Jas Merah SPI: Inspirator Pendidikan Back to Family

Penulis : Junanah

Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam dan Kaprodi Magister Studi Islam

 

Sejarah merupakan rangkaian peristiwa yang syarat makna dan pengetahuan. Setiap peristiwa yang terjadi, baik di masa lampau maupun masa kini akan mengeksplorasi berbagai makna yang syarat akan hikmah yang ada di balik peristiwa tersebut. Hanya para Ulul Albab yang akan dapat menemukan dan mengeksplorasikan menjadi rangkaian kata dan kalimat bermakna. Sejarah yang baik akan memberikan dampak baik bagi pelaku dan generasi sesudahnya, sebaliknya sejarah kelam akan menjadi pembelajaran yang sangat berharga dalam mengisi proses kehidupan ini.  Sejarawan yang cerdas memotivasi penikmatnya untuk terus menggali nilai-nilai yang terkandung dalam karyanya. Sejarawan Cerdas akan memaparkan semua rangkaian peristiwa yang tercatat secara rapi dan menggugah semangat untuk menuntaskan rangkaian peristiwa yang pantas dan terasa rugi manakala harus berhenti ditengah jalan apalagi dengan menambahkan bumbu-bumbu scenario yang dapat membelokkan kisah nyata dari perjalanan sejarah itu dan menorehkan kecacatan kebenaran yang akan menjadi racun bagi kehidupan generasi sesudahnya.

Dunia pendidikan tidak luput dari sejarah pendidikan islam yang menurut periodesasi dan peristiwanya tidak lepas dari beberapa unsur penting seperti: lembaga, kurikulum (tujuan, materi/isi/metode), pendidik, dan lingkungan. Lembaga merupakan bentuk organisasi yang menjadi tempat mengorganisir unsur penting di dalamnya, karena melalui lembaga, baik formal, informal maupun non formal proses pendidikan akan diolah sedemikian rupa agar dapat memperlancar  dan menghasilkan capaian pembelajaran yang akan membentuk suatu alur proses sejarah tersendiri bagi para pelaku pendidikan tersebut. Unsur penting berikutnya adalah kurikulum, dimana didalamnya terdapat tujuan pendidikan. Tujuanlah yang menjadi target goal-nya pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan penting untuk dipahami bersama oleh pengelola lembaga yang ada, agar semua unsur dapat dijalankan secara baik dan maksimal. Tujuan pendidikan menginspirasi pengelola lembaga untuk menentukan materi yang akan diberikan oleh orang yang berkompeten dalam bidangnya. Dengan demikian metode yang tepat, sesuai karakteristik dan senantiasa mengikuti perkembangan zaman diperlukan oleh pendidik atau guru. Hal yang tidak kalah penting dari semua itu adalah lingkungan yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar. Oleh karena itu, pengelola suatu lembaga pendidikan mesti paham akan lingkungan pendukungnya. Apabila terjadi masalah dengan lingkungan, maka pengelola secepatnya mencarikan solusi untuk mengantisipasi dan mengatasinya.

Mempelajari dan menekuni tentang sejarah Pendidikan Islam merupakan salah satu sarana untuk mengatasi permasalahan di dunia saat ini, yang secara massif banyaknya problematika  yang sedang dihadapi dunia pendidikan ini sangat menghambat jalannya proses pendidikan itu sendiri. Apalagi secara ideal Catur Pusat Pendidikan yang ‘dikebiri’ karena sesuatu hal sehingga pemangku kebijakan membuat suatu policy yang sifatnya instan, seperti: sekolah yang harus dilaksanakan secara daring; tempat ibadah yang dibatasi fungsinya, terutama tempat ibadah umat Islam yang tidak hanya sebagai tempat ibadah mahdloh saja, akses-akses umat ditutup, dan lain sebagainya. Jika kita mengingat Sejarah Pendidikan Islam dari zaman Rasulullah dimana masjid merupakan lembaga pendidikan dan tempat berkumpulnya umat Islam menjalankan syariatnya, maka dengan adanya pembatasan ini proses edukasi sudah ‘dikebiri’ secara fungsional, apalagi dengan diterapakannya Phyisical Distancing, masyarakat yang menjadi salah satu pusat pendidikan juga telah diamputasi fungsinya. Hal tersebut tentunya juga menggoyahkan benteng pendidikan terakhir dan utama yaitu Keluarga. 

Keluarga sebagai pusat pendidikan yang utama dan awal kali terjadinya proses edukasi, beberapa decade terakhir ini semakin dikoyak koyak dan diinfiltrasi berbagai pemahaman yang sifatnya hedonis, materialistis, yang dominan berorientasi duniawi semata. Keluarga seharusnya menjadi pusat pendidikan yang fundamental sekarang ini justru seolah-olah sebaliknya menjadi sumber malapetaka bagi hubungan kekeluargaan yang disebabkan oleh seabrek masalah yang dihadapi. Apabila setiap keluarga menyadari akan pentingnya pendidikan keluarga, bukan suatu keniscayaan bahwa benteng pendidikan yang fundamental tersebut bisa diselamatkan dari kehancuran yang mengancamnya. Untuk itu, adalah hal yang menarik menjadi suatu renungan kita untuk mengembalikan fungsi keluarga sebagai pusat pendidikan yang fundamental, sehingga perlu diperbanyak ide-ide pendidikan keluarga yang dimulai dari program pendidikan pra nikah, program pembinaan keluarga samawa, penyusunan kurikulum keluarga samawa, program assessment keluarga samawa, dan lain sebagainya. Jikapun ide-ide tersebut belum bisa direalisasikan oleh institusi wajib Negara maka kampus perlu mengambil peran dengan membentuk dan menyiapkan diri dalam membantu peran wajib Negara, semisal dengan membuat pusat studi pendidikan keluarga yang selanjutnya bisa memberikan edukasi dan pendampingan dalam bentuk coaching-coaching yang bermitra dengan lembaga-lembaga terkait. Kenapa hal ini harus kita lakukan ? 

Keluarga merupakan pusat pendidikan fundamental yang tidak akan lekang oleh zaman dan tidak akan musnah oleh situasi dan keadaan, karena keluarga merupakan pendidik pertama dan utama. Apalagi kalau keluarga berpedoman pada apa yang dicontohkan dan dituntunkan oleh Nabiyullah Muhammad S.A.W, InsyaaAllah secara sadar dan sungguh-sungguh setiap keluarga menyambut problematika kehidupannya lebih-lebih masalah pandemi ini dengan tetap tenang dan terus membangun kebersamaan dalam mengatasi dan menyikapi masalah dunia ini. Secara Lembaga kedua orangtualah yang akan mendesain kurikulum sebagai guiden dalam menjalankan institusi yang dipimpinnya. Orang tua sebagai pengelola lembaga yang akan merancang dan memformat keluarga sakinah mawaddah wa rahmah seperti apa yang menjadi GOAL-nya, Materi apa yang utama diberikan ke keluarga Muslim tidak lain dan tidak bukan adalah akidah yang kuat, agar keluarga menjadi survival, sementara guru dari keluarga tidak lain adalah kedua orang tuanya, dan metode yang akan digunakan disesuaikan dengan masing-masing keluarga, sementara lingkungan utamya adalah semua anggota keluarga. Untuk itulah, perlu suatu model desaign kurikulum yang bisa kita buatkan untuk dijadikan suatu contoh yang memudahkan diterapkan sesuai dengan karakteristik institusi yang fundamental tersebut.  Semoga bisa menginspirasi….!

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *