Istidraj: Tipuan Kenikmatan Dunia

Saat ini kita hidup di era digital, dimana segala hal yang awalnya manual menjadi praktis dan modern. Dari sisi teknologi informasi dengan cepat kita bisa melihat dan mendengar berbagai informasi yang tersaji di media yang datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri. Tidak jarang berita yang tersaji terkait kehidupan seseorang terutama tentang kekayaan, kesuksesan yang didapat dengan mudah tanpa hambatan, seolah-olah hidupnya berjalan sangat mulus dan tidak ada halangan. Sedangkan orang tersebut tidak pernah beribadah, penuh maksiat bahkan ada yang tidak mempercayai adanya tuhan. Apakah ini yang dinamakan ujian dari Allah Swt.?

Secara bahasa, istidraj berasal dari kata daraja, yang berarti ‘bertahap’ atau ‘berangsur-angsur’. Adapun istidraj juga dapat bermakna sebagai sebuah ‘ujian’ yang diberikan Allah Swt. secara berangsur-angsur kepada hamba-Nya. Ujian itu bisa berupa jabatan atau harta yang melimpah yang diberikan Allah terus-menerus meskipun seseorang itu jauh dari jalan kebenaran dan akhirnya akan mengantarkannya pada malapetaka yang lebih besar. Hal itu disebutkan dalam hadis berikut: “Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad).

Kondisi istidraj ini juga telah dijelaskan dalam Al Qur’an “Maka serahkanlah kepada-Ku (urusannya) dan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Qur’an). Kelak akan Kami hukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui” (Qs Al-Qalam:44). Seseorang yang mengalami istidraj tidak akan menyadari jika perbuatannya telah membuat Allah murka, sebaliknya mereka menganggap kenikmatan yang diperoleh merupakan anugerah dari Allah.

Salah satu tanda istidraj pada diri seseorang yang mencolok yaitu selalu mendapatkan kenikmatan yang berlimpah padahal jarang melakukan ibadah, selalu melakukan kemaksiatan namun hidupnya selalu sukses, saat melakukan kesalahan tidak merasa berdosa, serta dalam hidupnya hampir tidak pernah diberikan cobaan. Ketika seseorang merasa kualitas ibadahnya turun namun kenikmatannya terus meningkat, hal itu jelas merupakan ciri-ciri sebuah Istidraj. Allah membiarkan orang-orang yang lalai dan bermaksiat itu semakin tersesat dan semakin dimanjakan dengan berbagai kenikmatan duniawi. Kenikmatan yang diberikan oleh Allah Swt. tersebut sebenarnya bukan bentuk kasih sayang terhadap hamba-Nya, melainkan murka-Nya.

Istidraj ini dapat dengan mudah kita temui di lingkungan masyarakat, bahkan banyak contohnya yang terpampang jelas. Seperti pejabat-pejabat negara yang diberikan amanah mendapatkan jabatan atau pangkat tinggi namun tidak menggunakan tugas dan wewenangnya dengan baik. Bahkan menyalahgunakan jabatan atau pangkatnya untuk memperkaya diri sendiri dengan melakukan kebijakan yang sangat merugikan rakyat. Mereka sebagian besar hidupnya mewah, bergelimang harta dan diberikan kenikmatan berkuasa dalam waktu yang lama.

Istidraj merupakan ujian yang sangat berbahaya bagi umat manusia. Pasalnya, istidraj adalah tipu daya yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang telah lalai dan tersesat dari jalan yang benar. Semakin seseorang itu jauh dari Allah dan terlena dengan berbagai kenikmatan yang Allah berikan semakin bertambah pula kesenangan yang didapat oleh orang tersebut. Mereka mengira bahwa mereka mendapatkan nikmat karena keberhasilan atau usaha mereka sendiri. Mereka tidak bersyukur kepada Allah Swt. atas segala karunia-Nya. Hal ini dapat mendatangkan azab yang lebih berat.

Sebagai seorang muslim, kita diminta selalu waspada dan berhati-hati dalam menjalani hidup di dunia. Kenikmatan yang Allah berikan kepada hamba-Nya harus didasari dengan keimanan yang kuat. Selalu bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang diberikan dan menjauhi semua hal yang mengandung maksiat. Selain itu, juga meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah antara lain melaksanakan shalat lima waktu tepat waktu, membaca Al-Qur’an, menghafal dan mengamalkannya, serta selalu berdoa dan memohon perlindungan Allah dari segala godaan dan fitnah dunia.

Penulis: Arum Huda Nurjanatun, S.IP (Tendik FIAI UII)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *