Sains Membuktikan Kesalahan Mitologi tentang Gerhana
Rabu, 29 Jumadil Ula 1437 H/9 Maret 2016 merupakan hari yang istimewa. Pasalnya pada hari itu 8 provinsi di Indonesia akan dilewati Gerhana Matahari Total (GMT). Sementara di Yogyakarta tidak terjadi GMT karena persentase matahari tertutup kurang lebih hanya 83 persen. Namun demikian hal ini bagi masyarakat Yogyakarta tetap merupakan peristiwa langka dan salah satu tanda kebesaran Allah.
Sebagai wujud kepedulian Universitas Islam Indonesia (UII), Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPA) bekerjasama dengan Pusat Kajian dan Bantuan Hukum Islam (PKBHI) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) melakukan rangkaian Shalat Kusuf di Masjid Ulil Albab UII. Shalat Kusuf secara sederhana dapat dimaknai sebagai shalat yang dilakukan karena terjadinya gerhana matahari.
Rangkaian Shalat Kusuf dimulai dari pemaparan Materi Ilmiah Peristiwa Gerhana oleh Anisah Budiwati, SHI., MSI. Dia menerangkan terjadinya gerhana di aspek ilmiah-akademis. Menurutnya, GMT hanya terjadi di Indonesia. “GMT dapat dikatakan benar-benar milik Indonesia,” ujar Dosen Tetap Hukum Islam FIAI yang menyelesaikan Master Ilmu Falak di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang tersebut saat diwawancari reporter UII News, Kamis, 01 Jumadil Akhir 1437 H/10 Maret 2016.
Setelah pemaparan materi, pukul 06.30 WIB, jamaah yang sudah memadati Masjid Ulil Albab dipersilakan melihat pengamatan gerhana matahari dengan theodolite di atas Masjid. Selain itu, jamaah juga dapat melihat gerhana dengan kacatama gerhana (eclipse glasses) yang telah disediakan panitia.
Menjelang pukul 07.00 WIB jamaah diarahkan untuk kembali ke Masjid Ulil Albab untuk bersiap menunaikan Shalat Kusuf berjamaah. Bertindak selaku imam, al-Akh Heri Efendi (Ketua Takmir Masjid Ulil Albab). Sementara khutbah disampaikan oleh Direktur DPPAI, Dr. H. Muntoha, SH., M.Ag.
Dalam khutbahnya, Dr. Muntoha mengajak jamaah untuk merenungi kebesaran Allah yang ditampakkan melalui gerhana matahari. Menurutnya, ada beberapa mitologi yang perlu diluruskan tentang gerhana matahari tersebut. Ada yang memukul-mukul benda tertentu karena menganggap matahari sedang dimakan makhluk halus. “Mereka menganggap berhasil upaya itu seiring kembalinya matahari ke posisi normal,” tuturnya.
Ada juga yang menyangka gerhana matahari berkaitan dengan peristiwa kematian atau kelahiran. Sementara, bila merujuk hadits Nabi Muhammad semua itu tidak benar. Gerhana matahari adalam salah satu bukti kebesaran Allah dan tidak berkaitan dengan musibah apapun. Ketika terjadi gerhana, disunnahkan untuk shalat, beristighfar, dan bersedekah.
Dr. Muntoha memaparkan bahwa gerhana terjadi karena antara matahari, bulan, dan bumi membentuk garis lurus. Sehingga sinar matahari yang seharusnya sampai bumi tertutupi oleh bulan. Maknanya, gerhana matahari dapat dijelaskan secara ilmiah. Dengan demikian sains telah membuktikan kesalahan mitologi tentang gerhana. “Namun jangan sampai hal ini menjadikan adanya kesombongan ilmiah,” harapnya. (Samsul Zakaria)