Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Bagi umat Islam, pendidikan bukan hanya sebatas transfer pengetahuan, tetapi juga merupakan proses membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an dan Hadis, banyak sekali anjuran untuk menuntut ilmu dan mempersiapkan generasi muda dengan baik agar mereka dapat menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab.
Pentingnya Pendidikan dalam Islam
Islam sangat menekankan pentingnya pendidikan. Rasulullah SAW bersabda, *”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.“* (HR. Ibnu Majah).
Hal ini menunjukkan bahwa setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu. Ilmu dalam Islam tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia yang dapat membawa manfaat bagi kehidupan umat manusia.
Al-Qur’an juga memuat banyak ayat yang mengajak umat manusia untuk berpikir, merenung, dan memahami alam semesta. Ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 36).
Ayat ini menekankan pentingnya memiliki ilmu dan pemahaman sebelum melakukan sesuatu.
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Dalam Islam, pendidikan anak dimulai sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”* (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan spiritual dan moral anak.
Orang tua dituntut untuk mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam. Salah satu tugas utama orang tua adalah menanamkan akidah yang benar, mengenalkan anak pada Allah SWT, dan mengajarkan mereka untuk beribadah sejak dini. Selain itu, orang tua juga harus mengajarkan akhlak yang baik, seperti jujur, disiplin, sabar, dan peduli terhadap sesama.
Pendidikan Akhlak sebagai Prioritas
Pendidikan dalam Islam tidak hanya fokus pada aspek kognitif atau intelektual, tetapi juga sangat menekankan pada pendidikan akhlak. Akhlak adalah cerminan dari keimanan seseorang, dan tanpa akhlak yang baik, ilmu pengetahuan bisa menjadi tidak bermanfaat atau bahkan merusak. Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana sabda beliau, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”* (HR. Ahmad).
Pendidikan akhlak harus diajarkan sejak dini agar tertanam kuat dalam diri anak. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh teladan dalam berperilaku. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat daripada dari apa yang mereka dengar. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Menyiapkan Generasi yang Mandiri dan Bertanggung Jawab
Salah satu tujuan utama pendidikan adalah menyiapkan anak muda agar menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Islam mengajarkan pentingnya bekerja keras dan tidak bergantung pada orang lain. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang makan suatu makanan yang lebih baik daripada memakan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari).
Selain itu, anak muda juga harus diajarkan tentang tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Mereka harus memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik di dunia maupun di akhirat. Pendidikan yang baik akan membantu mereka untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Pendidikan Spiritual dan Moral sebagai Landasan Utama
Pendidikan spiritual dan moral adalah landasan utama dalam pendidikan anak muda. Dalam Islam, segala sesuatu yang dilakukan harus didasarkan pada niat yang baik dan sesuai dengan ajaran agama. Pendidikan spiritual membantu anak muda untuk mengenal Tuhan, memperkuat iman, dan menjaga hubungan yang baik dengan Allah SWT. Ini adalah fondasi yang akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan mereka.
Moralitas juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan. Seorang Muslim yang baik adalah mereka yang memiliki akhlak mulia, jujur, amanah, dan adil. Pendidikan moral mengajarkan anak muda untuk menjadi pribadi yang baik, menghormati orang lain, dan menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Ketika pendidikan spiritual dan moral ditanamkan dengan baik, anak muda akan tumbuh menjadi individu yang kuat secara mental dan emosional, serta memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
Tantangan Pendidikan di Era Modern
Di era modern ini, pendidikan anak muda menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Perkembangan teknologi dan globalisasi membawa perubahan besar dalam pola pikir dan gaya hidup. Anak muda sering kali terpapar dengan berbagai informasi yang belum tentu benar dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, penting untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir kritis dan filter yang kuat terhadap informasi yang mereka terima.
Selain itu, tekanan sosial dan budaya juga dapat mempengaruhi pendidikan anak muda. Mereka sering kali dihadapkan pada dilema antara mempertahankan nilai-nilai Islam dan mengikuti tren yang sedang berkembang. Dalam hal ini, pendidikan agama yang kuat akan membantu mereka untuk tetap teguh pada prinsip-prinsip Islam dan tidak tergoda oleh hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Peran Sekolah dan Lingkungan dalam Pendidikan
Selain keluarga, sekolah dan lingkungan juga memiliki peran penting dalam pendidikan anak muda. Sekolah harus menjadi tempat yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik akhlak dan spiritualitas. Guru-guru harus menjadi teladan yang baik dan mampu membimbing siswa-siswinya untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Lingkungan sekitar juga mempengaruhi perkembangan anak muda. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung pendidikan yang baik. Lingkungan yang positif akan membantu anak muda untuk tumbuh dengan sehat, baik secara fisik maupun mental, serta menghindarkan mereka dari pengaruh negatif.
Pentingnya Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan tidak berhenti setelah seseorang lulus dari sekolah atau universitas. Islam mengajarkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban sepanjang hayat.
Anak muda harus diajarkan untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah mereka ketahui. Mereka harus terus memperbarui pengetahuan mereka dan mengikuti perkembangan zaman tanpa melupakan nilai-nilai Islam yang menjadi landasan hidup mereka.
Membangun Generasi Pemimpin Masa Depan
Pendidikan anak muda adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan masa depan umat. Generasi muda yang terdidik dengan baik akan menjadi pemimpin yang bijaksana dan mampu menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Mereka akan membawa umat Islam ke arah yang lebih baik dan menjadi teladan bagi generasi berikutnya.
Oleh karena itu, mari kita semua, sebagai orang tua, guru, dan masyarakat, bekerja sama untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak muda kita. Ajarkan mereka ilmu yang bermanfaat, tanamkan akhlak yang mulia, dan bekali mereka dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Dengan begitu, kita akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beriman, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia.
Inilah tujuan utama dari pendidikan dalam Islam, yakni mencetak generasi yang mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana tujuan diutusnya Rasulullah SAW.
Penulis: Mulyadi , Tendik FIAI UII
Informasi Ujian Remedial Semester Genap TA 2023/2024
Jadwal Ujian Remedial Semester Genap TA 2023/2024
Pentingnya Pendidikan untuk Generasi Islam Berkarakter Mulia
Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Bagi umat Islam, pendidikan bukan hanya sebatas transfer pengetahuan, tetapi juga merupakan proses membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an dan Hadis, banyak sekali anjuran untuk menuntut ilmu dan mempersiapkan generasi muda dengan baik agar mereka dapat menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab.
Pentingnya Pendidikan dalam Islam
Islam sangat menekankan pentingnya pendidikan. Rasulullah SAW bersabda, *”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.“* (HR. Ibnu Majah).
Hal ini menunjukkan bahwa setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu. Ilmu dalam Islam tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia yang dapat membawa manfaat bagi kehidupan umat manusia.
Al-Qur’an juga memuat banyak ayat yang mengajak umat manusia untuk berpikir, merenung, dan memahami alam semesta. Ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 36).
Ayat ini menekankan pentingnya memiliki ilmu dan pemahaman sebelum melakukan sesuatu.
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Dalam Islam, pendidikan anak dimulai sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”* (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan spiritual dan moral anak.
Orang tua dituntut untuk mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam. Salah satu tugas utama orang tua adalah menanamkan akidah yang benar, mengenalkan anak pada Allah SWT, dan mengajarkan mereka untuk beribadah sejak dini. Selain itu, orang tua juga harus mengajarkan akhlak yang baik, seperti jujur, disiplin, sabar, dan peduli terhadap sesama.
Pendidikan Akhlak sebagai Prioritas
Pendidikan dalam Islam tidak hanya fokus pada aspek kognitif atau intelektual, tetapi juga sangat menekankan pada pendidikan akhlak. Akhlak adalah cerminan dari keimanan seseorang, dan tanpa akhlak yang baik, ilmu pengetahuan bisa menjadi tidak bermanfaat atau bahkan merusak. Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana sabda beliau, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”* (HR. Ahmad).
Pendidikan akhlak harus diajarkan sejak dini agar tertanam kuat dalam diri anak. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh teladan dalam berperilaku. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat daripada dari apa yang mereka dengar. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Menyiapkan Generasi yang Mandiri dan Bertanggung Jawab
Salah satu tujuan utama pendidikan adalah menyiapkan anak muda agar menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Islam mengajarkan pentingnya bekerja keras dan tidak bergantung pada orang lain. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang makan suatu makanan yang lebih baik daripada memakan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari).
Selain itu, anak muda juga harus diajarkan tentang tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Mereka harus memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik di dunia maupun di akhirat. Pendidikan yang baik akan membantu mereka untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Pendidikan Spiritual dan Moral sebagai Landasan Utama
Pendidikan spiritual dan moral adalah landasan utama dalam pendidikan anak muda. Dalam Islam, segala sesuatu yang dilakukan harus didasarkan pada niat yang baik dan sesuai dengan ajaran agama. Pendidikan spiritual membantu anak muda untuk mengenal Tuhan, memperkuat iman, dan menjaga hubungan yang baik dengan Allah SWT. Ini adalah fondasi yang akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan mereka.
Moralitas juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan. Seorang Muslim yang baik adalah mereka yang memiliki akhlak mulia, jujur, amanah, dan adil. Pendidikan moral mengajarkan anak muda untuk menjadi pribadi yang baik, menghormati orang lain, dan menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Ketika pendidikan spiritual dan moral ditanamkan dengan baik, anak muda akan tumbuh menjadi individu yang kuat secara mental dan emosional, serta memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
Tantangan Pendidikan di Era Modern
Di era modern ini, pendidikan anak muda menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Perkembangan teknologi dan globalisasi membawa perubahan besar dalam pola pikir dan gaya hidup. Anak muda sering kali terpapar dengan berbagai informasi yang belum tentu benar dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, penting untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir kritis dan filter yang kuat terhadap informasi yang mereka terima.
Selain itu, tekanan sosial dan budaya juga dapat mempengaruhi pendidikan anak muda. Mereka sering kali dihadapkan pada dilema antara mempertahankan nilai-nilai Islam dan mengikuti tren yang sedang berkembang. Dalam hal ini, pendidikan agama yang kuat akan membantu mereka untuk tetap teguh pada prinsip-prinsip Islam dan tidak tergoda oleh hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
Peran Sekolah dan Lingkungan dalam Pendidikan
Selain keluarga, sekolah dan lingkungan juga memiliki peran penting dalam pendidikan anak muda. Sekolah harus menjadi tempat yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik akhlak dan spiritualitas. Guru-guru harus menjadi teladan yang baik dan mampu membimbing siswa-siswinya untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Lingkungan sekitar juga mempengaruhi perkembangan anak muda. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung pendidikan yang baik. Lingkungan yang positif akan membantu anak muda untuk tumbuh dengan sehat, baik secara fisik maupun mental, serta menghindarkan mereka dari pengaruh negatif.
Pentingnya Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan tidak berhenti setelah seseorang lulus dari sekolah atau universitas. Islam mengajarkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban sepanjang hayat.
Anak muda harus diajarkan untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah mereka ketahui. Mereka harus terus memperbarui pengetahuan mereka dan mengikuti perkembangan zaman tanpa melupakan nilai-nilai Islam yang menjadi landasan hidup mereka.
Membangun Generasi Pemimpin Masa Depan
Pendidikan anak muda adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan masa depan umat. Generasi muda yang terdidik dengan baik akan menjadi pemimpin yang bijaksana dan mampu menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Mereka akan membawa umat Islam ke arah yang lebih baik dan menjadi teladan bagi generasi berikutnya.
Oleh karena itu, mari kita semua, sebagai orang tua, guru, dan masyarakat, bekerja sama untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak muda kita. Ajarkan mereka ilmu yang bermanfaat, tanamkan akhlak yang mulia, dan bekali mereka dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Dengan begitu, kita akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beriman, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia.
Inilah tujuan utama dari pendidikan dalam Islam, yakni mencetak generasi yang mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana tujuan diutusnya Rasulullah SAW.
Penulis: Mulyadi , Tendik FIAI UII
Kuatkan Kesadaran Nilai-nilai Al Quran, FIAI UII Selenggarakan Sima’an dan Khataman
Menjelang kegiatan Puncak Milad ke-81 Fakultas Ilmu Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII), serangkaian kegiatan diselenggarakan secara paralel, untuk penguatan nilai-nilai keislaman di kalangan mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan. Salah satu kegiatan yaitu Sima’an dan Khataman Al Qur’an Sivitas Akademika di Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII, Jalan Kaliurang km 14 Sleman, Selasa 30 Juli 2024. Untuk kegiatan Puncak Milad FIAI UII rencananya akan diselenggarakan pada esok hari, Rabu 31 Juli 2024.
Sima’an dan khataman dimulai dari pagi hari hingga sore hari, melibatkan 15 mahasiswa hafidz dan hafidzoh yang secara bergantian membaca ayat-ayat Al Qur’an hingga tuntas 30 juz. Sima’an Al Quran, secara harfiah berarti menyimak Al Qur’an. Sima’an sendiri berasal dari kata simak atau menyimak. Selain itu, salah satu unsur organisasi kemasyarakatan, memaknai sima’an juga identik dengan kata dalam bahasa Arab yakni sami’a istama’a, yastami’u.
“Kegiatan sima’an dan khataman Al Qur’an dalam rangka Milad ke-81 FIAI UII ini akan berdampak positif bagi mahasiswa, terkait nilai-nilai yang terkandung pada Al Qur’an, karena selain hafal juga akan menguasai maknanya. Mahasiswa FIAI UII sudah banyak yang berprestasi untuk kompetisi hafalan Al Qu’an, salah satunya saat ini yang sedang menuntaskan proses seleksi untuk lolos di tingkat nasional, mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata Dr. Muhammad Roy Purwanto M.Ag, menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Keagaamaan, Kemahasiswaan dan Alumni FIAI UII.
Tambahnya, dengan diadakan kegiatan secara kontinyu, mahasiswa yang sudah hafal Al Qur’an, diharapkan semakin mantap hafalannya, sehingga ketika berpartisipasi di masyarakat tidak grogi.
Selain mahasiswa, di lingkup dosen dan tenaga kependidikan FIAI UII, sudah dilakukan khataman dengan menyelesaikan bacaan seluruh surah dalam Al Qur’an secara bergantian di tempat terpisah. Program ini berhasil mencapai khatam 5 kali dan ditutup pada acara Puncak Milad FIAI UII esok hari. Monitoring proses khatam Al Qur’an dilakukan melalui Whatsapp group.
”Pola pembinaan mahasiswa FIAI UII yang berpotensi untuk penghafal Al Qur’an, manfaatnya tidak saja selama menjadi mahasiswa. Ketika sudah menjadi alumni pun, banyak yang meraih juara dalam kompetisi hafalan Al Qur’an. Artinya manfaat pembinaan selama menjadi mahasiswa, berdampak baik sepanjang hayat terhadap penguasaan nilai-nilai dalam Al Qur’an,” tutup Muhammad Roy yang saat ini juga menjadi pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Prambanan Klaten. (IPK)
Lebih Dalam tentang Sejarah Turunnya Surat Al-Fatihah
Surah Al Fatihah merupakan inti dari ajaran Islam yang mencakup keimanan, tauhid, dan janji-janji Allah, serta berisi kabar gembira bagi seluruh umat Islam yang beriman. Surah ini dianggap sangat penting, sehingga menjadi salah satu surah yang utama. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepadaku, “Maukah kamu aku ajarkan sebuah surah, surah paling agung dalam Al-Qur’an setelah kita keluar dari masjid?” Kemudian Rasulullah berjalan sambil menggandengku. Ketika kami hampir keluar, aku mengingatkan, “Wahai Rasulullah, Anda tadi bersabda akan mengajarkan sebuah surah paling agung dalam Al-Qur’an.” Maka Rasulullah bersabda, “Surah itu adalah Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, yaitu Surah Al Fatihah, yang merupakan as-Sab’ul Matsani atau tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam shalat, dan surah Al Qur’an yang dikaruniakan kepadaku.” (Hadis riwayat Bukhari)..
Turunnya Surah Al Fatihah membawa banyak manfaat bagi umat manusia, tetapi menjadi musibah bagi iblis dan bala tentaranya, yang membuat mereka tak berdaya. Jadi, peristiwa penting apa yang terjadi saat Surah Al Fatihah diturunkan hingga menyebabkan iblis menjadi tak berdaya?
Surah Al Fatihah adalah surah yang sangat istimewa. Surah ini diturunkan langsung dari Arasy oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Peristiwa turunnya Al Fatihah diabadikan oleh Al-Imam Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak, di mana Rasulullah SAW bersabda:
“Berimanlah kamu kepada kitab Taurat, Zabur, Injil, dan apa saja yang dibawa oleh para nabi dari Tuhan mereka. Kitab Al Qur’an dan segala keterangan di dalamnya akan memberi kelapangan kepadamu. Sesungguhnya ayat-ayat suci yang terkandung dalam Al Qur’an adalah pemberi syafaat yang tidak dapat berbicara tetapi nyata membawa kebenaran, dan Surah Al Fatihah diberikan kepadaku langsung dari Arasy.”
Selain itu, Surah Al Fatihah dikenal sebagai As-Sab’ul Matsani, yaitu tujuh ayat yang diulang-ulang. Surah ini juga dikenal mampu menyembuhkan berbagai jenis penyakit, seperti yang telah dibuktikan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam kitabnya Ad-Da’u wa-Dawa’.
Keistimewaan Surah Al Fatihah ini juga menyebabkan iblis menjadi tak berdaya. Dalam kitab Abwabul Faraj karya Sayyid Muhammad Alwi, diceritakan bahwa ketika Surah Al Fatihah diturunkan, iblis terbaring lemah dan tak berdaya, dengan rasa sakit yang melebihi sakit gigi.
Melihat pemimpin mereka tak berdaya, para tentara iblis pun bingung dan bertanya-tanya. Iblis kemudian berkata, “Kalian tidak perlu menjengukku atau mendatangkan obat atau dokter. Ini bukan sakit fisik. Sesungguhnya aku sakit karena turunnya sebuah surah yang jika dibacakan, pasti manusia akan selamat dari neraka. Surah itu bisa menjadi tameng bagi mereka dan menghalangi kita, para iblis, untuk menjerumuskan umat manusia ke dalam neraka.” Begitulah yang dikatakan oleh iblis..
Surah Al Fatihah ini dipisahkan dari Al Quran, Allah ketika menganugerahi Al Quran itu Allah sendirikan Al Fatihah makanya Rasulullah bersabda.
“Aku diberikan 7 ayat yang terulang dan juga Al Quran. Padahal Al Fatihah itu bagian dari Al Quran. Tetapi nabi shallahu alaihi wasallam memisahkan, jadi kita diberikan 2 nikmat, Al Quran adalah nikmat dan Surah Al Fatihah sendiri adalah nikmat.
Kenapa demikian? Karena ada hadits yang menunjukkan tentang keistimewaan surah Al Fatihah ini hadits ini dari Abdullah Ibnu Abbas ketika Nabi Sall allahu alayhi wasalam sedang duduk, tiba tiba Rasulullah mendengar suara yang menggelegar di atas kepala beliau, tentu dari langit maksudnya, maka Rasulullah langsung mengangkat kepalanya ke langit, maka malaikat Jibril Allahi Sallam kemudian mengatakan kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Bahwa itu adalah suara pintu langit yang terbuka, pintu itu tak akan terbuka kecuali hari ini, kemudian turunlah malaikat, dan malaikat ini tidak akan pernah turun ke bumi kecuali hari ini. Kemudian kata Jibril, malaikat mengucapkan salam dan mengatakan pada dirimu wahai Muhammad, bergembiralah wahai Muhammad karena engkau diberikan dua cahaya yang tidak pernah diberikan kepada para nabi sebelumnya. Kemudian jibril mengatakan pertama surah Al Fatihah dan yang kedua akhir dari surah Al Baqarah.
Penulis: Bambang Kintoko, S.Kom, Tendik FIAI UII
Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Program Studi Ilmu Agama Islam Program Magister (Prodi IAIPM) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Workshop Pembelajaran Berdiferensiasi di Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII Yogyakarta, Rabu, 24 Juli 2024. Workshop diselenggarakan sebagai realisasi kerjasama antara Prodi IAIPM FIAI UII dengan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI) DIY dengan tujuan untuk memberikan wawasan dan pengalaman praktis bagi para pendidik dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan Kurikulum Merdeka.
Dalam sambutannya, Dekan FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni, MA, mengucapkan selamat datang kepada para peserta dan memperkenalkan UII sebagai salah satu kampus swasta tertua di Indonesia. Selain itu juga menekankan pentingnya implementasi Kurikulum Ulil Albab yang diusung UII, dengan fokus penekanan integrasi ilmu pengetahuan dan spiritualitas. “Keunggulan UII terletak pada pendekatan kurikulum yang menggabungkan aspek intelektual dan nilai-nilai keislaman, menjadikannya tempat yang ideal untuk mengembangkan potensi mahasiswa secara holistik,” jelasnya.
Sebagai narasumber workshop, Dr. Mohamad Joko Susilo, M.Pd., menyampaikan materi mengenai konsep dan aplikasi pembelajaran berdiferensiasi dalam lingkungan pendidikan yang semakin beragam. Menurut Joko, pembelajaran berdiferensiasi merupakan upaya penting dalam menjawab tantangan pendidikan saat ini, di mana guru diharapkan mampu menyesuaikan metode pembelajaran dengan latar belakang, minat, dan gaya belajar siswa yang berbeda-beda.
Dalam paparannya, Joko menekankan bahwa peran guru tidak lagi sekadar mentransfer ilmu kepada siswa, tetapi juga harus mampu memahami dan mengelola perbedaan individu di dalam kelas. “Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan guru untuk memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan potensi masing-masing sesuai dengan kesiapan dan minat mereka,” ujar Joko.
Ia juga menekankan pentingnya pemetaan standar kompetensi, asesmen minimal, dan merdeka belajar sebagai kerangka dasar dalam pembelajaran paradigma baru. Hal ini memastikan bahwa pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru, tetapi juga memberikan ruang bagi siswa untuk belajar secara aktif dan mandiri.
Joko menggarisbawahi bahwa guru perlu mempertimbangkan berbagai faktor, seperti latar belakang sosial, minat, serta gaya belajar siswa dalam memilih strategi pembelajaran. “Pembelajaran yang sukses adalah yang dapat merangkul keberagaman siswa dan memastikan setiap individu mendapatkan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya,” tambahnya.
Workshop ini diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi para pendidik untuk lebih memahami pentingnya pembelajaran berdiferensiasi dan mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah masing-masing. (*)
Kekuatan Besar Sedekah
Jika saja manfaat sedekah disadari oleh seluruh umat muslim di dunia, maka kebaikan akan terus mengalir. Kesenjangan miskin dan kaya, akan semakin menipis. Terutama jika orang yang berlimpah harta rutin menyalurkan kepada yang berhak menerima.
Begitu utamanya sedekah sehingga Allah memberikan banyak balasan kebaikan. Memang, salah satu ibadah yang dicintai Allah adalah sedekah. Hal ini sesuai firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 261, yang artinya:
“Perumpaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada tiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
Dari ayat di atas sebaiknya dijadikan pedoman dan penyemangat, bahwa sedekah bukan main-main manfaat dan balasannya. Bukan diperdebatkan manfaat dan caranya.
Memahami makna dasar, sedekah merupakan salah satu amalan yang berasal dari bahasa Arab yaitu ‘shadaqah’. Jika merujuk pada makna terminologinya, sedekah bersumber dari kata sidiq yang artinya kebenaran. Jika merujuk pada BAZNAS No. 2 Tahun 2016, sedekah mengacu pada harta atau non-harta bukan zakat milik seseorang atau bisa juga milik suatu lembaga yang sengaja dikeluarkan untuk kebaikan atau kemaslahatan bersama. Sehingga secara makna, sedekah dari segala sudut merupakan perbuatan baik untuk kebaikan sesama.
Sebagai muslim, bersedekah perlu dijadikan kebiasaan, agar manfaatnya dapat meningkatkan kemakmuran, membasmi kemiskinan, mengurangi kesenjangan miskin dan kaya.
Sedekah Tidak Mengurangi Harta
Banyak masyarakat muslim yang masih perhitungan terhadap sedekah. Takut jika sedekah akan mengurangi hartanya. Terutama jika kondisi sedang sempit secara ekonomi. Namun sejatinya sedekah tidak mengurangi harta, karena Allah akan membalasnya dalam berbagai bentuk yang secara nilai melampaui nilai yang disedekahkan. Kuncinya adalah terus berprasangka baik kepada Allah.
Rasulullah bersabda
“Sedekah adalah ibadah yang tidak akan mengurangi harta, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda untuk mengingatkan kita dalam sebuah riwayat Muslim, “sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim).
Sedekah Menolak Bala
Dari sisi manfaat, bersedekah menjadi alasan Allah untuk menjauhkan hambaNYA dari bala, musibah dan bencana. Sehingga setiap muslim, bisa menjadikan sedekah benteng dunia dan akhirat, karena manfaatnya bisa saja didapat di dunia dan akhirat. Manfaat ini, sesuai sabda Rasulullah.
“Sedekah itu menolak bala (bencana).” (H.R. Ath-Thabrani).
Sementara dalam riwayat hadits lainnya Rasulullah pernah bersabda, “Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu kejahatan.”
Sedekah juga memiliki manfaat sesuai janji Allah, berkenaan dengan kondisi perekonomian, namun seberapa balasannya, hanya Allah yang mengetahui. Sebagai hamba, kita sepantasnya menjalankan perintah Allah secara ikhlas. Tentu harapannya, dengan rajin sedekah dapat melapangkan rezeki. Hal ini sesuai dengan janji Allah dalam surah At-Talaq ayat 7 yang aritnya,
“Siapa yang disempitkan rezekinya (miskin) hendaklah menafkahkan sebagian rezekinya (sedekah).”
Sedekah Menghapus Dosa
Umat Islam dianjurkan untuk disiplin dalam bersedekah, rutin dalam bersedekah merupakan unsur istiqomah. Sehingga bukan besaran nilai sedekah semata yang jadi ukuran, tapi juga rutin dan keikhlasan.
Manfaat sedekah yang menjadikan manfaatnya begitu besar, adalah balasan Allah berupa dihapusnya dosa. Hal ini sesuai sabda Rasulullah, “Sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api” (HR. Tirmidzi).
Manusia tidak mungkin luput dari dosa, namun Allah sungguh menjadikan semua baik, karena diberikan kesempatan terhapusnya dosa, salah satunya dengan jalan sedekah.
Balasan Sedekah
Sedekah sejatinya tidak ada ukuran, tapi sesuai niat, kemampuan dan tekad kemaslahatan umat. Sehingga saat ini ketika ada rumusan sedekah harus sekian persen, misal 2.5%, itu bukan ajaran Rasulullah, karena sedekah boleh berapapun. Angka 2.5% merupakan representasi dari zakat bukan sedekah.
Sungguh siapapun yang bersedekah berarti sudah membuktikan ketaatan di jalan Allah.
“Barang siapa yang memberikan pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (sedekah), niscaya akan dilipat gandakan (balasan) untuknya” (QS. At-Taghabun: 17).
Penulis: Hadi Sutrisno, Tendik FIAI UII
Kaji Al Quran dan Hadits, FIAI UII Berkolaborasi dengan UM Malaysia
Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) berkolaborasi dengan Academy Islamic Studies Universitas Malaya (UM) Malaysia adakan seminar bertema Al Qur’an dan hadits, Selasa, 9 Juli 2024 di Gedung Wahid Hasyim Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14.4 Sleman.
Kerjasama FIAI UII dan UM Malaysia selain penyelenggarakan seminar juga dalam materi pertukaran budaya, melalui serangkaian kegiatan pengenalan budaya Indonesia dan Malaysia, kepada mahasiswa UII dan UM Malaysia. Selain itu, dilakukan kunjungan ke Museum UII dan Candi Kimpulan yang berada di kampus.
Hadir dalam seminar Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni, Ketua Delegasi ACIS UM Malaysia Dr. Mohammad Khalid Bahrudin, Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag, Kaprodi Ahwal Syakhshiyah UII Krismono, S.H.I, M.S.I, serta Ketua Panitia Rizqi Anfanni Fahmi, SEI., M.S.I,
Dalam sambutan pembukaan seminar, Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni. MA mempertegas pemaknaan Al Qur’an.
“Secara umum, orang mendefinisikan Al Qur’an sebagai Kalamullah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, ini merupakan definisi teologis dan itu menjadi keimanan kita. Tapi ketika Al Qur’an dianggap sebagai sumber ilmu maka Al Qur’an adalah kitab yang setara semesta, artinya apa yang dibahasakan oleh Al Qur’an itu isyarat ilmiah untuk mengantarkan kita meneliti apa fenomena yang terjadi di jagad raya ini. Makanya dalam Al Quran penuh isyarat ilmiah, tapi Al Quran bukan kitab ilmiah tapi kitab suci,” kata Dr Asmuni.
Melengkapi sambutan, Ketua Delegasi UM Malaysia, Dr. Mohammad Khalid Bahrudin mengawali sambutan dengan ungkapan terimakasih kepada UII.
”Terimakasih atas sambutan Bapak Dekan FIAI UII. Kami dari Universitas Malaya Malaysia berkesempatan menggali sebanyak mungkin dari Fakultas Ilmu Agama Islam UII untuk berbagai aspek. Juga kami membuka kesempatan seluas-luasnya untuk FIAI UII bekerjasama dengan Universitas Malaya Malaysia,” ungkap Dr. Mohammad Khalid Universitas Malaya Malaysia.
Imbuhnya, Universitas Malaya Malaysia juga berharap adanya kerjasama penelitian dalam bidang kajian Al Quran dan Hadits. Serta kerjasama untuk menulis bersama pada Jurnal Akademis Studi Al-Qur’an dan Hadits Universitas Malaya yang sudah terindeks Scopus.
Selepas sambutan, kegiatan dilanjutkan seminar dengan narasumber dari FIAI UII dan UM Malaysia.
Narasumber dari UII, Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag singgung masuknya agama Islam di Indonesia.
”Sejak Islam masuk ke wilayah Nusantara, kajian Al-Qur’an mulai dilakukan, termasuk tafsirnya. Naskah tafsir pertama kali muncul di Nusantara pada abad ke-16. Ditemukan naskah Al Qur’an Surat Al-Kahfi oleh penulis tak dikenal. Diduga ditulis pada masa awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda tahun 1607 hingga 1636. Sedangkan kitab tafsir lengkap pertama 30 juz ditulis oleh Abdur Rauf Singkil tahun 1615 hingga 1693 dengan gelar Tarjumanul Mustafid,” ungkap Mumammad Roy yang juga menjabat Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni FIAI UII.
Imbuh Muhammad Roy, bahwa pada abad ke-19 terdapat dua karya tafsir yang terdokumentasi. Pertama Tafsir Marah Labid karya Imam Nawawi Al Bantani dengan menggunakan bahasa Arab. Tafsir Marah Labid menafsirkan Al Qur’an dari surah Al Fatihah hingga surah An Nas. Gaya penafsirannya adalah lughawi dan bilma’tsur. Tafsir selanjutnya adalah Tafsir Faidlurrahman dalam bahasa pegon jawa, karya Syeh Soleh Darat Semarang. Ia sengaja menafsirkan Alquran dalam bahasa Jawa agar mudah dipahami masyarakat.
Selepas paparan narasumber dari FIAI UII, dilanjutkan paparan dari UM Malaysia yaitu Dr. Mohammad Khalid Bahrudin.
“Berawal sejak abad ke-17 sampai hari ini, penulisan dan penerbitan hadits di Tanah Melayu telah berkembang pesat dan berevolusi dengan keperluan masyarakat di Malaysia. Namun begitu sebagian penerbitan hadits ini didapati bermasalah dari segi kualitas status dan terjemahannya. Penggunaan riwayat palsu atau diduga dhoif, serta kesalahan atau ketidaktepatan terjemahan tempak dalam penerbitan dari hasil rangkuman naskah klasik maupun kontemporer. Untuk mencegah hal ini terjadi secara luas, pihak berwenang di negara Malaysia telah mengambil tanggung jawab untuk memperkenalkan mekanisme peraturan untuk teks dan terjemahan hadits,” ungkap Dr. Mohammad Khalid dengan gaya bahasa Melayunya.
Tambahnya, secara otoritatif, pengaturan kesahihan hadits secara resmi digagas oleh Umar bin Abdul Aziz melalui proyek kodifikasi pada masa pemerintahannya. Hal ini didorong oleh beberapa faktor seperti meninggalnya para sahabat penghafal hadits , praktik bid’ah dan tahayul serta penyebaran hadits palsu. Era berikutnya mencatat berbagai aktivitas peraturan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait hadits, khususnya yang melibatkan penyebaran dan penggunaan hadits palsu.
Seminar dengan moderator Miqdam Makhfi, Lc., M.A selain luring diikuti mahasiswa UM Malaysia dan FIAI UII, juga secara daring menggunakan live streaming ke sivitas akademika Universitas Malaya di Malaysia. Miqdam merupakan alumni salah satu perguruan tinggi di Malaysia. Dalam pengamatan Miqdam selama kuliah di Malaysia menyebutkan bahwa proses pendidikan agama Islam di perguruan tinggi Malaysia dan Indonesia memiliki banyak perbedaan.
”Mahasiswa di Malaysia sangat patuh kepada pengajar, itu sebuah keunggulan di sana. Mahasiswa di Indonesia, memang tidak sekuat Malaysia dalam kepatuhannya, tapi dalam kreatifitas dan semangat inovasinya, tampak dominan. (IPK)
Sabet Juara II, Tim Sepakbola FIAI Ukir Sejarah pada Milad ke-81 UII
SLEMAN. Kompetisi olah raga dalam rangka Milad ke-81 Universitas Islam Indonesia (UII) mengetengahkan beberapa perlombaan cabang olah raga, salah satunya cabang sepak bola. Kompetisi sepak bola diikuti oleh seluruh fakultas dan rektorat I UII, bertanding sepanjang bulan Juni hingga Juli 2024. Pada laga final olahraga sepakbola yang diselenggarakan Rabu 3 Juli 2024, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) berhasil meraih Juara II, setelah melawan Fakultas Kedokteran.
Laga final olah raga sepak bola diselenggarakan di Lapangan Sepak Bola Kampus Terpadu UII, Jalan Kaliurang km. 14.5 Sleman. Hadir dalam laga final, Dekan FIAI Dr. Drs. Asmuni MA, serta Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Dr. Nur Kholis, SEI., M.Sh.Ec, juga Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni (KKA) Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag .
”Kami pimpinan fakultas cukup bangga dengan torehan prestasi Tim Sepak Bola FIAI UII, lama sekali tidak bisa masuk 3 besar, bahkan mungkin baru kali ini, mendapat juara II. Selamat dan sukses. Namun memang di beberapa lini perlu evaluasi agar tahun berikutnya bisa juara pertama,” apresiasi Wakil Dekan KKA, Dr M Roy Purwanto.
Imbuhnya, perlu peningkatan frekuensi latihan yang rutin untuk bisa meningkatkan prestasi. Pada keikutsertaan kompetisi sepak bola pada Milad ke-81 UII, Tim FIAI UII hanya melakukan persiapan dengan latihan tidak lebih dari 5 kali. Selain itu, dari semi final ke final dirasa tidak ada jeda waktu. Semi final dilakukan kemaren sore, hari ini sudah harus ikut dalam laga final. Kondisi pemain sudah lelah pada laga sebelumnya.
Ungkapan Dr. M Roy Purwanto diamini oleh Burhan Nudin, S.Pd.I., M.Pd.I, dosen FIAI UII yang juga menonton pertandingan.
“Perlu perbaikan dalam lini organisasi antar pemain, harus ditingkatkan latihan agar memahami karakter antar pemain dalam satu tim,” kata Burhan.
Sebelum memasuki laga final, FIAI UII berhasil memenangkan pertandingan penyisihan melawan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) dengan skor 4-2, serta pada laga semi final melawan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dengan skor 1-0.
Ungkapan apresiasi juga datang dari Dr. Drs. Ahmad Darmadji, M.Pd, dosen FIAI UII.
“Luar biasa ini, Tim Sepak Bola FIAI UII bisa masuk final di Milad UII. Ikut senang makanya saya datang untuk mensupport,” ungkap Dr. Ahmad Darmadji. Selain itu, ungkapan suka cita juga mengalir di Whatsapp Group FIAI UII, salah satunya dari Dr. Siti Achiria, SE., MM.
“Alhamdulillahirobbil’alamiin. Selamat Tim FIAI, semoga berkah. Amin. Nuwun sewu, melihat potensi dan semangat atlet-atlet serta supporter FIAI, nderek sekedar usul, bagaimana kalau ada latihan rutin untuk cabang olahraga yag dipertandingkan dalam Milad UII,” ungkap Dr. Siti Achiria dalam chatnya. (IPK)
FIAI UII Bahas Pribadi Tangguh Bencana Berbasis Turats untuk Penerbitan Buku Fikih
Dalam upaya meningkatkan peran di masyarakat, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyiapkan serangkaian kegiatan akademik dan penulisan buku. Salah satunya, kegiatan berupa focus group discussion Manajemen Bencana dari Perspektif Islam Sesi III dengan mengusung tema “Kepribadian Tangguh Bencana dari Perspektif Turast” , Rabu, 26 Juni 2024, di ruang sidang Dekanat FIAI, Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14,4 Sleman.
Focus Group Discussion (FGD) menghadirkan 2 narasumber pemantik. Pertama, Dr. H. Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII. Kedua, Lukman, S.Ag., M.Pd. Dosen FIAI UII. Kegiatan FGD ini rencananya akan dijadikan materi buku Fikih Kebencanaan Perspektif Fuqaha UII, seperti disampaikan Dekan FIAI UII saat membuka acara.
