Beni Setyawan raih gelar Doktor Hukum Islam dari UII (foto: istimewa)

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian dan keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dewan Pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional MUI.

Atas kondisi fatwa yang sudah ditetapkan DSN-MUI, Beni Setyawan yang berprofesi pengajar Ponpes Al Ukhuwah di Sukoharjo mengangkat menjadi obyek penelitian, dalam rangka meraih gelar doktor pada Program Doktor Hukum Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII).

Selama penyusunan disertasi, Beni Setyawan yang memfokuskan penelitian pada fatwa DSN-MUI dibimbing oleh Prof. Dr. Tamyiz Mukharrom, MA dan kopromotor Dr. Asmuni, MA. Hingga saatnya Beni menempuh etape terakhir yakni Ujian Terbuka Promodi Doktor di FIAI UII yang dipimpin oleh Dr. Nurkholis, S.Ag., S.E.I, M. Sh.Ec dibantu sekretaris Dr. Anisah Budiwati, S.HI., M.SI.  Saat menempuh ujian terbuka promosi doktor, Beni berhadapan dengan para penguji Prof. Dr. Makhrus Munajat, M.Hum dan Drs. Agus Triyanta, MA., MH., Ph.D serta Dr. Abdul Mujib, M.Ag,  Jumat 18 Juli 2025 di ruang 3,6 lantai III Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14,4, Sleman.

“Problem akademiknya bahwa fatwa-fatwa DSN-MUI berhasil mempelopori terjadinya gerakan ekonomi syariah yang sangat masif di Indonesia. Fatwa DSN-MUI sebagaimana dalam Undang-undang no 21 tahun 2008, memiliki kedudukan hukum yang kuat dan memainkan peran penting dalam proses perumusan regulasi positif yang bersifat mengikat. DSN-MUI dalam penetapan fatwa  berusaha bersikap wasathiyah menjauhi sifat ifratiyah atau tafrithiyah, namun sebagian pihak menilai bahwa fatwa-fatwa DSN-MUI sesungguhnya bersifat longgar atau tasahul,” ungkap promovendus Beni Setyawan dalam awal pemarapan di hadapan para penguji.

Beni Setyawan ungkapkan, pihak lain menilai DSN-MUI terikat dengan fikih klasik atau pandangan yang sempit. Penilaian mengenai moderasi longgar atau rigidnya fatwa yang diterbitkan DSN-MUI sangat tergantung pada instrumen perangkat ukur yang dipakai. Dalam penetapan fatwa, penerapan metode yang tepat sangatlah krusial, karena setiap proses penetapan fatwa harus mengikuti metodologi yang telah ditentukan. Fatwa yang dikeluarkan tanpa menggunakan metodologi yang jelas cenderung menghasilkan keputusan hukum yang lemah argumentasinya. Oleh karena itu konsisten dalam penerapan  metode manhaj dalam setiap proses penetapan fatwa tidak bisa dihindarkan.

“Riset sederhana ini menghasilkan kesimpulan DSN-MUI menerapkan pendekatan komprehensif dengan merujuk pada Al-Quran, hadits, ijma’,  qiyas serta kaidah fikih yang didominasi oleh al-Ashlu fi al-Muamalah al-Ibahah. Dan kaidah yang mengandung nilai maslahat, pendekatan qauli didominasi mazhab syafi”i, ulama kontemporer seperti Wahbah Az-Zuhaili  dan serta pertimbangan lembaga fatwa internasional seperti AAOIFI (Akademi Ulama Internasional). Adapun metode fatwa DSN-MUI menggunakan 3 pendekatan, Pendekatan Nash Qath’i, Qauli dan Manhaji dengan metode Ijtihad bayani, ta’lili, dan istislahi,” ungkap Beni.

Di sesi akhir, Ketua Ujian Terbuka Promosi Doktor yakni Dr. Nurkholis, S.Ag., S.E.I, M. Sh.Ec menyampaikan bahwa promovendus Beni Setyawan dinyatakan lulus dalam studi Program Doktor Hukum Islam FIAI UII, indeks prestasi kumulatif sempurna 4.0 dengan predikat summa cumlaude, masa studi 2 tahun 9 bulan.  Beni Setyawan menjadi doktor ke-73 yang diluluskan Program Doktor Hukum Islam UII, dan doktor ke-409 yang promosinya diselenggarakan di UII.

Sebelum sidang ditutup, promotor Prof. Dr. Tamyiz Mukharrom, MA memotivasi promovendus Beni Setyawan dengan pesan.

“Teruskan penelitiannya, untuk kemaslahan umat. Kami antarkan saudara berjuang dengan melalui jalur ilmu pengetahuan. Integrasi ilmu Islam dan, kami antarkan saudara hingga derajat ini,” pesan Prof. Tamyiz. (IPK)

Alfajar Nugraha hakim Pengadilan Agama Wonogiri raih gelar Doktor Hukum Islam di FIAI UII (foto: istimewa)

Perkawinan yang tidak tercatat, atau sering disebut ‘kawin belum tercatat’ dalam konteks Kartu Keluarga (KK), mengacu pada situasi di mana pasangan telah menikah secara agama atau adat, namun belum secara resmi mendaftarkan perkawinan mereka di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sesuai peraturan perundang-undangan. Status ini akan terlihat pada KK dengan keterangan “Kawin Belum Tercatat”.

Hal di atas mendorong Alfajar Nugraha seorang hakim tingkat pertama Pengadilan Agama Wonogiri  untuk mendalami melalui penelitian untuk meraih gelar Doktor Hukum Islam pada Program Doktor Hukum Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII). Alfajar memilih judul disertasi ‘Sanksi Kerja Sosial sebagai Syarat Pengesahan Kawin bagi Pelaku Kawin Tidak Tercatat Perspektif Siyasah Syar’Iyyah’.

Menempuh etape terakhir untuk meraih gelar doktor, Alfajar Nugraha harus mempertahankan disertasinya pada Ujian Terbuka Promosi Doktor Hukum Islam FIAI UII, Jumat 18 Juli 2025, di Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) Jalan Kaliurang km 14,4, Sleman.

Alfajar Nugraha menempuh sidang ujian terbuka di FIAI UII disaksikan tamu undangan, kerabat dan keluarga. Bertindak selaku ketua sidang ujian terbuka doktor Dr. Muhammad Roy Purwanto, M.Ag dibantu sekretaris Dr. Anisah Budiwati, S.HI., M.SI. Sebagai penguji yakni Dr. Umar Haris Sanjaya, SH., MH. Dan Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag serta  Prof. Dr. Kamsi, MA. Selama menyelesaikan disertasi mendapat bimbingan dari promotor Prof. Dr. Tamyiz Mukharram, M.A. dan kopromotor  Dr. H. Achmad Zainullah, S.H., M.H.

“Penelitian dilatarbelakangi perkawinan tidak tercatat yang tidak kunjung selesai, Kami selaku promovendus, membuat gagasan konsep pemidanaan yang lebih represif tapi bernilai restoratif. Dalam hal ini pemidanaan sanksi sosial, karena ini karya ilmiah maka kami menyusun 3 pertanyaan yang nanti akan dijawab dalam disertasi,” kata Alfajar.

Ditambahkannya, ada 3 pertanyaan penelitian sebagai fokus yang akan dijawab dalam disertasi. Pertama, bagaimana potret penerapan hukum pemidanaan terhadap pelaku kawin tidak tercatat di Indonesia? Kedua, bagaimana konsep kerja sosial dapat diintegrasikan  sebagai syarat pengesahan perkawinan? Ketiga, mengapa penerapan sanksi kerja sosial dalam skema double track system dipandang sebagai upaya mewujudkan nilai filosofis pemidanaan di Indonesia yang bertujuan menciptakan keseimbangan antara keadilan represif dan keadilan restoratif dan memenuhi prinsip-prinsip siyasah syar’iyaah?

Alfajar ungkapkan melalui kesimpulan disertasi, bahwa penerapan hukum terhadap pelaku kawin tidak tercatat di Indonesia masih menghadapi hambatan struktural dan kultural yang melemahkan efektivitas penegakan hukum. Secara normatif, regulasi seperti UU no 1 Tahun 1974 dan PP no 9 tahun 1975 tidak mengatus sanksi pidana secara tegas hanya bersifat secara administratif.

Imbuhnya, integrasi sosial sebagai syarat pengesahan perkawinan merupakan inovasi dalam hukum keluarga Indonesia untuk menanggapi maraknya kawin tidak tercatat. Konsep ini berfungsi sebagai sanksi non-penjara berbasis keadilan restoratif yang tidak hanya memberikan efek jera tetapi juga mendidik pelaku secara sosial dan moral.

Secara filosofis sanksi kerja sosial berakar pada teori keadilan etik dan restoratif yang menekankan pemulihan relasi sosial serta pertanggungjawaban publik. Dalam konteks kawin tidak tercatat, kerja sosial berfungsi sebagai sarana pendidikan moral, penanaman tanggung jawab sosial dan pemberdayaan pelaku agar menjadi agen perubahan. Pendekatan ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan KUHP baru yang mengakui kerja sosial sebagai pidana pokok.

Di sesi akhir, Ketua Ujian Terbuka Promosi Doktor yakni Dr. Muhammad Roy Purwanto, M.Ag menyatakan promovendus Alfajar Nugraha dinyatakan lulus dalam studi pada Program Doktor Hukum Islam FIAI UII dengan indek prestasi kumulatif 3.97, masa studi 3  tahun 10 bulan predikat cumlaude. Alfajar sebagai doktor ke-74 yang promosinya pada Program Doktor Hukum Islam FIAI UII, dan doktor ke-500 yang diluluskan UII.

Prof. Dr. Tamyiz Mukharram, M.A. sebagai promotor berpesan kepada promovendus.
”Dengan jalur ilmu pengetahuan mewujudkan keadilan masyarakat. Mewujudkan keadilan itu paling tinggi. Selamat berjuang terus sebagai praktisi,” katanya. (IPK)

Aris Abdullah Guru MTs 8 Bantul Raih Gelar Doktor Hukum Islam dari UII (foto: istimewa)

Aris Abdullah bin Suyadi guru MTs 8 Bantul sudah lama menyiapkan diri untuk menempuh studi Doktor Hukum Islam, setelah berhasil lulus program magister di FIAI UII. Demi niatnya, Aris bertekad mendaftar pada Program Studi Hukum Islam Program Doktor, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII). Selama menempuh studi program doktor, Aris menyelesaikan disertasinya yang berjudul Metode Ijtihad Majelas Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tentang Beasiswa Ikatan Dinas Perspektif Maqasid Syariah. Sebagai pembimbing penyusunan disertasi Prof. Dr. Kamsi, M.A dan kopromotor Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag.

Perjuangan sampailah pada etape terakhir, Aris Abdullah harus menempuh Ujian Terbuka Promosi Doktor, sebagai upaya mempertahankan disertasi dihadapan penguji Prof. Dr. Amir Mu’allim, MIS dan Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H serta M. Rofiq Muzakkir, Ph.D di Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu UII Jalan  Kaliurang km 14,4 Sleman. Sidang ujian terbuka dipimpin oleh Dr. Asmuni, MA, dibantu sekretaris Dr. Anisah Budiwati, S.HI., M.SI, Kamis 17 Juli 2025.

“Rumusan masalah ada dua. Pertama, bagaimana metode itjihad yang digunakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah atau MTT dalam menetapkan hukum tentang beasiswa ikatan dinas?. Kedua, bagaimana metode tersebut dianalisis dari perspektif maqasid syariah?” ungkap Aris Abdullah.

