Puasa dan Omon-Omon
Puasa dan Omon-Omon
Oleh: M. Husnaini – Dosen FIAI UII
Puasa dalam Islam tidak hanya sebatas menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan badan dengan pasangan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Al-Qur’an menyebut dua istilah untuk menggambarkan puasa, yaitu “shiyam” dan “shaum”. Shiyam merujuk pada puasa wajib di bulan Ramadan yang meliputi aspek fisik, sementara shaum adalah menahan diri dari berbicara.
Menghadapi aneka pertanyaan seputar kehamilannya, Maryam, ibunda Nabi Isa AS, bernazar untuk melakukan shaum, yaitu tidak berbicara dengan seorang pun kala itu (QS. Maryam: 26).
Shaum (puasa bicara) dimaknai sebagai bentuk ibadah dan tanda kepasrahan kepada Allah. Dalam kehidupan sosial, shaum juga menjadi strategi untuk menghadapi fitnah dan tuduhan yang dia terima setelah melahirkan Nabi Isa AS tanpa suami. Diamnya Maryam menjadi simbol kesabaran dan ketundukan pada kehendak Allah.
Banyak omong, belakangan dikenal dengan omon-omon, termasuk kejelekan yang penting dihindari. Dalam beberapa hadis, Rasulullah SAW menegaskan pentingnya menjaga lisan ketika berpuasa. “Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk”, kata beliau,“Allah tidak butuh terhadap puasanya yang sekadar meninggalkan makan dan minum” (HR. Bukhari).
Hadis ini menunjukkan bahwa esensi puasa tidak hanya sebatas menahan lapar dan haus, tetapi juga mengendalikan diri dari omon-omon yang mengandung kedustaan dan perbuatan tercela.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga mengingatkan, “Puasa adalah perisai, maka jika salah satu dari kalian berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan pula berteriak-teriak. Jika seseorang mencelanya atau mengajaknya bertengkar, hendaklah ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa'” (HR. Bukhari dan Muslim).
Banyak ancaman bagi orang berpuasa yang tidak mampu menjaga lisan dari omon-omon tidak penting. “Tidak sedikit orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar dan dahaga,” begitu tegas Rasulullah SAW sebagaimana ditulis oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah.
Omon-omon yang tidak berguna, dan bahkan menggerus pahala puasa, itu seperti dusta, ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), ucapan kotor dan makian. Semua omon-omon itu bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Dengan demikian, esensi puasa tidak hanya shiyam (puasa perut dan syahwat), tetapi juga harus disertai shaum (puasa lisan) dari berbagai bentuk kemaksiatan. Jika shiyam dilakukan sepanjang Ramadan, shaum harus menjadi jihad kita seumur hidup.
Apalagi, kata Rasulullah SAW, lisan adalah salah satu penyebab utama manusia terjerumus ke dalam dosa. “Barang siapa menjamin untukku apa yang ada di antara dua bibirnya (lisan) dan di antara dua kakinya (kemaluannya), aku menjamin untuknya surga” (HR. Bukhari).
Marilah jadikan Ramadan sebagai momentum untuk melatih diri melakukan shiyam sekaligus shaum. Semoga puasa kita beroleh pahala sempurna dan membuahkan keharmonisan kehidupan sosial karena kita semua terhindar dari omon-omon yang nirguna.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!