Tag Archive for: Program Studi Ekonomi Islam

Raih Juara! Mahasiswa Ekonomi Islam UII Tembus MTQM International di Jambi!

Kadang prestasi itu bukan datang dari ambisi besar, tapi dari keberanian untuk mencoba hal baru. Itulah yang dilakukan oleh Tara Aqila Humayra, mahasiswa Prodi Ekonomi Islam UII angkatan 2023. Dengan tekad “tes ombak”, Tara memutuskan untuk ikut kompetisi Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (LKTIQ) kategori tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Jambi pada 16–19 Juni 2025. Dan ya! Tara berhasil membawa pulang gelar Juara Harapan 1.

Dari “Tes Ombak” Jadi Juara

Bagi Tara, ini adalah pengalaman pertamanya mengikuti lomba karya tulis ilmiah. Ia mengaku awalnya hanya ingin mencoba sesuatu yang baru dari apa yang sudah dipelajari selama beberapa bulan terakhir di kelas. Tapi justru dari keberanian itulah, ia menemukan pengalaman yang berharga baik dalam belajar, bekerja sama, maupun membangun rasa percaya diri.

“Karena ini pertama kali, pastinya masih banyak belajar. Ngerjainnya juga lebih butuh tenaga, waktu, pikiran, dan kerjasama tim yang solid,” ujarnya.

Dalam kompetisi ini, Tara mengangkat tema literasi keuangan syariah, isu yang relevan dan sudah pernah ia pelajari selama kuliah di Prodi Ekonomi Islam. Ilmu di kelas ternyata sangat membantu dalam menyusun argumentasi dan membangun gagasan yang berbasis syariah.

“Materi kuliah sangat membantu banget. Jadi nulisnya nggak blank karena udah punya dasar,” Ucap Tara.

Didukung oleh teman, dosen, dan orang tua, Tara melewati proses bimbingan dan revisi hingga akhirnya siap untuk bersaing. Ia juga berkonsultasi langsung dengan orang-orang yang memang ahli di bidangnya agar tulisannya lebih matang dan berbobot.

Bertemu Orang Baru, Belajar Hal Baru

Bukan hanya soal lomba, bagi Tara, salah satu pengalaman paling berkesan adalah bertemu dengan banyak orang hebat dari berbagai universitas di seluruh Indonesia. Selain itu, momen ini juga menjadi pengalaman pertamanya menginjak tanah Sumatera, melihat budaya baru, logat yang berbeda, dan kebersamaan delegasi UII yang seru sekali.

Saat ditanya apa kunci keberhasilannya, Tara menjawab dengan santai “Usaha dan doa. Lalu konsul ke orang yang mengerti, meminta masukan dan yang paling penting tidak takut salah!”

Tantangan terbesar menurutnya bukan hanya soal menulis, tapi juga mengatur waktu, menjaga komunikasi tim, dan tetap tekun dalam proses yang nggak sebentar. Tapi justru dari sana, Tara belajar banyak hal yang tidak bisa didapat hanya dari materi kelas.

Gas Aja, Gausah Takut

Sebagai sesama mahasiswa, Tara ingin membagikan semangat ke teman-teman Ekis lainnya agar tidak ragu untuk ikut kompetisi. Menurutnya, menang atau kalah bukan tujuan utama, yang terpenting adalah berani mencoba dan mendapatkan pengalaman baru.

“Gas aja ges! Lebih baik nyesel karena gagal, daripada nyesel karena gak nyoba!” Tegasnya

Tara juga menyampaikan harapannya ke depan, supaya Prodi Ekonomi Islam UII bisa semakin aktif mendorong mahasiswa untuk ikut lomba-lomba, salah satunya dengan adanya pelatihan atau coaching singkat dari dosen sebelum mengikuti kompetisi.

“Support dari dosen sudah bagus, saya dibantu dan dibimbing dengan baik oleh dosen, kedepannya mungkin bisa ditambah pelatihan intensif bareng sebelum lomba. Biar makin siap dan lebih PD untuk bersaing” Tambahnya

Buat kamu yang masih ragu, Tara sudah buktikan, coba itu bukan soal siap atau tidak siap, tapi soal berani atau tidak. Dan dari keberanian itu, bisa jadi lahir prestasi yang luar biasa.

Ingin berprestasi seperti Tara ?
Daftar sekarang juga di Program Studi Ekonomi Islam UII 

Temukan inspirasimu bersama kami di https://fis.uii.ac.id/ekis
Pendaftaran Mahasiswa Baru  pmb.uii.ac.id

Bangun Bisnis Jalur Mahasiswa Ekonomi Islam!!

Tidak banyak yang menyangka bahwa dari dunia akademik Ekonomi Islam, mampu membuat alumni yang berhasil membangun bisnis jasa seserahan pernikahan dengan skala yang terus berkembang. Agnia Rona Afiani, alumni Ekonomi Islam UII angkatan 2016, yang kini sukses mengelola brand Mahantaran, sebuah usaha jasa seserahan yang telah berdiri sejak tahun 2022 dan kini telah memiliki dua cabang di Yogyakarta dan Solo.

Dengan tagline “Seserahan Termurah dan Berkualitas”, Mahantaran telah melayani lebih dari 700 klien dalam waktu tiga tahun terakhir. Tidak hanya itu, Mahantaran juga aktif mengadakan kelas seserahan yang berkolaborasi dengan berbagai brand lokal untuk mendorong pemberdayaan perempuan, serta menempati peringkat pertama dalam daftar rekomendasi jasa seserahan di Yogyakarta versi Detik Jateng.

Dari Freelancer Menjadi Founder

Ketertarikan Agnia terhadap dunia wedding sudah muncul sejak masa kuliah. Selama kurang lebih empat tahun, ia bekerja sebagai freelance wedding organizer (WO) sambil menempuh studi. Dari sanalah muncul ide untuk membuat usaha sendiri di bidang yang sama, namun dengan model yang lebih fleksibel dan terjangkau secara modal.

“Saya ingin tetap di dunia wedding, tapi dengan modal kecil. Saya mulai dari menyewa, mendekorasi sendiri, hingga merakit box seserahan. Karena saya juga memang senang dengan kerajinan tangan,” ungkapnya.

Menjalankan Bisnis Berbasis Syariah

Latar belakang pendidikan di Ekonomi Islam turut memberi pengaruh besar dalam membentuk karakter bisnis yang dijalankan Agnia. Ia mengaku bahwa pemahamannya tentang prinsip berdagang dalam Islam banyak dibentuk selama kuliah.

“Sebelum kuliah saya pikir bisnis itu hanya soal untung dan kaya. Tapi di Ekis saya belajar bahwa berdagang juga ada etikanya. Prinsip syariah harus dijaga,” jelasnya.

Mahantaran sendiri menerapkan prinsip “usaha untuk amal” dengan menyisihkan sebagian keuntungan untuk kegiatan sosial seperti santunan ke panti asuhan setiap Ramadan. Lebih dari itu, ia juga memastikan bahwa seluruh aset usaha tidak dibiayai dengan riba. Semua dilakukan secara bertahap dengan semangat keberkahan.

Terus Bertumbuh, Menyiasati Tantangan

Sebagai bisnis musiman, tantangan terbesarnya adalah ketika memasuki bulan-bulan sepi pernikahan seperti Ramadan dan bulan Suro. Namun, Agnia melihat peluang lain dengan mengadakan kelas seserahan bersama sejumlah brand seperti Kotagede Jewellery, Make Over, dan Bloomery.

Dalam hal pemasaran, Mahantaran mengandalkan kekuatan rekomendasi dari mulut ke mulut serta membangun kehadiran aktif di media sosial. Konten visual dan narasi yang engaging menjadi senjata utama untuk menjangkau target pasar dari kalangan muda.

