpuasan, maka seberapapun nikmat yang kita rasakan tidak akan pernah cukup.
Menjaga Hati dalam Kehidupan Sehari-hari
Menjaga hati adalah salah satu aspek penting dalam menjalani kehidupan yang bahagia dan penuh makna. Hati yang dijaga dengan baik akan membawa ketenangan, kebahagiaan, dan kebijaksanaan dalam setiap langkah kita. Namun, bagaimana cara menjaga hati agar tetap bersih dan sehat?
- Berserah Diri kepada Allah SWT
Salah satu cara utama untuk menjaga hati adalah dengan berserah diri kepada Allah SWT. Ketika kita menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini adalah bagian dari rencana-Nya, kita akan lebih mudah menerima segala keadaan dengan lapang dada. Keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya akan membantu kita untuk tidak mudah tergoyahkan oleh cobaan dan ujian yang datang.
- Memaafkan dan Menghindari Dendam
Dendam dan kebencian adalah racun bagi hati. Ketika kita menyimpan dendam terhadap orang lain, hati kita akan selalu diliputi oleh perasaan negatif yang merusak ketenangan batin. Sebaliknya, dengan memaafkan orang lain, kita membersihkan hati dari racun tersebut dan membuka ruang bagi kedamaian dan kasih sayang. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu memaafkan kesalahan orang lain dan menjadikan pemaafan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
- Berzikir dan Mengingat Allah SWT
Zikir adalah salah satu cara untuk menjaga hati tetap terhubung dengan Allah SWT. Dengan mengingat Allah, hati kita akan senantiasa merasa dekat dengan-Nya dan mendapatkan ketenangan. Zikir juga membantu kita untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah, baik yang besar maupun yang kecil. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Zikir yang dilakukan dengan ikhlas dan khusyuk akan menenangkan hati dan mendekatkan diri kita kepada Sang Pencipta.
Pergaulan yang baik sangat berpengaruh dalam menjaga hati kita. Bergaul dengan orang-orang yang baik dan sholeh akan membantu kita untuk selalu berada dalam kebaikan. Sebaliknya, pergaulan yang buruk akan membawa kita kepada perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memilih lingkungan pergaulan yang dapat mendukung kita dalam menjaga hati dan meningkatkan keimanan.
Bersyukur: Kunci Kebahagiaan yang Sebenarnya
Selain menjaga hati, bersyukur juga merupakan kunci kebahagiaan dalam hidup. Ketika kita bersyukur, kita mengakui bahwa segala sesuatu yang kita miliki, baik itu kesehatan, keluarga, rezeki, atau kebahagiaan, adalah anugerah dari Allah SWT. Rasa syukur ini akan membuka pintu-pintu rezeki dan keberkahan yang lebih besar dalam hidup kita.
- Mengakui Kebaikan Allah SWT
Bersyukur berarti mengakui dan menghargai kebaikan Allah SWT yang telah diberikan kepada kita. Ketika kita sadar bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian-Nya, hati kita akan dipenuhi dengan rasa terima kasih dan kebahagiaan. Allah SWT berfirman, *“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (QS. Ibrahim: 7).
- Bersyukur dalam Setiap Keadaan
Rasa syukur bukan hanya diucapkan saat kita mendapatkan nikmat yang besar, tetapi juga dalam setiap keadaan, baik itu dalam kesenangan maupun kesulitan. Ketika kita mampu bersyukur dalam kesulitan, kita akan menemukan kekuatan untuk menghadapi cobaan tersebut dengan sabar dan tawakal. Sebaliknya, jika kita hanya bersyukur ketika mendapatkan nikmat, maka kita akan mudah merasa kecewa ketika menghadapi kesulitan.
- Membiasakan Diri untuk Bersyukur
Rasa syukur perlu dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah dengan hal-hal kecil, seperti bersyukur ketika bangun tidur, bersyukur atas makanan yang kita makan, atau bersyukur atas kesehatan yang kita miliki. Dengan membiasakan diri untuk bersyukur, kita akan merasakan kebahagiaan yang lebih dalam setiap aspek kehidupan.
- Menunjukkan Rasa Syukur dengan Perbuatan
Selain diucapkan, rasa syukur juga harus ditunjukkan melalui perbuatan. Salah satu cara untuk menunjukkan rasa syukur adalah dengan berbagi kepada sesama, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Dengan berbagi, kita tidak hanya menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah, tetapi juga membantu orang lain untuk merasakan nikmat yang sama. Rasulullah SAW bersabda, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini mengajarkan kita untuk selalu menjadi orang yang memberi, bukan hanya menerima.
Menjaga hati dan bersyukur adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan dalam menjalani kehidupan yang bahagia dan bermakna. Dengan menjaga hati, kita menciptakan ruang untuk kedamaian dan ketenangan batin, sementara dengan bersyukur, kita membuka pintu-pintu rezeki dan keberkahan dalam hidup. Keduanya adalah kunci utama untuk mencapai kebahagiaan sejati, yang tidak hanya bersifat sementara, tetapi abadi hingga akhirat nanti. Mari kita jaga hati kita dari segala macam penyakit hati dan biasakan diri untuk selalu bersyukur atas setiap nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, agar kita dapat meraih kebahagiaan yang hakiki dalam hidup ini.
Penulis: Solihin, Tendik FIAI UII
Pentingnya Ibu dalam Pembentukan Karakter Anak yang Islami
Ibu merupakan pendidik paling penting dalam memperkuat integritas anak. Oleh karena itu, para ibu harus memberikan contoh yang terbaik kepada anaknya, karena itu sumber pembelajaran nyata. Ketika orang tua memberikan contoh yang baik, seringkali anak menirunya. Sebaliknya, jika seorang ibu memberikan contoh yang buruk, maka karakter anak pun akan terdorong untuk menjadi buruk. Menanamkan nilai positif pada anak hendaknya dimulai sejak dini. Perkembangan kepribadian anak lebih efektif terjadi pada usia dini. Namun ketika anak sudah besar akan makin sulit untuk membentuk kebiasaan yang baik. Ibu juga harus mendorong pembelajaran anak dengan mendidiknya melalui cerita positif penuh ketauladanan. Cara ini memungkinkan Ibu menyampaikan nilai-nilai keagamaan, seperti menceritakan kisah para nabi, dengan cara yang memberikan dampak positif bagi jiwa anak. Pengaruh hiburan terhadap ketegangan hidup juga harus disesuaikan dengan usia anak dan tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Islam. Semua cara tersebut mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perkembangan kekuatan terpendam anak, baik pada ranah fisik, emosional, maupun kognitif.
Anak adalah individu yang dapat diandalkan oleh orang tuanya, dan tanggung jawab utama orang tua adalah mendidik mereka. Pendidikan anak adalah hal yang sangat penting dan menjadi prioritas utama. Dalam pandangan Islam, hak anak atas pendidikan sangat terkait dengan tanggung jawab orang tua. Seorang ibu harus memastikan mereka tidak mengabaikan pengasuhan dan pendidikan anak, karena itu bagian dari amanah yang dititipkan oleh Allah, maka pendidikan yang baik adalah bagian dari melaksanakan menuntaskan amanah. Sebaliknya, mengabaikan hak anak adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah Allah (Q.S An-Nisa: 58). Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa, dan anak yang sehat adalah mereka yang tumbuh dan berkembang dengan baik untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia harus dimulai sejak awal kehidupan dan diteruskan hingga usia dini, karena masa ini adalah periode kritis yang menentukan tumbuh kembang anak.
Perkembangan generasi muda sebaiknya dimulai sejak usia dini, yaitu saat mereka masih menjadi bagian dari keluarga. Apapun itu, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat dan lingkungan pertama yang terpenting dalam konteks pendidikan akhlak moral anak. Pendidikan keluarga adalah pondasi untuk perkembangan intelektual dan pertumbuhan menuju dewasa. Pendidikan anak dimulai di rumah sebelum mereka melanjutkan ke tempat pendidikan lainnya.
Perlindungan seorang ibu terhadap anaknya pasti akan membantu tumbuh kembang anaknya kelak. Selain perlindungan dari ibu, tentu anak juga butuh perhatian, kasih sayang dan semua bimbingan yang diperlukan. Anak merupakan amanah yang dititipkan Allah kepada orang tua, untuk merawat, membimbing, dan mendidik mereka semaksimal mungkin hingga meraih akherat yang baik. Harapannya anak berbakti kepada orangtua dan mendoakan kebaikan orangtuanya meski telah tiada.
Memperkuat keimanan anak lewat pendidikan dan nasehat sejak dini bukan berarti ibu menanamkan berbagai ketakutan, melainkan agar anak merasa terlindungi dan belajar mencintai Allah dan Rasul-Nya. Para ibu melakukan ini untuk melindungi anak-anak mereka dari segala bahaya yang mengancam kehidupan dunia dan akhirat.
Para ibu diharapkan memberikan pengetahuan tentang keyakinan agama dalam membesarkan anak untuk menjadi pedoman hidup mereka, serta mengajarkan bahwa kehidupan tidak hanya ada di dunia saja, namun juga di akhirat (setelah kematian). Para ibu juga hendaknya menyampaikan kepada anak-anaknya bahwa hidup untuk beribadah merupakan wujud ketaatan hamba kepada Tuhan juga wujud rasa syukur atas keberadaannya di dunia ini. Untuk pentingnya terus menerus anak belajar prinsip-prinsip Islam dalam keluarga.
Ibu juga harus bisa menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya, karena keteladanan ibu adalah landasan dan pintu pertama. Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dengan potensi untuk mempunyai kepribadian yang sesuai dengan fitrah ciptaan manusia. Namun, di kemudian hari diperlukan proses pengembangan kepribadian yang panjang melalui pengasuhan dan pendidikan anak hingga dewasa. Oleh karena itu, pendidikan karakter sebagai upaya aktif untuk menanamkan kebiasaan baik harus terus menerus ditanamkan agar terbiasa melakukan kebaikan sejak masa kanak-kanak.
Anak yang mulai memahami sesuatu dan menjadi penasaran (pada masa remaja) akan banyak bertanya. Hal itu dilakukan untuk membuka emosi-emosi kecil agar bisa mengetahui kehidupan yang lebih besar. Anak yang banyak bertanya sebaiknya dijawab sesuai usianya. Ibu sebaiknya tidak memarahi atau melarang anak jika terlalu banyak bertanya. Ketika anak mengajukan pertanyaan, sebaiknya ibu menjawab dengan jelas, memberikan contoh praktis, sehingga anak menerima dan memahaminya dengan tegas dan pikiran jernih. Anak-anak umumnya memiliki tingkat keingintahuan yang besar. Kita perlu mengajari anak-anak kita untuk bersiap menghadapi situasi apa pun yang harus mereka lalui. Para ibu diharapkan dapat menjadi motivator dan penyemangat dalam hidup, tegar serta kuat, serta membantu anak-anaknya untuk menghadapi hidup dan segala hal, rintangan serta tantangan dengan lebih berani.
Peran ibu dalam pendidikan anak usia dini sangat beragam dan memerlukan pendekatan yang berbeda-beda untuk mengembangkan kepribadian anak. Pendidikan karakter harus dilakukan melalui contoh nyata dalam pengamalan akhlak mulia dan pengenalan kepada Tuhan sejak dini. Ibu diharapkan membesarkan anak dengan penuh tanggung jawab dan disiplin, karena tanggung jawab merupakan aspek penting dalam perkembangan kepribadian anak. Para ibu perlu mempelajari akhlak mulia, shalat, puasa, mengaji, serta kisah-kisah para nabi dan ulama dari Al-Quran dan Hadits, termasuk pentingnya memberi, bersikap baik terhadap orang lain, tanggung jawab, dan kedisiplinan untuk membangun ukhuwah islamiyah. Berbagai metode dapat diterapkan untuk memastikan keberhasilan pendidikan karakter. Peran ibu sangat vital dalam memberikan perhatian dan kasih sayang, karena menjaga hubungan yang baik bagi sesama manusia adalah kunci dalam perkembangan anak. Sebagai pendidik utama dan yang pertama, ibu harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan Islam seperti ketakwaan, sopan santun, kejujuran, tanggung jawab, dan ketajaman dalam pendidikan Islam.
Penulis: Aniek Sulistiyo Soeparlan, Tendik FIAI UII
Mendaki Gunung, Tadabbur Ciptaan Allah
Tidak semua orang bisa memaknai proses spiritual ketika mendaki gunung. Namun yang bisa menangkap perjuangan hingga ke puncak gunung, akan menjadikan itu sebagai pengalaman mendalam. Mengenal ciptaan Allah berbagai bentuk. Mungkin seakan remeh bagi sebagian orang, tapi tidak bagi pelaku pendaki gunung. Semua akan bernilai, yang awalnya kegiatan mendaki ini hanya untuk melepas penat karena kesibukan saat bekerja. Nyatanya justru memberikan nilai tambah berupa tingginya rasa syukur. Ya, tadabbur alam.
Tadabbur berasal dari bahasa Arab dari kata “dabbara” yang berarti belakang. Tadabbur bisa diartikan memikirkan, merenungkan, atau memperhatikan sesuatu di belakang atau di balik yang terlihat. Sehingga dapat dimaknai proses merenungkan sesuatu di balik keberadaan alam ini. Memperhatikan ciptaan Allah nan agung, merenung penciptaan langit, terbentuknya bintang, proses adanya gunung, dan sebagainya yang kesemuanya mustahil manusia bisa menciptakannya. Tingginya rasa syukur akan menimbulkan kebaikan-kebaikan dalam diri manusia.
Pernah mengasah daya juang dengan mendaki beberapa gunung bersama beberapa teman, Gunung Arjuno dengan ketinggian 3.339 mdpl, Gunung Welirang 3.156 mdpl yang berlokasi di Jawa Timur. Persiapan menuju keberanian pendakian menjadi hal yang harus dipertimbangkan saat seseorang sudah berkomitmen untuk mendaki. Mulai dari mencari informasi jalur transportasi dari tempat tinggal menuju basecamp gunung, mencari informasi tentang jalur pendakian, pertimbangan waktu tempuh, medan, cuaca, manajemen logistik dan kelengkapan perlengkapan hingga memahami unsur budaya setempat sebagai rasa hormat terhadap wilayah yang akan dikunjungi dikarenakan. Akhirnya melihatkan doa, memohon kelancaran dalam perjalanan dan pendakian. Melupakan beban pekerjaan, bisa lebih fokus mengenal Allah dan ciptaanNYA. Ada juga, sebagian besar gunung di Indonesia dianggap sebagai wilayah suci dan sakral dalam pemahaman masyarakat lokal, ini menjadi pelajaran memilah mana itu ajaran agama dan mana ajaran adat istiadaat setempat.
Adapun kesan spiritual yang yang didapat salah satunya saat mendaki gunung yaitu perasaan nikmat dan tenang, terutama saat sayup angin menjelang Subuh hingga menunggu matahari berangkat dari ufuk timur. Firman Allah Q.S Al Furqan [25]: 61 menyebutkan Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang-bintang dan Dia juga menjadikan padanya matahari dan bulan yang bersinar. Dengan berdzikir dan melihat kebesaran Allah SWT sampai di puncak kedua gunung tersebut. Q.S An-Naml [27] : 88 menyebutkan Dan engkau melihat gunung-gunung yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan. (Itulah) ciptaan Allah yang mencipta dengan sempurna segala sesuatu. Sungguh, Dia Mahateliti apa yang kamu kerjakan. Mendaki gunung akan bisa membuktikan firman Allah di atas. Fenomena alam. Beribadah di alam. Memang beribadah pun tidak dilupakan dalam proses pendakian, termasuk bagaimana harus tayamum saat jauh dari sumber air. Semua kondisi dalam situasi alam yang menantang. Setiap waktu shalat menjadi lebih takjub dengan rasa syukur diberi nikmat sehat, nikmat iman, nikmat bersama teman.
Meskipun telah berupaya dalam persiapan mendaki yang sudah dirasa matang, pendakipun tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi saat perjalanan menuju puncak gunung di sinilah peran doa memohon kemudahan dari Allah. Maka yang bisa dilakukan hanyalah bergantung pada kehendak Allah SWT berharap bisa kembali dalam kondisi selamat dan sehat sampai rumah. Dalam diri kami bertawakkal. Ada yang jelas nampak dari perjalanan menelusuri gunung dengan kondisi fisik dan mental yang terus diasah. Pendakian akan memperliatkan karakter setiap pendaki, makin terlihat seberapa kuat ego, sosial, interaksi antar pendaki berbagai kondisi. Di saat itulah secara tidak sadar seseorang akan diuji bagaimana dia membina hubungan baik, kerjasama, mufakat, kesabaran dan solidaritas meski lelah, penat atau dalam situasi panik. Dengan saling terbuka bercerita tanpa handphone dan bekerjasama sesama pendaki yang mungkin sebelumnya tidak dikenal, maka setelah usai pendakian akan terjalin silaturrahim yang baik. Tidak peduli dari mana asal usul, agama atau gaya hidup sekalipun.
Saat melewati jalan setapak nan sepi jauh dari bising perkotaan sembari melihat berbagai macam tumbuhan, dapat merasakan kedekatan dengan alam sehingga memberi kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak merusak alam. Perjalanan berhari-hari melibatkan alam dan Allah, jauh dari rumah dan kantor memberi suasana berbeda tentang ciptaan Allah. Juga rasa rindu yang berat pada sosok keluarga saat proses turun gunung menjadikan semangat syukur makin kuat. Keseharian yang dijalani berkumpul dengan keluarga, sahabat, bekerja mencari nafkah terisi dengan hikmah di setiap jejak kaki melangkah sampai menikmati matahari di puncak kebanggaan setiap pendaki.
Di luar lingkup berbagai macam olahraga, hobi, penelitian tentang ilmu, kegiatan mendaki gunung dapat memberi pelajaran pada kita tentang pencipta seluruh alam, Illahi Rabbi. Seperti tujuan Allah menciptakan gunung seperti dalam firman Allah, “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, agar kamu dapat pergi kian kemari di jalan-jalan yang luas.” (Q.S Nuh [71] : 19-20).
Penulis : Ary Purnama, Tendik FIAI UII
Prof Tamyiz: Bahagia atas Datangnya Ramadan Sebagai Tanda Keimanan
Menjelang bulan Ramadan 1445 Hijriyah, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyiapkan serangkaian kegiatan untuk sivitas akademika.Salah satunya kegiatan berupa kajian rutin dengan tema Ramadan Berkualitas Kinerja Totalitas. Kajian rutin akan diselenggarakan sepanjang bulan Ramadan 2024/1445 H, diawali kajian perdana dengan menghadirkan Prof. Dr. H.M. Tamyiz Mukharrom, MA, guru besar FIAI UII.
Kajian perdana diselenggarakan di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14.5 Sleman, Jumat 8 Maret 2024, hari kerja terakhir sebelum libur panjang awal bulan Ramadan 2024. Kajian dibuka oleh Dekan FIAI UII, Dr.Drs Asmuni, MA sekaligus memberikan sambutan pembuka.
“Kita harus menunjukkan kebahagiaan dan semangat menyambut ramadan karena ada doktrin dalam Islam bahwa siapapun yang bersemangat menyambut ramadan tidak akan tersentuh api neraka. Salah satu upaya menyambut ramadan, dengan penyelenggaraan kajian bertema Ramadan Berkualitas KinerjaTotalitas ini,” sambut Dr. Asmuni disaksikan hadirin yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan.
Pada inti acara, Prof Tamyiz memberikan dorongan untuk selalu merasa senang menjelang datangnya bulan ramadan.
“Orang yang beriman ketika datangnya bulan ramadan hatinya senang. Meskipun harus puasa dari pagi hingga sore, tapi senang karena mengharap di akherat itu bahagia. Meskipun mau ibadahnya harus gimana-gimana, yah yang penting senang menjalankan perintah Allah, meskipun merasa tidak mampu, tapi menjalankan dengan penuh keimanan,” ungkapnya.
Prof Tamyiz menambahkan terkait kesejahteran, nasib di akherat nantinya, tidak akan ada bedanya antara dekan, wakil dekan atau profesor. Terpenting amal sholeh yang diterima Allah. Apapun profesinya semua sama, amal sholeh yang akan membuat bahagia, bukan sekedar karena ilmunya.
“Rasulullah meminta Umar bin Khattab memohon doa kepada Uwais Al-Qarni Yaman. Siapa dia? Uwais punya ilmu? Tidak. Dia ilmunya pas-pasan, sangat miskin, fakir dan yatim, hidup bersama ibunya yang lumpuh dan buta. Tidak mungkin kalau bukan ahli surga, diminta mendoakan Umar bin Khattab. Pastilah diterima amal sholehnya. Selain itu yang terpenting mencintai Allah dan rasul-NYA, ”
Prof Tamyiz menutup kajian dengan doa bersama, didahului pesan moral.
“Hal terpenting, sekali lagi menjalankan agama itu dengan senang dan bahagia. Bahkan saya merasa senang kalau ada yang bekerja secara totalitas, karena itu akan jadi amal sholeh,” katanya sebagai ungkapan penutup. (IPK)
FIAI UII Kerjasama dengan LAPAS Narkotika Yogyakarta, Berdayakan Warga Binaan Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Narkotika Klas IIA Yogyakarta menempati area di Pakem Sleman mengadakan Pesantrenisasi Ramadhan 1445 Hijriyah bagi warga binaan pemasyarakatan putra. Pesantrenisasi akan dilaksanakan sepanjang bulan Ramadhan 1445 Hijriyah, diawali acara pembukaan sekaligus penandatanganan kerjasama dengan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia Jumat (08/03/2024). Kerjasama kedua belah pihak dalam rangka peningkatan kualitas keagamaan bagi warga binaan pemasyarakatan, dengan berbagai pelatihan dan pendampingan keagamaan agar selepas dari lapas mampu menjadi imam di masyarakat.
Pembukaan Pesantrenisasi Ramadhan 1445 H, diselenggarakan di masjid lapas, dihadiri antara lain oleh Sambiyo selaku Kabid Pembinaan Kanwil Kemenkumham DIY, Porman Siregar selaku Kepala Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta, Dr Asmuni selaku Dekan FIAI UII, Dr Anton Priyo Nugroho selaku Ketua Jurusan Studi Islam UII serta ratusan warga binaan pemasyarakatan.
Porman Siregar selaku Kepala Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta dalam sambutannya menyambut kerjasama dengan FIAI UII.
”Semoga segenap ustadz dan tim UII senantiasa diberikan kesehatan, sehingga dapat terus memberikan ilmu kepada warga binaan pemasyarakatan Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta. Dengan ilmu yang diberikan dari Tim UII akan menjadikan jalan terang saat nanti warga binaan kembali mengabdi kepada masyarakat. Misal ketika di masyarakat ada yang meninggal dunia, nantinya mampu memandikan jenazah, mengkafani dan mensholatkannya. Saatnya menjadi imam di tengah masyarakat, terus bermanfaat menjadi agen kebaikan,” kata Porman.
Dr. Asmuni, Dekan FIAI UII, mendukung kerjasama kedua belah pihak dalam rangka pengabdian kepada masyarakat.
”FIAI UII siap menjalankan amanah kerjasama dengan menghadirkan dosen agama Islam yang kompeten. Siap mendukung kerjasama hingga tahun 2025, tahun 2026, namun tidak dengan tahun 2027 karena semoga tidak ada lagi warga binaan pemasyarakatan di lapas ini, karena semua kondisinya sudah membaik tidak ada warga di lapas ini,” ujar Asmuni.
Asmuni menambahkan, harapannya dengan semakin banyaknya rohaniawan yang dilibatkan dalam proses pembinaan di lapas, dan sosialisasi di masyarakat, akan meningkatkan kesadaran, sehingga kejahatan menurun. FIAI UII siap mendampingi sampai kapanpun untuk pengabdian kepada masyarakat.
Selepas acara sambutan, diteruskan dengan penandatanganan kerjasama antara FIAI UII dan LAPAS Narkotika Klas IIA Yogyakarta, dalam rangka pendampingan pembinaan ilmu keagamaan bagi warga binaan pemasyarakatan. (IPK)
Menjaga Hati dan Bersyukur: Kunci Kebahagiaan dalam Hidup
Hidup di dunia ini penuh dengan tantangan, ujian, dan cobaan yang kadang membuat hati kita gelisah, kecewa, atau bahkan putus asa. Namun, di balik segala kesulitan itu, ada satu hal yang selalu bisa kita kendalikan dan jaga, yaitu hati kita. Hati adalah pusat dari segala perasaan dan emosi. Ketika hati tenang dan damai, maka kehidupan pun akan terasa lebih indah, dan sebaliknya, jika hati kita dipenuhi dengan kegelisahan dan ketidakpuasan, maka seberapapun nikmat yang kita rasakan tidak akan pernah cukup.
Menjaga Hati dalam Kehidupan Sehari-hari
Menjaga hati adalah salah satu aspek penting dalam menjalani kehidupan yang bahagia dan penuh makna. Hati yang dijaga dengan baik akan membawa ketenangan, kebahagiaan, dan kebijaksanaan dalam setiap langkah kita. Namun, bagaimana cara menjaga hati agar tetap bersih dan sehat?
Salah satu cara utama untuk menjaga hati adalah dengan berserah diri kepada Allah SWT. Ketika kita menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini adalah bagian dari rencana-Nya, kita akan lebih mudah menerima segala keadaan dengan lapang dada. Keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya akan membantu kita untuk tidak mudah tergoyahkan oleh cobaan dan ujian yang datang.
Dendam dan kebencian adalah racun bagi hati. Ketika kita menyimpan dendam terhadap orang lain, hati kita akan selalu diliputi oleh perasaan negatif yang merusak ketenangan batin. Sebaliknya, dengan memaafkan orang lain, kita membersihkan hati dari racun tersebut dan membuka ruang bagi kedamaian dan kasih sayang. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu memaafkan kesalahan orang lain dan menjadikan pemaafan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Zikir adalah salah satu cara untuk menjaga hati tetap terhubung dengan Allah SWT. Dengan mengingat Allah, hati kita akan senantiasa merasa dekat dengan-Nya dan mendapatkan ketenangan. Zikir juga membantu kita untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah, baik yang besar maupun yang kecil. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Zikir yang dilakukan dengan ikhlas dan khusyuk akan menenangkan hati dan mendekatkan diri kita kepada Sang Pencipta.
Pergaulan yang baik sangat berpengaruh dalam menjaga hati kita. Bergaul dengan orang-orang yang baik dan sholeh akan membantu kita untuk selalu berada dalam kebaikan. Sebaliknya, pergaulan yang buruk akan membawa kita kepada perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memilih lingkungan pergaulan yang dapat mendukung kita dalam menjaga hati dan meningkatkan keimanan.
Bersyukur: Kunci Kebahagiaan yang Sebenarnya
Selain menjaga hati, bersyukur juga merupakan kunci kebahagiaan dalam hidup. Ketika kita bersyukur, kita mengakui bahwa segala sesuatu yang kita miliki, baik itu kesehatan, keluarga, rezeki, atau kebahagiaan, adalah anugerah dari Allah SWT. Rasa syukur ini akan membuka pintu-pintu rezeki dan keberkahan yang lebih besar dalam hidup kita.
Bersyukur berarti mengakui dan menghargai kebaikan Allah SWT yang telah diberikan kepada kita. Ketika kita sadar bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian-Nya, hati kita akan dipenuhi dengan rasa terima kasih dan kebahagiaan. Allah SWT berfirman, *“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (QS. Ibrahim: 7).
Rasa syukur bukan hanya diucapkan saat kita mendapatkan nikmat yang besar, tetapi juga dalam setiap keadaan, baik itu dalam kesenangan maupun kesulitan. Ketika kita mampu bersyukur dalam kesulitan, kita akan menemukan kekuatan untuk menghadapi cobaan tersebut dengan sabar dan tawakal. Sebaliknya, jika kita hanya bersyukur ketika mendapatkan nikmat, maka kita akan mudah merasa kecewa ketika menghadapi kesulitan.
Rasa syukur perlu dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah dengan hal-hal kecil, seperti bersyukur ketika bangun tidur, bersyukur atas makanan yang kita makan, atau bersyukur atas kesehatan yang kita miliki. Dengan membiasakan diri untuk bersyukur, kita akan merasakan kebahagiaan yang lebih dalam setiap aspek kehidupan.
Selain diucapkan, rasa syukur juga harus ditunjukkan melalui perbuatan. Salah satu cara untuk menunjukkan rasa syukur adalah dengan berbagi kepada sesama, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Dengan berbagi, kita tidak hanya menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah, tetapi juga membantu orang lain untuk merasakan nikmat yang sama. Rasulullah SAW bersabda, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini mengajarkan kita untuk selalu menjadi orang yang memberi, bukan hanya menerima.
Menjaga hati dan bersyukur adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan dalam menjalani kehidupan yang bahagia dan bermakna. Dengan menjaga hati, kita menciptakan ruang untuk kedamaian dan ketenangan batin, sementara dengan bersyukur, kita membuka pintu-pintu rezeki dan keberkahan dalam hidup. Keduanya adalah kunci utama untuk mencapai kebahagiaan sejati, yang tidak hanya bersifat sementara, tetapi abadi hingga akhirat nanti. Mari kita jaga hati kita dari segala macam penyakit hati dan biasakan diri untuk selalu bersyukur atas setiap nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, agar kita dapat meraih kebahagiaan yang hakiki dalam hidup ini.
Penulis: Solihin, Tendik FIAI UII
Rektor UII Resmikan Galeri Ilmu Falak FIAI untuk Kembangkan Kajian Keilmuan
Menjelang datangnya bulan Ramadhan 2024 atau 1445 Hijriyah, ilmu falak menjadi bahasan dan pedoman masyarakat untuk menentukan awal bulan Hijriyah bagi umat Islam. Dalam rangka mengembangkan kajian ilmu falak, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Program Doktor Hukum Islam dan Prodi Hukum Keluarga/Ahwal Syakhshiyah mengadakan seminar nasional dan peresmian Galeri Ilmu Falak, Kamis (7/3/2024) di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14.5, Sleman.
Galeri Ilmu Falak FIAI diresmikan langsung oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid. ST. M.Sc. Ph.D, didampingi Dekan FIAI Dr Asmuni, Kaprodi Doktor Hukum Islam Dr Anisah Budiwati, serta para narasumber seminar nasional dari UGM, UIN Sunan Kalijaga, Kanwil Kementerian Agama Provinsi DI Yogyakarta disaksikan ratusan mahasiswa dan tenaga kependidikan FIAI UII.
Dalam sambutan pembuka seremoni peresmian, Rektor UII mengapresiasi atas inisiatif pengembangan Galeri Ilmu Falak.
”Tidak semua orang punya kemampuan untuk mengimajinasikan dengan mudah, sehingga kehadiran Galeri Ilmu Falak ini diharapkan membantu kita untuk melihat yang abstrak itu menjadi lebih terlihat, dan itu akan memudahkan. Misalnya ketika bicara ilmu falak, hanya hitung-hitungan saja tidak digambarkan, akan susah membayangkan, misal titik azimut, nadirnya, dan lain-lain. Itu kalau tidak digambarkan itu susah, tetapi ketika ada visualisasi menjadi mudah, dan kita berharap galeriilmu falak yang akan diresmikan sebentar lagi, akan membantu kita selain untuk memudahkan kajian juga akan mendorong kajian-kajian yang lebih lanjut ke depannya dan kita berharap juga akan menarik minat, perhatian dari lebih banyak orang lagi,” kata Prof Fathul Wahid.
Galeri Ilmu Falak FIAI UII selanjutnya akan dikelola oleh Prodi Hukum Keluarga /Ahwal Syakhshiyah untuk pengembangan dan kajian yang bisa dimanfaatkan untuk mahasiswa, dosen dan umum. Peresmian dilakukan menjelang datangnya bulan Ramadhan 2024, meskipun ada perbedaan metode penentuan awal bulan Hijriyah antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pemerintah RI menjadwalkan Sidang Isbat Penetapan Awal Ramadhan 2024 pada Minggu, 10 Maret 2024 di Kementerian Agama, Jakarta Pusat, pukul 17.00 WIB. Sedangkan PP Muhammadiyah melalui Maklumat Nomor 1/MLM/I.0/E/2024 telah menetapkan awal bulan Ramadhan 2024 adalah Senin, 11 Maret 2024, ditetapkan berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal.
Menanggapi perbedaan ini, Rektor UII berharap masyarakat lebih terbuka terhadap perbedaan metode penentuan awal Ramadhan 2024.
“Kalau boleh jujur sampai hari ini yang menekuni bidang ilmu falak ini tidak banyak, padahal menjadi salah satu instrumen penting dalam beribadah. Hampir selalu dalam titik-titik kritis menjadi isu. Besok hari Ahad, insya Allah menjadi isu lagi. Senin apa selasa? itukan karena ilmu falak dan kalau berbeda tidak masalah selama tahu ilmunya masing-masing sehingga dengan mendalami ilmu falak mudah-mudahkan menjadikan kita lebih terbuka perpektifnya, lebih jauh horisonnya dan lebih bisa menerima perbedaan-perbedaan selama itu dilandasi dengan argumen-argumen yang ilmiah. Untuk itu ibu bapak, mohon doa restunya atas galeri yang akan diresmikan sebentar lagi, semoga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, tidak hanya untuk UII tapi untuk khalayak yang lebih luas,” tutup Rektor UII, Prof Fathul Wahid, yang setelah sambutan menuju prosesi peresmian dengan menggunting pita menandai dibukanya Galeri Ilmu Falak FIAI UII, diteruskan dengan meninjau ruang galeri sambil berdiskusi dengan dosen dari UII, UGM dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga Kenenterian Agama DIY, disaksikan para mahasiswa yang hadir. (IPK)
Lunturnya Salah Satu Capaian Pendidikan Kita
Prof Jasser Auda Kanada Narasumber Workshop Maqashid Methodology di Program Doktor Hukum Islam UII
SLEMAN. HUMAS – Program Doktor Hukum Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) selenggarakan workshop Lecture Series anda Workshop, Maqasid Methodology selama 2 hari, 26 dan 27 Februari 2024. Workshop diselenggarakan di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14.5 Sleman. Peserta workshop terdiri dari para dosen dan mahasiswa program doktor, baik hadir secara tatap muka maupun melalui live streaming.
Narasumber utama Prof. Dr. Jasser Auda, President of the Maqasid Institute yang juga menjadi Profesor tamu Hukum Islam di Carleton University Canada. Narasumber kedua Dr. Addiarahman, S.H.I, M.H.I Executive Director of Maqasid Institute Indonesia, juga alumni Program Magister Ilmu Agama Islam FIAI UII yang saat ini menjadi dosen Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Ketua Program Studi Doktor Hukum Islam, FIAI UII, Dr. Anisah Budiwati, SHI., M.H
”Prof Jasser Auda adalah ulama yang cukup dikenal secara internasional, sehingga Program Doktor Hukum Islam tertartik untuk mengundang menjadi narasumber workshop secara tatap muka bagi dosen dan mahasiswa program doktor sebagai perluasan wawasan dan memperkaya studi keislaman,” katanya.
Hari pertama workshop, Senin 26 Februari 2024, Prof Jasser Auda mengutarakan bahwa Islam merupakan the way of life. Pentingnya memahami tujuan sebagai dasar dalam kajian keilmuan dalam upaya taqsid dan pendekatan komprehensif untuk memahami kajian Islam secara utuh, sehingga tidak parsial sebagai upaya ta’liluk memahami kajian Islam secara utuh, sehingga tidak parsial upaya ta’lil.
Selanjutnya, pada workshop hari kedua, Selasa 27 Februari 2024, Prof. Jasser Auda menggambarkan adanya lima langkah yang harus ditempuh dalam metodologi maqasid yaitu pertama mendefinisikan tujuan, kedua melakukan refleksi berulang atas Al-Qur’an dan Sunnah, ketiga membangun kerangka berpikir berbasis pandangan dunia Islam, keempat melakukan kajian kritis atas literatur dan realitas dan membangun teori prinsip baru. Lima tahapan tersebut yang menjadi bahasan utama dalam metodologi maqasid yang dijadikan acuan oleh banyak kalangan dalam pengaplikasian maqasid era modern.
Dalam pemaparan salah satu poin tahapan Maqasid Methodogy, Prof Jasser Auda memperdalam bahasan
”Critical Studies of Literature and Reality merupakan hal yang krusial era ini. Contohnya praktik perbankan syariah saat ini secara teori sudah sangat baik, namun menurut pandangannya praktik tersebut terdapat kesenjangan dengan realita yang ada. Sehingga, hal tersebut menjadi tugas bersama. Manusia saat ini sudah dapat membuat teori yang amat bagus tersebut namun bagaimana pengaplikasiannya belum dapat dilaksanakan dengan baik,” jelasnya.
Lebih lanjut, dikatakan bahwa metodologi maqasid diawali dari kerangka berpikir dari tujuan elemen konsep mafahim, tujuan maqasid, nilai qiyam perintah awamir, hukum alam atau sunatullah sunan ilahiah, pengelompokan fi’at dan dalil-dalil hujaj yang terdapat dalam al-Qur’an. Pengembangan studi Islam masa depan akan berbasis pada metodologi maqasid dengan rumusn kategori dan klasifikasi kajian dalam empat kategori, pertama kajian ushuli, kajian berbasis disiplin ilmu, kajian fenomena dan kajian strategis.
Narasumber lain yaitu Dr. Addiarahman, S.H.I, M.H.I dari Jambi
“Maqasid berorientasi ke masa depan, baik untuk kehidupan di dunia maupun akherat. Sebab itu, maqasid mengarahkan penerapan perencanaan strategis. Namun, sekalipun beriorientasi ke masa depan, maqasid tidak menstigmatisasi masa lalu. Sebaliknya, mempelajarinya untuk gambaran masa depan,” kata Addiarahman.
Tambahnya, Maqasid membentuk kriteria atau ukuran kritis atas cara berfikir atau realitas keilmuan, maupun perilaku dan tindakan dan realitas peradaban manusia. Untuk itu, maka maqasid juga mengarahkan berfikir komprehensif atau disebut juga webs of meaning. Meletakkan maqasid dalam kerangka umum untuk menjawab berbagai isu. Sehingga, merekognisi pentingnya ijtihad yang berorientasi masa depan, kritis, dan komprehensif pada aspek pendidikan, penelitian, dan aksi. (IPK)
Sepakbola Adalah Jalan Dakwahku
Begitu Tim Sepakbola Nasional Indonesia U-19 menjuarai Piala AFF U-19 2024, Sang Komandan Pelatih Indra Syafri langsung melakukan sujud syukur. Begitu juga diikuti oleh beberapa pemain mengikuti pelatihnya, sujud syukur. Kondisi dilihat oleh jutaan pemirsa TV dan streaming online, tentunya juga ribuan penonton di lapangan sepakbola. Ini sudah bagian dari syiar agama dalam kegiatan sepakbola.
Semangat menerapkan perintah dalam ajaran agama, juga menerapkan nilai-nilai spiritual dalam sepakbola seperti yang dicontohkan tim nasional sepakbola akan mampu mempengaruhi banyak orang termasuk anak-anak dan remaja. Akan berbeda dengan pola merayakan kemenangan di luar negeri yang berteriak-teriak, minuman keras dan tarian seksi oleh penonton.
Syiar dan dakwah melalui kegiatan sepakbola, juga diamini oleh Gus Baha yang bernama asli Kyai Haji Bahauddin Nursalim dari Rembang. Gus Baha ungkapkan dalam instagramnya.
“Orang di Inggris, kenal Islam lewat Mohammad Salah, pemain bola, karena mereka tidak mengamati kiai yang diamati itu pemain bola. Dulu tuh, pemain muslim mau sholat susah mau puasa susah. Terus mereka minta hak puasa kalau bulan puasa. Tapi menjadi mudah di luar perkiraan. Sekarang dibikin gampang, Manchester City dibeli orang islam, Sulaiman Al Fahim. Akhirnya malah ada masjid. Pelatihnya kalau ada pemain yang puasa monggo-monggo ndereaken (silakan). Kalau tidak boleh nanti bisa dipecat. Mau apa coba,”
Kemenangan dalam pertandingan sepakbola, semuanya datang karena Allah. Sehingga setiap pemain sepakbola muslim, tidak merasa kemenangannya hanya karena dirinya. Kemenangan dalam kejuaraan sepakbola patut disyukuri sebagai ungkapan syukur dan ingatan kepada Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 122 yang artinya,
“Ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepadamu.”
Harapannya syiar dan dakwah juga terus digencarkan untuk berbagai cabang olahraga. Di Kampus UII Yogyakarta, dalam acara pertandingan Milad ke-81 tahun 2024, dilakukan doa bersama sebelum bertanding, ucap syukur dan sujud syukur saat beberapa pemain memenangkan pertandingan cabang olahraga, juga menjadi contoh bagi banyak pihak termasuk mahasiswa.
Lebih dalam berkenaan dalil sujud syukur, Rasulullah pernah mencontohkan secara langsung.
عَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ.
“Dari Abu Bakroh, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika beliau mendapati hal yang menggembirakan atau dikabarkan berita gembira, beliau tersungkur untuk sujud pada Allah Ta’ala.” (HR Abu Dawud nomor 2774. Syekh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)
Jika Rasulullah sudah mencontohkan sujud syukur, maka sepantasnyalah umat Islam menerapkan di berbagai kepentingan, dan kondisi yang menggembirakan. Sehingga tawuran antar supporter olahraga, perkelahian di lapangan sepakbola bisa dikurangi karena pengaruh positif dari penerapan nilai-nilai keagamaan yang dicontohkan Rasulullah.
