Idul Adha di Era Digital: Transformasi Dakwah dan Edukasi Qurban di Media Sosial

Idul Adha dan Semangat Qurban

Idul Adha adalah momentum penting dalam kalender umat Islam yang sarat dengan nilai-nilai tauhid, pengorbanan, dan keteladanan. Peristiwa Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. menjadi inspirasi sepanjang zaman tentang kepatuhan total kepada Allah Swt. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

“Maka ketika anak itu sampai pada (umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai ayahku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’”
(QS. Ash-Shaffat: 102)

Ketaatan Nabi Ismail a.s. dan keikhlasan Nabi Ibrahim a.s. menjadi dasar spiritual ibadah qurban. Di balik ritual penyembelihan, terdapat pesan mendalam tentang keikhlasan, kesabaran, dan ujian iman. Maka dakwah tentang qurban seharusnya tidak hanya menjelaskan aspek hukum, tetapi juga menghidupkan nilai-nilai ruhaniah ini di tengah masyarakat.

Era Digital dan Perubahan Pola Dakwah

Dunia dakwah mengalami pergeseran besar di era digital. Penyampaian pesan Islam tidak lagi terbatas pada mimbar dan majelis taklim, tapi telah merambah ruang virtual seperti Instagram, TikTok, YouTube, hingga WhatsApp. Di platform inilah dai, lembaga zakat, dan komunitas Islam berperan penting dalam menyampaikan pesan Idul Adha secara menarik dan komunikatif.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa dakwah harus disampaikan dengan cara yang bijak:

“Sampaikanlah dariku walau satu ayat.”
(HR. Bukhari)

Prinsip ini tetap relevan dalam konteks digital: menyampaikan kebaikan, sekecil apa pun, bisa memberi pengaruh luas jika dilakukan dengan niat dan strategi yang tepat. Dai digital tidak lagi hanya berperan sebagai penyampai ceramah, tapi juga sebagai kreator konten, manajer interaksi, hingga penjaga akhlak publik.

Konten Dakwah dan Edukasi Qurban di Media Sosial

Media sosial telah melahirkan beragam bentuk konten edukatif tentang Idul Adha. Misalnya:

  • Infografis tata cara menyembelih hewan qurban sesuai syariat.
  • Video singkat yang menceritakan sejarah qurban secara menarik dan visual.
  • Live streaming proses penyembelihan dari lembaga zakat.
  • Cerita inspiratif penerima manfaat di pelosok negeri.

Bahkan, kini lembaga-lembaga Islam memanfaatkan media sosial untuk mengumpulkan donasi qurban dengan sistem yang transparan dan interaktif. Penyumbang dapat melihat dokumentasi penyembelihan dan distribusi, serta mendapatkan laporan digital. Ini menunjukkan bahwa digitalisasi tidak mengurangi nilai ibadah, justru bisa memperkuat akuntabilitas dan kepercayaan publik.

Namun, dalam mengemas konten dakwah, penting untuk menjaga nilai adab dan sensitivitas publik. Menampilkan proses penyembelihan hewan, misalnya, harus dilakukan dengan cara yang mendidik dan tidak menimbulkan trauma visual. Etika digital menjadi bagian tak terpisahkan dari kesuksesan dakwah di media sosial.

Dampak dan Tantangan Dakwah Qurban Digital

Dakwah Idul Adha di media sosial memiliki dampak yang luas. Banyak masyarakat, terutama generasi muda, yang menjadi lebih sadar tentang pentingnya berqurban. Akses terhadap informasi keagamaan yang dulu sulit kini menjadi sangat mudah. Video satu menit bisa menjelaskan satu hadis. Infografis bisa merangkum satu bab fiqh.

Namun, transformasi ini juga menghadirkan tantangan serius:

  1. Komersialisasi ibadah– Qurban dikemas lebih sebagai ‘produk’ daripada ‘pengorbanan’. Kadang, lembaga-lembaga lebih menonjolkan brand daripada nilai ibadah itu sendiri.
  2. Krisis otoritas keilmuan– Siapa saja kini bisa berdakwah, termasuk yang belum memiliki kapasitas keilmuan syar’i. Ini dapat menimbulkan penyesatan atau kesalahpahaman hukum agama.
  3. Sikap instan dalam beragama– Informasi yang serba cepat bisa mendorong pemahaman yang dangkal jika tidak dibarengi pembelajaran mendalam.

Maka dari itu, dai dan konten kreator muslim perlu bersinergi: yang satu kuat di bidang ilmu, yang lain kuat di bidang media. Dakwah yang berdampak adalah dakwah yang menggabungkan substansi syariat, estetika digital, dan strategi komunikasi yang kontekstual.

Allah Swt berfirman:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik.”
(QS. An-Nahl: 125)

Dakwah Digital yang Humanis dan Menyentuh

Di balik teknologi, dakwah digital harus tetap menyentuh sisi insani. Konten qurban yang baik adalah yang membangkitkan empati: bagaimana daging qurban menjadi hadiah bagi keluarga dhuafa yang tak mampu membeli daging sepanjang tahun, atau bagaimana qurban menjadi ladang amal bagi peternak kecil yang diberdayakan.

Kisah-kisah ini menghidupkan makna qurban sebagai jembatan kemanusiaan, bukan sekadar ritual. Inilah bentuk dakwah bil hal, dakwah melalui aksi nyata dan teladan.

Penutup: Menguatkan Dakwah Qurban di Era Digital

Idul Adha di era digital adalah tantangan sekaligus peluang. Media sosial bisa menjadi sarana efektif untuk menguatkan dakwah dan edukasi qurban, asal dijalankan dengan hikmah dan tanggung jawab.

Dai dan pegiat dakwah hari ini dituntut bukan hanya memahami teks-teks agama, tapi juga konteks media, psikologi digital, dan etika publik. Tujuannya satu: agar pesan Idul Adha tidak sekadar viral, tapi juga membekas dalam hati dan mengubah perilaku umat menuju ketakwaan yang lebih mendalam.

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu…”
(QS. Al-Hajj: 37)

Maka, mari jadikan momentum Idul Adha sebagai ajang dakwah yang menyentuh jiwa, mempererat ukhuwah, dan membangun peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin, bahkan dari balik layar gawai.

Penulis: Kusprayitna Widianta (Tendik FIAI)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *