Bijak Mendidik Anak Sesuai Ajaran Islam
/in FIAI Berdakwah/by IPKAnak milik Allah, bukan milik orangtuanya. Sebagai muslim, harus memahami, hakekatnya anak adalah titipan Allah. Seorang anak akan memberikan banyak syafaat kepada orangtua jika dia dirawat dan dididik dengan baik. Sebaliknya, jika salah urus akan menjadi beban di dunia dan akhirat.
Dunia anak berbeda dengan orangtuanya atau orang dewasa lainnya. Mendidik anak mengikutkan ego orangtua merupakan kesalahan terbesar yang banyak dilakukan orangtua. Mendidik anak adalah amanah besar yang diberikan Allah SWT kepada setiap orang tua. Dalam Islam, pendidikan anak bukan hanya sekadar memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keagamaan dan moral yang kuat. Pendidikan ini dimulai sejak dini, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Berikut ini adalah panduan mendidik anak dalam Islam serta bagaimana memahami kemauan anak dengan bijak.
Mendidik penuh kasih sayang
Kasih sayang adalah landasan utama dalam mendidik anak. Rasulullah SAW selalu menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak, baik kepada anaknya sendiri maupun kepada anak-anak sahabatnya. Beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا
“Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1842)
Orang tua harus memberikan cinta dan perhatian yang tulus kepada anak-anak mereka. Kasih sayang ini bukan hanya dalam bentuk fisik seperti pelukan dan ciuman, tetapi juga dalam perhatian terhadap kebutuhan emosional dan psikologis anak. Anak yang merasa dicintai dan diperhatikan akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kuat.
Mengajarkan nilai-nilai islam
Pendidikan agama adalah fondasi utama dalam kehidupan seorang Muslim. Orang tua bertanggung jawab mengajarkan anak-anak mereka tentang Allah, rukun iman, rukun Islam, serta nilai-nilai moral yang diajarkan dalam Al-Quran dan Hadits. Pendidikan agama ini dimulai sejak anak masih kecil dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami, seperti melalui cerita-cerita nabi, lagu-lagu Islami, dan permainan edukatif.
Beberapa hal yang bisa diajarkan sejak dini antara lain:
- Shalat:Mengajarkan anak untuk mengenal dan melaksanakan shalat sejak usia dini. Mulailah dengan mengajak anak melihat orang tua shalat dan kemudian mengikutinya.
- Doa harian:Mengajarkan doa-doa harian seperti doa sebelum dan sesudah makan, doa sebelum tidur, dan doa ketika bangun tidur.
- Akhlak mulia:Menanamkan sifat-sifat mulia seperti jujur, amanah, sabar, dan rendah hati.
Menjadi panutan yang baik
Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar setiap hari. Oleh karena itu, orang tua harus menjadi contoh yang baik dalam segala aspek kehidupan. Jika orang tua ingin anak-anak mereka menjadi individu yang sholeh dan sholehah, mereka harus menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, jika orang tua ingin anaknya rajin shalat, mereka harus menunjukkan bahwa mereka sendiri tidak pernah meninggalkan shalat.
Contoh teladan yang baik meliputi:
- Kejujuran:Selalu berbicara jujur kepada anak dan orang lain.
- Kedisiplinan:Menunjukkan kedisiplinan dalam beribadah dan menjalani kehidupan sehari-hari.
- Kerendahan hati:Menunjukkan sikap rendah hati dalam berinteraksi dengan orang lain.
Kemauan anak harus dipahami
Setiap anak memiliki keunikan dan kemauan yang berbeda. Memahami kemauan anak adalah kunci untuk mendidik mereka dengan bijak. Orang tua harus peka terhadap kebutuhan, minat, dan bakat anak-anak mereka. Berikut beberapa cara untuk memahami dan mendukung kemauan anak:
- Mendengarkan anak:Luangkan waktu untuk mendengarkan cerita, keluhan, dan pendapat anak tanpa menghakimi. Ini akan membuat anak merasa dihargai dan didengar.
- Memberikan ruang untuk berkembang:Biarkan anak-anak mengeksplorasi minat dan bakat mereka. Jika mereka tertarik pada seni, olahraga, atau sains, dukung mereka dengan memberikan fasilitas dan bimbingan yang diperlukan.
- Bersabar dan tidak mudah marah:Tunjukkan kesabaran ketika anak membuat kesalahan. Gunakan kesempatan ini untuk mengajari mereka dengan cara yang positif. Misalnya, jika anak membuat kesalahan, jelaskan mengapa itu salah dan bagaimana cara memperbaikinya.
Menggunakan metode disiplin yang bijak
Disiplin adalah bagian penting dalam mendidik anak, namun harus diterapkan dengan bijak dan penuh kasih sayang. Islam mengajarkan untuk tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik anak. Metode disiplin yang efektif meliputi:
- Konsistensi:Terapkan aturan yang konsisten sehingga anak memahami batasan yang jelas. Konsistensi ini juga membantu anak belajar tentang konsekuensi dari tindakan mereka.
- Pujian dan penghargaan:Berikan pujian dan penghargaan ketika anak melakukan hal baik. Ini akan memotivasi mereka untuk terus berbuat baik. Misalnya, puji anak ketika mereka menyelesaikan tugas dengan baik atau menunjukkan sikap yang baik.
- Penjelasan yang jelas:Jelaskan alasan di balik setiap aturan dan konsekuensi yang diberikan. Anak-anak akan lebih mudah menerima dan memahami jika mereka tahu alasannya. Misalnya, jelaskan mengapa penting untuk tidur tepat waktu atau mengapa harus berbagi dengan saudara.
Mendoakan anak
Doa adalah senjata terkuat bagi seorang Muslim. Selalu doakan kebaikan dan keberhasilan anak-anak. Doa orang tua memiliki kekuatan yang luar biasa dalam menjaga dan membimbing anak-anak ke jalan yang benar. Beberapa doa yang bisa diamalkan untuk anak antara lain:
- Doa meminta kebaikan:“Ya Allah, berikanlah anak-anakku kebaikan di dunia dan di akhirat.”
- Doa meminta perlindungan:“Ya Allah, lindungilah anak-anakku dari segala keburukan dan bencana.”
- Doa meminta ilmu yang bermanfaat:“Ya Allah, berikanlah anak-anakku ilmu yang bermanfaat dan jadikan mereka orang-orang yang beramal sholeh.”
Kesimpulan
Mendidik anak dalam Islam adalah proses yang memerlukan kasih sayang, kesabaran, dan kebijaksanaan. Dengan memberikan pendidikan yang baik, menjadi contoh yang baik, dan memahami kemauan anak, orang tua bisa membentuk karakter anak-anak mereka menjadi individu yang sholeh dan sholehah. Pendidikan yang dimulai sejak dini akan menjadi fondasi kuat bagi anak-anak dalam menjalani kehidupan mereka. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan dan petunjuk dalam mendidik anak-anak kita. Amin.
Penulis: Mufti Dedy Wirawan, S.Kom, Tendik FIAI UII
Islam Melarang Judi dan Riba Pinjaman Online
/in FIAI Berdakwah/by IPKHarta sangat penting untuk dibahas sesuai ajaran Islam. Harta memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim atau muslimah. Islam sangat memperhatikan tiga aspek mengenai harta. Pertama darimana harta didapat, kedua bagaimana proses dalam mendapatkan harta tersebut.Ketiga adalah untuk apa harta tersebut digunakan. Harta yang diperoleh dengan cara yang halal dan penuh keberkahan tidak hanya memberikan manfaat di dunia, tetapi juga menjadi bekal unuk kehidupan di akhirat kelak. Oleh karena itu, Islam sangat menekankan pentingnya memperoleh harta dari sumber yang halal dan menghindari segala bentuk transaksi yang meragukan atau haram, seperti judi online dan
pinjaman online (pinjol).
Saat ini judi online (judol) dan pinjol menjadi trending dan banyak diminati. Akhirnya tidak sedikit
sebagian masyarakat yang terjerat hutang pinjol sampai mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, karena ketidakmampuan membayar. Untuk itu sangat penting untuk disampaikan bahaya pinjol dan judol agar masyarakat memiliki pemahaman serta
kepekaan terhadap bahayanya terutama merujuk pada syariat Islam.
Rezeki yang Halal dan Berkah
Umat muslim yang taat selalu mengharapkan mendapatkan rezeki yang halal dan berkah. Rezeki yang halal adalah harta yang diperoleh dengan cara yang dibenarkan oleh syariat Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 168)
Ayat ini menegaskan pentingnya mencari rezeki dari sumber yang halal. Rezeki yang halal membawa keberkahan dalam hidup, menenangkan hati, dan menjauhkan kita dari berbagai musibah. Sebaliknya, rezeki yang diperoleh dari jalan yang haram, seperti yang didapat ketika melakukan judi online dan pinjol, tidak akan pernah membawa kebahagiaan sejati dan justru dapat mendatangkan malapetaka.
Bahaya Judi Online dalam Islam
Maysir atau judi dalam bentuk apapun, termasuk judi online, adalah perbuatan yang sangat
dilarang dalam Islam. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah: 90)
Judi online, yang kini semakin marak dan mudah diakses melalui internet, memberikan
ancaman serius bagi masyarakat. Selain menjerumuskan seseorang ke dalam dosa, judi online
juga dapat menghancurkan perekonomian keluarga, merusak hubungan sosial, dan menimbulkan
ketergantungan yang sulit dihentikan.
Studi yang dilakukan (Zurohman, 2016) menyatakan bahwa dampak judi online berpengaruh terhadap melemahnya nilai-nilai sosial pada remaja, yakni nilai material ditandai dengan habisnya materi yang dimiliki, termasuk uang dan barang serta berpengaruh juga terhadap nilai keruhanian dengan meninggalkan kewajiban sholat, puasa serta melanggar norma-norma sosial di masyarakat seperti mabuk-mabukan.
Pinjaman Online dan Riba dalam Islam
Fenomena pinjaman online atau pinjol yang saat ini marak memberikan
dampak buruk bagi masyarakat, meskipun tampak mudah dan praktis, sering kali pinjol
menjerumuskan dalam praktik riba yang dilarang Islam. Riba adalah tambahan atau bunga yang dikenakan pada pokok utang, dan ini merupakan salah satu dosa besar yang sangat dikecam dalam Islam. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali ‘Imran: 130)
Serta dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Riba itu mempunyai 70 macam dosa, yang paling ringan di antaranya adalah seperti seseorang
yang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibn Majah)
Dari kedua sumber hukum di atas, bisa disimpulkan bahwa riba sangat mengerikan dan
memiliki efek yang luar biasa buruknya, dan salah satu faktor nasyarakat terjerat riba adalah
karena bertranaksi dengan pinjol. Dalam praktiknya pinjol sering kali menawarkan bunga sangat
tinggi yang pada akhirnya memberatkan peminjam dan menjebak mereka dalam lingkaran hutang
yang sulit keluar. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan dalam
Islam.
