Menjaga Hati dari Ghibah

Pada zaman modern ini, perkembangan teknologi digital semakin pesat dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya smartphone menjadi salah satu bentuk nyata dari kemajuan teknologi yang kini penggunaan smartphone sudah merebak di semua kalangan. Smartphone dapat memberikan dampak positif maupun negatif tergantung pada penggunaanya. Salah satu fitur utama smartphone yang paling sering digunakan adalah akses terhadap media sosial, platform seperti WhatsApp, Instagram, Tiktok, Facebook, Twitter, dll.  Di satu sisi, media sosial memberikan banyak manfaat seperti memudahkan dalam berinteraksi/berkomunikasi, memperluas jaringan sosial atau relasi, memudahkan menyebarkan informasi, serta menjadi wadah kreativitas dan edukasi. Namun di sisi lain, media sosial juga dapat memberikan dampak negatif apabila tidak digunakan dengan bijak, salah satunya yaitu maraknya penyebaran aib.

Ghibah adalah menceritakan tentang seseorang yang tidak ada di tempat dengan sesuatu yang tidak disenanginya apabila ia mengetahuinya, baik yang disebut kekurangan yang ada pada badannya, keturunannya, perilaku atau perbuatannya, urusan agama, dan urusan dunianya. Ghibah merupakan penyakit hati yang memakan kebaikan, mendatangkan keburukan dan membuang waktu yang sia-sia.

Menceritakan keburukan orang lain termasuk perbuatan dosa, walaupun hal itu benar adanya. Menyebarkan aib dapat memberikan peluang fitnah. Hal ini dapat merusak hubungan sosial seperti permusuhan, perselisihan dan perpecahan dalam berteman dan bermasyarakat. Selain itu dapat mengurangi pahala, dan menjadi penyebab siksa kubur dan mendapat azab di akhirat.

Dalam islam sangat menekankan pentingnya menjaga persaudaraan dan menjauhi perbuatan yang dapat merusaknya hubungan tersebut. Allah Swt.  berfirman dalam surat QS. Al-Hujurat ayat 12 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ۝١٢

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka  sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat, lagi Maha Penyayang.

Agar tali persaudaraan tetap terjalin dengan baik, kita dianjurkan untuk menjaga lisan dari ghibah dengan cara menyadari bahwa Allah Swt. selalu mengawasi setiap ucapan dan tindakan kita, maka penting bagi kita merenungkan bahwa setiap kata yang diucapkan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. Sebelum berbicara, sebaiknya kita membiasakan diri untuk berpikir terlebih dahulu: “Apakah ucapan ini baik? Apakah membahayakan atau menyakiti orang lain?”. Daripada membicarakan keburukan orang lain, sebaiknya kita mendoakan yang terbaik agar mendapatkan hidayah atau kebaikan. Selain itu, kita juga harus pandai memilih pergaulan yang baik, menghindari teman yang suka menggunjing karena lingkungan mempengaruhi perilaku yang bisa membentuk karakter dan kebiasaan.

Apabila dalam suatu obrolan mulai mengarah ke ghibah, dengan lembut dan sopan kita harus berani mengalihkan atau menghentikan topik. Bicarakan hal-hal yang bermanfaat seperti berbagi ilmu, pengalaman, ataupun berita yang menginspirasi. Jadikan pembicaraan sebagai sarana saling mendukung dan memotivasi. Jika tanpa sadar sudah melakukan ghibah, segera bertaubat dan minta ampun kepada Allah Swt.

Penulis: Erma Widiyanti  (Tendik FIAI UII)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *