Era digital memberikan perubahan besar terhadap kehidupan manusia dalam hal berinteraksi, berkomunikasi, mencari informasi dan juga belajar. Berkembangnya teknologi yang semakin pesat tentu memberikan dampak positif, namun juga berpotensi menjadi negatif apabila tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Pesatnya kemajuan teknologi memberikan tantangan besar terhadap kemunduran nilai-nilai moral, khususnya generasi muda yang sebagian besar merupakan pengguna media sosial.Pada awal tahun 2025, pengguna internet di Indonesia mencapai 221 juta atau setara 79,5 persen dari total penduduk Indonesia. Survei dari National Center on Missing and Exploited Children (NCMEC), Indonesia menempati peringkat empat secara global dan kedua pada ASEAN dalam kasus pornografi anak di ruang digital. Data tersebut sangat memprihatinkan dan perlu mendapat respons yang serius dari pemerintah dan orang tua anak.
Tantangan Krisis Moral pada Era Digital
Berikut beberapa tantangan krisis moral yang dapat terjadi akibat pesatnya kemajuan teknologi apabila tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya:
Satu, Terpapar Konten Negatif
Mudahnya dalam mengakses berbagai media dan sumber pada internet, dapat berpotensi terpapar konten negatif yang seharusnya belum dapat dikonsumsi pada usianya. Tanpa adanya pengawasan dan filter, risiko terpapar konten pornografi, hoaks, kriminalitas dan ujaran kebencian akan semakin tinggi, sehingga dapat merusak karakter, menurunkan nilai moral, serta memicu perilaku menyimpang.
Dua, Cyberbullyiing atau Perundungan Dunia Maya
Pengguna aktif media sosial berpotensi mengalami cyberbullying apabila tidak membatasi dalam membagikan informasi pribadinya atau memposting konten yang menimbulkan kontroversi yang dapat menimbulkan reaksi komentar kasar atau penghinaan oleh individu atau suatu kelompok.
Tiga, Lunturnya Norma Sosial
Lunturnya norma sosial pada era digital, terjadi ketika batas-batas etika dan sopan santun semakin diabaikan ketika menggunakan media sosial yang tanpa batas. Konten-konten pornografi, ujaran kebencian, hoaks, hedonistik berpotensi menyebabkan pergeseran dan lunturnya norma agama, kesopanan dan norma hukum dalam masyarkat.
Empat, Mudah Terpengaruh Tren dan Hedonisme
Mudahnya terpengaruh gaya hidup hedonisme dan tren yang sedang viral di media sosial membuat banyak orang rela menghabiskan waktu dan uangnya untuk mengikuti pola hidup materialistik dan konsumtif demi mendapatkan pengakuan sosial di masyarakat.
Solusi Mengatasi Terjadinya Krisis Moral pada Era Digital
Menghadapi berbagai tantangan krisis moral pada era digital tersebut, berikut beberapa solusi dalam mengatasi terjadinya krisis moral pada era digital:
Satu, Pendidikan Moral Sejak Dini
Pendidikan moral sejak dini sangat penting dalam membentuk karakter individu yang mempunyai etika, empati dan bertanggung jawab. Orang tua merupakan pendidik pertama yang berperan dalam memberikan teladan bagi anak-anaknya sejak dini. Selain itu, pendidik sekolah juga mempunyai peran strategis dalam hal menanamkan pendidikan karakter di sekolah.
Dua, Penguatan Pendidikan Agama
Penguatan pendidikan agama sejak dini sangat penting dalam membentuk spiritualitas anak, fondasi moral, karakter yang beriman, berakhlak mulia sehingga siap dalam menghadapi tantangan pada era digital.
Tiga, Pendampingan dan Pengawasan dalam Penggunaan Teknologi
Orang tua dan orang terdekat berperan aktif dalam pendampingan dan pengawasan terhadap akses penggunaan teknologi. Pembatasan waktu dan filter akses dapat mengurangi terkena paparan konten negatif.
Empat, Pengembangan Keterampilan dan Berpikir Kritis dalam Pemanfaatan Teknologi
Teknologi apabila dimanfaatkan secara bijak, menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan, memperluas wawasan, meningkatkan komunikasi, mendorong inovasi dan produktivitas individu dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, teknologi apabila dimanfaatkan secara bijak dapat membantu dalam meningkatkan daya saing pada era digital.
Pentingnya keterampilan dan berpikir kritis dalam pemanfaatan teknologi, dapat membantu individu dalam mengelola dan menyaring informasi secara bijak, sehingga dapat membedakan fakta dari opini, mengenali bias, tidak mudah terjebak hoaks dan konten yang menyesatkan.
Kesimpulan:
Krisis moral pada era digital merupakan sebuah tantangan bagi semua pihak. Perlunya kolaborasi dari orang tua, satuan pendidikan, masyarakat dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang kondusif melalui pendidikan moral, literasi digital serta perlunya menerapkan regulasi khusus guna melindungi generasi muda dari paparan konten negatif dan membentuk karakter yang berakhlak mulia.
Penulis: Desi Rahmawati (Tendik FIAI UII)
Kuatkan Iman Islam di Era Kecanggihan Teknologi AI
Pendahuluan
Di era digital saat ini, kita menyaksikan perkembangan teknologi Artficial Intelligence (AI) yang begitu
pesat. Chatbot yang mampu berkomunikasi layaknya manusia, sistem pengenalan wajah yang semakin
akurat, hingga asisten virtual yang dapat membantu berbagai tugas sehari-hari telah menjadi bagian dari
kehidupan kita.
Namun di balik kemajuan teknologi yang menakjubkan ini, umat Muslim perlu menjaga keseimbangan
antara pemanfaatan teknologi dan keteguhan iman. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah bagaimana
tetap mempertahankan kesadaran spiritual di tengah arus digitalisasi yang kian deras.
Dengan pemahaman yang tepat, teknologi AI dapat menjadi alat yang mendukung peningkatan kualitas
ibadah dan pemahaman agama, bukan malah menjauhkan kita dari nilai-nilai keislaman yang
fundamental.
Pemahaman Iman dalam Konteks Teknologi AI
Iman dalam Islam merupakan keyakinan yang tertanam dalam hat, diucapkan dengan lisan, dan
dibuktkan melalui perbuatan. Di era digital, makna iman tetap sama namun menghadapi tantangan yang
berbeda. Kehadiran kecerdasan buatan telah mengubah cara kita berinteraksi, belajar, dan menjalani
kehidupan sehari-hari.
Refleksi Spiritual di Era Digital
Kesadaran spiritual menjadi benteng pentng menghadapi arus teknologi AI. Umat Muslim perlu
menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan praktk keagamaan. Ketka AI menawarkan kemudahan,
kita perlu tetap menjaga connecton dengan Allah Swt. melalui:
Ketergantungan berlebihan pada dunia digital dapat mengikis kesadaran rohani. Pentng bagi kita untuk membangun digital mindfulness – kesadaran penuh dalam menggunakan teknologi tanpa mengorbankan nilai-nilai keimanan.
Penulis: Wahyudi Kusumo Nugroho, S.Kom (Tendik FIAI UII)
Kesempurnaan Iman dalam Islam
Kesempurnaan Iman dalam Islam Kita tentu ingin memiliki keimanan yang sempurna. Terdapat beberapa faktor yang
wajib dimiliki setiap umat Islam agar iman kita sempurna. Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Tiga perkara, barang siapa hal itu ada pada dirinya, berarti ia menyempurnakan imannya: (1) seseorang yang tidak pernah takut demi agama Allah pada kecaman si pengecam (2) tidak riya dengan sesuatu dari amalnya, (3) apabila dua perkara dihadapkan kepadanya, salah satu untuk dunia dan yang lain untuk akhirat, maka ia memilih urusan akhirat daripada urusan dunia. (HR lbnu Asaklr dari Abu Hurairah r.a.) Tiga faktor yang wajib dimiliki agar iman kita betul-betul sempurna a dalah sebagai berikut:1. IkhlasDalam Islam ikhlas memiliki arti memurnikan niat hanya karena Allah dalam setiap amal atau perbuatan. Artinya seseorang melakukan sesuatu bukan karena ingin dipuji, dipandang orang lain atau mendapatkan keuntungan duniawi, tetapi semata-mata karena mencari ridha Allah. Secara bahasa ikhlas berasal dari kata “khalasa” yang memiliki arti murni, bersih, atau terbebas dari campuran. Secara istilah, para ulama mendefinisikan ikhlas sebagai: “Menjadikan segala amal ibadah hanya untuk Allah semata, tidak dicampuri oleh tujuan-tujuan lain seperti riya (pamer), sum’ah (ingin didengar), atau tujuan duniawi”. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya segala amal itu tergantung niatnya dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim) Ciri-Ciri Orang yang Ikhlas:
1. Tidak mengharapkan pujian atau sanjungan manusia.
2.Tidak kecewa ketika tidak dihargai.
3.Konsisten beramal meski tidak ada yang melihat.
4.Hanya mengharap balasan dari Allah.Ikhlas adalah syarat diterimanya amal ibadah. Tanpa ikhlas, amal bisa menjadi sia-sia, bahkan bisa menjadi dosa jika niatnya riya. Keikhlasan menjadi salah satu kunci pokok dalam beramal, karenanya agama Islam sangat mencela perbuatan riya. Rasulullah sawcemas terhadap hal sebagaimana dinyatakan dalam satu hadis. “Sesungguhnya yang paling aku takuti atas kamu adalah syirik yang paling kecil.
Sahabat bertanya, apakah syirik yang paling kecil itu? Rasul menjawab riya.”‘ (HR Ahmad) Apabila keikhlasan itu sudah kita miliki setan pun menyadari betapa sulitnya untuk menyesatkan dalam firman-Nya, Allah Swtmenceritakan orang orang yang ikhlas. “Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi dan aku akan menyesatkan mereka semuanya kecuali hamba hamba Mu yang terpilih di antara mereka.” (al-Hijr: 39-40)
Penulis: Bambang Kintoko, S.Kom (Tendik FIAI UII)
Amalan yang Dianjurkan di Bulan Muharam
Assalamu’alaikum wr wb.
Teman-teman yang berbahagia semoga kita selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Kuasa. Teman-teman, kita baru saja masuk tahun baru Islam, memasuki bulan pertama,
yaitu bulan Muharam 1447 Hijriah. Seperti kita ketahui, bulan Muharam merupakan salah satu dari empat bulan haram (suci) dalam Islam. Bulan-bulan suci yang lain adalah
Ramadhan, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Sebagai salah satu bulan suci dalam Islam, bulan Muharam dikenal sebagai “bulannya
Allah” atau Syahrullah. Mengapa? Karena bulan Muharam memiliki keistimewaan dan kesucian, serta ditetapkannya sebagai bulan pembuka dalam tahun Islam. Selain itu
bulan Muharam juga menandai hijrahnya umat Islam ke Madinah dan berdirinya negara Islam pertama pada tahun 622 Masehi .
Dalam menjalani bulan Muharam ini, banyak sekali amalan yang dianjurkan untuk
dikerjakan oleh umat Islam karena banyak sekali kebaikan yang bisa kita ambil.
Amalan-amalan yang dianjurkan antara lain :
1. Berpuasa di penghujung bulan Dzulhijjah. Puasa pada hari terakhir bulan Dzulhijjah bertujuan untuk memohon ampunan Allah
Swt. Pada tahun ini jatuh pada tanggal 26 Juli 2025.
2. Membaca doa akhir tahun .Doa akhir tahun dibaca waktu selesai shalat Asar atau menjelang shalat Magrib.
3. Membaca doa awal tahun. Membaca doa awal tahun di awal bulan Muharam dibaca setelah shalat Magrib
sebanyak tiga kali pada malam 1 Muharam.
4. Menghidupkan malam pertama bulan Muharam dengan Qiyamul Lail. Yang dimaksud dengan Qiyamul lail adalah ibadah salat sunnah yang dilakukan pada
malam hari setelah shalat Isya hingga menjelang Subuh.
Di bawah ini amalan yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan malam 1 Muharam:
• Memperbanyak membaca Al-Qur’an.
• Memperbanyak zikir kepada Allah Swt.
• Mengerjakan shalat sunnah seperti shalat Hajat, Tahajud, Taubat, dan shalat
sunnah lainnya.
• Melaksanakan shalat sunnah seratus rakaat, dengan membaca Al-Fatihah dan
surat Al-Ikhlas pada setiap rakaat.
• Mengerjakan shalat sunnah dua rakaat; pada rakaat pertama membaca Al-Fatihah
dan surat Al-An’am, serta pada rakaat kedua membaca Al-Fatihah dan surat
Yasin.
5. Amalan setelah shalat Subuh
Dalam Islam dilarang keras tidur kembali setelah shalat Subuh. Alangkah baiknya waktu setelah shalat Subuh kita manfaatkan dengan memperbanyak zikir dan
membaca Al-Qur’an
6. Berpuasa di hari pertama bulan Muharam
Puasa ini bertujuan untuk mengawali tahun baru Hijriah dengan amalan baik,mendapatkan pahala dari Allah Swt, dan membersihkan diri dari dosa-dosa kecil dan
juga sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tanun ini 1 Muharam jatuh pada tanggal 27 Juni 2025.
7. Puasa Tasu’a
Puasa Tasu’a dikerjakan pada tanggal 9 Muharam. Puasa ini sebagai pelengkap puasa Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharam. Puasa Tasu’a bertujuan menjadi
pembeda umat Islam dengan umat Yahudi yang sama-sama melakukan puasa di hari Asyura.
8. Puasa Asyura
Puasa Asyura adalah puasa yang dilakukan pada hari istimewa di bulan Muharam yaitu pada tanggal 10 yang saat ini bertepatan dengan tanggal 6 Juli 2025. Puasa
Asyura juga memiliki keistimewaan tambahan yaitu menghapus dosa setahun yang lalu dan meneladani Nabi besar Muhammad saw.
9. Amalan kebaikan pada hari Asyura
Pada hari Asyura sebagai umat Nabi Muhammad saw kita sangat dianjurkan untuk
memperbanyak amal kebaikan.
Kita bisa lakukan hal-hal di bawah ini :
• Menyantuni anak yatim.
• Memuliakan dan membantu fakir miskin
• Memberikan ilmu atau manfaat kepada orang lain
• Bersedekah.
• Melapangkan rezeki keluarga seperti memberikan hadiah kepada anak serta istri.
• Melaksanakan mandi sunnah.
• Menggunakan celak (bercelak).
• Menjamu orang yang berbuka puasa.
• Memperbanyak shalat sunnah empat rakaat.
• Memperbanyak bacaan: Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man
nashir.
• Membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 1000 kali.
• Mengerjakan shalat Tasbih.
• Menjalin silaturahmi dengan siapa saja, baik keluarga, kerabat dekat, tetangga,
maupun para ulama.
10. Membaca doa Asyura
Doa Asyura dibaca setelah mengerjakan shalat Magrib. Bisa langsung dibaca ataudidahului dengan shalat sunnah 4 rakaat.
11. Puasa tanggal 11 Muharam
Selain puasa Tasu’a dan Asyura, umat Islam juga dianjurkan untuk puasa pada tanggal 11 Muharam. Puasa ini bertujuan untuk menyelisihi atau membedakan
dengan puasa kaum Yahudi.
12. Puasa Ayyamul Bidh pada tanggal 13, 14, dan 15 Muharam
Sebagaimana pada bulan bulan yang lain, pada bulan Muharam umat Islam sangat dianjurkan untuk melakukan puasa sunnah tengah bulan yaitu pada tanggal 13, 14,
dan 15. Keutamaan puasa Ayyamul Bidh sangat banyak, antara lain mendapatkan pahala seperti puasa sepanjang tahun, meneladani sunnah Rasulullah saw dan
mendapatkan pintu khusus di surga-Nya Allah Swt.
Demikian sedikit yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat. Jika ada salah kata dan salah tulis mohon dimaafkan. Teriring doa semoga di akhirat kelak kita
mendapatkan syafaat dari Nabi besar Muhammad saw dan beliau mengenali kita sebagai pengikutnya yang setia. Akhir kata Wassalamu’alaikum wr wb.
Ditulis: Siti Komariyah (Tendik FIAI UII)
Sumber: www.detik.com dan media lainnya
Belajar Membaca Al-Qur’an: Langkah Kecil Menuju Perubahan Besar
Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan pengembangan diri mari kita tingkatkan keagamaan dan pengetahuan ilmu keagamaan. Perlu saya sampaikan bahwa dengan pengembangan ilmu diri berkaitan dengan keagamaan maka dalam kesehariannya akan selalu hidup merasa tenang dan seolah-olah terjaga dengan ilmu yang kita miliki. Iman kita selalu akan bertambah dan kedekatan kita pada Yang Maha Kuasa akan semakin sangat terasa, meski hal ini kita bisa berhubungan atau melihat pada Allah Swt. Alam dan ilmu akan selalu mendukung berkaitan dengan ciptaan-Nya, manusia hewan atau alam semesta, ketergantungan ini akan terasa jika saling memanfaatkan. Pelajaran berharga ini sudah tersirat dan tersurat dalam Alqur’an.
Tidak jarang hal-hal yang tidak kita ketahui sudah tersirat dan tersurat dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an adalah Ilmu pasti yang dikirimkan untuk kita pelajari. Pada kesempatan ini marilah kita belajar membaca Al-Qu’ran
Membaca dan mempelajari Al-Qu’ran di rumah itu penting, kita tau bahwa dunia ini memberikan ruang dan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk belajar mempelajari ilmu alam dan ilmu kalamullah, terutama mempelajari cara membaca Al-Qu’ran dengan bacaan dan aturan yang sudah dimaktubkan dalam ilmu agama, tafsir-tafsir dari kandungan arti dalam Al-Qur’an. Oleh sebab itu, saya akan mengajak dan memaksa pada diri saya pribadi juga para pembaca untuk belajar membaca dan berlatih setiap saat tentang Al-Qur’an. Perlu kita ingat bahwa kita tidak tahu seberapa waktu dan usia yang Allah berikan untuk kita hidup di dunia. Barang siapa membaca satu ayat dalam Al-Qur’an, niscaya akan dibalas oleh Allah Swt. karena Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Fadhilah dan manfaat membaca Al-Qur’an di rumah, antara lain: (1) Akan diakui sebagai orang keistimewaan Allah Swt.; (2) Orang yang mahir dan rajin membaca Al-Qur’an ditempatkan bersama malaikat-malaikat pencatat yang patuh kepada Allah Swt; (3) Hidangan keseharian yang kita santap dan kita bagikan akan mendapat berkah dari-Nya; (4) Rumah yang sering digunakan untuk membaca Al-Qur’an tidak akan diganggu oleh jin dan setan; (5) Anugerah dan berkah rezeki akan selalu mengalir; (6) Menjadi jaminan akan mendpatkan syafaat kelak di yaumul akhir. Itulah beberapa fadillah dan manfaat jika membaca Al-Qur’an di rumah.
Pembaca yang budiman, mari kita ikhtiar dan istiqamah untuk mengajak diri pribadi dan memaksa belajar membaca Al-Qur’an di rumah kapan saja. Lebih lebih jika dapat membaca pada waktu sesudah shalat Magrib dan Subuh, maka akan dimudahkan dan dilapangkan segala urusan dunia.. Sudah menjadi kewajiban umat muslim untuk membaca Al-Qur’an. Ustadz Roy Purwanto menyampaikan, “Lebih baik membaca Al-Qur’an meski terbata-bata dan masih salah panjang-pendeknya daripada tidak pernah membaca sama sekali meskipun di rumah punya Al-Qu’ran.”
Harapan kita, setelah kita memaksakan diri untuk mulai dan terus membiasakan membaca Al-Qur’an setiap hari, terutama di rumah tempat kita kembali, beristirahat, dan berkumpul bersama keluarga semoga Al-Qur’an benar-benar menjadi cahaya yang menerangi kehidupan kita.
Membaca Al-Qur’an bukan hanya menjadi rutinitas tanpa makna, tapi menjadi aktivitas yang membawa ketenangan, membangun kedekatan dengan Allah, serta menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Rumah-rumah yang senantiasa dialiri lantunan ayat-ayat suci akan lebih terasa damai, lebih diberkahi, dan jauh dari kekosongan ruhani.
Alangkah indahnya jika setiap keluarga menjadikan Al-Qur’an sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya dibaca, tetapi juga direnungi maknanya, diamalkan ajarannya, dan dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan serta menjalani aktivitas. Kita berharap, dengan membiasakan diri membaca dan memahami Al-Qur’an di rumah, akan tumbuh generasi yang mencintai Allah dan rasul-Nya, serta menjadikan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai fondasi utama dalam hidup.
Semoga Allah memudahkan langkah kita, menguatkan niat kita, dan menjadikan rumah-rumah kita bercahaya karena Al-Qur’an. Sebab rumah yang dipenuhi bacaan Al-Qur’an adalah rumah yang tidak hanya diberkahi di dunia, tetapi juga dirindukan di akhirat.
Penulis: Kardiyono (Tendik FIAI UII)
Cerdas Dunia, Cemerlang Akhirat
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw,
beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang setia mengikuti ajarannya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini, marilah kita renungkan sebuah tema penting dalam kehidupan kita sebagai umat Islam, yaitu “Cerdas Dunia, Cemerlang Akhirat.” Tema ini mengingatkan kita bahwa dalam Islam, kecerdasan tidak hanya diukur dari prestasi duniawi, tetapi juga dari kesiapan menghadapi kehidupan setelah mati.
1. Makna Kecerdasan dalam Islam
Seringkali kita memaknai kata “cerdas” hanya sebatas nilai akademik, prestasi di sekolah, gelar pendidikan, atau kecakapan bekerja. Tapi Islam memberikan makna yang jauh lebih luas. Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah”(HR. Tirmidzi).
Hadis ini menjelaskan bahwa cerdas sejati adalah orang yang hidupnya penuh perhitungan untuk akhirat, bukan hanya sibuk mengejar dunia, tapi lalai terhadap hisab.
2. Menggabungkan Ilmu Dunia dan Ilmu Akhirat
Islam tidak pernah menolak ilmu dunia. Justru, kita diajarkan untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Al-Qur’an mengangkat derajat orang-orang yang berilmu: انْشُزُوْا قِيْ لَ واِذ ا ل كُ مَْ اللَُّٰ يفْ سحَِ ف افْ سحُوْا الْ مجٰلِسَِ فِى ت ف سَّحُوْا ل كُمَْ قِيْ لَ اِذ ا اٰ منُوْْٓا الَّذِيْ نَ يْٰٓا يُّ ها
١َ ١ خبِيْ رَ ت عْ ملُوْ نَ بِ ما واللَُّٰ د رجٰ تَ الْعِلْ مَ اُوْتُوا والَّذِيْ نَ مِنْكُ مَْ اٰ منُوْا الَّذِيْ نَ اللَُّٰ يرْف عَِ ف انْشُزُوْا
Wahai orang-orangَ yangَ beriman,َ apabilaَ dikatakanَ kepadamuَ “Berilahَ
kelapangan di dalam majelis-majelis,”َ lapangkanlah,َ niscaya Allah akan memberi
kelapanganَ untukmu.َ Apabilaَ dikatakan,َ “Berdirilah,”َ (kamu)َ berdirilah.َ Allahَ
niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan (QS.Al-Mujadilah :11).
Namun, ilmu dunia harus membawa manfaat untuk akhirat. Seorang dokter yang
menyelamatkan nyawa dengan niat ibadah, akan mendapatkan pahala. Seorang guru yang mengajarkan kebaikan, seorang petani yang bekerja dengan jujur — semua itu bisa menjadi jalan menuju surga, bila diniatkan karena Allah.
Kecerdasan dunia adalah modal untuk menjalani kehidupan ini dengan bijak, efisien, dan produktif. Sementara itu, kecemerlangan akhirat adalah tujuan akhir yang sejati, yang harus selalu kita siapkan dari sekarang.
3.Bahaya Kecerdasan Tanpa Iman
Kita juga melihat di dunia ini banyak orang yang cerdas secara intelektual, tapi justru menyesatkan dirinya sendiri. Ilmu tanpa iman bisa membuat seseorang menjadi sombong, merusak, bahkan menghancurkan masyarakat.
Fir’aun adalah contoh orang yang cerdas, berkuasa, dan penuh strategi. Tapi karena tidak disertai iman, kecerdasannya membawanya kepada kesombongan dan kehancuran.
Cerdas sejati adalah yang menyadari bahwa ilmu harus tunduk pada kebenaran ilahi.
4.Menjadi Muslim Cerdas dan Berakhlak
Kita sebagai umat Islam dituntut untuk menjadi cerdas di dunia, agar bisa memberi manfaat bagi oranglain. tetapi juga harus cemerlang di akhirat, dengan terus menjaga iman, ibadah, dan akhlak mulia.
Ada beberapa cara agar kita bisa meraih kecerdasan dunia dan kecemerlangan akhirat secara bersamaan:
semua bisa menjadi ibadah jika diniatkan karena Allah.
Dunia adalah Ladang, Akhirat adalah Tujuan
Kita hidup di dunia ini hanya sebentar. Dunia adalah tempat menanam, akhirat adalah tempat memanen. Maka jangan kita tertipu oleh gemerlap dunia, tapi lalai mempersiapkan bekal untuk akhirat. Jadilah pribadi yang cerdas dalam dunia, tangguh menghadapi tantangan hidup, bermanfaat bagi sesama, namun tidak lupa bahwa tujuan utama kita adalah cemerlang di akhirat, masuk surga Allah bersama orang-orang saleh.Mari kita jaga keseimbangan ini, dan terus berdoa kepada Allah agar diberikan ilmu yang bermanfaat, hati yang bersih, dan akhir hidup yang husnul khatimah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis: Solihin (Tendik FIAI UII)
Berbakti Kepada Ibu
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw., keluarganya, sahabatnya, dan kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.
Hadirin yang dirahmati Allah, pada kesempatan kali ini, saya ingin menyampaikan ceramah tentang pentingnya berbakti kepada orang tua, khususnya ibu.
Ibu adalah sosok yang tak tergantikan dalam kehidupan. Pengorbanannya mulai dari mengandung, melahirkan, hingga membesarkan anak penuh cinta adalah bentuk kasih sayang tanpa syarat. Dalam Islam, ibu memiliki kedudukan yang sangat tinggi, bahkan disebutkan secara khusus dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Hadirin yang berbahagia, berbakti kepada orang tua adalah salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an ;
menyusui. Allah Swt memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua sebagai balas budi atas segala pengorbanan mereka.
Rasulullah saw. juga bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.:
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak untuk aku perlakukan dengan baik?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Sahabat itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Sahabat itu bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Sahabat itu bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?” Rasulullah menjawab, “Ayahmu.”
Dari hadis ini, kita bisa memahami bahwa kedudukan ibu sangatlah tinggi. Dalam tiga kali kesempatan, Rasulullah menekankan pentingnya berbakti kepada ibu sebelum ayah. Ini menunjukkan betapa besar cinta dan penghormatan yang seharusnya kita berikan kepada ibu.
Berbakti kepada ibu bisa kita lakukan dengan berbagai cara. Pertama, kita harus selalu menghormati dan menghargai ibu kita. Kedua, kita harus mendengarkan nasihat dan permintaannya.
Ketiga, kita harus membantu ibu dalam segala hal yang bisa kita lakukan. Dan yang tidak kalah penting, kita harus mendoakan ibu kita, baik yang masih hidup maupun yang telah berpulang ke rahmatullah.
Apakah Anda sudah menunjukkan cinta kepada ibu hari ini ? Jadikan momen ini sebagai pengingat untuk selalu berbakti kepada ibu.
Orang tua adalah sosok yang harus kita hormati dan sayangi. Mereka telah merawat dan membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Mari kita selalu berusaha untuk berbakti kepada mereka, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, dan selalu mendoakan mereka.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis: Ali Murtono (Tendik FIAI UII)
Istidraj: Tipuan Kenikmatan Dunia
Saat ini kita hidup di era digital, dimana segala hal yang awalnya manual menjadi praktis dan modern. Dari sisi teknologi informasi dengan cepat kita bisa melihat dan mendengar berbagai informasi yang tersaji di media yang datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri. Tidak jarang berita yang tersaji terkait kehidupan seseorang terutama tentang kekayaan, kesuksesan yang didapat dengan mudah tanpa hambatan, seolah-olah hidupnya berjalan sangat mulus dan tidak ada halangan. Sedangkan orang tersebut tidak pernah beribadah, penuh maksiat bahkan ada yang tidak mempercayai adanya tuhan. Apakah ini yang dinamakan ujian dari Allah Swt.?
Secara bahasa, istidraj berasal dari kata daraja, yang berarti ‘bertahap’ atau ‘berangsur-angsur’. Adapun istidraj juga dapat bermakna sebagai sebuah ‘ujian’ yang diberikan Allah Swt. secara berangsur-angsur kepada hamba-Nya. Ujian itu bisa berupa jabatan atau harta yang melimpah yang diberikan Allah terus-menerus meskipun seseorang itu jauh dari jalan kebenaran dan akhirnya akan mengantarkannya pada malapetaka yang lebih besar. Hal itu disebutkan dalam hadis berikut: “Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad).
Kondisi istidraj ini juga telah dijelaskan dalam Al Qur’an “Maka serahkanlah kepada-Ku (urusannya) dan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Qur’an). Kelak akan Kami hukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui” (Qs Al-Qalam:44). Seseorang yang mengalami istidraj tidak akan menyadari jika perbuatannya telah membuat Allah murka, sebaliknya mereka menganggap kenikmatan yang diperoleh merupakan anugerah dari Allah.
Salah satu tanda istidraj pada diri seseorang yang mencolok yaitu selalu mendapatkan kenikmatan yang berlimpah padahal jarang melakukan ibadah, selalu melakukan kemaksiatan namun hidupnya selalu sukses, saat melakukan kesalahan tidak merasa berdosa, serta dalam hidupnya hampir tidak pernah diberikan cobaan. Ketika seseorang merasa kualitas ibadahnya turun namun kenikmatannya terus meningkat, hal itu jelas merupakan ciri-ciri sebuah Istidraj. Allah membiarkan orang-orang yang lalai dan bermaksiat itu semakin tersesat dan semakin dimanjakan dengan berbagai kenikmatan duniawi. Kenikmatan yang diberikan oleh Allah Swt. tersebut sebenarnya bukan bentuk kasih sayang terhadap hamba-Nya, melainkan murka-Nya.
Istidraj ini dapat dengan mudah kita temui di lingkungan masyarakat, bahkan banyak contohnya yang terpampang jelas. Seperti pejabat-pejabat negara yang diberikan amanah mendapatkan jabatan atau pangkat tinggi namun tidak menggunakan tugas dan wewenangnya dengan baik. Bahkan menyalahgunakan jabatan atau pangkatnya untuk memperkaya diri sendiri dengan melakukan kebijakan yang sangat merugikan rakyat. Mereka sebagian besar hidupnya mewah, bergelimang harta dan diberikan kenikmatan berkuasa dalam waktu yang lama.
Istidraj merupakan ujian yang sangat berbahaya bagi umat manusia. Pasalnya, istidraj adalah tipu daya yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang telah lalai dan tersesat dari jalan yang benar. Semakin seseorang itu jauh dari Allah dan terlena dengan berbagai kenikmatan yang Allah berikan semakin bertambah pula kesenangan yang didapat oleh orang tersebut. Mereka mengira bahwa mereka mendapatkan nikmat karena keberhasilan atau usaha mereka sendiri. Mereka tidak bersyukur kepada Allah Swt. atas segala karunia-Nya. Hal ini dapat mendatangkan azab yang lebih berat.
Sebagai seorang muslim, kita diminta selalu waspada dan berhati-hati dalam menjalani hidup di dunia. Kenikmatan yang Allah berikan kepada hamba-Nya harus didasari dengan keimanan yang kuat. Selalu bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang diberikan dan menjauhi semua hal yang mengandung maksiat. Selain itu, juga meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah antara lain melaksanakan shalat lima waktu tepat waktu, membaca Al-Qur’an, menghafal dan mengamalkannya, serta selalu berdoa dan memohon perlindungan Allah dari segala godaan dan fitnah dunia.
Penulis: Arum Huda Nurjanatun, S.IP (Tendik FIAI UII)
Krisis Moral Era Digital: Bagaimana Tantangan dan Solusinya?
Era digital memberikan perubahan besar terhadap kehidupan manusia dalam hal berinteraksi, berkomunikasi, mencari informasi dan juga belajar. Berkembangnya teknologi yang semakin pesat tentu memberikan dampak positif, namun juga berpotensi menjadi negatif apabila tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Pesatnya kemajuan teknologi memberikan tantangan besar terhadap kemunduran nilai-nilai moral, khususnya generasi muda yang sebagian besar merupakan pengguna media sosial.Pada awal tahun 2025, pengguna internet di Indonesia mencapai 221 juta atau setara 79,5 persen dari total penduduk Indonesia. Survei dari National Center on Missing and Exploited Children (NCMEC), Indonesia menempati peringkat empat secara global dan kedua pada ASEAN dalam kasus pornografi anak di ruang digital. Data tersebut sangat memprihatinkan dan perlu mendapat respons yang serius dari pemerintah dan orang tua anak.
Tantangan Krisis Moral pada Era Digital
Berikut beberapa tantangan krisis moral yang dapat terjadi akibat pesatnya kemajuan teknologi apabila tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya:
Satu, Terpapar Konten Negatif
Mudahnya dalam mengakses berbagai media dan sumber pada internet, dapat berpotensi terpapar konten negatif yang seharusnya belum dapat dikonsumsi pada usianya. Tanpa adanya pengawasan dan filter, risiko terpapar konten pornografi, hoaks, kriminalitas dan ujaran kebencian akan semakin tinggi, sehingga dapat merusak karakter, menurunkan nilai moral, serta memicu perilaku menyimpang.
Dua, Cyberbullyiing atau Perundungan Dunia Maya
Pengguna aktif media sosial berpotensi mengalami cyberbullying apabila tidak membatasi dalam membagikan informasi pribadinya atau memposting konten yang menimbulkan kontroversi yang dapat menimbulkan reaksi komentar kasar atau penghinaan oleh individu atau suatu kelompok.
Tiga, Lunturnya Norma Sosial
Lunturnya norma sosial pada era digital, terjadi ketika batas-batas etika dan sopan santun semakin diabaikan ketika menggunakan media sosial yang tanpa batas. Konten-konten pornografi, ujaran kebencian, hoaks, hedonistik berpotensi menyebabkan pergeseran dan lunturnya norma agama, kesopanan dan norma hukum dalam masyarkat.
Empat, Mudah Terpengaruh Tren dan Hedonisme
Mudahnya terpengaruh gaya hidup hedonisme dan tren yang sedang viral di media sosial membuat banyak orang rela menghabiskan waktu dan uangnya untuk mengikuti pola hidup materialistik dan konsumtif demi mendapatkan pengakuan sosial di masyarakat.
Solusi Mengatasi Terjadinya Krisis Moral pada Era Digital
Menghadapi berbagai tantangan krisis moral pada era digital tersebut, berikut beberapa solusi dalam mengatasi terjadinya krisis moral pada era digital:
Satu, Pendidikan Moral Sejak Dini
Pendidikan moral sejak dini sangat penting dalam membentuk karakter individu yang mempunyai etika, empati dan bertanggung jawab. Orang tua merupakan pendidik pertama yang berperan dalam memberikan teladan bagi anak-anaknya sejak dini. Selain itu, pendidik sekolah juga mempunyai peran strategis dalam hal menanamkan pendidikan karakter di sekolah.
Dua, Penguatan Pendidikan Agama
Penguatan pendidikan agama sejak dini sangat penting dalam membentuk spiritualitas anak, fondasi moral, karakter yang beriman, berakhlak mulia sehingga siap dalam menghadapi tantangan pada era digital.
Tiga, Pendampingan dan Pengawasan dalam Penggunaan Teknologi
Orang tua dan orang terdekat berperan aktif dalam pendampingan dan pengawasan terhadap akses penggunaan teknologi. Pembatasan waktu dan filter akses dapat mengurangi terkena paparan konten negatif.
Empat, Pengembangan Keterampilan dan Berpikir Kritis dalam Pemanfaatan Teknologi
Teknologi apabila dimanfaatkan secara bijak, menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan, memperluas wawasan, meningkatkan komunikasi, mendorong inovasi dan produktivitas individu dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, teknologi apabila dimanfaatkan secara bijak dapat membantu dalam meningkatkan daya saing pada era digital.
Pentingnya keterampilan dan berpikir kritis dalam pemanfaatan teknologi, dapat membantu individu dalam mengelola dan menyaring informasi secara bijak, sehingga dapat membedakan fakta dari opini, mengenali bias, tidak mudah terjebak hoaks dan konten yang menyesatkan.
Kesimpulan:
Krisis moral pada era digital merupakan sebuah tantangan bagi semua pihak. Perlunya kolaborasi dari orang tua, satuan pendidikan, masyarakat dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang kondusif melalui pendidikan moral, literasi digital serta perlunya menerapkan regulasi khusus guna melindungi generasi muda dari paparan konten negatif dan membentuk karakter yang berakhlak mulia.
Penulis: Desi Rahmawati (Tendik FIAI UII)
Kesempitan Hidup: Ujian dari Allah Untuk Menyadarkan Kita
Terkadang, Allah Swt menghadirkan tantangan dalam hidup bukan karena marah, melainkan sebagai upaya untuk mengingatkan manusia agar tidak terlena oleh kemudahan. Banyak orang justru menunjukkan ketahanan saat menghadapi kesulitan—seperti sakit, kemiskinan, atau masalah lainnya—karena dalam kondisi tersebut, mereka lebih cepat untuk berserah kepada Allah. Ujian yang berupa kesempitan sering kali membuat batin menjadi lembut dan menyadari kesalahan, sehingga mendorong seseorang untuk berbenah diri dan kembali ke jalan yang baik.
Namun, tidak semua individu menyadari bahwa kelapangan hidup juga merupakan ujian. Ketika seseorang diberikan kekayaan, kesehatan, dan kebahagiaan, banyak yang tidak menyadari bahwa mereka sedang dalam ujian. Di waktu yang lapang, seringkali orang menjadi lengah dan merasa tidak sedang menghadapi tantangan. Padahal, Rasulullah SAW sudah mengingatkan bahwa dua anugerah yang sering kali membuat manusia tertipu adalah kesehatan dan waktu luang.
Seorang ulama terkenal dalam kitab Al-Hikam menyatakan bahwa Allah memberikan kelapangan agar manusia tidak terus-menerus dalam kesempitan, dan sebaliknya, memberi kesempitan agar manusia tidak terbuai dalam kelapangan. Terkadang, Allah juga mengeluarkan manusia dari kedua keadaan tersebut agar mereka tidak tergantung hidup pada kenikmatan duniawi, melainkan hanya kepada Allah semata.
بَسَطكََ كَ ىَ لاَيُ بقِيَكََ مَعََ ا لقَ بضَِ وَقَبَضَكََ كَ ىَ لآ يَت رَُ کَكََ مَعََ ا لبَ سطَِ
وَاَ خرَجَكََ عَ نهُمَاکَ يَ لاََ تَکُ ونََ لِثَ يءَِ .
“Allah memberi kamu kelapangan agar kamu tidak selalu dalam kesempitan (qobdh). Allah memberi kesempitan kepadamu, agar kamu tidak hanyut di waktu lapang (basth). Allah melepaskan kamu dari dua-duanya, agar kamu tidak menggantungkan diri, kecuali kepada Allah belaka” (Al-Hikam Pasal 90).
Perubahan Keadaan sebagai Tanda Kekuasaan Allah
Dengan kuasa-Nya, Allah dapat mengubah keadaan manusia. Seseorang yang hari ini sehat mungkin besok akan sakit, yang miskin bisa saja menjadi kaya, yang bersedih bisa menemukan kebahagiaan, dan demikian seterusnya. Semua ini adalah bagian dari sunnatullah agar manusia menyadari bahwa hidup ini tidak dikuasai sepenuhnya oleh dirinya sendiri, tetapi sepenuhnya berada dalam kehendak Allah Swt.
“Siapa yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap hari Dia menangani urusan” (QS. Ar-Rahman: 29).
Dalam menghadapi perubahan ini, seorang hamba seharusnya memiliki dua sikap pokok: khauf (takut tidak diterima amal ibadah) dan raja’ (harap agar amal tersebut diterima). Kedua sikap ini perlu tertanam dalam jiwa. Seorang yang beriman akan terus berusaha memperbaiki ibadahnya karena khawatir amalnya sia-sia, tetapi tetap memiliki harapan besar bahwa Allah menerima amal baiknya.
Kunci Kelapangan Hati: Kembali kepada Allah Tanpa Syarat
Dalam karyanya Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim menuliskan bahwa ketenangan hati hanya dapat dicapai dengan sepenuh hati kembali kepada Allah. Ini berarti tidak ada alasan untuk menunda atau menolak, melainkan sepenuhnya berserah dan mencintai-Nya. Ketika hati telah dipenuhi dengan cinta kepada Allah, hidup akan terasa lebih tenang dan damai. Seseorang yang mencintai Allah akan merasakan kebahagiaan saat beribadah dan akan selalu merindukan kedekatan dengan-Nya.
Cinta sejati kepada Allah Swt menjadikan seseorang tangguh dalam menghadapi ujian hidup, baik dalam kondisi sempit maupun lapang. Hatinya akan selalu merasa tenteram karena yakin bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Allah, dan tidak ada kekuatan lain yang mampu mengubah takdir kecuali izin-Nya.
Allah yang Mengatur Segala Urusan Setiap Hari
Setiap detik, Allah Swt senantiasa mengatur semua hal yang berkaitan dengan makhluk-Nya. Dalam QS. Ar-Rahman: 29 dinyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi selalu bergantung kepada-Nya. Setiap saat, Allah mengurus berbagai hal yang dihadapi makhluk-Nya berdasarkan ketentuan-Nya yang tidak dapat ditolak. Semua perubahan dalam kehidupan, baik yang kita inginkan maupun yang tidak, berasal dari keputusan Allah.
Pemahaman ini akan mendorong manusia untuk tidak merasa sombong dengan karunia yang diterima, dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan ketika mengalami kehilangan. Dalam QS. Al-Hadid: 23 dijelaskan agar kita tidak berduka secara berlebihan atas hal-hal yang tidak kita miliki, serta tidak berbangga atas apa yang telah dianugerahkan. Allah membenci orang yang sombong dan bangga diri.
“(Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al-Hadid: 23).
Istiqamah di Segala Keadaan
Semoga kita semua diberikan petunjuk dan hidayah oleh Allah Swt untuk tetap istiqamah dalam melaksanakan perintah-Nya, baik di saat suka maupun duka. Karena pada dasarnya, ujian dari Allah muncul dalam berbagai bentuk dan waktu. Orang yang bijak adalah mereka yang menghadapi setiap situasi dengan iman, kesabaran, dan tawakal kepada-Nya.
Penulis: Heru Sujanto (Tendik FIAI UII)
Menjaga Hati dari Ghibah
Pada zaman modern ini, perkembangan teknologi digital semakin pesat dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya smartphone menjadi salah satu bentuk nyata dari kemajuan teknologi yang kini penggunaan smartphone sudah merebak di semua kalangan. Smartphone dapat memberikan dampak positif maupun negatif tergantung pada penggunaanya. Salah satu fitur utama smartphone yang paling sering digunakan adalah akses terhadap media sosial, platform seperti WhatsApp, Instagram, Tiktok, Facebook, Twitter, dll. Di satu sisi, media sosial memberikan banyak manfaat seperti memudahkan dalam berinteraksi/berkomunikasi, memperluas jaringan sosial atau relasi, memudahkan menyebarkan informasi, serta menjadi wadah kreativitas dan edukasi. Namun di sisi lain, media sosial juga dapat memberikan dampak negatif apabila tidak digunakan dengan bijak, salah satunya yaitu maraknya penyebaran aib.
Ghibah adalah menceritakan tentang seseorang yang tidak ada di tempat dengan sesuatu yang tidak disenanginya apabila ia mengetahuinya, baik yang disebut kekurangan yang ada pada badannya, keturunannya, perilaku atau perbuatannya, urusan agama, dan urusan dunianya. Ghibah merupakan penyakit hati yang memakan kebaikan, mendatangkan keburukan dan membuang waktu yang sia-sia.
Menceritakan keburukan orang lain termasuk perbuatan dosa, walaupun hal itu benar adanya. Menyebarkan aib dapat memberikan peluang fitnah. Hal ini dapat merusak hubungan sosial seperti permusuhan, perselisihan dan perpecahan dalam berteman dan bermasyarakat. Selain itu dapat mengurangi pahala, dan menjadi penyebab siksa kubur dan mendapat azab di akhirat.
Dalam islam sangat menekankan pentingnya menjaga persaudaraan dan menjauhi perbuatan yang dapat merusaknya hubungan tersebut. Allah Swt. berfirman dalam surat QS. Al-Hujurat ayat 12 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ١٢
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat, lagi Maha Penyayang.
Agar tali persaudaraan tetap terjalin dengan baik, kita dianjurkan untuk menjaga lisan dari ghibah dengan cara menyadari bahwa Allah Swt. selalu mengawasi setiap ucapan dan tindakan kita, maka penting bagi kita merenungkan bahwa setiap kata yang diucapkan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. Sebelum berbicara, sebaiknya kita membiasakan diri untuk berpikir terlebih dahulu: “Apakah ucapan ini baik? Apakah membahayakan atau menyakiti orang lain?”. Daripada membicarakan keburukan orang lain, sebaiknya kita mendoakan yang terbaik agar mendapatkan hidayah atau kebaikan. Selain itu, kita juga harus pandai memilih pergaulan yang baik, menghindari teman yang suka menggunjing karena lingkungan mempengaruhi perilaku yang bisa membentuk karakter dan kebiasaan.
Apabila dalam suatu obrolan mulai mengarah ke ghibah, dengan lembut dan sopan kita harus berani mengalihkan atau menghentikan topik. Bicarakan hal-hal yang bermanfaat seperti berbagi ilmu, pengalaman, ataupun berita yang menginspirasi. Jadikan pembicaraan sebagai sarana saling mendukung dan memotivasi. Jika tanpa sadar sudah melakukan ghibah, segera bertaubat dan minta ampun kepada Allah Swt.
Penulis: Erma Widiyanti (Tendik FIAI UII)