Strategi Menuju Kesuksesan di Kampus Dunia
Yogyakarta – Center for Student Service and Development (CSSD) Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan acara Guest Lecturer bertajuk “Manual Menaklukkan Kampus-Kampus Dunia”. Acara tersebut dilaksanakan pada Senin, 17 Maret 2025, bertempat di Laboratorium PAI, Gedung FIAI UII. Peserta acara berasal dari berbagai kalangan, namun target utamanya adalah mahasiswa di bawah naungan FIAI.
Pembicara dalam acara ini adalah Dr. Sugit Sanjaya Arjon, seorang akademisi yang saat ini menjadi dosen di Utsunomiya University, Jepang. Ia telah menempuh pendidikan di berbagai universitas ternama dunia, antara lain Monash University di Australia untuk jenjang sarjana, University of Amsterdam di Belanda untuk jenjang magister, serta Ritsumeikan University di Jepang untuk jenjang doktoral. Dengan pengalaman akademik yang luas, pembicara membagikan strategi sukses menembus kampus-kampus terbaik dunia, termasuk persiapan akademik, cara menguasai bahasa asing, perbedaan suasana akademik di tiga negara tersebut, serta cara beradaptasi di lingkungan internasional.
Dalam acara tersebut, pembicara pertama-tama menceritakan pengalamannya dalam mempersiapkan diri untuk kuliah di Australia. Ia terlebih dahulu mengikuti program persiapan bahasa selama satu tahun di Malaysia. Ketika kuliah di Australia, ia terus meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris karena pada tahun pertama masih mengalami kesulitan beradaptasi dengan bahasa tersebut. Namun, kesulitan tersebut tidak menjadi kendala dalam meraih kesuksesan akademik.
Dalam hal perkuliahan di Australia, pembicara merasakan bahwa mahasiswa dilatih untuk berani berargumentasi di kelas dan berani berbeda pendapat dengan dosen. Namun, dalam menyampaikan argumen, mahasiswa harus didukung dengan banyak membaca artikel, termasuk artikel di luar yang telah disediakan oleh dosen. Selain itu, tantangan lain selama studi di Australia adalah bagaimana mengelola keuangan dengan baik.
Ketika menempuh pendidikan di Belanda, pembicara membagikan dua hal yang sangat membekas baginya, yaitu bagaimana menjadi pribadi yang mandiri dan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan yang sangat bebas. Menurutnya, belajar bukan lagi karena paksaan dari orang lain, melainkan harus berasal dari kemauan sendiri. Hal kedua yang ia pelajari adalah bagaimana bersikap straightforward, yaitu mengungkapkan pendapat secara terbuka dan langsung ke inti persoalan tanpa bertele-tele.
Sementara itu, ketika berkuliah di Jepang, pembicara merasakan lingkungan yang lebih mirip dengan Indonesia, tidak sefleksibel di Belanda maupun Australia. Salah satu tantangan utama yang dihadapinya adalah mendalami bahasa Jepang, terutama dalam menulis aksara Jepang. Selain itu, ia juga belajar tentang kedisiplinan yang tinggi di Jepang, di mana orang Jepang terbiasa datang 30 menit sebelum acara dimulai. Bahkan, mereka sudah merasa terlambat jika baru tiba lima menit sebelum acara dimulai.
Di akhir sesi, pembicara berpesan kepada peserta untuk terus memperluas zona nyaman mereka. “Dunia ini sangat luas, maka perluaslah zona nyaman Anda di lingkungan internasional,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya ketekunan, keberanian untuk berkorban, serta terus memperbaiki dan mengukur kemampuan diri.
Untuk meningkatkan kemampuan bahasa, pembicara menyarankan peserta untuk memperkaya kosakata dengan cara mendengarkan lagu berbahasa Inggris dan mencatat liriknya. Selain itu, ia juga menyarankan agar lebih sering menonton film berbahasa Inggris tanpa subtitle untuk melatih pemahaman bahasa secara alami. (Iksn/muf)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!