Membangun Semangat Berkarya Tulis
Membangun Semangat Berkarya Tulis
Oleh: M. Husnaini
Berkarya tulis masih menjadi tantangan yang berat dijawab. Karena itu, jika tidak menulis, minimal kita mau membaca.
Kesibukan kerap kali menjadi dalih untuk tidak berkarya tulis. Padahal, semua karya tulis hebat lahir dari orang-orang sibuk. Penganggur tidak pernah melahirkan karya.
Jelas, karya tulis adalah tanda intelektualitas seseorang, bukan gelar pendidikan. Menulis adalah aktivitas yang mencerdaskan. Menuliskan rangkuman atau ringkasan ide-ide bagus, misalnya, dapat mendorong kita berpikir, meneliti, atau menggali sesuatu yang lebih mendalam.
Prof Ahmad Syafii Maarif, guru bangsa yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998–2005, pernah mengatakan bahwa membaca, berpikir, meneliti, dan menulis adalah aktivitas yang sangat penting, dan sebaiknya ditekuni sepanjang hidup. Ijazah Pendidikan ibarat SIM yang tidak bermakna apa-apa tanpa ditopang dengan keempat aktivitas ilmiah di atas.
Pesan Buya Syafii Maarif tersebut mengingatkan saya pada ungkapan Prof Imam Suprayogo, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Periode 1997-2013. Menurut Prof Imam, ciri khas seorang doktor adalah selalu berpikir dan berkreasi tentang pembaruan. Seorang doktor tidak pernah berhenti berpikir. Tatkala dia berhenti berpikir, terang Prof Imam, yang tersisa hanya gelarnya. Sedangkan substansinya sudah kembali jadi manusia biasa atau sama dengan orang yang tidak bergelar doktor.
Senada dengan itu adalah Prof Mulyadhi Kartanegara. Berikut ini kalimat-kalimat yang saya kutip secara verbatim dari akun Facebook milik filsuf dan cendekiawan Muslim Indonesia tersebut.
“Pohon kesarjanaan boleh rindang, tapi tanpa menghasilkan karya, ia bagai pohon tak berbuah. Pengetahuan autentik bukanlah yang kita pelajari dari karya para cendekia, tapi justru yang kita peras dan sarikan dari berbagai pengalaman panjang hidup kita.”
“Potensi manusia ibarat hujan lebat, di mana apa yang telah manusia tulis hanyalah beberapa percikan darinya. Membaca dengan fasih karya seseorang adalah satu perkara. Menuliskan pikiran sendiri dalam sebuah karya adalah perkara yang lain.”
“Ketika aku mulai nulis sebuah karya, ada orang yang bertanya, “Ah apa ada orang yang bakal tertarik padanya?” Aku pun menjawab, “Aku berkarya tidak untuk tujuan yang lain kecuali menyampaikan kebenaran dan kebaikan. Sisanya aku serahkan pada Tuhan.”
“Alhamdulillah, ia telah menjadikan karyaku menarik banyak orang. Nasihatku, kalau mau berkarya, pasang niat yang tulus, bertawakal dan minta petunjuk-Nya, dan menulislah dengan ringan tanpa beban.”
“Ketika aku menuliskan pikiranku di sebuah buku, aku seperti menitipkan bagian dari jiwaku untuk tinggal di sana selama-lamanya, dalam keabadian. Percaya diri dapat membantu menumbuhkan banyak potensi yang tersembunyi. Dengannya kita bisa merentangkan sayap diri lebih lebar dan tinggi lagi.”
“Kekaguman yang berlebihan terhadap seorang atau beberapa tokoh dapat menutup pintu-pintu kreativitas kita. Siapa yang bisa bebas dari kungkungan mereka, dialah sang genius.”
Demikianlah, dan nasihat-nasihat itulah di antara yang melecut semangat saya untuk terus berkarya tulis. Syukur jika tradisi mulia ini juga diikuti banyak orang. Namun, jangan sampai kesibukan memotivasi orang lain untuk menulis menyebabkan kita lupa untuk berkarya tulis. Semoga kita tidak seperti lilin yang menerangi sekitar tapi diri sendiri habis terbakar.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!