Berita terbaru seputar Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dapatkan update terbaru berita-berita dan informasi menarik lainnya. Informasi mengenai beasiswa, kerjasama, event perlombaan tingkat nasional dan internasional serta program pertukaran pelajar hanya di http://fis.uii.ac.id

Sebagai bagian penting dari internasionalisasi perguruan tinggi, Universitas Islam Indonesia (UII) terus mendorong civitas akademikanya untuk go international. Termasuk dalam hal ini adalah mendukung mahasiswanya untuk berpartisipasi dalam kegiatan akademik level internasional.

5. Eva di Turki (2)Bertalian dengan hal tersebut, Eva Fadhilah (Hukum Islam, 2013) dan Muhammad Mukhlas (Pendidikan Bahasa Inggris, 2013) baru saja mempresentasikan risetnya di Istanbul, Turkey. Keduanya mengikuti 3rd International Conference on Education, Social Science, and Humanities (Socio-int 2016), Ahad-Rabu, 15-18 Sya’ban 1437 H/22-25 Mei 2016.

Dalam kesempatan tersebut, keduanya mempresentasikan tentang ‘The Influence of Daily Conversation Method (DCM) toward Students’ Foreign Languange Speaking Fluency in Modern Islamic Boarding School in Indonesia’. “Kebanyakan santri sadar bahwa untuk lancar berbahasa maka mereka harus banyak praktik berbicara,” tutur Eva dalam konferensi yang dihadiri lebih dari 50 negara tersebut.

Lanjut Eva, penerapan DCM di pesantren memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran bahasa asing (Arab dan Inggris) santri. Kedepannya, Eva memiliki harapan besar tentang riset di UII. “Kita berhadap dari UII muncul peneliti-peneliti muda yang mampu membawa nama UII di kancah internasional,” harapnya.

Sementara itu, Mukhlas merasa senang berada di Istanbul untuk presentasi riset di hadapan para peneliti dari penjuru dunia. “Saya juga berharap agar mahasiswa turut andil dalam riset dan berbagi hasil risetnya. Semoga keikutsertaan kami memberikan manfaat bagi sesama, menginspirasi mahasiswa lainnya agar terjun di dunia riset dan mengharumkan nama UII,” tuturnya.

Eva dan Mukhlas tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah mendukung keberangkatan mereka. “Kami ucapkan terima kasih kepada universitas, fakultas, dan prodi serta pihak-pihak yang telah membantu hingga mampu mempresentasikan hasil penelitian kami dengan para peneliti hebat lainnya dari mancanegara,” tutupnya. (Samsul Zakaria)

Narasi Al-Qur’an tentang agama non-Islam sangatlah kompleks. Di satu sisi Al-Qur’an memposisikan agama lain dengan sangat toleran. Namun di sisi lain, ada kesan Al-Qur’an menegasikan eksistensi agama lain. Betapapun demikian hal tersebut dalam konteks akademis semestinya menjadi inspirasi riset. Sementara bagi umat Islam dapat menjadi motivasi untuk mengaji dan mengkaji Al-Qur’an dengan lebih dalam.

4Ada ilmuan non-muslim yang kemudian belajar tentang bahasa Arab klasik untuk mempelajari Al-Qur’an. “Lalu apa yang sudah kita lakukan sebagai umat muslim untuk memahami Al-Qur’an?” tanya Mun’im A. Sirry, Ph.D., dalam Kuliah Umum Al-Qur’an, Hubungan Agama, dan Toleransi’, di Ruang Sidang Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Selasa, 17 Sya’ban 1437 H/24 Mei 2016.

Mun’im A. Sirry adalah Asisten Professor di University of Notre Dame, Indiana. Dalam Kuliah Umum tersebut, dia menyampaikan materi tentang ‘Al-Qur’an dan Hubungan Agama: Pendekatan dan Problem’. Acara terselenggara atas kerjasama FIAI dengan American Institute for Indonesian Studies (AIFIS). Menurut Faishol Adib, MA., selaku Program Manager, AIFIS adalah konsorsium 15 universitas di Amerika yang fokus pada kajian Indonesia.

Salah seorang dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI), Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag., turut menjadi pembicara dalam acara tersebut. Dia menyampaikan tentang ‘Al-Qur’an dan Toleransi Beragama Madzhab Fiqh’. Menurutnya, beragam pendapat fiqh menjadi bukti bahwa Islam justru menjadi rahmat bagi umatnya. Perbedaan pendapat bukan untuk saling menyalahkan dan mengkafirkan tetapi untuk saling menghargai.

Wakil Dekan FIAI, Dra. Sri Haningsih, M.Ag., dalam sambutannya mengapresiasi acara tersebut. Harapannya kerjasama yang terjalin dapat terus dilanjutkan di masa mendatang. Rencananya, pertengahan Juni mendatang akan diadakan acara serupa di FIAI. Hal serupa diungkapkan Dekan FIAI, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., ketika memberikan closing statement di akhir acara. (Samsul Zakaria)

Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag., adalah Dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Setelah diberitakan sebelumnya mengikuti konferensi di Malaysia dan Thailand, kali ini kembali berpartisipasi dalam Kuala Lumpur International Islamic Studies and Civilisations Conference (KLIISC).

3. IC Malaysia (2)Konferensi digelar di Hotel Putra, Kuala Lumpur, Sabtu-Ahad, 29 Rajab-01 Sya’ban 1437 H/7-8 Mei 2016. Dalam konferensi tersebut Roy Purwanto mempresentasikan paper berjudul “Muqaaranatu Qawaaniin al-Usrah fii Tuunis wa Induunisiyyaa wa as-Su’uudiyyah haula Ta’addud az-Zaujah” (Perbandingan Hukum Keluarga di Tunisia, Indonesia, dan Saudi Arabia tentang Poligami). Dalam konferensi tersebut makalah Roy Purwanto terpilih sebagai “Best Arabic Paper”.

“(Menurut panitia) menarik karena membandingkan hukum keluarga di 3 negara Islam dan kaya referensi,” tuturnya saat ditanya alasan panitia memilih makalahnya sebagai yang terbaik. “Harapannya dosen-dosen sering publikasi internasional untuk mengenalkan riset dan UII di kancah internasional,” harap Roy Purwanto yang melakukan risetnya dengan Dr. Tamyiz Mukharrom, MA.

Turut serta menjadi presenter dalam KLIISC, Drs. Yusdani, M.Ag. Dalam konferensi tersebut, Yusdani yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Islam (PSI) UII memaparkan tentang “The Life of Javanese Moslems in Sathorn Bangkok Thailand”. “Komunitas muslim Jawa di Sathorn Bangkok merupakan contoh kehidupan minoritas muslim yang sukses karena mereka tetap muslim. Diterima sebagai warga Thailand dan tetap memelihara tradisi Jawa,” tutur Yusdani yang melakukan risetnya dengan Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Sc., dan Muhammad Jauharul Maknun.

“Mereka sekarang adalah generasi ketiga diaspora muslim Indonesia yang berasal dari Kendal, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Salah satu keluarga yang berperan adalah keturunan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Salah satu tokohnya adalah Winai Dahlan, Kepala Halal Science Centre (HSC) di Chulalongkorn University Thailand,” imbuhnya. Harapan Yusdani, tema yang diangkatnya tersebut yaitu tentang muslim minoritas menjadi kajian yang menarik. (Samsul Zakaria)

Undang-undang Martabat Tujuh adalah karya paling monumental Kesultanan Buton, Sulawesi Tenggara yang diwariskan hingga saat ini. Undang-undang tersebut berhasil mengatur kehidupan masyarakat, keluarga kesultanan, pejabat, dan pegawai yang ada di Buton dan membawa Buton ke zaman keemasan. Keberhasilan Undang-undang Martabat Tujuh ini karena ia dibuat dan diundangkan dengan memadukan antara ajaran tasawuf, fiqh, dan budaya lokal masyarakat Buton.

2Demikian kesimpulan field riset yang dilakukan oleh salah satu dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag. Hasil riset tersebut dipresentasikan dalam International Conference on Diciplines in Humanities and Social Sciences (DHSS) 2016, Bangkok, Thailand, Selasa-Rabu, 18-19 Rajab 1437 H/26-27 April 2016. Konferensi diselenggarakan oleh Emirates Association of Arts and Management Professionals (EAAMP).

Dalam konferensi tersebut judul yang diketengahkan Dr. Muhammad Roy—begitu ia biasa disapa—adalah ‘Acculturation among Local Wisdom, Law, and Sufism in Forming Martabat Tujuh Enactment of Buton Sultanate’. “Akulturasi sufisme Islam dengan budaya lokal tampak sekali dalam pasal, peraturan, ajaran, dan nilai-nilai yang terdapat dalam Undang-undang Martabat Tujuh,” tulis Dr. Muhammad Roy.

“Penamaan Martabat Tujuh sebagai nama Undang-undang, konsep binci-binciku kuli, adanya pasal hakim agama, sistem pemerintahan, konsep dan syarat sultan, pembagian kekuasaan kesultanan, dan tingkatan tata pemerintahan Buton merupakan bukti adanya akulturasi sufisme Islam dengan budaya lokal Buton dalam pembentukan Undang-undang Martabat Tujuh,” lanjutnya.

Dr. Muhammad Roy berharap dosen-dosen Universitas Islam Indonesia (UII) lebih banyak yang berpartisipasi dalam seminar atau konferensi internasional. “Sebagai manifestasi internasionalisasi (UII),” tuturnya. Terkait biaya, sebagaimana yang dirasakan oleh Dr. Muhammad Roy, saat ini tidak perlu dikhawatirkan. Sebab UII, melalui Badan Pengembangan Akademik (BPA) mensupport full untuk kegiatan akademik (seminar/konferensi) internasional. (Samsul Zakaria/DMRP)

Kompetensi mahasiswa merupakan ukuran paling objektif untuk menilai keberhasilan program studi dalam melaksanakan tugasnya. Sebab mahasiswa sebagai subjek utama keberhasilan proses pendidikan di suatu perguruan tinggi pada umumnya. Ketidaktahuan tentang dunia kerja menyebabkan mahasiswa tidak siap menghadapi dunia kerja setelah mereka lulus.

Berangkat dari hal itu, Program Studi Ekonomi Islam (PSEI) Fakultas Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) merasa perlu menggali potensi-potensi mahasiswa sebelum mereka masuk dalam dunia kerja. Baik melalui kegiatan simulasi maupun pemberian kiat-kiat agar mereka mampu berkompetisi dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lain.

9 (2)Pelatihan ini merupakan program berkesinambungan dari PSEI yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan softskills mahasiswa. Selain itu untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan umum mengenai proses rekrutmen di bank syari’ah. Untuk mencapai tujuan tersebut, PSEI bekerjasama dengan Muamalat Institute dalam sebuah In-House Training bertajuk Career Development Training.

Muamalat Institute merupakan lembaga edukasi ekonomi dan keuangan syariah yang menyediakan layanan Research, Training, Consulting, Recruitment dan Publication di bidang perbankan dan keuangan syariah. Lembaga ini telah memiliki pengalaman selama 20 tahun dalam menangani program-program pelatihan.

Tidak hanya pelatihan, PSEI juga menjalin kerjasama dalam bentuk Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak Muamalat Institute. “Selain ilmu di bangku kuliah, mahasiswa juga membutuhkan bekal softskill untuk menghadapi dunia kerja, sehingga kerjasama seperti ini sangat baik, dan kami harapkan kegiatan seperti Job Hunting ini dapat terus dilaksanakan,” ujar Dekan FIAI UII, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA dalam sambutannya.

One-Day Training yang diadakan di Ruang Sidang FIAI, Sabtu, 21 Sya’ban 1437 H/28 Mei 2016 ini membahas beberapa materi pokok. Meliputi, overview perbankan Syariah, tips sukses rekrutmen, serta praktek langsung interview. Hadir sebagai narasumber Yudi Susworo, trainer dari Muamalat Institute.

9 (3)Acara yang berlangsung selama delapan jam ini diikuti secara aktif oleh mahasiswa semester 6 PSEI. “Saya sangat mengapresiasi kegiatan Job Hunting ini, selain untuk membuka wawasan bisa memberi bekal kepada mahasiswa ketika nantinya terjun di dunia karir. Sebab akhir-akhir ini banyak pelamar yang tidak diterima kerja karena tidak adanya pembekalan terlebih dahulu. Jadi cuma modal yakin saja,” ujar Widiaturrahmi, salah satu peserta Job Hunting.

“Dengan diadakannya Career Develpoment Training mahasiswa PSEI dapat memperoleh gambaran tentang bagaimana dunia kerja, dimana dunia kerja sangat berbeda dengan dunia perkuliahan. Bersama Muamalat Institute mengingatkan bahwa niat bekerja bukan dengan mendapatkan benefit yang besar tetapi dengan niat mensyi’arkan agama Allah,” ujar Khilfatul Khamidah. Acara ini diakhiri dengan penyerahan sertifikat secara simbolik, pembagian doorprize, dan perfotoan bersama. (Samsul Zakaria/DMP)

Penelitian atau riset (research) adalah sebuah kewajiban ilmiah dalam dunia akademik. Perguruan tinggi yang hebat salah satunya ditandai dengan adanya riset yang berkualitas. Dengan demikian meneliti semestinya menjadi tradisi di perguruan tinggi khususnya di Universitas Islam Indonesia (UII).

IMG_2033Bertalian dengan itu, Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII mengadakan Workshop “Penulisan Proposal Research Grant”. Acara tersebut merupakan bagian penting dari Program Hibah Kompetisi Program Studi (PHK-PS) yang diraih PSHI tahun 2016 ini. Workshop bertempat di Ruang Sidang FIAI, Jumat, 05 Ramadhan 1437 H/10 Juni 2016. Hadir sebagai pembicara tunggal yaitu Dr. Anis Masykur, Lc., MA., dari Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI).

“Di bulan Ramadhan ini kita biasa tadarus al-Quran. Saat ini kita tadarus ilmiah yaitu tentang penelitian,” tutur Anis dalam workshop yang dimoderatori oleh Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag (Dosen Tetap Hukum Islam). Menurutnya, riset yang diajukan ke diktis sering ditolak karena kurang problematis. Karenanya, problem penelitian harus unik dan menarik. Bukan hanya menarik bagi diri sendiri tetapi menarik bagi reviewer.

IMG_2035Selanjutnya menurut Anis, riset yang dilakukan harus transformatif. Riset transformatif maksudnya bukan hanya membawa manfaat bagi yang meneliti tetapi juga berkontribusi pada perubahan objek penelitian. Misalnya riset tentang “Hubungan Islam-Kristen”. “Sejauh mana riset itu berpengaruh terhadap (baiknya) hubungan Islam dan Kristen menjadi penting,” ujarnya.

Workshop dibuka secara resmi oleh Dekan FIAI, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA. Ia berharap supaya dosen yang hadir dapat mengambil manfaat dari workshop tersebut. Sehingga jumlah riset yang dihasilkan ke depan menjadi lebih baik dan lebih banyak. Selain untuk pengembangan keilmuan, riset juga berguna untuk men-support akreditasi baik program studi maupun institusi. (Samsul Zakaria/MKR)

Bertepatan dengan masuknya bulan Ramadhan 1437 H, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) memiliki mushalla baru. Dekan FIAI, Dr. H. Tamyiz Mukharrom, MA., meresmikan penggunaan mushalla tersebut pada Kamis, 04 Ramadhan 1437 H/09 Juni 2016.

10. Mushalla FIAIMushalla yang bernama al-Faraby tersebut akan diganti menjadi Mushalla A. Wahid Hasyim. Hal ini untuk menyesuaikan dengan nama Gedung FIAI. Tamyiz berharap mushalla yang baru dapat dimakmurkan oleh warga FIAI. Ia juga berdoa semoga siapapun yang berperan serta mengupayakan terwujudnya mushalla tersebut mendapat balasan yang terbaik dari Allah.

Peresmian dihadiri oleh sivitas akademika FIAI. Setelah peresmian langsung dilaksanakan shalat Dhuhur berjamaah. Kuliah tujuh menit (kultum) ba’da Dhuhur diisi oleh Drs. H. M. Sularno, MA (Dosen Tetap Hukum Islam sekaligus Kepala Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah [LAZIZ] UII).

Dalam kultumnya ia berpesan bahwa mushalla atau masjid mencakup 4 aspek penting. Mulai dari idaarah (administrasi), ‘imaarah (kemakmuran), ri’aayah (perawatan), dan ‘ibaadah (peribadatan). Ia berharap mushalla baru FIAI menambah semangat warga FIAI untuk memakmurkannya dengan ragam kegiatan yang positif. (Samsul Zakaria)

Menindaklanjuti lahirnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik Indonesia (RI) No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan seminar nasional. Bertempat di Auditorium Abdul Kahar Muzakkir, Sabtu, 21 Sya’ban 1437 H/28 Mei 2016.

IMG_1327Seminar bertajuk “Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Keperdataan di Peradilan” tersebut menghadirkan Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum (Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung [MA] RI) sebagai pembicara kunci (keynote speaker). Hadir memberikan sambutan Dr. Ir. H. Harsoyo, M.Sc (Rektor UII) dan Dr. H. Tamyiz Mukharrom, MA (Dekan FIAI).

Seminar yang dihadiri para hakim, dosen, dan mahasiswa tersebut menghadirkan pembicara yang berkompeten. Di sesi pertama, diskusi panel dengan pembicara Dr. H. Mukti Arto, SH., M.Hum (Hakim Agung MA) dan Dr. Drs. H. Dadan Muttaqien, SH., M.Hum (Dosen PSHI) yang dimoderatori oleh M. Roem Syibly, S.Ag., MSI.

Sementara sesi kedua, menghadirkan pembicara Drs. H. Endang Ali Ma’sum, SH., MS (Wakil Pengadilan Tinggi Agama [PTA] Yogyakarta) dan Prof. Dr. H. Amir Mu’allim, MIS (Ketua PSHI) yang dimoderatori oleh Dr. Drs. H. Sidik Tono, M.Hum (Kepala Pusat Kajian dan Bantuan Hukum Islam [PKBHI] PSHI). Acara diakhiri dengan kunjungan ke Museum dan Candi Kimpulan UII. (Samsul Zakaria)

Undang-undang Martabat Tujuh adalah karya paling monumental Kesultanan Buton, Sulawesi Tenggara yang diwariskan hingga saat ini. Undang-undang tersebut berhasil mengatur kehidupan masyarakat, keluarga kesultanan, pejabat, dan pegawai yang ada di Buton dan membawa Buton ke zaman keemasan. Keberhasilan Undang-undang Martabat Tujuh ini karena ia dibuat dan diundangkan dengan memadukan antara ajaran tasawuf, fiqh, dan budaya lokal masyarakat Buton.

8.1Demikian kesimpulan field riset yang dilakukan oleh salah satu dosen Program Studi Hukum Islam (PSHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag. Hasil riset tersebut dipresentasikan dalam International Conference on Diciplines in Humanities and Social Sciences (DHSS) 2016, Bangkok, Thailand, Selasa-Rabu, 18-19 Rajab 1437 H/26-27 April 2016. Konferensi diselenggarakan oleh Emirates Association of Arts and Management Professionals (EAAMP).

