Cetak Generasi Emas Bidang Pendidikan, MIAI dan PAI UII Selenggarakan Simposium STORIES 2025

Program Magister Ilmu Agama Islam bekerjasama dengan Program Sarjana Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Student Symposium on Islamic Education (STORIES 2025) dengan tema “Transformasi Pendidikan Islam di Era Digital: Membangun Karakter, Spiritualitas, dan Keberlanjutan Global”.

STORIES 2025 diselenggarakan selama dua hari, 29-30 November 2025 di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII, Jalan Kaliurang km 14.5, Sleman. Hadir 2 narasumber, Dhomas Hatta Fudholi, S.T., M.Eng., PhD, dosen Informatika UII dan Gus Romzi Ahmad, CEO Pesantren Development. Diikuti sekitar 180 peserta secara nasional, hadir juga peserta dari Sumatera Selatan, Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Simposium memberikan kesempaatan kepada mahasiswa, lulusan sarjana dan guru lulusan sarjana dengan topik pilihan, yakni Inovasi dan Transformasi Pendidikan Islam di Era Digital, Pendidikan Karakter dan Nilai Islam, Kurikulum dan Pedagogi, Profesionalisme dan Kompetensi Guru PAI, Filsafat, Nilai, dan Spiritualitas Pendidikan Islam, Pendidikan Pesantren.

STORIES 2025 dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset UII, Prof. Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si, sekaligus memberikan opening speech.
“Menyambut baik kegiatan seperti ini dalam rangka menumbuhkan ekosistem akademik di lingkungan kampus, dan lebih spesifik lagi ini juga nanti menjadi bagian dari upaya, salah satunya percepatan kelulusan karena beberapa program studi khusunya magister, untuk bisa lulus ada beberapa persyaratan publikasi,” kata Prof Jaka.

Tambahnya, terkait dengan tema “Transformasi Pendidikan Islam di Era Digital: Membangun Karakter, Spiritualitas, dan Keberlanjutan Global”. Kalau kilas balik sejarah peradaban umat manusia, sebenarnya saat ini siklus kehidupanya hanya satu titik dari proses panjang peradaban manusia. Dimulai dari zaman batu, zaman nomaden, zaman berburu terus beralih menjadi ada domestifikasi hewan, ditemukan peralatan-peralatan, api dan sebagainya. Maka muncullah masyarakat mulai menetap. Ketika masyarakat mulai menetap maka membutuhkan sumber daya yang harus mencukupi khususnya terkait keberlangsungan hidup maka muncullah yang namanya revolusi pertanian. Berikutnya karena pertanian itu harus menyediakan bahan makanan yang kalau hanya dikelola secara tradisional manual itu tidak cukup maka muncullah yang namanya era revolusi industri. Perkembangan ilmu teknologi sampai saat ini sudah di era digital.

Selepas sambutan, masuk pada sesi pemaparan narasumber. Diawali dengan pemaparan Dhomas Hatta Fudholi, S.T., M.Eng., PhD dengan materi bertema artificial intelligence (AI).

“Ketika ada AI landscape, metode belajar apa yang berubah? Atau yang terakselerasi dengan adanya AI ini? Pertama, meningkatkan reach through AI. Jadi AI membuat materi-materi yang tadinya tidak mengerti, bacanya bagaimana, jadinya begitu mudah terbaca,” kata Dhomas Hatta.

Dhomas Hatta berikan contoh, misal masih ada kesulitan dalam membaca teks berbahasa Inggris, terdorong kata teman-teman ada buku bagus tapi bahasa Inggris. Dengan tool AI maka tinggal masukkan judul buku atau materi buku, kemudian minta AI menerjemahkan sekaligus merangkum dan menjelaskan isinya apa, maka dengan sangat mudah akan diterjemahkan menjadi rangkuman. Sehingga ketersampaian ilmu menjadi sangat terakselerasi atau mudah.

“Kedua, powering personal and interactive learning. Memberdayakan Pembelajaran Personal dan Interaktif. Cara belajar tiap orang beda-beda. Termasuk saya, tipenya visual senang dengan gambar, jadi belajar sesuatu dengan infografis. Tapi tidak semua orang sama seperti saya, ada yang kemudian yang lebih mudah belajar itu dari audio,” ungkap Dhomas Hatta

Imbuhnya, untuk bisa mengakselerasi bagaimana penyerapan keilmuan atau materi-materi yang ada maka perlu menyesuaikan materinya. Dengan AI sangat dimudahkan, banyak orang terbantu dalam penyiapan materi baik auditory maupun visual dari sumber yang sama.

“Ketiga, extending educators and assitance to everyone, artinya memperluas jangkauan tenaga pendidik dan bantuan kepada semua orang,” jelas Dhomas Hatta.

Diberikan contoh, misal guru sedang rapat, kurang jelas akan sesuatu, maka bisa minta AI untuk memperjelas maksud materinya apa? Maka akan dijelaskan semua oleh AI. Jadi saat ini belajar tidak ada lagi batasan waktu, tempat juga bahasa. Tidak perlu takut dengan materi berbahagai bahasa.

Setelah pemeparan pertama tentang artificial intelligence, dilanjutkan dengan sesi bersama Gus Romzi Ahmad, selaku CEO Pesantren Development.

“Perubahan metode mengajar harus kembali pada perubahan-perubahan kebutuhan orang, perubahan keadaan orang lain. Ini kata mukadimah Ibnu Khaldun, sudah ditulis berabad-abad yang lalu, bahwa kalau mau stay relevant ya kita harus memenuhi kebutuhan komunitas dan keadaannya gimana? Ketika perintahnya memakai rojiun maka marjaknya bukan ideologi, tapi maunya apa? Sehingga bukan mau berikan apa, tapi mereka butuh apa?” kata Gus Romzi.

Imbuhnya, jangan sampai mentang-mentang jadi guru kemudian menjadi egois, seakan murid harus nurut semua kata guru. Bahkan dengan alasan guru sudah capek menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) untuk sekolah, tetap tidak boleh ego, karena saat ini sudah student based. Sehingga. mulainya bukan guru mau ngasih apa, tapi mereka siswa butuhnya apa?

“Meski saya di pondok pesantren yang behavioristik tapi tetap harus konstruktif, harus menghargai diferensiasi. Egonya agamawan itu maunya top down, seperti centong datangi gentong. Dulu selalu berpikir seperti itu, tapi saya merasa bahwa manusia sudah berbeda-beda dan tidak bisa hanya dengan kebiasaan melatih dan mendidik yang behavioristik, jadi harus menghargai. Harus memperhatikan diferensiasi individual, kebutuhan dan ketertarikan berbeda-beda. Juga fokus berbeda,” kata Gus Romzi.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *