Kesehatan adalah hal yang penting. Menjaga kesehatan adalah bagian dari ibadah. Islam memandang kesehatan sangat penting karena kesehatan adalah hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia. Ada istilah lebih baik mencegah daripada mengobati, yang dapat diartikan juga tubuh manusia adalah aset yang diamanahkan Allah kepada makhluk ciptaan-Nya untuk dijaga dengan baik. Bahkan ada ungkapan “harta yang paling berharga adalah kesehatan” yang dapat dimaknai bahwa kesehatan jauh lebih berharga daripada materi atau kekayaan duniawi. Merawat dan menjaga hak-hak tubuh sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Dengan anggota tubuh yang kita miliki inilah maka kita dapat berpikir, berinovasi, berusaha, dan bekerja, serta beribadah kepada Allah Swt. Tentu saja supaya tubuh kita berfungsi secara maksimal maka tubuh kita harus sehat. Tanpa kesehatan yang baik, seseorang tidak akan mampu menikmati hidup yang telah Allah berikan dengan sepenuhnya. Bagaimana seorang manusia mampu menikmati harta dunianya jika ia sakit-sakitan, bagaimana seorang manusia menjalankan pekerjaannya jika tubuhnya tidak bugar. Kesehatan adalah investasi jangka panjang.

Salah satu upaya menjaga kesehatan adalah dengan berolahraga. Bahkan Rasullullah pun melakukan berbagai jenis aktivitas fisik seperti berkuda, berlari, berjalan, berenang dan juga memanah. Dalam pelaksanaannya terdapat unsur bermain, ada rasa senang, dilakukan pada waktu luang, dan terdapat kepuasan tersendiri. Olahraga melibatkan interaksi antara satu individu dengan individu lainnya, atau bahkan dengan alam sekalipun. Tujuan utama dari olahraga ialah untuk meningkatkan energi tubuh dan meningkatkan imun (sistem daya tubuh), serta untuk mendapatkan kesehatan pada dalam diri.

Melakukan olahraga atau aktivitas fisik memberikan manfaat untuk kesehatan jasmani maupun rohani. Olahraga memiliki dimensi spiritual yang berfungsi untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, membentuk akhlak bahkan mampu mempererat ukhuah islamiyah. Olahraga membantu meningkatkan kesehatan jasmani dengan mengurangi risiko penyakit jantung, mengendalikan berat badan, serta memperkuat otot dan tulang. Secara mental, olahraga meredakan stres, meningkatkan suasana hati, dan memperbaiki pola tidur. Di sisi spiritual, olahraga dilakukan dengan niat ibadah dapat mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kesejahteraan batin (Azmi, 2024). Manfaat olahraga yang dijalankan dengan baik, dapat memberikan kontribusi bagi seorang hamba untuk melaksanakan ibadah, seperti shalat, puasa bahkan ibadah haji dengan optimal.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan (HR Muslim no 2664). Olahraga adalah salah satu cara efektif untuk menjaga kesehatan dan kekuatan fisik. Kuat yang dimaksud adalah kuat bukan hanya fisik, namun juga mental dan spiritualnya yang diraih melalui pola hidup sehat. Olahraga juga berperan merawat kesehatan mental. Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan mood, dan memperbaiki kualitas tidur. Hal ini penting, karena Islam menganjurkan umatnya selalu berada dalam kondisi mental yang baik, agar mampu beribadah dengan khusyuk.

Olahraga adalah kegiatan yang mengutamakan sportivitas, yang juga berkaitan erat dengan kejujuran, sementara kejujuran adalah pondasi seorang insan. Dalam praktiknya, banyak olahraga yang dimainkan secara tim, seperti sepak bola, basket, atau voli. Olahraga ini mengajarkan kerja sama, saling membantu, dan kepemimpinan. Dalam konteks ini, umat diajarkan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.

Islam menjadikan kesehatan dan kekuatan tubuh sebagai salah satu faktor kemenangan, rasa semangat dalam beribadah, dan keunggulan seorang manusia. Sudah sepantasnya seorang muslim menjaga tubuhnya dengan berolahraga, sehingga dirinya kuat di dalam menajalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Umat Islam dapat saja berpartisipasi dalam aktivitas olahraga yang bermanfaat, yang sesuai dengan ajaran dan teladan Rasulullah saw.

 

Ditulis oleh
Rani Dwi Alfita Sari, S.KM

(Tendik FIAI UII)

 

Referensi

Azmi, Muhammad, 2024. “Menggali Hikmah Olahraga dalam Kehidupan Beragama Islam”. Journal Islamic Education, Vol 3 no 2, hal 304-315

https://almanhaj.or.id/12492-mukmin-yang-kuat-lebih-baik-dan-lebih-dicintai-oleh-allah-subhanahu-wa-taala-2.html

https://kemenag.go.id/islam/pentingnya-menjaga-pola-hidup-sehat-AAbIu

https://dsi.acehprov.go.id/berita/kategori/mimbar-baiturrahman/olahraga-dalam-pandangan-syariat-islam

https://muslim.or.id/99234-agar-olahraga-bernilai-ibadah.html

 

 

 

 

 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hari ini kita hidup di zaman yang sibuk. Kita bangun pagi-pagi untuk kerja, sekolah, atau kegiatan lain. Kita terbiasa melihat layar handphone, laptop, dan TV hampir setiap hari. Kadang, tanpa sadar, kita lupa untuk menjaga hati kita. Padahal, hati adalah bagian penting dari hidup kita sebagai seorang Muslim.

Dalam sebuah      hadis, Rasulullah saw. bersabda:

“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itulah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).

hadits ini mengingatkan kita betapa pentingnya hati. Hati kita seperti pusat kendali. Kalau hati kita penuh dengan kebaikan, maka seluruh perilaku kita juga akan baik. Tapi kalau hati kita dipenuhi keburukan, maka perilaku kita pun ikut rusak.

Namun pertanyaannya, bagaimana cara kita menjaga hati di zaman sekarang ini?

Pertama, kita harus dekat dengan Allah. Dekat dengan Allah bukan hanya soal shalat lima waktu, tapi juga menjaga hubungan kita dengan-Nya setiap saat. Misalnya, dengan membaca Al-Qur’an walau hanya satu ayat sehari, berzikir di waktu senggang, atau merenung tentang nikmat yang telah Allah beri. Hal-hal kecil ini bisa menjadi penjaga hati kita agar tetap lembut.

Kedua, kita harus hati-hati dalam memilih tontonan, bacaan, dan pergaulan. Saat ini, banyak sekali hiburan yang menarik tapi bisa menjauhkan kita dari Allah. Tontonan yang mengandung kekerasan, aurat, atau hal-hal yang tidak bermanfaat bisa membuat hati kita menjadi keras.

Ketiga, kita perlu bersyukur dan tidak mudah mengeluh. Banyak dari kita yang sibuk membandingkan hidup dengan orang lain di media sosial. Kita merasa orang lain lebih bahagia, lebih kaya, lebih cantik, atau lebih sukses. Padahal, kita tidak tahu apa yang sebenarnya mereka alami. Bersyukurlah atas apa yang kita punya hari ini.

Keempat, sering-seringlah bergaul dengan orang-orang yang baik, yang bisa mengingatkan kita kepada Allah. Teman itu sangat berpengaruh pada hati. Jika kita berada di lingkungan yang baik, hati kita akan ikut menjadi baik.

Saudaraku, menjaga hati bukanlah perkara sekali jadi. Ini adalah proses seumur hidup. Kadang iman kita naik turun, kadang semangat ibadah, kadang juga malas. Tapi yang penting adalah kita terus berusaha. Jangan menyerah hanya karena merasa belum sempurna. Allah mencintai hamba-Nya yang terus berjuang memperbaiki diri.

Terakhir, mari kita jadikan hati kita tempat yang bersih. Tempat yang hanya berisi cinta kepada Allah, kasih sayang kepada sesama, dan harapan akan ampunan-Nya. Jika hati kita bersih, maka insya Allah hidup kita juga akan terasa lebih tenang dan bahagia.

Semoga kita semua bisa menjadi hamba yang hatinya dijaga oleh Allah Swt.      Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ditulis oleh
Mulyadi – Tendik FIAI UII

 

Etika dan moral menjadi salah satu tantangan yang dihadapi pelaku usaha di tengah kondisi ekonomi saat ini dan kompetitor yang bersaing dalam profitabilitas. Bahkan dengan kondisi terpuruk, pelaku usaha dihadapkan pada pilihan tetap berpegang pada sifat Qur’ani agar memperoleh berkah dari Allah Swt. atau hanya menargetkan untung tanpa mempertahankan etika dan moral dalam berbisnis.

Praktik dakwah dalam kegiatan berbisnis tidak bisa hanya dengan menunggu kedatangan pemuka agama ataupun seseorang karyawan menjadi ustadz ataupun ustadzah. Dakwah bisa dimulai dari diri sendiri atau yang disebut dengan dakwah nafsiyah untuk sarana instropeksi agar bisa memperbaiki diri dan menjadi pribadi berkualitas yang Islami (Rostilawati, 2019:22). Rasulullah saw. sebagai pebisnis dapat dijadikan motivasi dengan prinsipnya yang berpegang teguh pada kejujuran, sifat amanah yang dapat bertanggung jawab dengan profesinya dan menjaga kepercayaan dari konsumen, menjauhi gharar yakni transaksi tidak jelas objek, kepemilikan misalnya menjual barang curian, barang yang belum ada wujudnya, tidak melakukan al-ghab (penipuan), ihtikar (menimbun barang), dan tadlis (menipu dengan menyembunyikan kecacatan).

Penerapan dakwah dalam berbisnis dapat diaplikasikan tidak hanya pada individu pekerja saja yang menjadi sumber daya manusia yang menjalankan operasional dengan penguatan etika bisnis dan moral, namun juga dapat diwujudkan penerapan dakwah dalam sektor bisnis yang digeluti. Seperti kebijakan manajemen kantor melaksanakan program kajian rutin sebagai pembinaan spiritual untuk karyawan, meluangkan sedikit waktu untuk karyawan mengaji bersama sebelum memulai kegiatan. Adapun CSR yang disesuaikan dengan praktik keislaman untuk mengikat hubungan baik antara karyawan, pemilik usaha, kostumer, lembaga umum, masyarakat di lingkungan domisili usaha. Contohnya kegiatan amal, pengajian akbar, program pengecekan kesehatan di hari nasional yang bekerjasama dengan lembaga kesehatan. Pada hari besar keagamaan misalnya turut andil penyembelihan hewan Qurban, program penyuluhan dan pemberdayaan dalam mengelolaan limbah sampah. Hal-hal tersebut sekiranya dapat menjadi salah satu solusi dalam berbagai masalah kekinian di tengah masyarakat. Dampak positif yang secara tidak langsung dapat diperoleh yaitu munculnya ide bisnis baru untuk warga sekitar. Dengan begitu tujuan dari dakwah membawa hal kebaikan di lingkungannya dengan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sekitarnya.

Kebijakan itu membutuhkan anggaran khusus ataupun sumber dana di luar target profit atau yang dirumuskan usaha dagang atau pebisnis.Hal ini menjadi tantangan yang dapat mendorong tim lebih bersemangat dalam bekerja meningkatkan omset agar mendapatkan keberkahan dari Allah Swt. Saat karyawan merasa profesi yang dijalani memiliki makna dalam kehidupan sehari hari, diharapkan akan tetap loyal untuk bekerja di unit usaha dagang tersebut. Dakwah pun bisa terserap dalam produk yang dihasilkan oleh badan usaha. Upaya mengedepankan produk bersertifikat halal, pemasaran produk dengan desain produk yang   realpic, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang ambigu pada produk yang diiklankan. Tips dan trik saat iklanpun dapat dikemas dengan konten iklan di media yang memaparkan sumber bahan baku produk dari sumber yang baik. Sehingga akan menarik minat konsumen karena awareness keamanan, kesehatan yang didapatkan dari kemajuan informasi dan teknologi. Bukan berarti semua produk barang dan jasa harus dihasilkan dan diiklankan dengan branding yang islami tetapi dengan cara yang baikpun tanpa menyinggung produk lain sudah menjadi nilai positif dalam beriklan.

Dengan upaya dakwah yang disisipkan dalam kegiatan operasionalnya diharapkan dapat menuntun pekerja dan pelaku usaha untuk menjalankan etika bisnis Islam dengan baik sesuai ajaran Islam. Moral karyawan dan pelaku usaha di dalamnya akan mengikuti tuntunan agama sehingga dapat mendatangkan keuntungan materiil dan ridha Allah Swt. dalam menjalankan usaha, bahagia di dunia dan akhirat. Aamin

 

Fausiah, Najim Nur, https://www.icdx.co.id/news-detail/publication/apa-itu-gharar-bagaimana-hukumnya-dalam-islam (2024).

Rostilawati, (2019). Dakwah dalam Pembinaan Akhlak Pedagang Ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lappa Kabupaten Sinjai, 22.