Langkah Strategis Lembaga Pendidikan dalam Pencegahan Kekerasan Seksual dan Asusila

 

Penulis : Mir’atun Nur Arifah

Dosen PAI-FIAI UII

 

Beberapa waktu belakangan, kekerasan seksual dan tindakan asusila menjadi kasus yang banyak diberitakan. Bahkan beberapa kasus juga terjadi di lingkungan pendidikan. Data yang   dikumpulkan oleh pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan   Perlindungan Anak (PPPA) menunjukkan lebih dari 1.500 kasus kekerasan seksual terjadi disepanjang tahun 2021. Hal tersebut menunjukkan kasus kekerasan seksual masih menjadi tugas yang harus diselesaikan bersama. Kerjasama tri pusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat menjadi tameng untuk meminimalisir bahkan mencegah kasus kekerasan seksual kembali terulang. Selain itu, dukungan dari   pemerintah melalui kebijakan yang diberlakukan akan mendukung tercapainya negara yang bebas kekerasan seksual.

Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di perguruan tinggi adalah melalui dirumuskannya Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tentang pencegahan kekerasan seksual dan penanganan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dalam peraturan tersebut ada 3 hal yang perlu dilakukan oleh lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi dalam pencegahan terjadinya kekerasan seksual dan tindakan asusila. Pertama, melalui proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran, modul pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang ditetapkan oleh kementerian dapat menjadi rujukan pertama terkait pengetahuan apa saja yang penting menjadi bekal bagi mahasiswa. Tentunya dalam proses pembelajaran, materi-materi dalam modul dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan karakteristik lembaga pendidikan. Misalnya dalam lembaga pendidikan berbasis agama, ajaran agama yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dapat   menjadi materi pendukung utama. Atau bahkan norma, budaya, atau adat suatu daerah juga dapat menjadi bahan kajian dalam mengembangkan materi.  Kedua, penguatan tata kelola lembaga. Penguatan ini dapat dilakukan melalui pelatihan pada civitas akademika terkait upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang aman dari tindak kekerasan seksual, maka seluruh civitas akademika yang ada di lembaga tersebut harus terlibat. Karna itulah, penting untuk membekali dan melatih seluruh civitas akademika mulai dari mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus, bahkan masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tridharma. Harapannya seluruh kegiatan yang melibatkan civitas akademika tersebut dilaksanakan oleh orang-orang yang sudah memiliki pemahaman terkait kekerasan seksual sehingga mencegah hal tersebut terjadi.  Ketiga, melalui penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga

kependidikan. Komunitas-komunitas atau lembaga-lembaga di perguruan tinggi sangat beragam. Mulai  dari organisasi kemahasiswaan, misalnya lembaga mahasiswa dan unit kegiatan mahasiswa, sampai  komunitas  organisasi  profesi  pendidik. Komunitas-komunitas ini rentan terjadi kasus kekerasan seksual apabila dalam proses interaksinya tidak  dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman terkait  kekerasan seksual dan tindakan asusila.

Berdasarkan permendikbud tersebut,  maka lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi  dapat merumuskan  langkah-langkah strategis  untuk  mencegah  terjadinya kekerasan seksual dan tindakan asusila. Langkah strategis tersebut diterapkan secara komprehensif dalam kegiatan kurikuler maupun ko-kurikuler.  Pada kegiatan kurikuler, langkah yang dapat diterapkan diantaranya: pertama, menjadikan penanganan dan pencegahan kekerasan seksual sebagai salah satu  bahan kajian yang  dipelajari dalam perkuliahan. Hal ini dapat  dilakukan dengan mengidentifikasi mata  kuliah yang relevan dengan  topik tersebut dan menjadikan  pengetahuan  terkait penanganan dan pencegahan seksual salah satu materi yang  dipelajari. Selain itu, penanganan dan pencegahan kekerasan seksual juga dapat dijadikan salah satu  mata  kuliah  wajib yang dikembangkan sebagai mata  kuliah  kekhasan universitas. Kedua, menyusun pedoman yang detail mengenai  aktivitas  pengajaran yang berpotensi meningkatkan  resiko terjadinya kekerasan seksual. Pedoman ini nantinya diberlakukan di seluruh lingkungan perguruan tinggi dan pada seluruh kegiatan yang  diselenggarakan oleh perguruan tinggi secara langsung ataupun kegiatan yang  diselenggarakan oleh  mitra yang  melibatkan civitas akademika dari perguruan tinggi.

Sedangkan  pada kegiatan ko-kurikuler,  banyak kegiatan yang   dapat   dikembangkan untuk   membekali civitas  akademika  di  perguruan tinggi  dalam  penanganan  dan pencegahan kekerasan seksual dan tindakan asusila. Misalnya pertama, melaksanakan sosialisasi  pada mahasiswa baru.  Kegiatan ini  dapat  diselenggarakan rutin  seperti penyelenggaraan  studium  generale  di  awal   tahun   pertama kuliah. Waktu  tersebut menjadi  momentum yang   baik  karna  bertepatan dengan masa  transisi  dari  siswa menjadi mahasiswa. Siswa yang  pada mulanya masih banyak dibimbing dan diarahkan oleh  guru  ketika  di  sekolah, mulai  diberikan keleluasaan  untuk  mengatur waktu  dan kegiatannya sendiri.  Proses ini ketika  tidak  disiapkan dengan bekal  yang  cukup,  akan menjadi potensi  untuk berkembangnya pemahaman yang  keliru. Selanjutnya, kegiatan tersebut  juga   dapat   diulang kembali sebelum mahasiswa  mengikuti kegiatan yang melibatkan masyarakat umum atau mitra perguruan tinggi,  misalnya sebelum mengikuti KKN atau  PPL.  Materi  yang  disampaikan pada kesempatan ini, bisa  difokuskan pada bagaimana  pencegahan  kekerasan seksual  dan   tindakan asusila  di  masyarakat. Sehingga   nantinya  materi   tersebut   tidak   hanya  untuk   me-refresh pengetahuan

mahasiswa, tetapi  juga  menjadi bekal  untuk disebarluaskan, misalnya melalui program kerja yang  berupa edukasi pada masyarakat. Kunci dari pelaksanaan kegiatan ini adalah dilaksanakan secara rutin atau  berkala  dengan melibatkan seluruh civitas akademika di perguruan  tinggi,   termasuk pada  mahasiswa  program   pertukaran  dan   magang  di lingkungan perguruan tinggi.

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *