Kesempitan Hidup: Ujian dari Allah Untuk Menyadarkan Kita
Terkadang, Allah Swt menghadirkan tantangan dalam hidup bukan karena marah, melainkan sebagai upaya untuk mengingatkan manusia agar tidak terlena oleh kemudahan. Banyak orang justru menunjukkan ketahanan saat menghadapi kesulitan—seperti sakit, kemiskinan, atau masalah lainnya—karena dalam kondisi tersebut, mereka lebih cepat untuk berserah kepada Allah. Ujian yang berupa kesempitan sering kali membuat batin menjadi lembut dan menyadari kesalahan, sehingga mendorong seseorang untuk berbenah diri dan kembali ke jalan yang baik.
Namun, tidak semua individu menyadari bahwa kelapangan hidup juga merupakan ujian. Ketika seseorang diberikan kekayaan, kesehatan, dan kebahagiaan, banyak yang tidak menyadari bahwa mereka sedang dalam ujian. Di waktu yang lapang, seringkali orang menjadi lengah dan merasa tidak sedang menghadapi tantangan. Padahal, Rasulullah SAW sudah mengingatkan bahwa dua anugerah yang sering kali membuat manusia tertipu adalah kesehatan dan waktu luang.
Seorang ulama terkenal dalam kitab Al-Hikam menyatakan bahwa Allah memberikan kelapangan agar manusia tidak terus-menerus dalam kesempitan, dan sebaliknya, memberi kesempitan agar manusia tidak terbuai dalam kelapangan. Terkadang, Allah juga mengeluarkan manusia dari kedua keadaan tersebut agar mereka tidak tergantung hidup pada kenikmatan duniawi, melainkan hanya kepada Allah semata.
بَسَطكََ كَ ىَ لاَيُ بقِيَكََ مَعََ ا لقَ بضَِ وَقَبَضَكََ كَ ىَ لآ يَت رَُ کَكََ مَعََ ا لبَ سطَِ
وَاَ خرَجَكََ عَ نهُمَاکَ يَ لاََ تَکُ ونََ لِثَ يءَِ .
“Allah memberi kamu kelapangan agar kamu tidak selalu dalam kesempitan (qobdh). Allah memberi kesempitan kepadamu, agar kamu tidak hanyut di waktu lapang (basth). Allah melepaskan kamu dari dua-duanya, agar kamu tidak menggantungkan diri, kecuali kepada Allah belaka” (Al-Hikam Pasal 90).
Perubahan Keadaan sebagai Tanda Kekuasaan Allah
Dengan kuasa-Nya, Allah dapat mengubah keadaan manusia. Seseorang yang hari ini sehat mungkin besok akan sakit, yang miskin bisa saja menjadi kaya, yang bersedih bisa menemukan kebahagiaan, dan demikian seterusnya. Semua ini adalah bagian dari sunnatullah agar manusia menyadari bahwa hidup ini tidak dikuasai sepenuhnya oleh dirinya sendiri, tetapi sepenuhnya berada dalam kehendak Allah Swt.
“Siapa yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap hari Dia menangani urusan” (QS. Ar-Rahman: 29).
Dalam menghadapi perubahan ini, seorang hamba seharusnya memiliki dua sikap pokok: khauf (takut tidak diterima amal ibadah) dan raja’ (harap agar amal tersebut diterima). Kedua sikap ini perlu tertanam dalam jiwa. Seorang yang beriman akan terus berusaha memperbaiki ibadahnya karena khawatir amalnya sia-sia, tetapi tetap memiliki harapan besar bahwa Allah menerima amal baiknya.
Kunci Kelapangan Hati: Kembali kepada Allah Tanpa Syarat
Dalam karyanya Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim menuliskan bahwa ketenangan hati hanya dapat dicapai dengan sepenuh hati kembali kepada Allah. Ini berarti tidak ada alasan untuk menunda atau menolak, melainkan sepenuhnya berserah dan mencintai-Nya. Ketika hati telah dipenuhi dengan cinta kepada Allah, hidup akan terasa lebih tenang dan damai. Seseorang yang mencintai Allah akan merasakan kebahagiaan saat beribadah dan akan selalu merindukan kedekatan dengan-Nya.
Cinta sejati kepada Allah Swt menjadikan seseorang tangguh dalam menghadapi ujian hidup, baik dalam kondisi sempit maupun lapang. Hatinya akan selalu merasa tenteram karena yakin bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Allah, dan tidak ada kekuatan lain yang mampu mengubah takdir kecuali izin-Nya.
Allah yang Mengatur Segala Urusan Setiap Hari
Setiap detik, Allah Swt senantiasa mengatur semua hal yang berkaitan dengan makhluk-Nya. Dalam QS. Ar-Rahman: 29 dinyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi selalu bergantung kepada-Nya. Setiap saat, Allah mengurus berbagai hal yang dihadapi makhluk-Nya berdasarkan ketentuan-Nya yang tidak dapat ditolak. Semua perubahan dalam kehidupan, baik yang kita inginkan maupun yang tidak, berasal dari keputusan Allah.
Pemahaman ini akan mendorong manusia untuk tidak merasa sombong dengan karunia yang diterima, dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan ketika mengalami kehilangan. Dalam QS. Al-Hadid: 23 dijelaskan agar kita tidak berduka secara berlebihan atas hal-hal yang tidak kita miliki, serta tidak berbangga atas apa yang telah dianugerahkan. Allah membenci orang yang sombong dan bangga diri.
“(Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al-Hadid: 23).
Istiqamah di Segala Keadaan
Semoga kita semua diberikan petunjuk dan hidayah oleh Allah Swt untuk tetap istiqamah dalam melaksanakan perintah-Nya, baik di saat suka maupun duka. Karena pada dasarnya, ujian dari Allah muncul dalam berbagai bentuk dan waktu. Orang yang bijak adalah mereka yang menghadapi setiap situasi dengan iman, kesabaran, dan tawakal kepada-Nya.
Penulis: Heru Sujanto (Tendik FIAI UII)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!