Self Healing dalam Islam
Di tengah gemuruh dunia yang makin cepat, kita sering lupa untuk berhenti sejenak dan bernapas, melihat ke dalam diri, dan bertanya : “Apa kabar hatiku hari ini? Apa hal yang membuatku senang hari ini? Adakah yang menyakiti hatiku hari ini?” Tak sedikit di antara kita yang terlihat kuat dari luar, namun rapuh di dalam. Lalu muncullah istilah self healing, sebuah ajakan untuk menyembuhkan diri sendiri. Tapi bagi seorang muslim, self healing bukan sekadar liburan, minum kopi, shopping. Islam menawarkan proses penyembuhan yang lebih dalam, lebih bermakna, dan tentu lebih menyentuh, melalui sabar, syukur, dan tawakal
Sabar membuat kita tetap berdiri meski dunia rasanya runtuh. Sabar bukan berarti tak boleh menangis, tapi tetap percaya bahwa di balik tangis, ada hikmah yang Allah siapkan. Setiap orang pasti diuji, entah dalam bentuk kehilangan, tekanan hidup, atau luka batin. Tapi Islam mengajarkan bahwa sabar adalah kunci pertama untuk bertahan, bukan pasrah, tapi bentuk kekuatan tertinggi dari dalam diri.
Mensyukuri apa yang kita miliki tentu membuat hati jauh lebih tenang. Di saat kita melihat yang masih tersisa, mata yang bisa melihat ini, napas yang masih berhembus, iman yang belum lepas dari hati, tetapi di situlah penyembuhan dimulai.
Sering kali kita lelah bukan karena masalah, melainkan karena ingin mengendalikan segalanya Kita lupa bahwa setelah semua usaha dilakukan, ada satu hal yang harus dilepaskan: hasil. Tawakal adalah titik ketika hati berhenti menggenggam terlalu erat—karena kita tahu, segala urusan akhirnya kembali kepada Allah.
Self healing dalam Islam bukan sekadar proses untuk move on, tapi sebuah perjalanan kembali kepada Allah. Sebuah panggilan untuk menenangkan hati yang gundah dengan zikir, memperkuat sabar dengan shalat, menumbuhkan syukur lewat tafakur, dan melepaskan segala beban melalui tawakal.
Ditulis: Tutias Ekawati (Tendik UII)
Sumber
Al-Qur’an: QS. Al-Baqarah: 153, 155; QS. Ibrahim: 7; QS. At-Talaq: 3; QS. Ar-Ra’d: 28, Hadis: HR. Bukhari no. 52; Muslim no. 1599, Kitab: Ihya Ulumuddin – Imam Al-Ghazali, Tokoh & Ceramah: Ust. Adi Hidayat, Ust. Hanan Attaki, Buya Yahya
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!