Prof Dr. Drs. Amir Mu’allim, BA. MIS merupakan guru besar pertama di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII). Tahun 2024 ini merupakan perjalanan karir yang ke-47 tahun Prof Amir, ditandai dengan peluncuran buku biografinya. Penyusunan buku diprakarsai oleh Prodi Doktor Hukum Islam juga Prodi Ahwal Syakhshiyah berjudul “Pencari Rumput Jadi Profesor, Biografi Prof. Dr. Drs. Amir Mu’allim, BA. MIS”. Dalam buku ini juga disertai kesan testimoni persahabatan dari 16 sahabat Prof Amir, salah satunya dari Sri Purnomo, Bupati Sleman periode 2010-2015 dan 2016-2021
Untuk acara bedah bukunya, diprakarsai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Prodi Doktor Hukum Islam dan Jurusan Studi Islam. Menurut Anton Priyo Nugroho, S.E.,M.M,, Ketua Jurusan Studi Islam, kinerja Prof Amir patut menjadi teladan bagi masyarakat.
“Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kinerja Prof Amir selama di FIAI. Ada sisi keteladanan dari Prof Amir Mu’allim yang dapat menjadi contoh perilaku bagi penerusnya juga masyarakat. Daya juangnya, kemandiriannya dan kesabaran beliau,” kata Anton.
Bedah buku diselenggarakan di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII lantai III, Rabu (6/11/2024) dihadiri pimpinan fakultas, dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa program doktor. Dalam sambutan pembukanya, Dekan FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni MA sampaikan rasa syukur.
“Tentu kita bersyukur pada pertemuan hari ini, Pak Amir adalah salah satu pejuang di FIAI. Selama di UII Prof Amir selalu menjabat, kecuali ketika sedang menempuh kuliah. Bedah buku kali ini akan membahas dari hulu ke hilir kehidupan Prof Amir, sejak dari pencari rumput di Kebumen hingga menjadi profesor,” kata Asmuni.
Untuk mengungkap isi buku, dihadirkan 2 pembahas yakni Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA dari UIN Sunan Kalijaga dan dan Dr. Dra. Junanah. MIS dari FIAI UII. Selain sebagai pembedah, Prof Khoiruddin adalah teman kuliah Prof Amir saat menempuh program doktor di UIN Sunan Kalijaga. Sedangkan Dr Junanah adalah teman kuliah saat menempuh program magister di Malaysia.
”Dari buku ini menggambarkan Prof Amir memang berdikari. Tidak menuntut orangtua harus ini itu. Dari kecil sudah berusaha mandiri. Maaf, ada beda dengan anak zaman sekarang yang mungkin minta ini itu dijawab orangtunya iya, minta dibelikan ini itu, dijawab orangtua dengan iya. Sehingga menjadikan generasi anak rebahan. Dampaknya daya juang jadi lemah. Saya sama dengan Prof Amir di masa itu, ketika kuliah dan kursus, berangkat harus jalan kaki,” kata Prof Khoirudin.
Tidak kalah menariknya, Dr Junanah juga ungkapkan, bahwa sesuai dalam isi buku, perjalanan menempuh kuliah di Malaysia itu banyak kejadian yang lucu. “Sesampai di Malaysia, kami mau diantar, tapi pengantar bilang nanti harus pusing sampai asrama, kata pengantar. Eh Mas Amir langsung jawab: tidak, saya sudah biasa naik motor tidak akan pusing,” cerita Junanah.
Lanjutnya, bahwa yang dimaksud pengantar dengan kata pusing itu adalah memutar dahulu. Kata pusing kalau di Indonesia itu sakit kepala, kalau di Malaysia artinya memutar. Jadi yang mengantar itu menyampaikan bahwa ini nanti perjalanan sampai asrama harus pusing, itu artinya harus memutar rute perjalanannya.
Di luar apa yang disampaikan 2 narasumber bedah buku, secara sekilas buku ini menceritakan masa kecil Prof Amir di Desa Petanahan Kebumen, penuh perjuangan. Buku yang terdiri dari 10 bab ini, dimulai dari perjalanan Prof. Amir Mu’allim dari desa Petanahan Kebumen, saat sekolah dasar, Sekolah Pendidikan Guru Agama, hingga mengabdi di UII mulai dari staf akademik, dilanjutkan menjadi dosen, dan berhasil meraih gelar profesor.
Seusia anak yang masih di bangku sekolah dasar, sepulang sekolah mencari rumput untuk mempertahankan siklus perekonomian ayahnya yang seorang kusir dokar. Rumput yang dikumpulkan Amir untuk pakan kuda, dokar ayahnya. Sore hari Amir membantu ibunya yang berdagang hasil tani di desanya, dengan membantu distribusi dagangan.
Pada bab tengah bahasan buku menggambarkan sisi spiritual Prof Amir, karir dan eksistensi dalam bidang keilmuannya. Juga pada penekanan ibadah, menjelaskan kebiasaan yang dilakukan Prof Amir, mulai sholat rawatib dengan disiplin, sholat dengan tepat waktu dan sholat hajat untuk mendapatkan kemudahan dari Allah. Dalam kondisi terdesak, ada ibadah khusus yang dilakukan sebagai upaya memohon kemudahan dari Tuhan.
Dari sisi eksistensi, buku ini juga berisi tentang perjalanan karir, dari dosen, praktisi bidang ekonomi syariah, hingga komisaris sebuah BPRS di Sleman. Pada bab Dedikasi untuk Bangsa dan Ilmu menggambarkan karya buku, karya tulis, dalam pemikiran dan sumber inspirasi bagi masyarakat.
Di bab akhir, buku ini berisi dorongan spiritual, bahwa kesuksesan bukan karena faktor potensi jasmaniahnya, tapi karena kemudahan dari Tuhan, dengan segala upaya ibadah yang ditekuninya. Amir menyakini bahwa suksesnya kehidupan manusia di dunia ini bukan karena kecerdasan, kekayaan dan jabatan, namun sukses bersumber dari kemampuan diri terus berprasangka baik kepada Allah.
Buku biografi Prof Amir Mu’allim diterbitkan oleh Penerbit UII yang juga tergabung pada Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), bekerjasama dengan FIAI UII. Buku biografi ini, ditulis oleh Ipan Pranashakti, berdasar penuturan langsung Prof Amir juga sahabatnya, termasuk teman semasa kuliah dan kerja di UII. Buku biografi akan dicetak dan dibagikan kepada segenap relasi Prof Amir. (IPK)
FIAI UII Cetak Mahasiswa Multitalenta dengan Artificial Intelligence
Artificial Intelligence (AI) menjadi topik utama berbagai forum diskusi pada kampus di Indonesia. Terutama karena kemajuan teknologi berbasis AI dapat dimanfaatkan untuk memudahkan mahasiswa yang sedang menempuh studi. Begitu juga dengan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan short course Penulisan Berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk mahasiswa, Senin dan Selasa, 25-26 November 2024. Selain diikuti mahasiswa UII, short course penulisan juga diikuti mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah 3 Daerah Istimewa Yogyakarta.
Short course penulisan diselenggarakan di lantai III Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII, dihadiri juga oleh Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag sekaligus sebagai pembuka acara.
”AI itu cerdas, perintah yang sama bisa memberikan hasil yang berbeda, termasuk dalam tulisan. AI dapat dimanfaatkan untuk berbagai bidang, selain menulis untuk opini, media massa juga tentu karya ilmiah. Jangan sampai ketinggalan dengan teknologi AI, ketika mahasiswa yang lain sudah mahir dengan AI, maka yang hadir di sini harus bisa segera beradaptasi dengan kemajuan AI. Kita harus ingat, apa kata Imam Al-Ghazali, yaitu kalau kamu bukan anak ulama besar, bukan pula anak seorang raja, maka menulislah,” kata Muhammad Roy.
Menurut Muhammad Roy, dengan karya tulis akan dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat. Meski penulisnya telah tiadapun, nanti puluhan bahkan ratusan tahun jejak penulis akan tetap dikenang generasi-generasi setelahnya.
Tambahnya, dengan workshop selama 2 hari ini, diharapkan peserta dapat menulis dengan teknologi AI untuk kepentingan penulisan artikel, opini, cerpen di berbagai media. Tentu bisa dikembangkan untuk karya tulis ilmiah dan buku.
Hari pertama short course, FIAI UII hadirkan 2 narasumber. Pertama, Hendrik, S.T., M.Eng dosen dan penggiat AI dari FTI UII. Kedua, Muhammad Luthfi Hamdani, S.M., M.M dosen Politeknik Akbara Surakarta sekaligus penulis cerpen dan pemilik penerbitan buku.
Pada hari kedua, 2 narasumber dari internal UII dan eksternal. Narasumber pertama, Ahmad Ali Azim, S. Pd. I., M. Pd. pendiri media dan penerbit Dawuh Guru. Narasumber kedua, Yuli Andriansyah, SE., MSI dosen Prodi Ekonomi Islam UII, juga sebagai Editor In Chief Jurnal Millah FIAI UII.
Narasumber perdana, mengawali shortcourse yakni Hendrik, S.T., M.Eng FTI dosen Prodi Informatika UII, yang merupakan penggiat AI untuk berbagai kemanfaatan. Hendrik mengangkat materi The Role of Artificial Intelligence in Writing.
”Artificial Intelligence sebenarnya sudah ada sejak lama. Adalah John Mc Carthy menciptakan istilah Artificial Intelligence pada tahun 1950-an.Tentu saja, AI dimaksudkan untuk ramah, dan menavigasi dunia yang dibangun untuk manusia,” kata Hendrik yang sedang menempuh studi doktor ini.
Menurut Hendrik, AI bisa dimanfaatkan untuk beberapa kepentingan, karena perannya begitu nyata. Pertama, brainstorming and idea generation. Bahwa setiap orang bisa memanfaatkan AI karena handal dalam proses data dalam jumlah besar, juga untuk meraih ide-ide baru yang mungkin belum terpikirkan selama ini. Kedua, writing assistant yaitu untuk meningkatkan kulitas penulisan, memperbaiki salah tulis dan tata bahasa, utamanya agar sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Ketiga, Literature Finder and Reference Tracker , untuk membantu menelusuri sitasi, keterkaitan sumber penulisan dan kejelasan rujukan referensi. Keempat, data processor and analyst, memudahkan proses pengolahan data dan analisis, misal di SPSS ada kesulitan proses input seperti preparasi, tapi dengan AI dari file Microsoft Excell pun bisa nemukan solusi.
“Bahkan ada yang menggunakan AI sebagai teman curhat. Setiap saat chat dengan AI ketika ada masalah hidupnya,” kata Hendrik untuk memecahkan suasana.
Narasumber kedua di hari pertama, Muhammad Luthfi Hamdani, S.M., M.M mengawali paparan dengan dasar pemahama tentang cerita pendek (cerpen), sebelum membahas pemanfaatnya AI.
“Cerpen itu hanya menggambarkan kisah pendek, konflik singkat. Beda dengan novel yang melibatkan banyak konflik dan tokoh, dengan kisah yang tidak pendek lagi. Cerpen jadikan sebagai pendidikan karakter dalam karya sastra, bentuk metafor tidak bersifat menggurui. Orang tidak suka digurui dan didekte,” kata Muhammad Luthfi.
Muhammad Luthfi tambahkan kalau dalam menulis cerpen bisa berangkat dari value dan pesan moral yang akan diangkat. Apa kondisi dari sekitar penulis yang akan ditulis. Kemudian, valuenya justru dari tokoh-tokoh dengan karakter yang diangkat menjadi sebuah cerita bermakna. Sehingga cerpen bisa dikembangkan dari masalah hidup nyata.
“Cerpen yang paling penting ada gaya cerita, itu menjadi penting di beberapa media cetak ternama saat ini. AI dapat membantu dalam brainstrormingnya, plotingnya dan seting juga ide. Namun sebaiknya memang tetap menjaga gaya khas penulisnya. Jangan seluruhnya dari AI. Ini bukan saya katakan menolak AI, tapi jangan menaruh seluruh tulisan bergantung dari AI,” kata Muhammad Luthfi. (IPK)
Islamic Parenting: Pentingnya Pendidikan Anak Berbasis Fitrah
Tingkatkan Daya Saing, FIAI UII Selenggarakan Pelatihan untuk Tenaga Kependidikan
Menurut Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V melalui laman www.lldikti5.id, per November 2024 ada 101 perguruan tinggi swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dari 101 perguruan tinggi swasta DIY, terdapat 788 program studi dari berbagai bentuk kelembagaan, yakni akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, universitas dan akademi komunitas. Secara nasional, menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada laman www.pddikti.kemdikbud.go.id, saat ini ada 4408 perguruan tinggi di Indonesia. Menyadari kondisi persaingan yang kian ketat ini, FIAI UII menyelenggarakan pelatihan untuk efektifkan hasil kerja dan efisiensikan proses, dalam rangka dorong daya saing dari aspek sumber daya.
Pelatihan diselenggarakan di Gedung Wahid Hasyim FIAI UII selama 2 hari, Senin (18/11/2024) dan Kamis (21/11/2024) diikuti seluruh tenaga kependidikan di lingkungan FIAI UII. Hadir sebagai narasumber tim dari Badan Sistem Informasi UII dan Kepala Divisi Administrasi Akademik dan Teknologi Informasi FIAI.
Dr. Nur Kholis, SEI., M.Sh.Ec, Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FIAI UII dalam sambutan penutupan pelatihan sampaikan pesan kepada peserta pelatihan.
“Ilmu yang diraih dalam 2 hari pelatihan ini, harus diamalkan. Ilmu yang tidak diamalkan seperti pohon yang tak berbuah. Ciri ilmu bermanfaat adalah diamalkan. Nantinya jangan malu bertanya kepada teman yang lain, jika ada yang belum dipahami dari pelatihan ini. Jadi jangan malu-maluin, artinya sudah tidak tahu, malu bertanya pula. Sesama tenaga kependidikan mari ikhtiar bersama ke depannya, jangan hanya berhenti pada pelatihan ini,” kata Nur Kholis.
Nur Kholis melengkapi sambutannya, bahwa tenaga kependidikan harus memastikan betul adanya peningkatkan kapasitas diri, serta kinerja yang lebih efisien tapi lebih maksimal. Tenaga kependidikan sudah saatnya membiasakan diri bekerjasama dengan platform, untuk mendorong kualitas teamwork. Ini zamannya kerja dengan platform.
Tenaga kependidikan FIAI UII yang terdiri dari 3 prodi program sarjana, 1 program magister dan 1 program doktor mengikuti pelatihan dengan tema Optimasi Google dan Microsoft Office. Narasumber pertama pada hari pertama dari Badan Sistem Informasi UII hadirkan materi optimalisasi dan otomatisai dari fitur Google untuk mendukung transformasi dokumen, mulai dari dokumen teks menjadi web secara otomatis dalam 1 detik. Selain itu, juga mengetengahkan berbagai fitur otomatisasi Google untuk mendukung proses administrasi digital.
Narasumber kedua pada hari kedua, Prayitna Kuswidianta, Kepala Divisi Administasi Akademik dan Teknologi Informasi FIAI UII mengulas tema otomotisasi dan pengolahan data akademik dan administrasi dengan Microsoft Excell. Materi terdiri dari 5 sesi bahasan, diawali dari formula proses data hingga otomatisasi lembar kerja multi platform untuk sajikan presentasi visualisasi kaedah statistik. Kelima materi mencoba memudahkan proses olah data untuk berbagai kepentingan tenaga kependidikan sesuai posisi struktural dan fungsional. (IPK)
Luluk Raih IPK 4,0 dan Pin Emas UII, Tempuh Program Magister 1 Tahun 7 Bulan di FIAI
Luluk Makrifatul Madani mahasiswa Program Magister Ilmu Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam Indonesia (FIAI), Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil meraih indeks prestasi komulatif 4.0 sekaligus menyabet Pin Emas UII. Pin Emas UII merupakan penghargaan yang diberikan kepada mahasiswa yang telah menyelesaikan masa studi sesuai batas waktu dengan indeks prestasi kumulatif sempurna yaitu 4.0. Pin Emas diserahkan oleh rektor kepada wisudawan pada gelaran Wisuda UII.
Luluk Makrifatul Madani mahasiswa Program Magister Ilmu Agama Islam angkatan tahun 2023, dan wisuda tanggal 27 Juli 2024, di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir. Wisuda UII Periode VI Tahun Akademik 2023/2024 ini, mewisuda 970 lulusan terdiri dari 2 doktor, 78 magister, 868 sarjana, 18 sarjana terapan, dan 4 ahli madia. Tercatat hingga periode kelulusan ini UII telah memiliki 127.042 alumni.
Luluk merupakan anak dari pasangan guru di Purworejo. Ayahnya, Supriyatno Jati Riyanto merupakan purna tugas PNS guru. Ibunya, Marwiyah saat ini masih PNS guru.
“Alhamdulillah saya bisa lulus program magister di FIAI UII selama 1 tahun 7 bulan. Semua ini berkat dukungan Program Magister FIAI UII yang memberikan program-program yang luar biasa untuk membantu mahasiswa seperti saya agar lulus tepat waktu. Banyak sih, misal seperti pada saat awal seleksi menjadi mahasiswa baru, sudah diwajibkan untuk membuat rencana tesis sehingga sudah nyicil dengan rancangan. Termasuk saya, dari awal sudah dibimbing memikirkan rencana tesis, dan bagaimana cara menyelesaikan dengan waktu yang tersisa, ke depannya,” kata Luluk
Tambahnya, Luluk juga berusaha mengembangkan hasil dari rancangan tesis yang disusun sejak semester awal kuliah program magister. Setelah matang dengan rancangannya, Luluk berusaha rutin konsultasikan rencana tesisnya, utamanya saat mengikuti mata kuliah metodologi penelitian. Hasil dari rutin melakukan konsultasi ini, Luluk mampu ajukan seminar proposal pada semester 2. Menurutnya, salah satu pendorong wawasan dan matangnya perencanaan tesis adalah karena dukungan FIAI UII dan Program Tesis Camp dari Magister FIAI UII untuk menambah wawasan dan mencari solusi dari persoalan tesisnya.
”Selama perkuliahan saya bersungguh-sungguh supaya mendapatkan nilai yang maksimal dan tidak mengulang mata kuliah sehingga dapat lulus tepat waktu. Selama masa perkuliahan saya juga menyicil mengerjakan tesis sehingga ketika selesai semua mata kuliah tesis saya juga selesai,” kata Luluk (IPK)
47 Tahun Perjalanan Karir Prof Amir Mu’allim FIAI UII, Ditandai dengan Bedah Buku Biografinya
Prof Dr. Drs. Amir Mu’allim, BA. MIS merupakan guru besar pertama di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII). Tahun 2024 ini merupakan perjalanan karir yang ke-47 tahun Prof Amir, ditandai dengan peluncuran buku biografinya. Penyusunan buku diprakarsai oleh Prodi Doktor Hukum Islam juga Prodi Ahwal Syakhshiyah berjudul “Pencari Rumput Jadi Profesor, Biografi Prof. Dr. Drs. Amir Mu’allim, BA. MIS”. Dalam buku ini juga disertai kesan testimoni persahabatan dari 16 sahabat Prof Amir, salah satunya dari Sri Purnomo, Bupati Sleman periode 2010-2015 dan 2016-2021
Untuk acara bedah bukunya, diprakarsai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Prodi Doktor Hukum Islam dan Jurusan Studi Islam. Menurut Anton Priyo Nugroho, S.E.,M.M,, Ketua Jurusan Studi Islam, kinerja Prof Amir patut menjadi teladan bagi masyarakat.
“Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kinerja Prof Amir selama di FIAI. Ada sisi keteladanan dari Prof Amir Mu’allim yang dapat menjadi contoh perilaku bagi penerusnya juga masyarakat. Daya juangnya, kemandiriannya dan kesabaran beliau,” kata Anton.
Bedah buku diselenggarakan di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII lantai III, Rabu (6/11/2024) dihadiri pimpinan fakultas, dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa program doktor. Dalam sambutan pembukanya, Dekan FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni MA sampaikan rasa syukur.
“Tentu kita bersyukur pada pertemuan hari ini, Pak Amir adalah salah satu pejuang di FIAI. Selama di UII Prof Amir selalu menjabat, kecuali ketika sedang menempuh kuliah. Bedah buku kali ini akan membahas dari hulu ke hilir kehidupan Prof Amir, sejak dari pencari rumput di Kebumen hingga menjadi profesor,” kata Asmuni.
Untuk mengungkap isi buku, dihadirkan 2 pembahas yakni Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA dari UIN Sunan Kalijaga dan dan Dr. Dra. Junanah. MIS dari FIAI UII. Selain sebagai pembedah, Prof Khoiruddin adalah teman kuliah Prof Amir saat menempuh program doktor di UIN Sunan Kalijaga. Sedangkan Dr Junanah adalah teman kuliah saat menempuh program magister di Malaysia.
”Dari buku ini menggambarkan Prof Amir memang berdikari. Tidak menuntut orangtua harus ini itu. Dari kecil sudah berusaha mandiri. Maaf, ada beda dengan anak zaman sekarang yang mungkin minta ini itu dijawab orangtunya iya, minta dibelikan ini itu, dijawab orangtua dengan iya. Sehingga menjadikan generasi anak rebahan. Dampaknya daya juang jadi lemah. Saya sama dengan Prof Amir di masa itu, ketika kuliah dan kursus, berangkat harus jalan kaki,” kata Prof Khoirudin.
Tidak kalah menariknya, Dr Junanah juga ungkapkan, bahwa sesuai dalam isi buku, perjalanan menempuh kuliah di Malaysia itu banyak kejadian yang lucu. “Sesampai di Malaysia, kami mau diantar, tapi pengantar bilang nanti harus pusing sampai asrama, kata pengantar. Eh Mas Amir langsung jawab: tidak, saya sudah biasa naik motor tidak akan pusing,” cerita Junanah.
Lanjutnya, bahwa yang dimaksud pengantar dengan kata pusing itu adalah memutar dahulu. Kata pusing kalau di Indonesia itu sakit kepala, kalau di Malaysia artinya memutar. Jadi yang mengantar itu menyampaikan bahwa ini nanti perjalanan sampai asrama harus pusing, itu artinya harus memutar rute perjalanannya.
Di luar apa yang disampaikan 2 narasumber bedah buku, secara sekilas buku ini menceritakan masa kecil Prof Amir di Desa Petanahan Kebumen, penuh perjuangan. Buku yang terdiri dari 10 bab ini, dimulai dari perjalanan Prof. Amir Mu’allim dari desa Petanahan Kebumen, saat sekolah dasar, Sekolah Pendidikan Guru Agama, hingga mengabdi di UII mulai dari staf akademik, dilanjutkan menjadi dosen, dan berhasil meraih gelar profesor.
Seusia anak yang masih di bangku sekolah dasar, sepulang sekolah mencari rumput untuk mempertahankan siklus perekonomian ayahnya yang seorang kusir dokar. Rumput yang dikumpulkan Amir untuk pakan kuda, dokar ayahnya. Sore hari Amir membantu ibunya yang berdagang hasil tani di desanya, dengan membantu distribusi dagangan.
Pada bab tengah bahasan buku menggambarkan sisi spiritual Prof Amir, karir dan eksistensi dalam bidang keilmuannya. Juga pada penekanan ibadah, menjelaskan kebiasaan yang dilakukan Prof Amir, mulai sholat rawatib dengan disiplin, sholat dengan tepat waktu dan sholat hajat untuk mendapatkan kemudahan dari Allah. Dalam kondisi terdesak, ada ibadah khusus yang dilakukan sebagai upaya memohon kemudahan dari Tuhan.
Dari sisi eksistensi, buku ini juga berisi tentang perjalanan karir, dari dosen, praktisi bidang ekonomi syariah, hingga komisaris sebuah BPRS di Sleman. Pada bab Dedikasi untuk Bangsa dan Ilmu menggambarkan karya buku, karya tulis, dalam pemikiran dan sumber inspirasi bagi masyarakat.
Di bab akhir, buku ini berisi dorongan spiritual, bahwa kesuksesan bukan karena faktor potensi jasmaniahnya, tapi karena kemudahan dari Tuhan, dengan segala upaya ibadah yang ditekuninya. Amir menyakini bahwa suksesnya kehidupan manusia di dunia ini bukan karena kecerdasan, kekayaan dan jabatan, namun sukses bersumber dari kemampuan diri terus berprasangka baik kepada Allah.
Buku biografi Prof Amir Mu’allim diterbitkan oleh Penerbit UII yang juga tergabung pada Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), bekerjasama dengan FIAI UII. Buku biografi ini, ditulis oleh Ipan Pranashakti, berdasar penuturan langsung Prof Amir juga sahabatnya, termasuk teman semasa kuliah dan kerja di UII. Buku biografi akan dicetak dan dibagikan kepada segenap relasi Prof Amir. (IPK)
FIAI UII Selenggarakan Generale Bertajuk Sustainability of Islamic Economics
Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menyelenggarakan stadium generale bertajuk Sustainability of Islamic Economics, 25 Oktober 2024. Acara ini merupakan bagian dari forum musyawarah regional Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) dengan tema bahasan berkenaan perkembangan ekonomi syariah di Yogyakarta. Bertindak sebagai narasumber pertama M. Adi Wicaksono, SE, MEI dari FIAI UII dan narasumber kedua Prof. Dr. Muhammad dari STEI Yogyakarta.
Dalam sesi pemaparan, narasumber M Adi Wicaksono membahas Kontribusi Pasar Modal Syariah Terhadap Pembangunan Ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurutnya, perjalanan panjang pasar modal syariah di Yogyakarta yang telah memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan ekonomi, bahkan dapat dipandang sebagai kontribusi Yogyakarta untuk Indonesia. Menjadi catatan peristiwa penting yang diulas yakni berdirinya Galeri Investasi Syariah (GIS) pertama di Indonesia pada tahun 2015 oleh di FIAI UII. Selain itu tahun 2024, Yogyakarta mendapat anugerah predikat Sharia Investor City oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Adi Wicaksono, pencapaian ini didukung oleh meningkatnya jumlah investor syariah di Yogyakarta yang kini mencapai 6,5% dari total penduduk kota. Selain Yogyakarta, hanya Surabaya yang memiliki tingkat partisipasi investor syariah yang signifikan, namun Yogyakarta memiliki keunggulan historis sebagai kota pertama yang memiliki GIS di Indonesia. Hingga saat ini sudah ada empat emiten yang berasal dari Yogyakarta, di mana tiga di antaranya telah masuk kategori saham syariah. Ia menilai munculnya emiten baru dari Yogyakarta menjadi indikator positif bagi pertumbuhan UMKM lokal yang berhasil naik kelas dan melantai di BEI. Dengan melakukan IPO maka UMKM akan mendapatkan dana segar dari masyarakat. Dan dana tersebut berbentuk kepemilikan ekuitas alias bukan berbasis hutang. Dengan demikian sejatinya masyarakat berkontribusi besar dalam mendorong UMKM naik kelas.
Di akhir sesi M. Adi Wicaksono menegaskan pentingnya peran pasar modal syariah sebagai salah satu motor penggerak ekonomi daerah. Ia berharap, kontribusi pasar modal syariah dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Yogyakarta, sekaligus menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.
Mengapa Pendidikan Agama Penting Diajarkan Sejak Dini?
FIAI UII Tuan Rumah Diskusi Lintas Umat Beragama Bahas Wacana KUA Tempat Pencatatan Perkawinan Semua Agama
Berawal dari ungkapan Menteri Agama Republik Indonesia (RI), Yaqut Chalil Qoumas, 23 Februari 2024 pada Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam bertajuk ‘Transformasi Layanan dan Bimbingan Keagamaan Islam sebagai Fondasi Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan’ dengan pernyataannya, “Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama”, Tim Peneliti PKHBI FIAI UII melakukan penelitian berkaitan model kebijakan pencatatan perkawinan inklusif di Kantor Urusan Agama (KUA) yang dapat melayani semua agama.
Selain itu, dalam pernyataan lainnya, Menteri Agama RI Yaqut Chalil Qoumas juga mendukung inklusivitas dalam pelayanan publik dengan semangat mendorong reformasi birokrasi di Kementerian Agama RI agar lebih inklusif, termasuk gagasan untuk menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan perkawinan untuk semua agama. Menurut Yaqut Chalil, inisiatif ini adalah bagian dari upaya untuk menghapus diskriminasi dan memastikan layanan yang setara bagi semua warga negara, tanpa memandang agama.
Menindaklanjuti ungkapan Menteri Agama RI Yaqut Chalil Qoumas, Tim Peneliti PKBHI FIAI UII melakukan penelitian dengan tema ‘Model Pengembangan Kebijakan Inklusif Pencatatan Perkawinan Semua Agama di Kantor Urusan Agama Indonesia’. Peneliti terdiri dari dari 3 dosen yakni Dr. Mukhsin Achmad M.Ag, Krismono, S.HI., M.SI dan Dr. Anisah Budiwati, S.H.I., M.S.I.
Dalam upaya mendukung penelitiannya, telah diselenggarakan 2 kegiatan FGD (Focus Group Discussion). FGD pertama diselenggarakan beberapa minggu lalu menghadirkan unsur KUA dari beberapa kota di Indonesia. FGD kedua, diselenggarakan hari ini menghadirkan 5 perwakilan umat beragama, yakni dari Islam, Hindu, Budha, Kristen dan Katolik yang tergabung di SRILI (Srikandi Lintas Iman) dan FKUB Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
FGD yang diselenggarakan di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII Kamis (26/9/2024) dengan moderator Muhammad Miqdam Makfi, Lc., MIRKH, mendengarkan paparan untuk menjadi masukan penelitian. Pemikiran dan pandangan juga disampaikan oleh Didik Widya Putra, SE. MM dari Pembimas Hindu Kanwil Kemenag DIY. Dari penganut Kristen disampaikan oleh Pendeta Heru Sumbodo, Jemaat di GKJ Maguwoharjo, Sleman, serta umat beragama lainnya diberikan kesempatan menyampaikan pandangan atas wacana optimalisas peran KUA ini.
Dr. Mukhsin Achmad,M.Ag salah satu anggota dari Tim Peneliti PKBHI FIAI UII, paparkan harapan atas adanya penelitian ini.
”Harapan dari penelitian ini adalah terbentuknya model kebijakan pencatatan perkawinan inklusif di KUA yang dapat diimplementasikan secara nasional. Juga, teridentifikasinya hambatan regulasi dan sosial serta solusi yang efektif untuk mengatasinya. Kesiapan KUA dalam melayani pencatatan perkawinan lintas agama, dengan infrastruktur yang memadai dan sumber daya manusia yang terlatih. Terakhir, peningkatan kesetaraan dalam pelayanan publik dan harmonisasi sosial melalui kebijakan inklusif ini,” kata Dr Mukhsin.
Dari sisi tujuan penelitian, Dr Mukhsin juga sebut perlunya pengembangkan model kebijakan pencatatan perkawinan inklusif di KUA yang dapat melayani semua agama.
”Perlunya mengevaluasi kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia di KUA untuk mendukung kebijakan ini,” kata Dr Mukhsin.
