FIAI Adakan Syawalan dan Pelepasan Calon Jamaah Haji
Drs. M. Sularno, MA., saat menyampaikan hikmah syawalan di Ruang Sidang FIAI. (Samsul/Sty)
Mengawali hari pertama kerja paska liburan ‘Idul Fitri, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Syawalan dan Pelepasan Calon Jamaah Haji FIAI. Acara diadakan di Ruang Sidang FIAI, Senin, 08 Syawwal 1438 H/03 Juli 2017. Acara dihadiri oleh dosen dan tenaga kependidikan (tendik) serta purnatugas FIAI.
Dalam sambutannya, Dekan FIAI Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., menyampaikan bahwa syawalan penting untuk dilestarikan. “Meskipun bukan merupakan tradisi yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah namun syawalan tidak bertentangan dengan substansi ajaran Islam,” tutur alumnus Zaytunah University, Tunisia yang akan mempresentasikan paper berjudul Fiqh of Tourism in Islam di Kuala Trengganu, Malaysia akhir bulan ini.
Kepada seluruh keluarga besar FIAI khususnya tendik, Tamyiz berharap untuk meningkatkan kualitas kerjanya. Hal ini senada dengan makna syawwaal yang artinya meningkat/peningkatan. Maknanya, Ramadhan akan memberi dampak positif ketika ada peningkatan kualitas ibadah dan kerja di bulan Syawwal dan bulan-bulan selanjutnya.
Baca juga: Niatkan Ibadah, Bekerja menjadi Mudah
Hikmah syawalan disampaikan oleh Drs. M. Sularno, MA., yang saat ini menjabat sebagai Ketua Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS) UII. “Semua orang yang menjalankan puasa menginginkan predikat takwa/muttaqin,” tuturnya. Takwa (taqwa), menurut Dosen Tetap Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah (PSAS) FIAI tersebut, dapat dijabarkan dalam 4 sikap.
Pertama, tawadhu’ yang maknanya orang bertakwa harus baik dalam bersikap kepada sesama dan tidak menyombongkan diri. Kedua, qana–ah yang maknanya menerima dengan lapang dada ketetapan dari Allah ta’ala dengan tetap disertai dengan usaha (ikhtiar) menjadi lebih baik. Ketiga, wara’ yaitu menjaga wibawa dan kehati-hatian atas perkara yang makruh dan syubhat. Terakhir, ulfah yang bermakna kelemahlembutan.
“Keempat sikap tersebut harus dirawat dan dijaga. Caranya diperlukan 5 hal,” ungkap mantan Ketua PSAS FIAI tersebut. Pertama dengan quwwatul muraaqabah (kekuatan untuk mengawasi diri sendiri dan merasa diawasi setiap tindakannya). Kedua dengan quwwatul muhaasabah (kekuatan untuk lebih banyak menilai diri sendiri dibandingkan menilai orang lain). Ketiga dengan quwwatul mujaahadah (kekuatan untuk bersungguh-sungguh dalam berusaha).
Baca juga: UII Juara Umum Gebyar Bahasa Arab 2017
Selanjutnaya, dengan quwwatul istijaabah (kekuatan untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah). Terakhir, dengan quwwatul istitsmaar (kekuatan dalam berinvestasi untuk kepentingan akhirat). Dengan kelima hal tersebut, papar M. Sularno, dapat menjaga kualitas ketakwaan. Acara diakhiri dengan bersalam-salaman dan santap bersama. (Samsul)