Jurusan Studi Islam Kuatkan Pemahaman Nilai-Nilai UII untuk Dosen FIAI

Drs.H. Syafaruddin Alwi, MS

Jurusan Studi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (JSI FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta selenggarakan Diskusi Penyegaran Nilai-Nilai UII untuk dosen. Diskusi diselenggarakan dengan menghadirkan seluruh dosen FIAI UII, Kamis, 15 Februari 2024 di Gedung KHA Wahid Hasyim lantai III, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Sebagai narasumber yaitu Drs.H. Syafaruddin Alwi, MS., Ketua Pembina Yayasan Badan Wakaf UII periode 2008 hingga 2018, dan Prof. Fathul Wahid, ST, M.Sc, Ph. D, Rektor Universitas Islam Indonesia.

Dekan FIAI UII, Dr. Drs.Asmuni, MA, membuka acara sekaligus memberikan sambutan.
“Kegiatan ini merupakan kegiatan yang penting di antara kegiatan yang penting lainnya, terutama di tahun 2024 ini. Nilai menjadi suatu yang penting bagi sivitas akademika UII. Merujuk pada majalah Forbes USA, ada 4 pertanyaan yang terkandung dalam nilai universitas. Pertama, apa yang harus dilakukan oleh institusi. Kedua, bagaimana dia mengerjakannya. Ketiga, untuk siapa dia mengerjakannya. Empat, nilai apa yang harus diberikan kepada mereka yang terafiliasi oleh lembaga pendidikan tersebut. Pertanyaan ini menjadi penting. Itulah kenapa UII senantiasa melekatkan nilai-nilai keagamaan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan,” kata Asmuni.

Dalam sesi diskusi, Drs.H. Syafaruddin Alwi, MS memantik hadirin dengan pemaparan sejarah UII.
“Sekolah Tinggi Islam (STI) hanya mempunyai satu tujuan untuk mengembangkan Islam yang awal dibentuknya Fakultas Syariah dan Tarbiyah, yang menjadi jati diri STI. Kemudian berkembang, karena pendiri UII berlandaskan nilai dasar keislaman dan kebangsaan.  Kebangsaan meliputi ilmu lain yang menyangkut rahmatan lil ‘alamin, lulusan akan menjadi pemimpin bangsa,” kata Syafaruddin.

Imbuhnya, UII memegang nilai semangat Al Qur’an yaitu QS Ar Ra’du: ayat 11  yang artinya tidak akan berubah suatu kaum, apabila kaum tersebut tidak mengubahnya. Ini merupakan nilai sakral dan tidak akan hilang. Nilai harus harus selalu ditanamkan, jalankan dan pegang selama mengabdi di UII.

”Jangan sampai institusi hancur karena ada 1 orang yang tidak memegang nilai yang dianutnya. Apakah I’m UII sudah menjadi ruh kita? Mengapa kita perlu mempelajari UII? Karena dalam Al Qur’an, masa lampau menentukan hari esok. Harus diingat tujuan STI didirikan untuk mendidik dan menyatukan umat Islam agar terhindar dari kebodohan dan mencetak kader pemimpin bangsa. Kalau dosen dan akademisi hanya mendorong mahasiswa untuk lulus, belum ada rohnya, harus diarahkan agar mahasiswa setelah lulus dapat menjadi pemimpin,” jelas Syafaruddin.

Pada sesi kedua diskusi, narasumber pemantik yaitu Prof. Fathul Wahid, ST, M.Sc, Ph. D, Rektor Universitas Islam Indonesia.
”Sumber nilai bisa dari 2 sumber, karena selain dari sumber resmi ada nilai yang dilihat atas interpretasi aktivitas baik pada masa lampau, ada juga nilai yang diyakini dan dijalankan oleh para pendiri atau aktor-aktor pada masa lampau, banyak yang tidak tercatat. Padahal apabila setiap nilai yang didapat dan diterima, kemudian diinternalisasi itu menjadi suatu nilai yang sangat luar biasa, melengkapi nilai-nilai yang sebelumnya sudah terdokumentasi,” ungkap Fathul.

Imbuhnya, FIAI merupakan fakultas ideologis dan harus tumbuh berkembang. FIAI tidak bisa ada hari ini, tanpa peran aktor-aktor masa lampau. Jangan pernah melihat masa lalu dengan kacamata hari ini. Pentingnya hormat pada masa lalu. Apabila menolak kenyataan, tidak akan sempat mendiskusikan dalam hal masa depan, itu bahaya. Pendirian UII sebetulnya sudah ada sejak tahun 1930an, pada tahun tersebut sudah ada rencana dan keinginan ada perguruan tinggi Islam. Memang UII sejak awal sudah menjadi aktor penting dalam Republik Indonesia. (DES?IPK)