Penelitian yang diterbitkan (Saepul Alam, 2023) menyimpulkan bahwa riba yang terdapat
dalam pinjaman online secara nyata telah menimbulkan dampak buruk terhadap psikologis
masyarakat. Psikologis buruk tersebut diantaranya adalah stess, depresi, panik, gelisah, malu,
bingung, takut, tegang, dan menyesal. Akibat dari psikologis buruk ini telah menjadikan sebagian
korban untuk secara terpaksa melakukan bunuh diri.
Menjaga Keberkahan dengan Menjauhi yang Haram
Sebagai muslim, menjaga keberkahan dalam harta adalah tanggung jawab kita. Ini bisa
dicapai dengan senantiasa memastikan bahwa setiap transaksi yang dilakukan sesuai dengan
syariat Islam. Menghindari judi online dan pinjol adalah langkah penting dalam menjaga
keberkahan rezeki.
Selain itu, penting bagi kita untuk selalu meningkatkan kesadaran diri dan keluarga akan
bahaya dari perbuatan haram seperti judi dan riba. Pendidikan dan penanaman nilai-nilai Islam
sejak dini adalah kunci untuk membentuk generasi yang memahami pentingnya harta yang halal
dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.
Penutup
Dalam kehidupan yang penuh dengan godaan dan tantangan ini, penting bagi kita untuk
selalu mengingat bahwa harta yang halal dan penuh berkah adalah sumber kebahagiaan sejati.
Menghindari judi online dan pinjaman online yang riba adalah salah satu cara untuk menjaga
keberkahan rezeki kita. Dengan demikian, kita dapat hidup dengan tenang, bahagia, dan diridhai
oleh Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita petunjuk untuk selalu berada di jalan yang
benar dan meridhai setiap usaha kita dalam mencari rezeki yang halal. Aamiin.
Penulis: Ryan Yuniawan, Tendik FIAI UII
Sumber Rujukan
- Saepul Alam, S. (2023). DAMPAK RIBA PADA BUNGA PINJAMAN ONLINE TERHADAP
PSIKOLOGIS MASYARAKAT. AN NUQUD, 2(2), 1–15.
https://doi.org/10.51192/annuqud.v2i2.420 - Zurohman, A. (2016). Dampak Fenomena Judi Online terhadap Melemahnya Nilai-nilai Sosial
pada Remaja (Studi di Campusnet Data Media Cabang Sadewa Kota Semarang).
Sepakbola Adalah Jalan Dakwahku
/in FIAI Berdakwah/by IPKBegitu Tim Sepakbola Nasional Indonesia U-19 menjuarai Piala AFF U-19 2024, Sang Komandan Pelatih Indra Syafri langsung melakukan sujud syukur. Begitu juga diikuti oleh beberapa pemain mengikuti pelatihnya, sujud syukur. Kondisi dilihat oleh jutaan pemirsa TV dan streaming online, tentunya juga ribuan penonton di lapangan sepakbola. Ini sudah bagian dari syiar agama dalam kegiatan sepakbola.
Semangat menerapkan perintah dalam ajaran agama, juga menerapkan nilai-nilai spiritual dalam sepakbola seperti yang dicontohkan tim nasional sepakbola akan mampu mempengaruhi banyak orang termasuk anak-anak dan remaja. Akan berbeda dengan pola merayakan kemenangan di luar negeri yang berteriak-teriak, minuman keras dan tarian seksi oleh penonton.
Syiar dan dakwah melalui kegiatan sepakbola, juga diamini oleh Gus Baha yang bernama asli Kyai Haji Bahauddin Nursalim dari Rembang. Gus Baha ungkapkan dalam instagramnya.
“Orang di Inggris, kenal Islam lewat Mohammad Salah, pemain bola, karena mereka tidak mengamati kiai yang diamati itu pemain bola. Dulu tuh, pemain muslim mau sholat susah mau puasa susah. Terus mereka minta hak puasa kalau bulan puasa. Tapi menjadi mudah di luar perkiraan. Sekarang dibikin gampang, Manchester City dibeli orang islam, Sulaiman Al Fahim. Akhirnya malah ada masjid. Pelatihnya kalau ada pemain yang puasa monggo-monggo ndereaken (silakan). Kalau tidak boleh nanti bisa dipecat. Mau apa coba,”
Kemenangan dalam pertandingan sepakbola, semuanya datang karena Allah. Sehingga setiap pemain sepakbola muslim, tidak merasa kemenangannya hanya karena dirinya. Kemenangan dalam kejuaraan sepakbola patut disyukuri sebagai ungkapan syukur dan ingatan kepada Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 122 yang artinya,
“Ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepadamu.”
Harapannya syiar dan dakwah juga terus digencarkan untuk berbagai cabang olahraga. Di Kampus UII Yogyakarta, dalam acara pertandingan Milad ke-81 tahun 2024, dilakukan doa bersama sebelum bertanding, ucap syukur dan sujud syukur saat beberapa pemain memenangkan pertandingan cabang olahraga, juga menjadi contoh bagi banyak pihak termasuk mahasiswa.
Lebih dalam berkenaan dalil sujud syukur, Rasulullah pernah mencontohkan secara langsung.
عَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ.
“Dari Abu Bakroh, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika beliau mendapati hal yang menggembirakan atau dikabarkan berita gembira, beliau tersungkur untuk sujud pada Allah Ta’ala.” (HR Abu Dawud nomor 2774. Syekh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)
Jika Rasulullah sudah mencontohkan sujud syukur, maka sepantasnyalah umat Islam menerapkan di berbagai kepentingan, dan kondisi yang menggembirakan. Sehingga tawuran antar supporter olahraga, perkelahian di lapangan sepakbola bisa dikurangi karena pengaruh positif dari penerapan nilai-nilai keagamaan yang dicontohkan Rasulullah.
Syiar dan dakwah tidak harus selamanya dilaksanakan di masjid, gedung megah tapi juga perlu diterapkan di berbagai aktivitas. Sehingga mengajak kebaikan di berbagai kegiatan itu bagian yang harus dilakukan umat muslim.
Sehingga apa yang dilakukan oleh pemain sepakbola, juga dalam olah raga lain yang melibatkan nilai-nilai agama, dapat digolongkan dalam upaya menunjukkan kebaikan dan mengajak pada kebaikan. Kebaikan itu antara lain sujud syukur, mengajak sholat berjamaah para pemain sepakbola dan ajakan mengingat Allah dalam setiap kegiatan olahraga. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah,
Diriwayatkan dari Abi Mas’ud al-Anshari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menunjukkan kebaikan, maka ia mendapatkan pahala sepadan dengan orang yang melakukannya.” (HR Abu Dawud)
Berbagai pihak bisa memulai kebaikan sesuai profesi dan kegiatan baiknya. Semua dimulai dari hal kecil hingga kebaikan menjadi kebiasaan.
Penulis: Mochammad Rizal Nasrullah
Pentingnya Pendidikan untuk Generasi Islam Berkarakter Mulia
/in FIAI Berdakwah/by IPKPendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Bagi umat Islam, pendidikan bukan hanya sebatas transfer pengetahuan, tetapi juga merupakan proses membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an dan Hadis, banyak sekali anjuran untuk menuntut ilmu dan mempersiapkan generasi muda dengan baik agar mereka dapat menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab.
Pentingnya Pendidikan dalam Islam
Islam sangat menekankan pentingnya pendidikan. Rasulullah SAW bersabda, *”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.“* (HR. Ibnu Majah).
Hal ini menunjukkan bahwa setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu. Ilmu dalam Islam tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia yang dapat membawa manfaat bagi kehidupan umat manusia.
Al-Qur’an juga memuat banyak ayat yang mengajak umat manusia untuk berpikir, merenung, dan memahami alam semesta. Ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 36).
Ayat ini menekankan pentingnya memiliki ilmu dan pemahaman sebelum melakukan sesuatu.
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Dalam Islam, pendidikan anak dimulai sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”* (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan spiritual dan moral anak.
Orang tua dituntut untuk mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam. Salah satu tugas utama orang tua adalah menanamkan akidah yang benar, mengenalkan anak pada Allah SWT, dan mengajarkan mereka untuk beribadah sejak dini. Selain itu, orang tua juga harus mengajarkan akhlak yang baik, seperti jujur, disiplin, sabar, dan peduli terhadap sesama.
Pendidikan Akhlak sebagai Prioritas
Pendidikan dalam Islam tidak hanya fokus pada aspek kognitif atau intelektual, tetapi juga sangat menekankan pada pendidikan akhlak. Akhlak adalah cerminan dari keimanan seseorang, dan tanpa akhlak yang baik, ilmu pengetahuan bisa menjadi tidak bermanfaat atau bahkan merusak. Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana sabda beliau, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”* (HR. Ahmad).
Pendidikan akhlak harus diajarkan sejak dini agar tertanam kuat dalam diri anak. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh teladan dalam berperilaku. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat daripada dari apa yang mereka dengar. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Menyiapkan Generasi yang Mandiri dan Bertanggung Jawab
Salah satu tujuan utama pendidikan adalah menyiapkan anak muda agar menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Islam mengajarkan pentingnya bekerja keras dan tidak bergantung pada orang lain. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang makan suatu makanan yang lebih baik daripada memakan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari).
Selain itu, anak muda juga harus diajarkan tentang tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Mereka harus memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik di dunia maupun di akhirat. Pendidikan yang baik akan membantu mereka untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Pendidikan Spiritual dan Moral sebagai Landasan Utama
Pendidikan spiritual dan moral adalah landasan utama dalam pendidikan anak muda. Dalam Islam, segala sesuatu yang dilakukan harus didasarkan pada niat yang baik dan sesuai dengan ajaran agama. Pendidikan spiritual membantu anak muda untuk mengenal Tuhan, memperkuat iman, dan menjaga hubungan yang baik dengan Allah SWT. Ini adalah fondasi yang akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan mereka.
Moralitas juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan. Seorang Muslim yang baik adalah mereka yang memiliki akhlak mulia, jujur, amanah, dan adil. Pendidikan moral mengajarkan anak muda untuk menjadi pribadi yang baik, menghormati orang lain, dan menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Ketika pendidikan spiritual dan moral ditanamkan dengan baik, anak muda akan tumbuh menjadi individu yang kuat secara mental dan emosional, serta memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
Tantangan Pendidikan di Era Modern
Di era modern ini, pendidikan anak muda menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Perkembangan teknologi dan globalisasi membawa perubahan besar dalam pola pikir dan gaya hidup. Anak muda sering kali terpapar dengan berbagai informasi yang belum tentu benar dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, penting untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir kritis dan filter yang kuat terhadap informasi yang mereka terima.
Selain itu, tekanan sosial dan budaya juga dapat mempengaruhi pendidikan anak muda. Mereka sering kali dihadapkan pada dilema antara mempertahankan nilai-nilai Islam dan mengikuti tren yang sedang berkembang. Dalam hal ini, pendidikan agama yang kuat akan membantu mereka untuk tetap teguh pada prinsip-prinsip Islam dan tidak tergoda oleh hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Peran Sekolah dan Lingkungan dalam Pendidikan
Selain keluarga, sekolah dan lingkungan juga memiliki peran penting dalam pendidikan anak muda. Sekolah harus menjadi tempat yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik akhlak dan spiritualitas. Guru-guru harus menjadi teladan yang baik dan mampu membimbing siswa-siswinya untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Lingkungan sekitar juga mempengaruhi perkembangan anak muda. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung pendidikan yang baik. Lingkungan yang positif akan membantu anak muda untuk tumbuh dengan sehat, baik secara fisik maupun mental, serta menghindarkan mereka dari pengaruh negatif.
Pentingnya Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan tidak berhenti setelah seseorang lulus dari sekolah atau universitas. Islam mengajarkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban sepanjang hayat.
Anak muda harus diajarkan untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah mereka ketahui. Mereka harus terus memperbarui pengetahuan mereka dan mengikuti perkembangan zaman tanpa melupakan nilai-nilai Islam yang menjadi landasan hidup mereka.
Membangun Generasi Pemimpin Masa Depan
Pendidikan anak muda adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan masa depan umat. Generasi muda yang terdidik dengan baik akan menjadi pemimpin yang bijaksana dan mampu menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Mereka akan membawa umat Islam ke arah yang lebih baik dan menjadi teladan bagi generasi berikutnya.
Oleh karena itu, mari kita semua, sebagai orang tua, guru, dan masyarakat, bekerja sama untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak muda kita. Ajarkan mereka ilmu yang bermanfaat, tanamkan akhlak yang mulia, dan bekali mereka dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Dengan begitu, kita akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beriman, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia.
Inilah tujuan utama dari pendidikan dalam Islam, yakni mencetak generasi yang mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana tujuan diutusnya Rasulullah SAW.
Penulis: Mulyadi , Tendik FIAI UII
Lebih Dalam tentang Sejarah Turunnya Surat Al-Fatihah
/in FIAI Berdakwah/by IPKSurah Al Fatihah merupakan inti dari ajaran Islam yang mencakup keimanan, tauhid, dan janji-janji Allah, serta berisi kabar gembira bagi seluruh umat Islam yang beriman. Surah ini dianggap sangat penting, sehingga menjadi salah satu surah yang utama. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepadaku, “Maukah kamu aku ajarkan sebuah surah, surah paling agung dalam Al-Qur’an setelah kita keluar dari masjid?” Kemudian Rasulullah berjalan sambil menggandengku. Ketika kami hampir keluar, aku mengingatkan, “Wahai Rasulullah, Anda tadi bersabda akan mengajarkan sebuah surah paling agung dalam Al-Qur’an.” Maka Rasulullah bersabda, “Surah itu adalah Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, yaitu Surah Al Fatihah, yang merupakan as-Sab’ul Matsani atau tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat, dan surah Al Qur’an yang dikaruniakan kepadaku.” (Hadis riwayat Bukhari)..
Turunnya Surah Al Fatihah membawa banyak manfaat bagi umat manusia, tetapi menjadi musibah bagi iblis dan bala tentaranya, yang membuat mereka tak berdaya. Jadi, peristiwa penting apa yang terjadi saat Surah Al Fatihah diturunkan hingga menyebabkan iblis menjadi tak berdaya?
Surah Al Fatihah adalah surah yang sangat istimewa. Surah ini diturunkan langsung dari Arasy oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Peristiwa turunnya Al Fatihah diabadikan oleh Al-Imam Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak, di mana Rasulullah SAW bersabda:
“Berimanlah kamu kepada kitab Taurat, Zabur, Injil, dan apa saja yang dibawa oleh para nabi dari Tuhan mereka. Kitab Al Qur’an dan segala keterangan di dalamnya akan memberi kelapangan kepadamu. Sesungguhnya ayat-ayat suci yang terkandung dalam Al Qur’an adalah pemberi syafaat yang tidak dapat berbicara tetapi nyata membawa kebenaran, dan Surah Al Fatihah diberikan kepadaku langsung dari Arasy.”
Selain itu, Surah Al Fatihah dikenal sebagai As-Sab’ul Matsani, yaitu tujuh ayat yang diulang-ulang. Surah ini juga dikenal mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit, seperti yang telah dibuktikan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam kitabnya Ad-Da’u wa-Dawa’.
Keistimewaan Surah Al Fatihah ini juga menyebabkan iblis menjadi tak berdaya. Dalam kitab Abwabul Faraj karya Sayyid Muhammad Alwi, diceritakan bahwa ketika Surah Al Fatihah diturunkan, iblis terbaring lemah dan tak berdaya, dengan rasa sakit yang melebihi sakit gigi.
Melihat pemimpin mereka tak berdaya, para tentara iblis pun bingung dan bertanya-tanya. Iblis kemudian berkata, “Kalian tidak perlu menjengukku atau mendatangkan obat atau dokter. Ini bukan sakit fisik. Sesungguhnya aku sakit karena turunnya sebuah surah yang jika dibacakan, pasti manusia akan selamat dari neraka. Surah itu bisa menjadi tameng bagi mereka dan menghalangi kita, para iblis, untuk menjerumuskan umat manusia ke dalam neraka.” Begitulah yang dikatakan oleh iblis..
Surah Al Fatihah ini dipisahkan dari Al Quran, Allah ketika menganugerahi Al Quran itu Allah sendirikan Al Fatihah makanya Rasulullah bersabda.