Dalam materi disertasi diungkapkan, penelitiannya untuk mengkaji metode ijtihad Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah (MTT) dalam merumuskan fatwa tentang hukum beasiswa ikatan dinas serta menilai relevansinya dari perspektif Maqasid Syariah. Melalui pendekatan kualitatif dengan analisis dokumen, wawancara, dan refleksi teoritis, ditemukan bahwa MTT melibatkan pendekatan bayani, burhani, dan irfani, dengan dominasi pendekatan burhani yang menekankan rasionalitas hukum dan kemaslahatan sosial.

Aris dalam disertasinya juga sebutkan bahwa beasiswa ikatan dinas diposisikan sebagai akad yang sah secara syariat, dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan tanggung jawab moral antara pemberi dan penerima. Dari perspektif Maqasid Syariah, metode ini dianggap mendukung pemeliharaan agama, akal dan harta, meskipun masih memerlukan penajaman dalam aspek tahqiq al-manat agar lebih konstektual dan responsif terhadap dinamika sosial. Temuan ini menegaskan bahwa fatwa MTT tidak hanya bersifat normatif-teologis, tetapi juga memliki nilai praktis dalam membentuk kebijakan pendidikan dan kerja sama kelembagaan.

Aris juga mengupas secara mendalam bagaimana Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah melakukan proses ijtihadi dalam merespons persoalan beasiswa ikatan dinas, serta bagaimana metode tersebut dinilai dalam kerangka maqasid syariah. Dari keseluruhan temuan, dapat disimpulkan bahwa MTT menggunakan pendekatan metodologis yang integratif memadukan tiga metode utama buyani, burhani dan irfani dalam merumuskan fatwa. Namun di antara ketiganya, pendekatan burhani atau pendekatan rasional argumentatif tampak lebih dominan. Ini menunjukkan orientasi kuat MTT pada nalar hukum yang memperhatikan kemaslahatan sosial dan rasionalitas keadilan.

Di sesi akhir, Ketua Ujian Terbuka Promosi Doktor yakni Dr. Asmuni, MA, menyatakan promovendus Aris Abdullah dinyatakan lulus dalam studi pada Program Doktor Hukum Islam dengan indek prestasi kumulatif 3.89, sebagai doktor ke-71 yang promosinya di Program Doktor Hukum Islam FIAI UII, dan doktor ke-407 yang diluluskan UII.

Prof. Dr. Kamsi, M.A sebagai promotor berpesan kepada promovendus Aris Abdullah.
”Karya tulis yang berupa disertasi yang saudara hasilkan bukan akhir dari saudara berkarya, tapi merupakan karya akademik yang harus disusul karya akademik berikutnya,” kata Prof. Kamsi. (IPK)

Nur Triyono Hakim Pengadilan Agama Tarakan raih gelar Doktor Hukum Islam di UII (foto: istimewa)

Salah satu hakim di lingkungan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia yang bertugas di Pengadilan Agama Tarakan, berhasil meraih gelar doktor pada Program Doktor Hukum Islam di Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Dia adalah Nur Triyono, meraih gelar doktor dengan masa studi 2 tahun 9 bulan dengan indeks prestasi kumulatif 4.0 dengan predikat Summa Cumlaude. Dalam upaya meraih gelar doktor ini, Nur Triyono melakukan penelitian untuk penyusunan disertasi dari fenomena putusan perceraian, yang saat ini secara normatif merupakan opsi terakhir, namun sering dikabulkan dengan mudah dalam praktik peradilan agama. Disparitas antara norma yang mengharuskan perceraian sulit dan kenyataan di lapangan menimbulkan pertanyaan yaitu bagaimana kebenaran hukum dibangun dalam perkara perceraian?

Nur Triyono menyusun disertasi dengan bimbingan promotor Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A. dan kopromotor Dr. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag. Hingga menuju etape terakhir untuk meraih gelar doktor, yaitu Ujian Terbuka Promosi Doktor di UII. Ujian terbuka, dipimpin langsung oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D dibantu sekretaris Dr. Anisah Budiwati, S.HI., M.SI. Sebagi penguji, Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag. juga Dr. Asmuni, MA. serta Prof. Dr. Agus Moh.Najib, S.Ag.M.Ag. Ujian terbuka dilaksanakan di Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) Jalan Kaliurang km 14,4, Sleman, Rabu 17 Juli 2025.

“Secara umum. Penelitian ini dilatarbelakangi dari kondisi putusan perceraian di lapangan yang mendominasi lebih dari 70% perkara di pengadilan agama, apalagi sebagian besar dikabulkan. Perceraian seharusnya menjadi opsi terakhir yang sulit dilakukan menurut norma, namun akan menciptakan sebuah persepsi, bagaimanapun putusan pengadilan tetap dianggap benar,” kata Nur Triyono

Dalam disertasinya, Nur Triyono merumuskan 3 tujuan penelitian. Pertama, mengidentifikasi konstruksi kebenaran dominan dalam perkara perceraian. Kedua, menilai efektivitas penggabungan metode pohon keputusan dan maqasid Jasser Auda untuk mewujudkan proses perceraian yang jelas dan terukur. Ketiga, merancang ulang model kebenaran sistematik yang komprehensif.

Nur Triyono mengungkapkan dalam kesimpulan bahwa konstruksi kebenaran dalam perkara perceraian sebagaimana perkara yang ditampilkan dalam penelitiannya masih didominasi dengan pendekatan pragmatis dengan fokus pada aspek materiil. Sistematika formil dalam praktik peradilan termasuk surat edaran dan pedoman peradilan agama belum sepenuhnya membangun keseimbangan antara kebenaran formil dan materiil. Akibatnya pertimbangan hukum dalam putusan yang diteliti mengabaikan proses pertimbangan pemeriksaaan perdata secara formil yang dapat memicu disparitas dan ketidakpastian hukum.

Selepas sesi ujian, Ketua Ujian Terbuka Promosi Doktor yakni Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D menyatakan promovendus Nur Triyono dinyatakan lulus dari Program Doktor Hukum Islam FIAI UII dengan indek prestasi kumulatif 4.0 dengan predikat summa cumlaude yang ditempuh selama 2 tahun 9 bulan.

Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A selaku promotor memberikan kesan dan pesan kepada promovendus Nur Triyono.
“Pertama, saya sebagai promotor tentu dengan kopromotor menyampaikan selamat atas gagasan dan ide yang saudara sampaikan dalam disertasi, dan tentu saudara memperjuangkan, mensosialiasikan agar kemudian dapat dipahami oleh kawan-kawan hakim, sehingga kemudian mereka mendapatkan putusan yang mengandung keadilan, kepastian dan kemanfaatan, sekaligus kebenaran formal dan material. Kedua, karya ini bukan karya yang pertama, saudara tentu penyempurnaan maupun pengembangan yang saudara tulis,” pesan Prof. Dr. Khoiruddin.

Nasri dosen Universitas Muhammadiyah Mataram raih gelar Doktor Hukum Islam di FIAI UII (foto: istimewa)

Beberapa tahun lalu, kondisi koperasi syariah di Lombok menjadi perhatian Nasri dosen Universitas Muhammadiyah Mataram yang sedang berniat menyusun disertasi untuk meraih gelar dari Program Doktor Hukum Islam FIAI UII. Ketertarikan ini, akhinya berlanjut hingga menjadikan obyek penelitian untuk disertasi.

“Adapun beberapa persoalan yang melatarbelakangi promovendus melakukan penelitian. Pertama, dalam konteks Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Lombok, tumbuh kembang koperasi syariah menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Berdasar data sampai tahun 2023 ada 880 koperasi syariah. Nah, kondisi ini di satu sisi memiliki aspek yang positif, di mana masyarakat yang terlayani cukup banyak, pembiayaan semakin luas, namun dinamika bisnis dalam koperasi syariah tidak dapat diprediksi akan lancar saja, bahkan bermasalah, hingga kredit macet. Inilah yang menimbulkan potensi munculnya sengketa. Di sisi lain undang-undang perkoperasian belum mengakomodir tentang penyelesaian sengketa pembiayaan di koperasi syariah,” kata Nasri saat sampaikan pemaparan dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor FIAI UII, 16 Juli 2025, di Gedung KHA Wahid Hasyim, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) Jalan Kaliurang km 14,4, Sleman.

Nasri mempertahkan disertasi berjudul Formulasi Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Bisnis Koperasi Syariah Melalui Pranata Lokal Masyarakat Suku Sasak Lombok, diselesaikan setelah menempuh studi program doktor di Program Doktor Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) sejak tahun 2021, hingga dinyatakan berhak menyandang gelar doktor.

Nasri menempuh sidang ujian terbuka promosi doktor yang berlangsung di FIAI UII disaksikan tamu undangan, kerabat dan keluarga dari Nusa Tenggara Barat (NTB), termasuk Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram, dan salah satu anggota DPRD provinsi NTB. Bertindak selaku ketua sidang ujian terbuka doktor Dr. Asmuni, MA dibantu sekretaris Dr. Anisah Budiwati, S.HI., M.SI. Sebagai penguji Prof. Dr. Purwanto, ST, MM. dan Dr. Siti Anisah, SH., MH serta Dr. Nurkholis, S.Ag., S.E.I, M. Sh.Ec. Selama menyusun disertasi, dibimbing promotor Prof. Dr. Jaih Mubarok, SE, MH, M.Ag dan kopromotor Dr. M. Muslich KS., M.Ag.

Nasri merumuskan latar belakang penelitian, hingga terusun 3 pertanyaan sebagai fokus dalam pertanyaan penelitian. Pertama, bagaimana hukum perkoperasian di Indonesia mengatur penyelesaian sengketa pembiayaan bisnis di koperasi syariah? Kedua, mengapa pranata lokal pada masyarakat Suku Sasak menjadi urgen dalam peran menyelesaikan sengketa pembiayaan bisnis di koperasi syariah? Ketiga, bagaimana formulasi konstruksi hukum penyelesaian sengketa pembiayaan bisnis di koperasi syariah melalui pranata lokal masyarakat Suku Sasak Lombok?

Termuat dalam kesimpulan disertasinya, disebutkan bahwa pengaturan penyelesaian sengketa pembiayaan dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang perkoperasian sejak orde lama melalui Undang-undang nomor 14 tahun 1965 tentang perkoperasian, kemudian masa order baru melalui Undang-undang nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian dan Undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, sampai pasca reformasi melalui Undang-undang nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian bahkan dalam rancangan revisi undang-undang terbaru yang saat ini sedang diperjuangkan oleh gerakan koperasi tidak ada satupan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Pengaturan penyelesaian sengketa justru diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Dilengkepanya dalam kesimpulan disertasi bahwa formulasi ideal penyelesaian sengketa pembiayaan bisnis koperasi syariah melalui pranata lokal masyarakat Suku Sasak dapat dilakukan melalui 3 tahap yaitu pembentukan, penerapan dan penegakkan hukum.

Pada sesi terakhir, Ketua Ujian Terbuka Promosi Doktor yakni Dr. Asmuni, MA menyatakan promovendus Nasri dinyatakan lulus pada Program Doktor Hukum Islam dengan indeks prestasi kumulatif 3.94, masa studi 3 tahun 9 bulan 28 hari dengan predikat cumlaude. Nasri sebagai doktor ke-70 yang promosinya pada Program Doktor Hukum Islam FIAI UII, dan doktor ke-406 yang diluluskan UII.

Selain itu Dr. Asmuni, MA, mewakili promotor menyampaikan kesan pesan kepada promovendus.
”Kita punya tanggungjawab untuk menjaga nama baik Universitas Islam Indonesia dengan cara yang sangat sederhana yaitu menjaga nama baik diri sendiri,” katanya. (IPK)