Anggota Tim Peneliti PKBHI UII yang lain, Dr. Anisah Budiwati menambahi, bahwa setelah terselenggaranya 2 kali FGD ini, akan dilakukan observasi lapangan di Pulau Bali. Hal ini untuk melihat kondisi nyata dalam ranah implementasinya. (IPK)
7 Pintu Rezeki
Alissa Wahid Singgung Solusi Ketertiban Dunia di FIAI
Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, S.Psi., M.Psi yang juga dikenal dengan panggilan Alissa Wahid, anak pertama Gus Dur (Mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid) menjadi narasumber Muktamar Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII). Alissa Wahid yang merupakan Koordinator Gusdurian Indonesia menyampaikan mengenai pesantren dan pemberdayaan masyarakat berkaca dari kiprah KH. Hasyim Asy’ari yang dilanjutkan oleh penerusnya KH. A. Wahid Hasyim, dan KH. Abdurrahman Wahid. Dihadiri 300 peserta, muktamar diselenggarakan di Gedung Wahid Hasyim FIAI UII, Jumat (21/9/2024) kerjasama FIAI UII dengan Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Kegiatan-kegiatan seperti ini dilakukan secara masif, supaya kita mendapatkan kekayaan pandangan dari berbagai sudut. Barangkali kita yang hadir di UII melihat dari sisi yang ini, yang ini, lalu teman-teman yang melihat akan membahas dari sisi yang berbeda. Itu akan menambah kekayaan pemahaman kita atas teladan Hadratussyaikh KH. Hasyim Ashari,” kata Allisa
Alissa Wahid tambahkan kalau ingin meneladani seorang tokoh ada 3 hal. Pertama, karakter atau wataknya. Kedua, pemikirannya. Ketiga, gerakannya.
“Yang dominan dalam pemikiran KH. Hasyim Asy’ari adalah ukhuwah. Islam sebagai rahmat wujudnya harus riil, apalagi rahmatnya bukan lagi lil muslimin tapi rahmatan lil alamin. Jadi ini dirasakan di berbagai ruang. Untuk itu betul bahwa KH. Hasyim Asy’ari pendidikan akhlak menjadi prioritas utama, tetapi juga yang kedua pesantren adalah tempat mencetak alim yang juga arif yang hidup di dalam masyarakat dan memimpin masyarakatnya, menjadi jujukan. Jadi pesantren tidak hanya menjadi lembaga pendidikan tetapi juga menjadi lembaga masyarakat dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Bahkan pada zaman beliau menjadi locus perjuangan,” kata Alissa Wahid.
Menurutnya, Hadratussyaikh KH. Hasyim Ashari fokusnya memang ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam. Dalam banyak tulisan KH. Hasyim mengangkat tentang persatuan Islam. Seperti yang disampaikan oleh KH Abdul Hakim Mahfudz membahas Hadratussyaikh KH. Hasyim Ashari menjembatani antara kelompok-kelompok Islam di Indonesia, dan KHA Wahid Hasyim kuat di ukhuwah wathoniyah. Beliau sebagai salah satu pendiri Republik Indonesia harus mendudukan keislaman sebagai motor atau penggerak dalam kebangsaan,
“Pernah ada tulisan KH. Hasyim Asy’ari dimuat pada Koran Soeara Moeslimin tahun 1944 yang mengutip Imam Mawardi bahwa dunia akan tertib bila 6 hal bisa dijaga. Satu, ajaran agama ditaati. Kedua, pemerintah yang berpengaruh, kalau pemerintah yang berpengaruh berarti bicara soal apakah rakyat percaya pada pemerintahnya. Pemerintahnya yang dipercaya. Ketiga, keadilan yang merata. Keempat, ketentraman yang meluas. Kelima, tanah yang dikuasai atau kedaulatan rakyat atas tanah kalau istilah zaman sekarang. Keenam, cita-cita yang luhur. Jadi ada visi kedepan yang ingin diwujudkan,” kata Alissa.
Imbuhnya, ketika Mbah KH. Hasyim Ashari membawa 6 hal itu dalam tulisan tentang pertanian dan petani, bisa dilihat bahwa sebetulnya pesantren tidak diletakkan sebagai institusi yang kemudian punya jarak dengan masyarakat tetapi justru pesantren menjadi jujukan masyarakat. Justru pesantren harus responsif terhadap masyarakat.
Selain Alissa Wahid, penyelenggara FIAI UII dan IKAPETE juga hadirkan narasumber lain yakni KH Abdul Hakim Muhfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Prof. Zuhri UIN Sunan Kalijaga, Dr. Arif Akhyat Universitas Gajah Mada dan Dr. Muhammad Roy Purwanto Universitas Islam Indonesia.
Di UII, Alissa Wahid juga menandatangani prasasti gedung KHA Wahid Hasyim yang tempati FIAI. Alissa Wahid merupakan cucu dari KHA Wahid Hasyim, nama yang digunakan Yayasan Badan Wakaf UII untuk gedung yang digunakan FIAI. (IPK)