اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِى هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
“Serulah (manusia) kepada jal an Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Nahl [16]: 125)
Salah satu kebiasaan yang ada di daerah penulis yang terryata sangat melekat dan sulit ditinggalkan adalah ‘ngopi’. Sepet rasanya sehari tanpa si hitam nikmat itu. Paling tidak, satu cangkir kopi satu hari sekali. Itu memang kebutuhan saya, bukan untuk jantan-jantanan, lanang-lanangan. Kalau jantan-jantanan berarti cuma macak jantan, artinya dia betina.