Dalam konferensi tersebut judul yang diketengahkan Dr. Muhammad Roy—begitu ia biasa disapa—adalah ‘Acculturation among Local Wisdom, Law, and Sufism in Forming Martabat Tujuh Enactment of Buton Sultanate’. “Akulturasi sufisme Islam dengan budaya lokal tampak sekali dalam pasal, peraturan, ajaran, dan nilai-nilai yang terdapat dalam Undang-undang Martabat Tujuh,” tulis Dr. Muhammad Roy.

“Penamaan Martabat Tujuh sebagai nama Undang-undang, konsep binci-binciku kuli, adanya pasal hakim agama, sistem pemerintahan, konsep dan syarat sultan, pembagian kekuasaan kesultanan, dan tingkatan tata pemerintahan Buton merupakan bukti adanya akulturasi sufisme Islam dengan budaya lokal Buton dalam pembentukan Undang-undang Martabat Tujuh,” lanjutnya.

Dr. Muhammad Roy berharap dosen-dosen Universitas Islam Indonesia (UII) lebih banyak yang berpartisipasi dalam seminar atau konferensi internasional. “Sebagai manifestasi internasionalisasi (UII),” tuturnya. Terkait biaya, sebagaimana yang dirasakan oleh Dr. Muhammad Roy, saat ini tidak perlu dikhawatirkan. Sebab UII, melalui Badan Pengembangan Akademik (BPA) mensupport full untuk kegiatan akademik (seminar/konferensi) internasional. (Samsul Zakaria/DMRP)

Abi Yajid Bustami adalah mahasiswa Program Studi (Prodi) Ekonomi Islam (Ekis) angkatan 2013 yang mengikuti ASEAN Arabic Teaching Program (AATP) 2016. AATP atau disebut juga al-Barnaamij al-Aasiyaaniyah Li Ta’liim al-Lughah al-‘Arabiyah adalah acara yang disponsori oleh Datuk Trengganu, Malaysia. Abi mengikuti AATP selama 1 bulan, 21 Jumadil Ula-20 Jumadil Akhir 1437 H/01-29 Maret 2016.

7 (1)“Mengajar Bahasa Arab dengan menerapkan sistem dan metode pembelajaran modern selama berada di Madrasatut Ta’liim wat Tarbiyah Trengganu. Seperti pemberian kosakata Bahasa Arab setelah Shalat Shubuh,” papar Abi saat ditanya apa saja kegiatan selama mengikuti AATP, Kamis 01 Jumadil Akhir 1437 H/07 April 2016. “Mengajar Bahasa Arab dengan merujuk kitab-kitab dasar seperti Darsul Lughah, al-Muthaala’ah, dan Hadiits Kulla Yaumin,” tambahnya.

Untuk lebih memantapkan hafalan para siswa, Abi mengadakan pengulangan kosakata setiap selesai Shalat Dhuhur. “Dan mengajarkan Kitaab Hadiits Kulla Yaumin setelah Shalat Isya,” tutur alumnus Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur tersebut. Menurut Abi, agenda mengajar Bahasa Arab tersebut akan diadakan kembali di Thailand.

Mulai pertama datang, Abi mengajar di Madrasatut Ta’liim wat Tarbiyah Kampung Alor Belulu, Jabi, Besuk, Trengganu Darul Iman, Malaysia. Di akhir program Abi bersama pengajar lain mengunjungi Thailand dan Filipina untuk menjalin kerjasama dengan madrasah dan pesantren yang ada di sana. “Alhamdulillah, kegiatan ini sangat bermanfaat. Saya dapat banyak pengalaman mengajar dan bersosialisasi dengan pelajar-pelajar Malaysia,” ceritanya.

“Harapan saya kedepannya, teman-teman UII juga ada yang mengikuti kegiatan ini. Sebagaimana cita-cita UII menjadi universitas yang rahmatan lil ‘aalamiin bukan rahmatan li Indonesia saja,” tuturnya. Selama kegiatan, sponsor menanggung kebutuhan makan, tempat tinggal, uang saku, transportasi, dan rekreasi. “Bawa pakaian dan perlengkapan mengajar saja,” kenangnya. (Samsul Zakaria/AYB)