“Penyintas biasanya akan memasuki beberapa fase. Fase pertama biasanya spontan, kaget kurang lebih selama 1 minggu. Fase kedua merasa selamat, menjadi pemberani, heroik dan berani menyelamatkan yang lain. Kita pernah merasakan ini tahun 2006 bencana gempa bumi Yogya. Fase ketiga adalah harmoni, biasanya penyintas ini membangun relasi, karena menerima janji-janji bantuan dari banyak pihak. Dari pemerintah sekian, dari daerah lain sekain, dan lain sebagainya dan harmoni, biasanya membangun relasi dengan siapapun, apalagi relawan hadir di lokasi bencana. Pada fase ini, paska bencana gempa bumi Lombok tahun 2018 welcome terhadap siapapun, juga saat bencana gempa bumi Yogya tahun 2006,” kata Dr. Asmuni , Dekan FIAI UII.
Namun Dr. Asmuni juga melengkapi, bahwa ada fase keempat, yaitu fase penuh kekecewaan, ternyata bantuan yang diberikan tidak mampu mengembalikan keadaan seperti semula. Apalagi sadar ketika para relawan sudah meninggalkan lokasi bencana, tinggalah penyintas dalam kesendirian dan sadar bantuan yang dijanjikan dahulu tidak sampai memulihkan semuanya. Rumah bersifat sementara, kamar mandi dan sekolah serba sementara. Fase kecewa bisa saja selama 2 bulan hingga 2 tahun, tapi ada fase rekonstruksi yang cukup lama membutuhkan bantuan secara material, juga bantuan secara pendampingan spiritual, tapi sentuhan secara psikologis dari pakar dan ahlinya tidak bisa diabaikan. Tentunya para psikolog memahami cara mengelola hati perasaan para penyintas.
”Nah diskusi kali ini menghadirkan narusumber multidisplin. Luarannya nanti berupa buku berjudul Fikih Bencana Perspektif Fuqaha UII. Nah fuqaha UII tidak hanya FIAI karena melibatkan fakultas lain,” ungkap Dr. Asmuni yang pada bencana gempa bumi Yogya tahun 2006 dan bencana gempa bumi Lombok tahun 2018 terlibat langsung menjadi relawan.
Selepas sambutan, dilanjutkan sesi diskusi menghadirkan 2 narasumber pemantik dari internal UII, yaitu Dr. H. Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psikolog, dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) serta Lukman, S.Ag., M.Pd., dosen Fakultas Ilmu Agama Islam. Dipandu fasilitator Sofwan Hadikusuma, Lc., ME, dosen FIAI.
Dalam paparan awal, narasumber pertama Lukman, S.Ag, M.Pd memantik dengan siklus manusia menghadapi bencana.
”Sebagai relawan bencana kita mendampibgi bukan saja saat bencana tapi juga sampai akhir, sehingga ketahanan terhadap bencana semakin baik. Ada siklus manusia saat menghadapi bencana, dimulai dari sabar, merasa perlu taubat, ada yang mengeluh. Bagi yang sabar, Allah menjanjikan akan mendapatkan rahmat. Ada yang taubat, merasa sadar bahwa dosanya memang banyak. Tapi juga ada yang mengeluh. Nah pentingnya deteksi dini itu ada di sini, apakah penyintas itu sabar, taubat atau mengeluh,” jelas Lukman M.Pd.
Menurut Lukman M.Pd, penemuan terhadap kategorisasi ini penting terutama bagi tim reaksi cepat dan tanggap darurat, karena bisa memperlakukan sesuai yang ada pada dirinya. Kalau mereka sudah sabar lalu diberi nasehat terus, bisa saja justru akan mengeluh. Sebaiknya orang yang sudah sabar, diajak berpartisipasi untuk tanggap bencana dan mitigasi. Kemudian orang yang taubat, ditingkatkan untuk menjadi sabar.
“Kategorisasi terhadap kondisi spiritual manusia itu penting, karena kalau kita memberikan suatu nasehat, ibarat pasien sakit perut, diberi obat sakit lutut. Selain pendampingan recovery fisik juga recovery mental bahkan menjadi lebih baik lagi. Jadi bencana kita jadikan salah satu titik point bagaimana untuk meningkatkan pendidikan spiritualitas. Ada yang kemudian bangkit, normal, putus asa ada yang sadar memperbaiki diri ada juga yang tersesat,” kata Lukman M.Pd
Pada sesi yang sama, narasumber pemantik kedua, Dr. H. Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psikolog, mencoba mengangkat aspek optimalisasi HERO menghadapi bencana. Hero merupakan kependekan dari harapan, efikasi, resiliensi dan optimisme.
“Di lapangan, semua perspektif terhadap bencana alam itu paling tepat kalau dimaknai sebagai ujian. Sangat tidak nyaman bagi penyintas kalau dimaknai sebagai peringatan dan azab. Ketika disampaikan misal ini sebagai sebuah peringatan, bapak ibu. Ternyata itu sangat menyakitkan,” kata Dr. Sus Budiharto.
Imbuhnya, pemaknaan yang paling mudah diterima menjadikan bencana sebagai ujian, sebagaimana mahasiswa menempuh ujian untuk lulus, jadi orang-orang yang menempuh ujian itu orang yang rajin.
“Catatan saya sebagai psikolog adalah jangan sampai penyintas diberitahu bahwa mereka mengeluh, meskipun kenyataannya mengeluh. Maunya mereka itu tetap disanjung sebagai orang yang sabar. Jadi meski mengeluh baiknya dianggap sabar. Sehingga perlu hati-hati ketika kita pendamping melakukan deteksi dini.” ujarnya.
Sus Budiharto melengkapi bahwa perlu diantisipasi ada kecenderungan relawan psikolog mudah melakukan judgement, menilai orang lain rendah, sedang atau tinggi. Untuk yang melakukan judgment rendah berlaku teori populer yaitu Self Fulfilling Prophecy misal hanya dari melihat, lalu terlanjur menganggap orang itu mengeluh, maka akan terdorong untuk menganggap orang itu lebih rendah. Hal itu akan berdampak akan lebih banyak mengkritik orang tersebut. Ini catatan saat bencana.
Selain itu, perlu juga memahami simpati dan empati terkait budaya setempat. Untuk memahami para penyintas yang diperlukan adalah empati, tidak hanya simpati.
”Saya orangnya selau berusaha menunjukan ekspresi tersenyum, baik senang sedih terus berusaha senyum. Tapi ini ternyata bisa tidak cocok. Ada sebuah kisah seorang relawan sedang mendengarkan cerita seorang ibu di suatu lokasi bencana gempa besar, untuk menunjukkan kesan tertentu, relawan ini berusaha tersenyum. Rupanya itu menyinggung perasaan ibu tersebut, dan menegur relawan bahwasanya jangan tersenyum karena ibu tersebut sedang bercerita sedih,” ungkap Sus Budiharto.
Kegiatan FGD diikuti oleh dosen FIAI dan FPSB, bertujuan untuk memecahkan masalah saat ini. Ketua Panitia FGD Manajemen Bencana dari Perspektif Islam Sesi III, Kurniawan Dwi Saputra, Lc., M.Hum memperjelas arah kegiatan FGD ini,
”FGD Manajemen Bencana dari Perspektif Islam Sesi III ini bertujuan untuk mengelaborasi turats sebagai perspektif untuk pemecahan permasalahan kemanusiaan kontemporer,” jelasnya. (IPK)
Kolaborasi Budaya dan Dakwah Islam Menjadi Lebih Indah
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang tak henti-hentinya telah memberikan nikmat iman, islam kepada kita sampai saat ini. Sholawat serta salam selalu junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
Sudah semestinya sebagai umat Islam kita selalu di ingatkan dan di arahkan untuk “amar ma’ruf nahi mungkar” perintah berbuat baik dan mencegah kepada hal yang buruk. Kalimat pertama yaitu “amar ma’ruf” yang artinya sebuah perintah yang dilakukan mengajak orang untuk melakukan ha-hal yang baik, dengan memulai berbuat kebaikan dari diri sendiri setelah itu kita melanjutkan dengan “nahi mungkar” yang artinya melarang pada hal-hal yang buruk, dengan kita memberikan contoh hal yang baik terlebih dahulu akan lebih bisa diterima oleh jamaah. Dalam agama islam perintah untuk mengajak berbuat baik lebih sering dikenal dengan sebutan Dakwah/ nasihat, seperti yang sudah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan juga sudah ditegaskan diperintahkan oleh Allah SWT.
Hal ini sudah tertulis dalam Al Quran Surat An Nahl:125;
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya ; “ Serulah ( manusia ) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yag baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia ( pula ) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk ”.
Berdakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil manusia untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan akidah, akhlak dan syariat islam secara sadar dan tulus ikhlas. Dakwah memainkan peran kunci dalam membentuk citra islam. Sebab, banyak orang mengenal ajaran islam dalam kegiatan pemberdayaan umat melalui aktivitas para da’i, baik melalui dakwah lisan maupun dakwah yang langsung melibatkan masyarakat. Namun, di Indonesia, fenomena dakwah masih di dominasi oleh dakwah lisan yang biasanya dilakukan dalam acara-acara formal keagamaan atau pengajian. Tujuan utama dari dakwah adalah mencari kebahagian di dunia dan akhirat. Banyak macam cara kegiatan dakwah kita agar di terima oleh orang lain yang menjadi audiens kita. Maka dari itu kita harus merencanakan dan mengkonsep dakwah dengan baik agar berhasil. Dakwah dengan baik berarti mengajak orang lain menuju kebaikan melalui pendekatan yang bijak, penuh hikmah, dan sesuai dengan ajaran Islam. Di tengah ke anekaragaman bangsa, suku, budaya, dan adat istiadat kegiatan dakwah perlu kita konsep secara kebhinekaan yang harmonis saling menghormati dan menjunjung tinggi toleransi serta tidak saling menyakiti dan menghakimi keyakinan dan kepercayaan orang lain. Dengan konsep dakwah yang baik tersebut akan menciptakan suasana yang indah dan penuh kasih sayang dan dapat menumbuhkan rasa aman tenteram dan damai dalam menjalankan ibadah sesuai syariah Islam.
Berikut adalah beberapa langkah untuk berdakwah secara efektif :
Dalam penyampaian dakwah harus mengedepankan sikap toleransi, bijaksana, lemah lembut dan menghargai, hindari kekerasan, paksaan, atau celaan. Adapun cara ini sudah diperintahkan kepada nabi Muhammad SAW dan tertulis dalam surat Al Imron ayat : 159;
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِك…… آل الآية
Artinya; “ Maka berkat rahmat Allah engkau ( Nabi Muhammad ) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu ”.
Adapun metode seperti ayat diatas sudah di praktikkan oleh da’i pendahulu dalam berdakwah yang sudah dikenal semua orang yaitu para Wali Songo, para wali ini adalah seorang da’i yang menyampaikan dakwah nya dengan mengkolaborasi tradisi, dan juga kesenian yang dilakukan masyarakat pada umumnya. Beliau para wali tersebut mengubah tradisi dan seni menjadi amal ibadah, yang awalnya dilarang oleh syariah Islam kemudian diubah menjadi Ibadah yang sesuai dengan syariah Islam. Sebagai contoh adalah budaya sesajen yang lengkap dengan bunga dan do’a kepada leluhur kemudian di ubah sesajen dengan hal yang bisa di konsumsi oleh peserta dan doa yang dibaca di ubah dengan doa kepada Allah SWT. Dalam berdakwah alangkah baiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan contoh yang relevan. Sampaikan nasihat dengan kasih sayang dan hindari sikap menghakimi. Ketika ada jamaah yang bertanya maka jawab dan jelaskan dengan sopan, Jika ada perbedaan pendapat, sampaikan dengan cara yang baik dan hindari perdebatan yang memicu perpecahan. Sebagai Penyampai Dakwah kita harus menjadi teladan yang baik dengan cara menunjukkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari agar menjadi contoh bagi jamaah.
Dengan perkembangan zaman dan teknologi, kegiatan dakwah saat ini banyak inovasi dalam berdakwah seperti ceramah, tulisan, video, atau media sosial untuk menyampaikan dakwah. Sehingga memudahkan kita untuk terus konsisten dan istiqomah dalam berdakwah. Dengan tidak mudah putus asa, selalu belajar dan memperbaiki diri agar dakwah semakin berkualitas. Pastikan dakwah yang disampaikan sesuai dengan syariat Islam dan akhlak yang baik. Kemudian ajak jamaah untuk bertindak dan melakukan perubahan.
Penulis: Taufiq Hidayanto, Tendik FIAI UII