“Aku diberikan 7 ayat yang terulang dan juga Al Quran. Padahal Al Fatihah itu bagian dari Al Quran. Tetapi nabi shallahu alaihi wasallam memisahkan, jadi kita diberikan 2 nikmat, Al Quran adalah nikmat dan Surah Al Fatihah sendiri adalah nikmat.
Kenapa demikian? Karena ada hadits yang menunjukkan tentang keistimewaan surah Al Fatihah ini hadits ini dari Abdullah Ibnu Abbas ketika Nabi Sall allahu alayhi wasalam sedang duduk, tiba tiba Rasulullah mendengar suara yang menggelegar di atas kepala beliau, tentu dari langit maksudnya, maka Rasulullah langsung mengangkat kepalanya ke langit, maka malaikat Jibril Allahi Sallam kemudian mengatakan kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Bahwa itu adalah suara pintu langit yang terbuka, pintu itu tak akan terbuka kecuali hari ini, kemudian turunlah malaikat, dan malaikat ini tidak akan pernah turun ke bumi kecuali hari ini. Kemudian kata Jibril, malaikat mengucapkan salam dan mengatakan pada dirimu wahai Muhammad, bergembiralah wahai Muhammad karena engkau diberikan dua cahaya yang tidak pernah diberikan kepada para nabi sebelumnya. Kemudian jibril mengatakan pertama surah Al Fatihah dan yang kedua akhir dari surah Al Baqarah.
Penulis: Bambang Kintoko, S.Kom, Tendik FIAI UII
Kekuatan Besar Sedekah
/in FIAI Berdakwah/by IPKJika saja manfaat sedekah disadari oleh seluruh umat muslim di dunia, maka kebaikan akan terus mengalir. Kesenjangan miskin dan kaya, akan semakin menipis. Terutama jika orang yang berlimpah harta rutin menyalurkan kepada yang berhak menerima.
Begitu utamanya sedekah sehingga Allah memberikan banyak balasan kebaikan. Memang, salah satu ibadah yang dicintai Allah adalah sedekah. Hal ini sesuai firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 261, yang artinya:
“Perumpaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada tiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
Dari ayat di atas sebaiknya dijadikan pedoman dan penyemangat, bahwa sedekah bukan main-main manfaat dan balasannya. Bukan diperdebatkan manfaat dan caranya.
Memahami makna dasar, sedekah merupakan salah satu amalan yang berasal dari bahasa Arab yaitu ‘shadaqah’. Jika merujuk pada makna terminologinya, sedekah bersumber dari kata sidiq yang artinya kebenaran. Jika merujuk pada BAZNAS No. 2 Tahun 2016, sedekah mengacu pada harta atau non-harta bukan zakat milik seseorang atau bisa juga milik suatu lembaga yang sengaja dikeluarkan untuk kebaikan atau kemaslahatan bersama. Sehingga secara makna, sedekah dari segala sudut merupakan perbuatan baik untuk kebaikan sesama.
Sebagai muslim, bersedekah perlu dijadikan kebiasaan, agar manfaatnya dapat meningkatkan kemakmuran, membasmi kemiskinan, mengurangi kesenjangan miskin dan kaya.
Sedekah Tidak Mengurangi Harta
Banyak masyarakat muslim yang masih perhitungan terhadap sedekah. Takut jika sedekah akan mengurangi hartanya. Terutama jika kondisi sedang sempit secara ekonomi. Namun sejatinya sedekah tidak mengurangi harta, karena Allah akan membalasnya dalam berbagai bentuk yang secara nilai melampaui nilai yang disedekahkan. Kuncinya adalah terus berprasangka baik kepada Allah.
Rasulullah bersabda
“Sedekah adalah ibadah yang tidak akan mengurangi harta, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda untuk mengingatkan kita dalam sebuah riwayat Muslim, “sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim).
Sedekah Menolak Bala
Dari sisi manfaat, bersedekah menjadi alasan Allah untuk menjauhkan hambaNYA dari bala, musibah dan bencana. Sehingga setiap muslim, bisa menjadikan sedekah benteng dunia dan akhirat, karena manfaatnya bisa saja didapat di dunia dan akhirat. Manfaat ini, sesuai sabda Rasulullah.
“Sedekah itu menolak bala (bencana).” (H.R. Ath-Thabrani).
Sementara dalam riwayat hadits lainnya Rasulullah pernah bersabda, “Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu kejahatan.”
Sedekah juga memiliki manfaat sesuai janji Allah, berkenaan dengan kondisi perekonomian, namun seberapa balasannya, hanya Allah yang mengetahui. Sebagai hamba, kita sepantasnya menjalankan perintah Allah secara ikhlas. Tentu harapannya, dengan rajin sedekah dapat melapangkan rezeki. Hal ini sesuai dengan janji Allah dalam surah At-Talaq ayat 7 yang aritnya,
“Siapa yang disempitkan rezekinya (miskin) hendaklah menafkahkan sebagian rezekinya (sedekah).”
Sedekah Menghapus Dosa
Umat Islam dianjurkan untuk disiplin dalam bersedekah, rutin dalam bersedekah merupakan unsur istiqomah. Sehingga bukan besaran nilai sedekah semata yang jadi ukuran, tapi juga rutin dan keikhlasan.
Manfaat sedekah yang menjadikan manfaatnya begitu besar, adalah balasan Allah berupa dihapusnya dosa. Hal ini sesuai sabda Rasulullah, “Sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api” (HR. Tirmidzi).
