Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan short course Penulisan Berbasis Artificial Intelligence (AI), diikuti lebih dari 90 peserta, terdiri dari mahasiswa UII dan perguruan tinggi dalam naungan Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah 3 Daerah Istimewa Yogyakarta.
Short course diselenggarakan di lantai III Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII Senin dan Selasa, 25-26 November 202. Ketua Panitia kegiatan Ahmad Zubaidi, S.Pd., M.Pd menegaskan bahwa selain paparan materi juga ditingkatkan dengan praktik dan pengecekan plagiasi di Turnitin.
“Dari sisi praktik langsung dengan AI, akan diberikan hadiah untuk tulisan terbaik. Semata memotivasi peserta, meski dari mahasiswa luar UII, tetap kita berikan dukungan dalam menjalin sinergitas yang baik. Untuk memajukan karya tulis di tingkat mahasiswa, hal ini perlu dilakukan sekuat mungkin demi terjaganya integritas dalam penulisan” kata Ahmad.
Selain itu, Ahmad Zubaidi menambahkan bahwa hasil tulisan terbaik dari peserta akan dibantu untuk dimuat di media massa online, jurnal dan media sosial. Harapannya menjadi contoh bagi masyarakat umum, tentang pemanfaatan AI. Klasifikasi tulisan yang diharapkan menonjol dari peserta berupa opini, cerita motivasi dan karya akademis lainnya.
Setelah hari pertama hadirkan 2 narasumber, pada hari kedua juga bersama 2 narasumber. Hari kedua, diawali paparan Ahmad Ali Azim, S. Pd. I., M. Pd yang merupakan pendiri media dan penerbit Dawuh Guru serta penulis opini pada beberapa media massa ternama. Disambung paparan narasumber kedua, Yuli Andriansyah, SE., MSI dosen Prodi Ekonomi Islam UII, juga sebagai Editor In Chief Jurnal Millah FIAI UII.
”Menembus media massa nasional, bisa dimulai dengan menggempur dengan tulisan opini ke media lokal. Hal ini karena redaktur media massa akan melakukan cek popularitas nama penulis opini di media online, misal di Google Cendekia, jurnal dan media massa lain. Sehingga nama kita harusnya dikenal dulu secara online,” kata Ali Azim
Tandasnya, sudah saatnya generasi sekarang memanfaatkan teknologi, seperti AI. Namun jangan menggantungkan sepenuhnya dari hasil kerja AI. Sebagian saja, atau dalam upaya untuk mencari ide dan gagasan. Kalau tidak beradaptasi dengan AI bisa makin ketinggalan zaman.
”Saya pernah meramu data, informasi, berita dan sejarah menjadi sebuah bagian dari buku hasil kerja AI. Memang tidak semua perguruan tinggi bisa menerima AI. Ada yang mendorong, ada yang menghindari mahasiswanya menggunakan AI. Namun bagi saya pribadi, AI akan membantu dalam hal kecepatan menyelesaikan penulisan. AI itu pintar, beda pilot meski sama-sama mencari informasi yang sama, hasilnya tetap beda. Sehingga ketika dicek di alat pendeteks plagiasi, cenderung aman, namun ya saat ini, entah nantinya,” kata Ali Azim.
Sesi kedua, Yuli Andriansyah, SE., MSI yang saat ini juga masih menempuh studi doktor, menjelaskan arti penting AI.
“Artificial Intelligence memiliki peluang untuk membantu umat manusia, termasuk para peserta didik di perguruan tinggi. Sejumlah Lembaga dunia dan pemerintah Indonesia telah membuat petunjuk yang dapat menjadi panduan agar penggunaan AI dapat memberikan manfaat dan tetap sesuai dengan etika. Sudah selayaknya dunia kampus memanfaatkan AI untuk mengakselerasi capaian pendidikan tinggi sembari tetap menjaga etika dan integritas akademik,” kata Yuli
Imbuhnya, kejujuran bagi pengguna AI juga perlu diperhatikan. Bukan berarti ketika sebuah karya yang tidak terdeteksi sebagai hasil kerja AI, lalu mengabaikan aspek transparansi. Transparansi dalam hal ini menyebutkan bahwa karya tulis tersebut juga didapatkan dari perangkat AI.
”Dalam pemanfaatan AI yang menganut mazhab kejujuran. Sekiranya memang dihasilkan dari hasil AI, tetap disebutkan. Meskipun tidak terdeteksi perangkat detektor AI. Bahkan karya tulis yang dihasilkan dari AI tetap perlu sentuhan editing, untuk menyesuaikan gaya penulisan. Intinya etika dan karakter tetap harus benar-benar dijaga dalam dunia pendidikan,” tegas Yuli Andriansyah.
Dalam sesi simulasi, Yuli Andriansyah mencoba memberikan contoh pemanfaatan AI untuk memudahkan mahasiswa menyelesaikan skripsi dan karya ilmiah. Simulasi memberikan gambaran pola penggunaan AI yang benar dan etis, serta penggunaan AI yang bersifat mengelabuhi karena tidak akan dideteksi sebagai karya dari AI. Namun dalam paparan penutupan, Yuli memastikan yang hadir tetap harus berpegang teguh pada etika, ketika memanfaatkan AI.
Sebelum short course ditutup, Ahmad Zubaidi membagikan hadiah senilai 1 juta rupiah kepada peserta yang mampu menjawab 10 pertanyaan mengenai materi yang disampaikan oleh 4 narasumber selama 2 hari. (IPK)
Teliti Aliran Islam Jama’ah, Iskandar Dzulkurnain Raih Gelar Doktor di FIAI UII
Berita PascasarjanaDinamika Fatwa Majelis Ulama Indonesia terhadap aliran Islam Jama’ah, sejak tahun 1979 hingga 2023 menjadi obyek penelitian Iskandar Dzulkurnain untuk menempuh studi pada Program Doktor Hukum Islam FIAI UII. Iskandar merupakan dosen Ma’had Abu Bakar Ash Shiddiq Universitas Muhammadiyah Surakarta, tinggal di Laweyan Surakarta. Sebelumnya telah menempuh studi program sarjana di LIPIA Jakarta, program magister di Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan program doktor di FIAI UII.
Untuk menuntaskan studi doktor, Iskandar menempuh ujian disertasi pada Ujian Terbuka Promosi Doktor pada Program Doktor Hukum Islam di Gedung Prof. Mr. H. Mohammad Yamin Fakultas Hukum UII, Jumat 13 Februari 2025. Sebagai ketua sidang Dr. Asmuni, MA, didampingi sekretaris Dr. Anisah Budiwati, S.HI., M.SI. Sebagai promotor yakni Prof. Dr. Drs. Makhrus Munajat S.H.,M.Hum dan kopromotor yakni Dr. M. Muslich KS., M.Ag. Para penguji yakni Prof. Dr. Amir Mu’allim, MIS dan Dr. Drs. Muntoha, S.H., M.Ag serta Prof. Dr. Moch. Nur Ichwan, MA
Iskandar menyusun disertasi berjudul Fatwa MUI Terhadap Kontestasi Identitas Keagamaan : Analisis Sosiologis Aliran Islam Jama’Ah di Indonesia. Disertasi disusun dari penelitian kualitatif serta pendekatan yuridis normatif dan historis sosiologis. Sumber data primer diperoleh dengan melakukan wawancara kepada para mantan anggota Islam Jamaah. Sumber data sekunder didapatkan daribuku-buku dan artikel.
“Islam Jamaah memiliki metode dalam istinbath yang mereka namakan metode manqul, yakni pengambilan ilmu dari guru murid secara langsung dan harus bersumber dari pendiri pertama aliran ini, yaitu KH Nur Hasan Ubaidah. Islam Jamaah menancapkan doktrin kepada seluruh pengikutnya bahwa ilmu yang tidak bersumber dari KH Nur Hasan Ubaidah maka ilmu tersebut batil dan tidak sah untuk diamalkan. Alasan ini meyakini bahwa KH Nur Hasan Ubaidah adalah salah satu-satunya orang di muka bumi ini yang sanadnya bersambung hingga Rasulullah,” kata Iskandar di hadapan para penguji.
Menurut Iskandar dalam konteks sosial keindonesiaan, tafkir mempunyai implikasi yang luas terhadap stabilitas negara atau bila diarahkan kepada seorang pemimpin negara. Tafkir bisa berupa pengkafiran terhadap penguasa. Tanfir yaitu menanamkan kebencian terhadap penguasa. Tafjir yaitu melakukan pengeboman. Tadmir yaitu melakukan penghancuran.
“Sehingga paham ini pada hakikatnya juga telah memenuhi salah satu kriteria aliran sesat yang ditetapkan MUI poin nomor sepuluh yaitu mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i seperti mengkafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya,” jelas Iskandar.
Berdasar kesepakatan para penguji, Iskandar dinyatakan lulus program doktor, dan berhak menyandang gelar doktor, dengan predikat cumlaude. Promotor Prof. Dr. Drs. Makhrus Munajat S.H.,M.Hum, dalam pesan penutupan menyampaikan sambutan penyemangat.
”Selamat dan izinkan saya memanggil gelar yang lengkap, Dr. Iskandar Zulkurnain, M.Ag. Perlu saudara pahami, disertasi itu karya monomental tidak boleh berhenti, karena sebagai tenaga edukatif tidak dituntut berhenti di sini, tapi saudara mencapai dedikasi lebih tinggi lagi. Di harapan saudara sudah menanti predikat guru besar,” kata Prof. Makhrus di akhir sidang. (IPK)
Peduli Kelestarian Alam, FIAI UII selenggarakan Diskusi Internasional Narasumber dari Malaysia
BeritaSuhu bumi yang kian meningkat, serta wacana pemerintah Republik Indonesia memberikan hak pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi di Indonesia, menjadikan banyak tanggapan dari para akademisi. Salah satunya Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan diskusi internasional bertema Islam dan Kelestarian Alam, Kamis 13 Februari 2025.
Diskusi internasional menghadirkan 2 narasumber. Narasumber pertama, Assoc. Prof. Dr. Khalif Muammar A. Harris dari Pusat Kajian Tinggi Islam, Sains dan Peradaban Raja Zarith Sofiah (RZS-CASIS), Universiti Teknologi Malaysia. Narasumber kedua, Dr. Drs. Yusdani, M.Ag, dosen FIAI UII. Diskusi diikuti oleh dosen FIAI di Ruang Dekanat lantai I, Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI Kampus Terpadu UII.
Diskusi internasional dibuka Dr. Drs. Asmuni, MA., sekaligus sampaikan sambutan pembuka. ”FIAI sering melakukan kunjungan ke Malaysia, dan dari Malaysia pun sering ke FIAI UII. Sehingga kemitraan FIAI dengan Malaysia termasuk bagus. Tahun 2023 ada diskusi rutin tentang lingkungan hidup, insya Allah beberapa bulan ke depan hasil diskusi bisa dipublikasikan. Selain itu tema MILAD UII tahun ini, UII Mengerti Bumi. Etika lingkungan hidup menjadi pos ulama-ulama muslim sejak dahulu, tapi sayangnya di Indonesia, etika tentang lingkungan dan mengelolanya sering mengacu pada konsep barat. Kenapa? Mungkin karena ketidakmampuan eksplorasi turost yang berbicara tentang lingkungan,” katanya.
Diskusi diawali paparan Assoc. Prof. Dr. Khalif Muammar A. Harris. “Kita mempunyai tantangan yang besar saat ini, dihadapkan pendekatan yang ekstrim. Di negara barat, memiliki 2 pendekatan yang ekstrim, salah satunya antroposentrisme. Sejak abad ke-16 antroposentrisme muncul, dan dari sanalah revolusi industri. Dengan alasan itupulah mereka perlu penjajah, hingga ke Indonesia dan Malaysia. Jadi tidak benar penjajah datang untuk mendapatkan rempah, tapi sebenarnya datang untuk revolusi industri, mereka akan kuasai alam. Revolusi industri tidak akan berjalan tanpa kuasai dunia. Ini penting dipahami, bahwa antroposentrisme mengakar dalam budaya negara barat,” kata Dr. Khalif Muammar
Menurut Khalif, sejak tahun 1970-an hingga tahun 2023, suhu bumi terus meningkat dan terakhir tahun 2023 sudah meningkat 1,5 derajat, maknanya senantiasi meningkat. Pada tahun itu dianggarkan meningkat 1.5 deraja celcius, karena jika sudah melebihi itu misal 3 atau 4 derajat, maka sulit dihentikan, dampaknya akan banyak bencana. Kalau itu terjadi maka banyak bencana yang tidak akan dapat kita tangani. Tapi justru yang dilakukan dunia justru greenwash dan retorika, ini menurut studi Kevin Anderson.
Khalif Muammar hadir di FIAI sekaligus membagikan buku karyanya yang berjudul Etika Alam Sekitar dalam Islam. Menurutnya, Islam harus memiliki solusi yang berbeda, itu antara pendorong saya menulis buku ini. Negara barat terbukti gagal, sehingga orang Islam tidak boleh begitu saja mengambil dari konsep yang gagal.
Khalif Muammar mencuplik dari pemikiran Kevin Anderson tahun 2023 yang terdiri beberapa kalimat, yang intinya menegaskan bahwa kita sedang menuju pemanasan 3 hingga 4°C di abad ini, suatu hal yang mutlak bencana iklim bagi semua spesies termasuk kita sendiri. Dan yang kami lakukan sejauh ini hanyalah memberi retorika dan optimisme dan greenwash. Kita sedang menghadapi kenaikan permukaan air laut yang sangat tinggi, mungkin 7-8 meter. Kita mengubah pola cuaca dan curah hujan serta penyerbukan serangga hasil panen kita. Semua ini menyebabkan bencana demi bencana. Kita berbicara tentang masyarakat runtuh di sini.
Selain itu, Khalif Muammar menegaskan adanya kegagalan penanganan alam dengan mencuplik dari statemen Kevin Anderson yang pernah mengatakan, Kevin jujur dan berkata sebagai seseorang yang pernah bekerja di bidang perubahan iklim selama bertahun-tahun, prediksi terbaiknya mengatakan bahwa kita akan gagal. Tapi itu adalah pilihan untuk gagal. Politik para pemimpin, akademisi, dan jurnalisme telah berulang kali memilih untuk gagal dalam menangani iklim selama 30 tahun. (IPK)
Menjaga Hati di Zaman yang Sibuk
Dakwah TendikAssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Hari ini kita hidup di zaman yang sibuk. Kita bangun pagi-pagi untuk kerja, sekolah, atau kegiatan lain. Kita terbiasa melihat layar handphone, laptop, dan TV hampir setiap hari. Kadang, tanpa sadar, kita lupa untuk menjaga hati kita. Padahal, hati adalah bagian penting dari hidup kita sebagai seorang Muslim.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda:
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itulah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).
hadits ini mengingatkan kita betapa pentingnya hati. Hati kita seperti pusat kendali. Kalau hati kita penuh dengan kebaikan, maka seluruh perilaku kita juga akan baik. Tapi kalau hati kita dipenuhi keburukan, maka perilaku kita pun ikut rusak.
Namun pertanyaannya, bagaimana cara kita menjaga hati di zaman sekarang ini?
Pertama, kita harus dekat dengan Allah. Dekat dengan Allah bukan hanya soal shalat lima waktu, tapi juga menjaga hubungan kita dengan-Nya setiap saat. Misalnya, dengan membaca Al-Qur’an walau hanya satu ayat sehari, berzikir di waktu senggang, atau merenung tentang nikmat yang telah Allah beri. Hal-hal kecil ini bisa menjadi penjaga hati kita agar tetap lembut.
Kedua, kita harus hati-hati dalam memilih tontonan, bacaan, dan pergaulan. Saat ini, banyak sekali hiburan yang menarik tapi bisa menjauhkan kita dari Allah. Tontonan yang mengandung kekerasan, aurat, atau hal-hal yang tidak bermanfaat bisa membuat hati kita menjadi keras.
Ketiga, kita perlu bersyukur dan tidak mudah mengeluh. Banyak dari kita yang sibuk membandingkan hidup dengan orang lain di media sosial. Kita merasa orang lain lebih bahagia, lebih kaya, lebih cantik, atau lebih sukses. Padahal, kita tidak tahu apa yang sebenarnya mereka alami. Bersyukurlah atas apa yang kita punya hari ini.
Keempat, sering-seringlah bergaul dengan orang-orang yang baik, yang bisa mengingatkan kita kepada Allah. Teman itu sangat berpengaruh pada hati. Jika kita berada di lingkungan yang baik, hati kita akan ikut menjadi baik.
Saudaraku, menjaga hati bukanlah perkara sekali jadi. Ini adalah proses seumur hidup. Kadang iman kita naik turun, kadang semangat ibadah, kadang juga malas. Tapi yang penting adalah kita terus berusaha. Jangan menyerah hanya karena merasa belum sempurna. Allah mencintai hamba-Nya yang terus berjuang memperbaiki diri.
Terakhir, mari kita jadikan hati kita tempat yang bersih. Tempat yang hanya berisi cinta kepada Allah, kasih sayang kepada sesama, dan harapan akan ampunan-Nya. Jika hati kita bersih, maka insya Allah hidup kita juga akan terasa lebih tenang dan bahagia.
Semoga kita semua bisa menjadi hamba yang hatinya dijaga oleh Allah Swt. Aamiin ya rabbal ‘alamin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ditulis oleh
Mulyadi – Tendik FIAI UII
Anak Disiplin Berawal dari Orang Tua yang Bersyukur
Dakwah TendikBelakangan ini, pemberitaan mengenai pro dan kontra Kebijakan Gubernur Jawa Barat (KDM) hampir memenuhi layar televisi. Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah pengiriman sekelompok anak yang dianggap “nakal” ke barak militer untuk dibina. Tujuannya agar mereka menjadi lebih disiplin, patuh terhadap aturan, dan diharapkan dapat kembali ke rumah sebagai pribadi yang lebih baik. Banyak pihak memuji langkah ini dan menilainya sebagai solusi yang tepat.
Namun, di sela-sela kabar itu, hati saya bertanya: Apakah benar masalah ini hanya soal disiplin? Atau mungkin, masalah sebenarnya justru berakar dari lemahnya pendidikan akhlak sejak mereka kecil?
Bayangkan sejenak. Seandainya sejak balita, anak-anak kita sudah dikenalkan kepada Allah. Seandainya mereka sudah diajarkan adab, akhlak, rasa cinta, tanggung jawab, dan rasa Syukur, apakah mereka akan tumbuh menjadi pribadi pembangkang? Menurut saya tidak.
Anak yang terbiasa bersyukur sejak kecil akan merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Mereka tidak akan mudah iri ketika melihat orang lain lebih punya segalanya. Mereka tidak gampang marah ketika keinginannya tak terpenuhi. Dan yang paling penting, mereka tidak mudah dikendalikan oleh ajakan yang menjerumuskan.
Rasa syukur mengubah cara pandang seorang anak terhadap hidup. Mereka melihat dari sisi positif, bukan terus-menerus merasa kurang. Dan mereka mampu belajar menerima dengan lapang dada, berusaha dengan tekun, dan menghargai apa yang ada di hadapannya.
Sayangnya, banyak dari kita sebagai orang tua lupa bahwa kunci utama pendidikan anak justru terletak pada diri kita sendiri. Kita sering fokus pada perilaku anak yang “harus berubah”, padahal perubahan itu dimulai dari teladan yang kita berikan. Parenting bukan soal memaksa anak untuk menjadi baik, tapi soal bagaimana kita lebih dulu menjadi pribadi yang baik.
Anak-anak adalah peniru ulung. Mereka menyerap apa yang mereka lihat lebih dalam daripada apa yang mereka dengar. Jika di rumah mereka melihat orang tua yang sering mengeluh, mudah marah, dan jarang bersyukur, lambat laun mereka akan meniru pola itu. Namun, jika mereka melihat rumah yang penuh doa, kata-kata baik, dan rasa syukur, nilai itu akan melekat erat di hati mereka.
Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an: “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu” (QS. Ibrahim: 7). Janji ini tidak hanya berlaku untuk harta, tetapi juga untuk kebahagiaan keluarga, ketenangan hati, dan keberkahan dalam mendidik anak.
Mengirim anak ke barak militer mungkin bisa membuat mereka patuh untuk sementara waktu. Namun, disiplin yang lahir karena takut hukuman tidak akan bertahan lama. Begitu mereka kembali ke lingkungan yang sama tanpa pondasi akhlak, perilaku lama bisa muncul kembali. Sebaliknya, jika nilai akhlak sudah tertanam di hati mereka, aturan akan mereka patuhi bukan karena takut, tapi karena sadar itu adalah hal yang benar.
Mendidik akhlak memang bukan pekerjaan sehari dua hari. Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, keteladanan, dan doa yang tak putus. Hasilnya tidak instan, tapi bekalnya akan dibawa anak sepanjang hidupnya.
Jadi, jika kita ingin melihat anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang baik, tenang, dan penuh rasa hormat, mulailah dari rumah. Bangun lingkungan yang penuh syukur. Ucapkan terima kasih atas nikmat kecil setiap hari. Jadilah teladan dalam kesabaran, kejujuran, dan tanggung jawab.
Karena sejatinya, generasi yang kuat tidak lahir dari hukuman, melainkan dari cinta yang dibalut dengan adab dan syukur. Dan itu, hanya bisa dimulai dari kita sebagai orang tuanya.
Penulis: Mufti Dedy Wirawan, S.Kom. (Tendik FIAI UII)
Kuatkan Iman Islam di Era Kecanggihan Teknologi AI
Dakwah TendikPendahuluan
Di era digital saat ini, kita menyaksikan perkembangan teknologi Artficial Intelligence (AI) yang begitu
pesat. Chatbot yang mampu berkomunikasi layaknya manusia, sistem pengenalan wajah yang semakin
akurat, hingga asisten virtual yang dapat membantu berbagai tugas sehari-hari telah menjadi bagian dari
kehidupan kita.
Namun di balik kemajuan teknologi yang menakjubkan ini, umat Muslim perlu menjaga keseimbangan
antara pemanfaatan teknologi dan keteguhan iman. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana
tetap mempertahankan kesadaran spiritual di tengah arus digitalisasi yang kian deras.
Dengan pemahaman yang tepat, teknologi AI dapat menjadi alat yang mendukung peningkatan kualitas
ibadah dan pemahaman agama, bukan malah menjauhkan kita dari nilai-nilai keislaman yang
fundamental.
Pemahaman Iman dalam Konteks Teknologi AI
Iman dalam Islam merupakan keyakinan yang tertanam dalam hat, diucapkan dengan lisan, dan
dibuktkan melalui perbuatan. Di era digital, makna iman tetap sama namun menghadapi tantangan yang
berbeda. Kehadiran kecerdasan buatan telah mengubah cara kita berinteraksi, belajar, dan menjalani
kehidupan sehari-hari.
Refleksi Spiritual di Era Digital
Kesadaran spiritual menjadi benteng pentng menghadapi arus teknologi AI. Umat Muslim perlu
menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan praktk keagamaan. Ketka AI menawarkan kemudahan,
kita perlu tetap menjaga connecton dengan Allah Swt. melalui:
Ketergantungan berlebihan pada dunia digital dapat mengikis kesadaran rohani. Pentng bagi kita untuk membangun digital mindfulness – kesadaran penuh dalam menggunakan teknologi tanpa mengorbankan nilai-nilai keimanan.
Penulis: Wahyudi Kusumo Nugroho, S.Kom (Tendik FIAI UII)
Wujud Dakwah dalam Kegiatan Berdagang
Dakwah TendikEtika dan moral menjadi salah satu tantangan yang dihadapi pelaku usaha di tengah kondisi ekonomi saat ini dan kompetitor yang bersaing dalam profitabilitas. Bahkan dengan kondisi terpuruk, pelaku usaha dihadapkan pada pilihan tetap berpegang pada sifat Qur’ani agar memperoleh berkah dari Allah Swt. atau hanya menargetkan untung tanpa mempertahankan etika dan moral dalam berbisnis.
Praktik dakwah dalam kegiatan berbisnis tidak bisa hanya dengan menunggu kedatangan pemuka agama ataupun seseorang karyawan menjadi ustadz ataupun ustadzah. Dakwah bisa dimulai dari diri sendiri atau yang disebut dengan dakwah nafsiyah untuk sarana instropeksi agar bisa memperbaiki diri dan menjadi pribadi berkualitas yang Islami (Rostilawati, 2019:22). Rasulullah saw. sebagai pebisnis dapat dijadikan motivasi dengan prinsipnya yang berpegang teguh pada kejujuran, sifat amanah yang dapat bertanggung jawab dengan profesinya dan menjaga kepercayaan dari konsumen, menjauhi gharar yakni transaksi tidak jelas objek, kepemilikan misalnya menjual barang curian, barang yang belum ada wujudnya, tidak melakukan al-ghab (penipuan), ihtikar (menimbun barang), dan tadlis (menipu dengan menyembunyikan kecacatan).
Penerapan dakwah dalam berbisnis dapat diaplikasikan tidak hanya pada individu pekerja saja yang menjadi sumber daya manusia yang menjalankan operasional dengan penguatan etika bisnis dan moral, namun juga dapat diwujudkan penerapan dakwah dalam sektor bisnis yang digeluti. Seperti kebijakan manajemen kantor melaksanakan program kajian rutin sebagai pembinaan spiritual untuk karyawan, meluangkan sedikit waktu untuk karyawan mengaji bersama sebelum memulai kegiatan. Adapun CSR yang disesuaikan dengan praktik keislaman untuk mengikat hubungan baik antara karyawan, pemilik usaha, kostumer, lembaga umum, masyarakat di lingkungan domisili usaha. Contohnya kegiatan amal, pengajian akbar, program pengecekan kesehatan di hari nasional yang bekerjasama dengan lembaga kesehatan. Pada hari besar keagamaan misalnya turut andil penyembelihan hewan Qurban, program penyuluhan dan pemberdayaan dalam mengelolaan limbah sampah. Hal-hal tersebut sekiranya dapat menjadi salah satu solusi dalam berbagai masalah kekinian di tengah masyarakat. Dampak positif yang secara tidak langsung dapat diperoleh yaitu munculnya ide bisnis baru untuk warga sekitar. Dengan begitu tujuan dari dakwah membawa hal kebaikan di lingkungannya dengan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sekitarnya.
Kebijakan itu membutuhkan anggaran khusus ataupun sumber dana di luar target profit atau yang dirumuskan usaha dagang atau pebisnis.Hal ini menjadi tantangan yang dapat mendorong tim lebih bersemangat dalam bekerja meningkatkan omset agar mendapatkan keberkahan dari Allah Swt. Saat karyawan merasa profesi yang dijalani memiliki makna dalam kehidupan sehari hari, diharapkan akan tetap loyal untuk bekerja di unit usaha dagang tersebut. Dakwah pun bisa terserap dalam produk yang dihasilkan oleh badan usaha. Upaya mengedepankan produk bersertifikat halal, pemasaran produk dengan desain produk yang realpic, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang ambigu pada produk yang diiklankan. Tips dan trik saat iklanpun dapat dikemas dengan konten iklan di media yang memaparkan sumber bahan baku produk dari sumber yang baik. Sehingga akan menarik minat konsumen karena awareness keamanan, kesehatan yang didapatkan dari kemajuan informasi dan teknologi. Bukan berarti semua produk barang dan jasa harus dihasilkan dan diiklankan dengan branding yang islami tetapi dengan cara yang baikpun tanpa menyinggung produk lain sudah menjadi nilai positif dalam beriklan.
Dengan upaya dakwah yang disisipkan dalam kegiatan operasionalnya diharapkan dapat menuntun pekerja dan pelaku usaha untuk menjalankan etika bisnis Islam dengan baik sesuai ajaran Islam. Moral karyawan dan pelaku usaha di dalamnya akan mengikuti tuntunan agama sehingga dapat mendatangkan keuntungan materiil dan ridha Allah Swt. dalam menjalankan usaha, bahagia di dunia dan akhirat. Aamin
Penulis: Ary Purnama (Tendik FIAI UII)
Referensi:
Fausiah, Najim Nur, https://www.icdx.co.id/news-detail/publication/apa-itu-gharar-bagaimana-hukumnya-dalam-islam (2024).
Rostilawati, (2019). Dakwah dalam Pembinaan Akhlak Pedagang Ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lappa Kabupaten Sinjai, 22.
Peran Ibu dalam Pendidikan Akhlak Anak di Era Digital
FIAI BerdakwahDekan FIAI UII: Melayani dengan Baik Merupakan Salah Satu Bentuk Ibadah
Berita, Berita FIAIFakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) selenggarakan Sosialisasi dan Pelatihan ProADM untuk pimpinan fakultas, prodi dan tenaga kependidikan. ProADM adalah sistem informasi adminisrasi akademik yang dikembangkan oleh FIAI UII, dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas layanan akademik, sehingga mahasiswa bisa melakukan aktivitas akademis dari manapun menggunakan perangkat yang terakses internet. Sosialisasi dan pelatihan diselenggarakan di Laboratorium Komputer Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII, Jumat 6 Desember 2024, dihadiri dekan, wakil dekan, ketua program studi dan tenaga kependidikan.
Dr. Asmuni, MA dalam sambutan pembukaan pelatihan dan sosialiasi kemukakan tentang paradigma pelayanan kekinian.
“Semua lembaga, baik yang bergerak bidang jasa atau bidang lainnya, berusaha merubah paradigma pelayanan dari tatap muka menjadi layanan melalui online. Namun ternyata dalam melayani secara online butuh skill tinggi. Bedakan skill dengan ilmu. Untuk itu sebagai aktor pelayanan akademik tentu harus meningkatkan kualitas pelayanan kita, agar pelanggan menjadi puas. Salah satunya kemampuan mengoperasikan aplikasi-aplikasi yang digunakan. Untuk itu marilah kita satukan pesepsi, untuk meningkatkan pelayanan, melalui sosialisasi dan pelatihan kali ini. Tegas bahwa melayani dengan baik adalah salah satu bentuk dari ibadah,” kata Dr. Asmuni.
Apa yang diutarakan Dekan FIAI, mendapatkan gayung sambut dari Prayitna Kuswidianta, Kepala Divisi Administrasi Akademik dan Teknologi Informasi.
“Sosialisasi ProAdm FIAI UII kali ini diselenggarakan untuk ketua program studi dan tenaga kependidikan. Pelatihan pemanfaatan ProADM juga menjaring masukan untuk pengembangan yang selama ini mendorong proses akademis program sarjana, nantinya hingga program magister dan doktor secara menyeluruh,” kata Kuswidianta.
ProADM dikembangkan menilik pada kebutuan FIAI UII untuk menyiapkan proses transformasi dari pola administrasi konvensional menuju digital. Kesadaran stakeholder akan manfaat dan ProADM, sebagai bentuk upaya peningkatan berkelanjutan, sehingga perlu sosialisasi dan pelatihan secara estafet. Selain pada pelatihan kali ini, sudah diagendakan pelatihan berkelanjutan seluruh SDM FIAI UII yang bersentuhan dengan proses bisnis lingkup akademik. Upaya pelatihan berkelanjutan ini, menurut Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FIAI UII, Dr. H. Nur Kholis, S.Ag, S.E.I., M.Sh.Ec sebagai bentuk upaya transformasi.
“Transformasi digital di lingkungan FIAI terus dilakukan, di antaranya digitalisasi proses akademik dengan sistem informasi ProADM yang sudah diberlakukan, dan terus dilengkapi dan disempurnakan untuk mengakomodasi berbagai perkembangan. Diharapkan dengan Transformasi digital ini semakin meningkatkan kualitas proses akademik yang dilaksanakan sehingga membahagiakan semua stakeholder,” kata Dr. Nur Kholis. (IPK)
Dekan FIAI UII Dorong Wisudawan Santri Lapas Narkotika Jadi Pendakwah
Berita, Berita FIAILembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Narkotika Kelas IIA Yogyakarta bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara Wisuda Santri Pesantren At-Tawwabin, Rabu (4/12/2024). Pesantren At-Tawwabin merupakan program internal lapas yang menempati area sisi utara, diselenggarakan sebagai bentuk peningkatan kualitas warga binaan dalam memahami agama secara keilmuan dan penerapan dalam sendi kehidupan.
Wisuda santri diikuti oleh 37 warga binaan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, sebagai tanda kelulusan dalam mengikuti program terstruktur dan termonitor, dengan pola pendidikan dan penilaian dari FIAI UII. Hadir dalam acara, Porman Siregar SH. MH, selaku Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Sidik Pramono, S.Ag., M.Si., selaku Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sleman dan Dr Asmuni, Dekan FIAI UII, disaksikan seluruh peserta wisuda dan keluarga dari Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam sambutannya, Kepala Lapas, Porman Siregar, menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh santri yang telah menyelesaikan program pendidikan pesantren dengan baik. “Wisuda ini bukan sekadar akhir dari proses pembelajaran, tetapi awal dari perjalanan spiritual yang lebih bermakna,” ungkapnya.
Kepala Kemenag Sleman, Sidiq Pramono, turut memberikan sambutan dengan menekankan pentingnya pendidikan agama sebagai bekal utama dalam menjalani kehidupan yang lebih baik. “Proses pendidikan di Pesantren At-Tawwabin ini merupakan langkah penting dalam membentuk karakter para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP),” ujarnya.
Dekan FIAI UII, Dr Asmuni juga memberikan pesan inspiratif kepada para wisudawan. Ia berharap ilmu agama yang diperoleh selama di pesantren dapat menjadi landasan untuk membangun masa depan yang lebih baik. “Jangan pernah berhenti belajar dan berbuat baik, karena perubahan selalu dimulai dari diri sendiri. Harus tetap percaya diri menjadi pendakwah di tengah masyarakat, dan ketika sudah menjadi penceramah sampaikan saja ilmu agama ini diperoleh dari lapas. Untuk itu apa yang FIAI UII lakukan, mudah-mudahan bermanfaat. Sinergi FIAI UII dengan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, justru mampu melahirkan santri-santri yang unggul. Kami tidak mengharap uang, karena ada orang yang banyak amalnya, gagal masuk surga karena kurang ikhlas. Namun ada orang yang sedikit amalnya tapi berhasil masuk surga karena ikhlasnya,” kata Dr Asmuni.
Dari 55 santri, 37 dinyatakan lulus dan berhak mengikuti wisuda secara tatap muka juga melalui layanan TV daring. Serangkaian acara dalam wisuda, juga diisi dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, hadroh dan kajian tafsir kitab kuning yang disampaikan oleh salah satu peserta wisuda, dalam bentuk ceramah agama. Warga binaan pemasyarakatan pun mampu percaya diri memberikan materi agama kepada hadirin. (IPK)
Short Course FIAI UII: Pentingnya Etika dalam Penggunaan Artificial Intelligence
Berita, Berita FIAIFakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan short course Penulisan Berbasis Artificial Intelligence (AI), diikuti lebih dari 90 peserta, terdiri dari mahasiswa UII dan perguruan tinggi dalam naungan Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah 3 Daerah Istimewa Yogyakarta.
Short course diselenggarakan di lantai III Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII Senin dan Selasa, 25-26 November 202. Ketua Panitia kegiatan Ahmad Zubaidi, S.Pd., M.Pd menegaskan bahwa selain paparan materi juga ditingkatkan dengan praktik dan pengecekan plagiasi di Turnitin.
“Dari sisi praktik langsung dengan AI, akan diberikan hadiah untuk tulisan terbaik. Semata memotivasi peserta, meski dari mahasiswa luar UII, tetap kita berikan dukungan dalam menjalin sinergitas yang baik. Untuk memajukan karya tulis di tingkat mahasiswa, hal ini perlu dilakukan sekuat mungkin demi terjaganya integritas dalam penulisan” kata Ahmad.
Selain itu, Ahmad Zubaidi menambahkan bahwa hasil tulisan terbaik dari peserta akan dibantu untuk dimuat di media massa online, jurnal dan media sosial. Harapannya menjadi contoh bagi masyarakat umum, tentang pemanfaatan AI. Klasifikasi tulisan yang diharapkan menonjol dari peserta berupa opini, cerita motivasi dan karya akademis lainnya.
Setelah hari pertama hadirkan 2 narasumber, pada hari kedua juga bersama 2 narasumber. Hari kedua, diawali paparan Ahmad Ali Azim, S. Pd. I., M. Pd yang merupakan pendiri media dan penerbit Dawuh Guru serta penulis opini pada beberapa media massa ternama. Disambung paparan narasumber kedua, Yuli Andriansyah, SE., MSI dosen Prodi Ekonomi Islam UII, juga sebagai Editor In Chief Jurnal Millah FIAI UII.
”Menembus media massa nasional, bisa dimulai dengan menggempur dengan tulisan opini ke media lokal. Hal ini karena redaktur media massa akan melakukan cek popularitas nama penulis opini di media online, misal di Google Cendekia, jurnal dan media massa lain. Sehingga nama kita harusnya dikenal dulu secara online,” kata Ali Azim
Tandasnya, sudah saatnya generasi sekarang memanfaatkan teknologi, seperti AI. Namun jangan menggantungkan sepenuhnya dari hasil kerja AI. Sebagian saja, atau dalam upaya untuk mencari ide dan gagasan. Kalau tidak beradaptasi dengan AI bisa makin ketinggalan zaman.
”Saya pernah meramu data, informasi, berita dan sejarah menjadi sebuah bagian dari buku hasil kerja AI. Memang tidak semua perguruan tinggi bisa menerima AI. Ada yang mendorong, ada yang menghindari mahasiswanya menggunakan AI. Namun bagi saya pribadi, AI akan membantu dalam hal kecepatan menyelesaikan penulisan. AI itu pintar, beda pilot meski sama-sama mencari informasi yang sama, hasilnya tetap beda. Sehingga ketika dicek di alat pendeteks plagiasi, cenderung aman, namun ya saat ini, entah nantinya,” kata Ali Azim.
Sesi kedua, Yuli Andriansyah, SE., MSI yang saat ini juga masih menempuh studi doktor, menjelaskan arti penting AI.
“Artificial Intelligence memiliki peluang untuk membantu umat manusia, termasuk para peserta didik di perguruan tinggi. Sejumlah Lembaga dunia dan pemerintah Indonesia telah membuat petunjuk yang dapat menjadi panduan agar penggunaan AI dapat memberikan manfaat dan tetap sesuai dengan etika. Sudah selayaknya dunia kampus memanfaatkan AI untuk mengakselerasi capaian pendidikan tinggi sembari tetap menjaga etika dan integritas akademik,” kata Yuli
Imbuhnya, kejujuran bagi pengguna AI juga perlu diperhatikan. Bukan berarti ketika sebuah karya yang tidak terdeteksi sebagai hasil kerja AI, lalu mengabaikan aspek transparansi. Transparansi dalam hal ini menyebutkan bahwa karya tulis tersebut juga didapatkan dari perangkat AI.
”Dalam pemanfaatan AI yang menganut mazhab kejujuran. Sekiranya memang dihasilkan dari hasil AI, tetap disebutkan. Meskipun tidak terdeteksi perangkat detektor AI. Bahkan karya tulis yang dihasilkan dari AI tetap perlu sentuhan editing, untuk menyesuaikan gaya penulisan. Intinya etika dan karakter tetap harus benar-benar dijaga dalam dunia pendidikan,” tegas Yuli Andriansyah.
Dalam sesi simulasi, Yuli Andriansyah mencoba memberikan contoh pemanfaatan AI untuk memudahkan mahasiswa menyelesaikan skripsi dan karya ilmiah. Simulasi memberikan gambaran pola penggunaan AI yang benar dan etis, serta penggunaan AI yang bersifat mengelabuhi karena tidak akan dideteksi sebagai karya dari AI. Namun dalam paparan penutupan, Yuli memastikan yang hadir tetap harus berpegang teguh pada etika, ketika memanfaatkan AI.
Sebelum short course ditutup, Ahmad Zubaidi membagikan hadiah senilai 1 juta rupiah kepada peserta yang mampu menjawab 10 pertanyaan mengenai materi yang disampaikan oleh 4 narasumber selama 2 hari. (IPK)