Syiar dan dakwah tidak harus selamanya dilaksanakan di masjid, gedung megah tapi juga perlu diterapkan di berbagai aktivitas. Sehingga mengajak kebaikan di berbagai kegiatan itu bagian yang harus dilakukan umat muslim.
Sehingga apa yang dilakukan oleh pemain sepakbola, juga dalam olah raga lain yang melibatkan nilai-nilai agama, dapat digolongkan dalam upaya menunjukkan kebaikan dan mengajak pada kebaikan. Kebaikan itu antara lain sujud syukur, mengajak sholat berjamaah para pemain sepakbola dan ajakan mengingat Allah dalam setiap kegiatan olahraga. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah,
Diriwayatkan dari Abi Mas’ud al-Anshari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menunjukkan kebaikan, maka ia mendapatkan pahala sepadan dengan orang yang melakukannya.” (HR Abu Dawud)
Berbagai pihak bisa memulai kebaikan sesuai profesi dan kegiatan baiknya. Semua dimulai dari hal kecil hingga kebaikan menjadi kebiasaan.
Penulis: Mochammad Rizal Nasrullah
Jurusan Studi Islam Kuatkan Pemahaman Nilai-Nilai UII untuk Dosen FIAI
Jurusan Studi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (JSI FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta selenggarakan Diskusi Penyegaran Nilai-Nilai UII untuk dosen. Diskusi diselenggarakan dengan menghadirkan seluruh dosen FIAI UII, Kamis, 15 Februari 2024 di Gedung KHA Wahid Hasyim lantai III, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Sebagai narasumber yaitu Drs.H. Syafaruddin Alwi, MS., Ketua Pembina Yayasan Badan Wakaf UII periode 2008 hingga 2018, dan Prof. Fathul Wahid, ST, M.Sc, Ph. D, Rektor Universitas Islam Indonesia.
Dekan FIAI UII, Dr. Drs.Asmuni, MA, membuka acara sekaligus memberikan sambutan.
“Kegiatan ini merupakan kegiatan yang penting di antara kegiatan yang penting lainnya, terutama di tahun 2024 ini. Nilai menjadi suatu yang penting bagi sivitas akademika UII. Merujuk pada majalah Forbes USA, ada 4 pertanyaan yang terkandung dalam nilai universitas. Pertama, apa yang harus dilakukan oleh institusi. Kedua, bagaimana dia mengerjakannya. Ketiga, untuk siapa dia mengerjakannya. Empat, nilai apa yang harus diberikan kepada mereka yang terafiliasi oleh lembaga pendidikan tersebut. Pertanyaan ini menjadi penting. Itulah kenapa UII senantiasa melekatkan nilai-nilai keagamaan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan,” kata Asmuni.
Dalam sesi diskusi, Drs.H. Syafaruddin Alwi, MS memantik hadirin dengan pemaparan sejarah UII.
“Sekolah Tinggi Islam (STI) hanya mempunyai satu tujuan untuk mengembangkan Islam yang awal dibentuknya Fakultas Syariah dan Tarbiyah, yang menjadi jati diri STI. Kemudian berkembang, karena pendiri UII berlandaskan nilai dasar keislaman dan kebangsaan. Kebangsaan meliputi ilmu lain yang menyangkut rahmatan lil ‘alamin, lulusan akan menjadi pemimpin bangsa,” kata Syafaruddin.
Imbuhnya, UII memegang nilai semangat Al Qur’an yaitu QS Ar Ra’du: ayat 11 yang artinya tidak akan berubah suatu kaum, apabila kaum tersebut tidak mengubahnya. Ini merupakan nilai sakral dan tidak akan hilang. Nilai harus harus selalu ditanamkan, jalankan dan pegang selama mengabdi di UII.
”Jangan sampai institusi hancur karena ada 1 orang yang tidak memegang nilai yang dianutnya. Apakah I’m UII sudah menjadi ruh kita? Mengapa kita perlu mempelajari UII? Karena dalam Al Qur’an, masa lampau menentukan hari esok. Harus diingat tujuan STI didirikan untuk mendidik dan menyatukan umat Islam agar terhindar dari kebodohan dan mencetak kader pemimpin bangsa. Kalau dosen dan akademisi hanya mendorong mahasiswa untuk lulus, belum ada rohnya, harus diarahkan agar mahasiswa setelah lulus dapat menjadi pemimpin,” jelas Syafaruddin.
Pada sesi kedua diskusi, narasumber pemantik yaitu Prof. Fathul Wahid, ST, M.Sc, Ph. D, Rektor Universitas Islam Indonesia.
”Sumber nilai bisa dari 2 sumber, karena selain dari sumber resmi ada nilai yang dilihat atas interpretasi aktivitas baik pada masa lampau, ada juga nilai yang diyakini dan dijalankan oleh para pendiri atau aktor-aktor pada masa lampau, banyak yang tidak tercatat. Padahal apabila setiap nilai yang didapat dan diterima, kemudian diinternalisasi itu menjadi suatu nilai yang sangat luar biasa, melengkapi nilai-nilai yang sebelumnya sudah terdokumentasi,” ungkap Fathul.
Imbuhnya, FIAI merupakan fakultas ideologis dan harus tumbuh berkembang. FIAI tidak bisa ada hari ini, tanpa peran aktor-aktor masa lampau. Jangan pernah melihat masa lalu dengan kacamata hari ini. Pentingnya hormat pada masa lalu. Apabila menolak kenyataan, tidak akan sempat mendiskusikan dalam hal masa depan, itu bahaya. Pendirian UII sebetulnya sudah ada sejak tahun 1930an, pada tahun tersebut sudah ada rencana dan keinginan ada perguruan tinggi Islam. Memang UII sejak awal sudah menjadi aktor penting dalam Republik Indonesia. (DES?IPK)