Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta Wilayah III Daerah Istimewa Yogyakarta (Kopertais DIY) selenggarakan workshop bertema “Pengembangan Kelembagaan serta Redesain Kurikulum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS)” selama 2 hari, 10-11 Desember 2025. Workshop hari pertama diselenggarakan di Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII). Hari kedua di Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan (FAI UAD). Hadir sebagai narasumber di hari pertama workshop, Dr. Andi Prastowo, M.Pd.I dari UIN Sunan Kalijaga, dan Dr. Nur Kholis, SEI., M.Sh.Ec dari FIAI UII.
Dekan FIAI UII sebagai tuan rumah di hari pertama, membuka acara dengan sambutan.
“Sebagai tuan rumah pada kali ini, tentu kami sangat senang dikunjungi oleh bapak ibu. Apalagi tema kita pada hari ini cukup strategis. Ada dua kata kunci saya kira. Pertama, pengembangan kelembagaan kemudian yang kedua adalah redesain kurikulum yang saya tahu pasti bahwa narasumber kita ini sangat luar biasa dalam hal ini. Sehingga kesempatan ini adalah merupakan kesempatan emas, bapak ibu bisa aktif untuk mengikuti kegiatan ini,” kata Dr. Asmuni.
Dalam kesempatan ini hadir pula, Dr. Arifi, M.Ag, Sekretaris Kopertais Wilayah III DIY memberikan pengarahan.
“Sekarang ini kita ada workshop pengembangan kelembagaan dan redesain kurikulum. Sekali lagi saya mewakili Kopertais atau Kementerian Agama berharap kepada bapak ibu pimpinan PTKIS di wilayah DIY untuk kita bersama-sama bagaimana dalam pengembangan kelembagaan. Kemudian kita sampaikan dalam konteks tata kelola bagaimana menuju perguruan tinggi yang clean and good governance, tata kelola yang bagus juga bersih. Kemudian juga dalam kerangka untuk meningkatkan dari aspek kelembagaan. Ada LBM khususnya pengawal mutu, tentunya ada pengawas internal kemudian, ada lembaga-lembaga pendukung dari kegiatan kampus secara keseluruhan,” katanya.
Lebih lanjut, Dr. Arifi jelaskan workshop ini sebagai pencerahan kepada semua PTKIS, karena OBE (Outcome-Based Education) adalah paradigma pendidikan secara global. Seluruh dunia akan menggunakan paradigma pendidikan berbasis luaran. Bahkan sampai untuk melihat kampus ini baik, juga kualitas baik maka salah satu acuannya dalam konteks menyusun dan mengimplementasikan kurikulum sampai proses perkuliahannya hingga hasilnya. Sehingga OBE menjadi sangat penting agar menjadikan pembelajaran berbasis luaran.
Memasuki sesi pemaparan dari narasumber, diawali oleh Dr. Andi Prastowo, M.Pd.I dari UIN Sunan Kalijaga.
“Kita bisa bertemu di majelis yang mulia ini untuk satu kegiatan penting yang saya kira ini menjadi momentum yang penting sekali. Apalagi ketika ingin lembaga kita ke depan semakin berdaya saing unggul. Berdaya saing dan unggul, karena kata kunci unggul itu untuk instrumen akreditasi 2.0 dan 3.0, mensyaratkan implementasi OBE secara komprehensif. Bahkan di kriteria 6 ada 21 butir bicara tentang kurikulum dan bagaimana implementasinya,” kata Dr Andi.
Menurutnya, syarat akreditasi unggul harus meraih skor 3.5. Ngerinya kalau tidak tercapai berarti akreditasi cuma berstatus terakreditasi. Kegiatan kali ini menjadi sangat penting, urgent untuk tindak lanjuti bersama juga untuk dicermati bersama.Hal ini karena instrumen akreditasi 2.0 yang baru saja lahir belum genap 1 tahun, implementasi kurang dari 1 tahun per 2 Desember 2025, sudah muncul instrumen akreditasi program studi 3.0 jika mau reakreditasi dengan 2.0 masih diberi kesempatan sampai 1 Maret 2026. Tapi akreditasi 2.0 juga menuntut penggunaan OBE. Sehingga tidak bisa main-main.
“Kalau bapak ibu mungkin sekarang sudah punya kurikulum, ditempeli di situ OBE. Kalau dulu bisa seperti itu, tapi sekarang kalau tidak ada implementasinya dan tidak bisa membuktikan, maka tidak akan bisa tercapai skor akreditasi unggul. Nanti ada unggul 3 tahun, ada unggul 5 tahun. Kalau unggul 3 tahun itu istilahnya capek keluar uang lebih banyak. Kalau bisa 5 tahun sekali,” kata Dr Andi.
Narasumber kedua, Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FIAI UII, Dr. Nur Kholis, SEI., M.Sh.Ec, sekaligus sebagai Ketua Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (Forkom PTKIS) wilayah DIY, juga Pengurus MUI Sleman, serta Pengurus BASYARNAS DIY.
“Kebetulan di UII itu sudah lama ikut AUN QA. Jadi yang sangat getol menggunakan OBE itu adalah AUN QA, sehingga memang UII karena dari awal banyak mengacu ke AUN QA. Di UII sudah banyak yang tersertifikasi AUN QA. Dampaknya di UII sudah lama berusaha kurikulumnya adalah OBE sudah lama. Sehingga ketika Prodi Ekonomi Islam yang baru 2025, yang tahun 2021 kurikulumnya sudah OBE. Nah, alhamdulillah kalau di UII ini yang akreditasi sudah unggul 65,08%. Kemudian kalau di FIAI, alhamdulillah di bawah bimbingan Pak Dekan sudah 80% unggul. Alhamdulillah, dan ini di antaranya adalah karena menggunakan OBE sistem,” kata Dr Nur Kholis.
Imbuh Nur Kholis, pedoman yang digunakan Ittaqullāha ḥaqqa tuqātih, tapi saat yang sama fattaqullāha mastaṭa‘tum. Kita berupaya untuk menjalankan OBE itu seoptimal mungkin, tapi ya tetap sesuai dengan kemampuan. Ketika coba berubah mindset, pendekatan OBE itu yang pertama harus outcome-based curriculum-nya dulu. Perubahan mindset ke OBE, yang pertama kan harus kurikulum. Makanya mulai dari harus outcome based curriculum. Kurikulumnya didesain bagaimana berbasis outcome base. Setelah itu OBLT (Outcome Based Learning and Teaching).
“Kemudian yang berikutnya adalah OBAE. Setelah ada OBE, dengan OBAE itu adalah Outcome-Based Assessment and Evaluation. Jadi setelah learning and teaching-nya itu OBE, kemudian assessment evaluation-nya juga harus juga OBE. Nah, baru ada continuous improvement. Nah, ini terus dievaluasi. Jadi setiap mid test, jadi satu semester itu dua kali, itu selalu ada monitoring dan evaluasi (monev). Kalau di UII, monev-nya berbasis IT,” kata Dr Nur Kholis.











