,

Sinau Bareng Cak Nun dan Kiyai Kanjeng

Dalam rangka memeriahkan milad Universitas Islam Indonesia (UII) yang ke-73, Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII menggelar acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kiyai Kanjeng. Hadirnya budayawan yang memiliki nama asli Emha Ainun Najib bersama Kiai Kanjeng di Kampus Terpadu UII ini, Ahad 25 Jumadil Akhir 1437 H/03 April 2016 memperoleh antusiasme dari para mahasiswa dan juga masyarakat umum yang hadir.

8Sinau Bareng Cak Nun tersebut mengambil tema Meneladani Kepemimpinan Rasulullah SAW melalui Pendidikan, Ekonomi Islam, dan Hukum Islam Menuju Manusia Seutuhnya. Turut hadir dalam acara ini Direktur Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI) UII, Dr. Drs. Muntoha, SH., M.Ag., Dekan FIAI UII, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., Wakil Dekan FIAI UII, Dra. Sri Haningsih, M.Ag., dan Ketua Milad UII ke-73, Priyonggo Suseno, M.Sc.

Menurut Priyonggo, diselenggarakannya acara Sinau Bareng Cak Nun tersebut dalam rangka menjadikan UII sebagai rahmatan lil ‘alamin. Beberapa misi utama didirikan FIAI UII menurut Priyonggo Suseno yakni untuk mendidik mahasiswa dan masyarakat Indonesia agar menjadi masyarakat yang berpendidikan baik. Oleh karenanya pada waktu itu kemudian lahirlah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI).

Selain itu disampaikan Priyonggo Suseno, misi dari FIAI UII juga mengajarkan hidup yang temoto (tertata). Oleh karenanya kemudian didirikan Program Studi Syariah atau Hukum Islam. Sementara misi lainnya agar manusia tidak nelongso (sengsara) kemudian dibuatlah Program Studi Ekonomi Islam. Lebih lanjut disampaikan Priyonggo Suseno, tujuan utama dihadirkannya Cak Nun dan Kia Kanjeng di UII bagaimana ilmu yang kita ajarkan, kita dapatkan, belajar dan mempelajari itu bisa kita implementasikan kepada masyarakat.

Lebih lanjut dituturkan Priyonggo Suseno, dengan adanya acara sinau bareng diharapkan lulusan FIAI dan UII pada umumnya tidak hanya bisa berkarya dalam kampus, tetapi juga dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya. Sejauh ini menurutnya beberapa mahasiswa UII telah berhasil menunjukkan prestasinya, seperti dalam acara debat dan inovasi mobil listrik. “Mahasiswa tidak menjadi menara gading, yakni berkarya di kampus tetapi tidak dapat berkarya di luar,” ungkap Priyonggo Suseno.

Sementara itu, Dekan FIAI, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., mengapresiasi acara tersebut. Menurutnya, FIAI baru kali pertama mengundang Cak Nun. Dia memberikan penghargaan kepada LEM FIAI yang telah bekerja keras mensukseskan acara tersebut. Sementara sambutan Rektor UII diwakilil Direktur DPPAI, Dr. Drs. Muntoha, M.Ag. Baginya, 73 tahun bila dikaitkan dengan usia manusia tentu sudahlah tua. Namun UII tidak boleh bermental tua namun terus muda untuk berubah dan berkarya.

Sementara itu, Cak Nun memaparkan beberapa prinsip sederhana meneladani Nabi Muhammad SAW. Cak Nun memulai dengan mengajak audiens mendata sifat-sifat atau kualitas utama Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya dihubungkan dengan berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, dan hukum. Beberapa kualitas yang ada pada Nabi Muhammad SAW seperti disampaikan Cak Nun yaitu Nabi yang al-amin (terpercaya), an-Nabi al-Ummiy, an-Nabi al-Ma’sum, Nabi sebagai Yaqut (permata), Nabi sebagai Abdan Nabiyya (Hamba yang Nabi), dan sebagai Habibullah (Kekasih Allah).

Dalam acara yang berlangsung lancar tersebut Cak Nun juga selelau merespon setiap pertanyaan yang dilontarkan. Diantaranya tentang ‘abdan Nabiyya dan Nabi al-ummiy, yang intinya dunia ini hanyalah tempat mengumpulkan bahan-bahan atau batu bata, sedangkan membangunnya nanti di surga. “Tak apa menderita di dunia, sebab yang terpenting adalah memperjuangkan akhlaknya,” tutur Cak Nun yang oleh salah satu penanya di sebut sebagai guru bangsa.

Cak Nun juga kembali mengingatkan bahwa misi penting Rasulullah adalah menyempurnakan akhlak. Oleh karena itu di atas hukum sesungguhnya masih ada akhlak. Dengan demikian akhlak adalah buah dari keberimanan seseorang. Acara yang berakhir jelas pukul 01.00 dini hari tersebut menjadi lebih berkesan dengan lagu-lagu yang dibawakan Kiyai Kanjeng. (Samsul Zakaria/FIAI)