,

FIAI UII Tuan Rumah Muktamar Pemikiran KH Hasyim Asy’ari Pendiri NU

FIAI UII Tuan Rumah Muktamar Pemikiran KH Hasyim Asy’ari (foto: IPK)

Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) bekerjasama dengan Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selenggarakan Muktamar Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat. KH. Hasyim Asy’ari  merupakan pendiri ormas keagamaan Islam Nahdlatul Ulama (NU). Muktamar diikuti oleh 300 peserta dari unsur pengurus pondok pesantren, alumni santri Pondok Pesantren Tebuireng, mahasiswa dan dosen UII di Auditorium Gedung KHA.Wahid Hasyim FIAI Kampus Terpadu UII Jl. Kaliurang KM. 14,5 Sleman, Jum’at (20/09/2024).

Muktamar menghadirkan 5 narasumber, KH Abdul Hakim Mahfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, S.Psi., M.Psi., Prof. Zuhri, UIN Sunan Kalijaga, Dr. Arif Akhyat dari UGM dan Dr. Muhammad Roy Purwanto dari UII.

Rektor UII, Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD salam sambutan pembukanya, menyampaikan kaitan UII dengan KH. Hasyim Asy’ari.

”UII rumah besar bagi keragaman pemikiran Islam. “UII yang sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Islam (STI) merupakan kampus nasional pertama di Indonesia yang didirikan oleh para tokoh bangsa dalam Masyumi atau Majelis Syuro Muslimin Indonesia yang waktu itu ketuai oleh KH. Hasyim Asy’ari, yang mana sebelumnya bernama Majelis Islam A’la Indonesia disingkat MIAI,” kata Prof Fathul.

Imbuhnya, Masyumi ini merupakan organisasi yang didirikan waktu Jepang yang menggantikan MIAI. Dalam sidang Masyumi beberapa organisasi agama, salah satunya Nahdlatul Ulama. Salah satunya ada KH. A. Wahid Hasyim dan KH. A. Wahab Hasbullah, dan mbah Wahid  Hasyim termasuk yang memberikan sambutan ketika  Sekolah Tinggi Islam dibuka 8 Juli tahun 45  mewakili Masyumi. Saya masih menyimpan beritanya, di Harian Asia Raya tanggal 9 Juli 1945,”

Sebagai keynote speaker, KH Abdul Hakim Muhfudz yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jawa Timur, membuka diskusi dengan paparannya.
“Apa yang saya sampaikan ini cukup panjang sebetulnya, jadi ini satu perjalanan panjang Hadratussyaikh. Kita bisa lihat dari turats atau buku peninggalan beliau, ada di Tebuireng. Bahkan sekarang ada di sini kumpulan tulisan beliau, kitab Irsyadus Sari. Setiap tulisan beliau merupakan sebuah harokah atau pergerakan yang merespon dari fenomena sosial yang saat itu terjadi. Salah satunya bejudul Dhaul Misbah sebuah kitab tentang perkawinan yang merespon banyak masyarakat yang tidak paham mengenai perkawinan.

KH Abdul Hakim Mahfudz yang hadir bersama istri, menambahni bahwa KH. Hasyim Asy’ari yang layaknya dikagumi yakni dengan dengan keilmuan yang besar tapi mampy menuliskan kitab yang sangat sederhana, sangat tipis. Hal itu karena ternyata hukum-hukum perkawinan itu ada di buku-buku tebal, dan masyarakat tidak memahaminya. Selain itu, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dengan kemampuan keilmuannya mampu mengumpulkan semua umat Islam  yang beda faham dalam 1 majelis. Masalahnya saat ini yang 1 paham saja sering berdebat. Ini perlu menjadi muhasabah, apa yang harus dilakukan.

Di sela acara muktamar, diselenggarakan penandatanganan prasasti gedung oleh Alissa Wahid. Prasasti akan disematkan pada Gedung KHA Wahid Hasyim yang tempati FIAI UII. Alisa Wahid merupakan cucu dari KHA Wahid Hasyim, nama yang digunakan Yayasan Badan Wakaf UII untuk gedung yang digunakan FIAI. (IPK)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *