Pentingnya Pendidikan Keluarga
Sangat miris saat membaca berita tentang tawuran antar sekolah. Apalagi ada seorang siswa yang sebenarnya bukan bagian dari “tawuran” tersebut justru menjadi korban (detik.com, 29/11/14). Apakah kekerasan sudah dianggap sebagai satu-satunya penyelesaian masalah? Lalu apa gunanya mereka sekolah? Bukankah mereka juga mendapatkan didikan karakter sejak di rumah? Sebenarnya apa yang salah?
Cara seseorang menyikapi sesuatu tidak lepas dari pengalaman, hasil pengamatan, bacaan, dan seterusnya. Kalau begitu, adakah siswa memang memiliki pengalaman yang bermasalah? Atau mereka sudah mengamati dan membaca tetapi salah dalam mengambil simpulan? Kalau demikian adanya perlu menata ulang kembali model pendidikan kita, khususnya pendidikan keluarga.
Selama ini ada logika yang kurang tepat. Banyak keluarga yang menempatkan pendidikan sekolah sebagai satu-satunya dan utama. Akibatnya, pendidikan keluarga tidak mendapatkan perhatian yang lebih. Seorang anak yang pulang dari sekolah tidak lagi ditanya oleh orang tuanya apa yang dipelajari di sekolah. Sebab, orang tua sudah terlanjur percaya dan “menggantungkan” mental anaknya kepada sekolah.
Pendidikan yang utama dan pertama sesungguhnya adalah keluarga. Lebih spesifik, sebuah ungkapan bijak menegaskan, “Al-ummu madrasatun ūla.” Maknanya, ibu adalah sekolah(an) yang pertama. Dari sejak di rumah lah seorang anak ditempa, dididik, diarahkan, diluruskan, dengan penuh cinta dan kasih sayang. Sentuhan lembut, perhatian yang tulus, pendampingan yang terus-menerus, adalah wujud kepedulian orang tua.
Rumusnya sangat jelas. Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang di rumahnya akan mencari kasih sayang di tempat lain. Anak yang selalu dikekang di keluarganya akan mencari kebebasan di lokasi lain. Oleh karena itu, kasih sayang orang tua sangat penting. Tentunya kasih sayang yang proporsional. Bukan setiap kali anak bersalah kemudian dibela. Itu namanya memanjakan, yang tidak baik untuk perkembangan mental anak.
Anak adalah titipan atau amanah yang harus dijaga dengan sebaik mungkin. Orang tua yang baik tidak pernah malu untuk belajar bagaimana memberikan pendidikan yang terbaik. Sebab, perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang kian pesat tentu membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam mendidik anak. Istilahnya; lain bulu lain belang, lain dulu lain sekarang.
Cara orang tua mendidik biasanya meniru bagaimana dahulu mereka pernah dididik. Model tersebut tentu tidak salah kalau pendidikan yang pernah diterima memang sudah ideal. Tetapi, bila sudah tidak relevan lagi dengan konteks sekarang maka perlu ditelaah kembali. Ringkasnya, kita bersyukur pernah dididik dengan cara terbaik menurut orang tua kita. Namun, kita tetap membuka diri untuk belajar bagaimana mendidik yang lebih baik.
Akhirnya, bila pendidikan keluarga sudah mapan maka tawuran tidak lagi menjadi tontonan. Saat keluarga memberikan cinta dan sayangnya secara proporsional maka seorang anak akan tumbuh menjadi pribadi yang ideal. Lalu apa fungsi sekolah? Sesuai pesan Prof. Drs. Akh. Minhaji, Ph.D., sekolah adalah keberlanjutan dari pendidikan yang telah dibangun sejak di rumah. Intinya adalah pendidikan (dalam) keluarga, kemudian yang lain. []
* Penulis adalah alumnus Program Studi Ahwal Syakhshiyah (PSAS) FIAI UII,
Sedang menempuh jenjang S-2 Program Paskasarjana UIN Suka, Yogyakarta.
Note: Tulisan ini pernah diterbitkan dengan bekerjasama dengan Bina Qolam Indonesia (BQI) Surabaya.