Manusia tidak mungkin luput dari dosa, namun Allah sungguh menjadikan semua baik, karena diberikan kesempatan terhapusnya dosa, salah satunya dengan jalan sedekah.
Balasan Sedekah
Sedekah sejatinya tidak ada ukuran, tapi sesuai niat, kemampuan dan tekad kemaslahatan umat. Sehingga saat ini ketika ada rumusan sedekah harus sekian persen, misal 2.5%, itu bukan ajaran Rasulullah, karena sedekah boleh berapapun. Angka 2.5% merupakan representasi dari zakat bukan sedekah.
Sungguh siapapun yang bersedekah berarti sudah membuktikan ketaatan di jalan Allah.
“Barang siapa yang memberikan pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (sedekah), niscaya akan dilipat gandakan (balasan) untuknya” (QS. At-Taghabun: 17).
Penulis: Hadi Sutrisno, Tendik FIAI UII
Kolaborasi Budaya dan Dakwah Islam Menjadi Lebih Indah
/in FIAI Berdakwah/by IPKSegala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang tak henti-hentinya telah memberikan nikmat iman, islam kepada kita sampai saat ini. Sholawat serta salam selalu junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
Sudah semestinya sebagai umat Islam kita selalu di ingatkan dan di arahkan untuk “amar ma’ruf nahi mungkar” perintah berbuat baik dan mencegah kepada hal yang buruk. Kalimat pertama yaitu “amar ma’ruf” yang artinya sebuah perintah yang dilakukan mengajak orang untuk melakukan ha-hal yang baik, dengan memulai berbuat kebaikan dari diri sendiri setelah itu kita melanjutkan dengan “nahi mungkar” yang artinya melarang pada hal-hal yang buruk, dengan kita memberikan contoh hal yang baik terlebih dahulu akan lebih bisa diterima oleh jamaah. Dalam agama islam perintah untuk mengajak berbuat baik lebih sering dikenal dengan sebutan Dakwah/ nasihat, seperti yang sudah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan juga sudah ditegaskan diperintahkan oleh Allah SWT.
Hal ini sudah tertulis dalam Al Quran Surat An Nahl:125;
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya ; “ Serulah ( manusia ) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yag baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia ( pula ) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk ”.
Berdakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil manusia untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan akidah, akhlak dan syariat islam secara sadar dan tulus ikhlas. Dakwah memainkan peran kunci dalam membentuk citra islam. Sebab, banyak orang mengenal ajaran islam dalam kegiatan pemberdayaan umat melalui aktivitas para da’i, baik melalui dakwah lisan maupun dakwah yang langsung melibatkan masyarakat. Namun, di Indonesia, fenomena dakwah masih di dominasi oleh dakwah lisan yang biasanya dilakukan dalam acara-acara formal keagamaan atau pengajian. Tujuan utama dari dakwah adalah mencari kebahagian di dunia dan akhirat. Banyak macam cara kegiatan dakwah kita agar di terima oleh orang lain yang menjadi audiens kita. Maka dari itu kita harus merencanakan dan mengkonsep dakwah dengan baik agar berhasil. Dakwah dengan baik berarti mengajak orang lain menuju kebaikan melalui pendekatan yang bijak, penuh hikmah, dan sesuai dengan ajaran Islam. Di tengah ke anekaragaman bangsa, suku, budaya, dan adat istiadat kegiatan dakwah perlu kita konsep secara kebhinekaan yang harmonis saling menghormati dan menjunjung tinggi toleransi serta tidak saling menyakiti dan menghakimi keyakinan dan kepercayaan orang lain. Dengan konsep dakwah yang baik tersebut akan menciptakan suasana yang indah dan penuh kasih sayang dan dapat menumbuhkan rasa aman tenteram dan damai dalam menjalankan ibadah sesuai syariah Islam.
Berikut adalah beberapa langkah untuk berdakwah secara efektif :
- Sebelum berdakwah niatkan hati kita hanya untuk mencari ridha Allah SWT, bukan untuk popularitas atau tujuan pribadi lainnya.
- Kuasai ilmu agama secara mendalam, termasuk Al-Qur’an, hadits, fiqih, dan syariah. Dengan pengetahuan yang luas, dakwah dapat disampaikan secara benar dan sesuai dengan ajaran Islam.
- Pahamilah madzhab dan latar belakang yang dianut oleh mayoritas jamaah untuk memudahkan penerimaan dakwah. Hindari perdebatan tentang perbedaan madzhab yang dapat memicu perpecahan.
- Pahami karakter, kebutuhan, dan tingkat pemahaman jamaah agar dakwah bisa disesuaikan dengan kondisi mereka. Pastikan materi disiapkan dengan baik agar mudah dipahami dan sesuai dengan kebutuhan jamaah yang relevan dengan konteks saat ini.
Dalam penyampaian dakwah harus mengedepankan sikap toleransi, bijaksana, lemah lembut dan menghargai, hindari kekerasan, paksaan, atau celaan. Adapun cara ini sudah diperintahkan kepada nabi Muhammad SAW dan tertulis dalam surat Al Imron ayat : 159;
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِك…… آل الآية
Artinya; “ Maka berkat rahmat Allah engkau ( Nabi Muhammad ) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu ”.
Adapun metode seperti ayat diatas sudah di praktikkan oleh da’i pendahulu dalam berdakwah yang sudah dikenal semua orang yaitu para Wali Songo, para wali ini adalah seorang da’i yang menyampaikan dakwah nya dengan mengkolaborasi tradisi, dan juga kesenian yang dilakukan masyarakat pada umumnya. Beliau para wali tersebut mengubah tradisi dan seni menjadi amal ibadah, yang awalnya dilarang oleh syariah Islam kemudian diubah menjadi Ibadah yang sesuai dengan syariah Islam. Sebagai contoh adalah budaya sesajen yang lengkap dengan bunga dan do’a kepada leluhur kemudian di ubah sesajen dengan hal yang bisa di konsumsi oleh peserta dan doa yang dibaca di ubah dengan doa kepada Allah SWT. Dalam berdakwah alangkah baiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan contoh yang relevan. Sampaikan nasihat dengan kasih sayang dan hindari sikap menghakimi. Ketika ada jamaah yang bertanya maka jawab dan jelaskan dengan sopan, Jika ada perbedaan pendapat, sampaikan dengan cara yang baik dan hindari perdebatan yang memicu perpecahan. Sebagai Penyampai Dakwah kita harus menjadi teladan yang baik dengan cara menunjukkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi contoh bagi jamaah.
Dengan perkembangan zaman dan teknologi, kegiatan dakwah saat ini banyak inovasi dalam berdakwah seperti ceramah, tulisan, video, atau media sosial untuk menyampaikan dakwah. Sehingga memudahkan kita untuk terus konsisten dan istiqomah dalam berdakwah. Dengan tidak mudah putus asa, selalu belajar dan memperbaiki diri agar dakwah semakin berkualitas. Pastikan dakwah yang disampaikan sesuai dengan syariat Islam dan akhlak yang baik. Kemudian ajak jamaah untuk bertindak dan melakukan perubahan.
Penulis: Taufiq Hidayanto, Tendik FIAI UII
Kerja Amanah dan Ikhlas Meraih Ridho Allah
/in FIAI Berdakwah/by IPKBekerja dapat dimaknai sebagai bagian aktifitas manusia yang paling banyak menyita waktu lak-laki, selain berdagang. Dari 24 jam jatah hidup manusia dalam 1 hari, berapa banyak yang dimanfaatkan untuk kepentingan bekerja, untuk keluarga dan istirahat? Jika sehari menggunakan 8 jam jatah hidup sehari yang diberikan Allah. Apakah sudah bemakna ibadah? Seharusnya bekerja sejatinya adalah ibadah.
Meskipun saat ini pemahaman kerja masih dianggap sebagai sarana mencari penghasilan, namun juga ada yang menganggap cara menjemput rezeki. Selain itu ada juga yang berprinsip bekerja sebagai beribadah di dunia. Dampak perbedaan pemahaman ini, menjadikan perilaku dalam bekerja.
Bagi seorang laki-laki muslim, bekerja sejatinya bisa menghapus dosa. Hal tersebut sesuai sabda Rasulullah.
“Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran pekerjaan kedua tangannya (mencari nafkah) maka di saat itu diampuni dosa baginya.” (HR. Thabrani).
Tentu lelah dalam bekerja diniati sebagai jalan ibadah, sehingga niat ikhlas, jujur dan amanah juga mendukung nilai manfaat dalam bekerja
Bekerja amanah, merupakah perintah Allah sesuai firman-NYa dalam Al Qur’an surah Al-Ahzab ayat 72 yang artinya:
“Sesungguhnya kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat). Lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh”.
Dari sisi makna etimologi amanah dari bahasa Arab dalam bentuk mashdar dari amina amanatan yang berarti jujur, dan dalam hal ini juga sifat perbuatan yang dapat dipercaya. Dari makna bahasa Indonesia amanah berarti pesan, perintah. Sehingga ketika bekerja yang amanah bisa dimaknai dengan berbagai sudut pandang, salah satunya dari Ahmad Musthafa Al-Maraghi yang memaknai amanah sebagai sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya.
Menggapai Ridho Allah
Bekerja tidak serta merta tentang penghasilan, gaji, dan jabatan. Dalam Islam bekerja adalah cara beribadah kepada Allah dan lautan kebaikan untuk keluarganya. Keyakinan akan rezeki dari Allah adalah landasan semangat dalam bekerja layaknya seekor burung yang terbang menjemput rezeki tanpa sedikitpun berprasangka buruk kepada Allah.
Semangat ini sesuai dengan sabda Rasulullah,
Dari Umar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, maka niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]
Lelah dalam bekerja bagi seorang pria, resiko dalam bekerja dan semangat untuk menjalani karena Allah, akan menjadikan Allah senang, sehingga bekerja bagian dari menjaga hubungan manusia dengan Allah. Dapat menjadi pedoman bersama atas sabda Rasulullah,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hamba-Nya bersusah-payah (lelah) dalam mencari rezeki yang halal.” (HR. Ad-Dailami).
Bekerja secara ikhlas meraih ridho Allah. Ikhlas dalam hal ini maknanya mengutamakan kepentingan kolektif tempatnya bekerja, misal instansi perguruan tinggi seperti UII, maka kepentingan UII menjadi utama di atas kepentingan pribadi. Misal menjadi Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia, maka kebaikan instansi pemerintah dan negara menjadi utama. Sehingga keikhlasan dalam bekerja mendorong kemajuan dan kebaikan tempat bekerja. Ikhlas mengesampingkan urusan pribadi, sehingga jika diterapkan maka negara ini jauh dari korupsi, perebutan jabatan dan bangsa akan menjadi lebih baik.
Penulis: Joko Wahyudi
Fakultas Ilmu Agama Islam
Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang km. 14,5 Sleman, Yogyakarta 55584 Indonesia Email: [email protected]
Telp: 0274-7070200 Ext. 5400