Target dan Harapan Ke Depan

Kini Mahantaran tidak hanya berhenti pada jasa seserahan. Mereka telah mengembangkan lini usaha baru bernama Mahaplanner WO, dan menargetkan ekspansi ke bidang souvenir pernikahan agar dapat menjadi penyedia layanan pernikahan secara lengkap (one-stop wedding solution).

“Tahun 2026 kami menargetkan memiliki store yang lebih luas. Saat ini kami memiliki 4 karyawan dan lebih dari 100 box seserahan, sementara tempat yang ada sudah sangat terbatas,” Ucap Agnia.

Pesan untuk Mahasiswa Ekonomi Islam

Sebagai alumni Ekonomi Islam, Agnia menyampaikan pesan kepada adik-adik tingkatnya agar berani bermimpi dan memulai. Baginya, modal bukan hanya soal uang, tapi juga mental dan nilai-nilai syariah yang telah dipelajari di kampus.

“Kalau memang niatnya baik dan usahanya sesuai prinsip syariah, insyaAllah akan ada jalannya. Jangan takut untuk mulai pelan-pelan dan mandiri.”

Dari semangat berkarya dan berprinsip syariah, Mahantaran menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa Ekonomi Islam mampu membangun usaha yang bermanfaat, berdaya saing, dan bernilai ibadah.

Bergabung dan Temukan inspirasimu bersama kami di https://fis.uii.ac.id/ekis
Pendaftaran Mahasiswa Baru klik di pmb.uii.ac.id

Qurban 101, Sambut Idhul Adha Dengan Pahami Esensinya!

Idul Adha merupakan salah satu momen besar dalam Islam yang identik dengan pelaksanaan ibadah qurban. Namun, di tengah semangat umat muslim dalam menyambut hari raya ini, masih banyak pertanyaan muncul, khususnya mengenai kesiapan untuk berkurban. Siapakah sebenarnya yang disarankan untuk berqurban? Sebagai mahasiswa apakah disrankan meski belum memiliki penghasilan tetap? apakah qurban patungan yang umum terjadi saat ini dibolehkan?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kali ini kita bahas dari segi Fikih dan Perencanaan keuangan islam bersumberkan dari Dosen Program Studi Ekonomi Islam Bapak Fajar Fandi Atmaja, LC., MSI.

Hukum Asal Qurban

Secara hukum, qurban termasuk dalam kategori sunnah muakkadah. Artinya, ibadah ini sangat dianjurkan dan dilakukan secara konsisten oleh Rasulullah SAW selama hidupnya, meskipun tidak sampai pada tingkatan wajib. Dalam sejarah, Abu Bakar pernah tidak melaksanakan qurban dalam satu tahun tertentu demi mencegah pemahaman bahwa qurban adalah ibadah wajib.

Mayoritas ulama menyepakati hukum sunnah muakkadah ini, meskipun ada mazhab seperti Hanafi yang menganggapnya wajib bagi mereka yang mampu. Dengan demikian, pelaksanaan qurban sangat dianjurkan bagi umat Islam yang memiliki kemampuan, termasuk mahasiswa, selama tidak memberatkan diri atau orang lain.

Mahasiswa dan Ibadah Qurban

Mahasiswa yang belum memiliki penghasilan tetap memang tidak termasuk golongan yang wajib berkurban. Namun, jika seorang mahasiswa memiliki kemampuan finansial, baik dari uang saku bulanan maupun penghasilan tambahan, sangat baik jika ia berusaha memaksimalkan untuk ikut berkurban.

Pelaksanaan qurban bagi mahasiswa dapat menjadi bentuk latihan spiritual, tanggung jawab sosial, sekaligus penguatan komitmen terhadap nilai-nilai keislaman. Namun, tentu hal ini harus disesuaikan dengan kondisi keuangan masing-masing, tanpa memaksakan diri apalagi membebani keluarga khususnya orang tua.

Batasan dan Ketentuan Qurban

Dalam praktiknya, qurban dapat dilakukan secara patungan dengan memperhatikan jenis hewan yang digunakan. Secara fikih, sapi boleh diatasnamakan untuk tujuh orang, sedangkan kambing hanya sah untuk satu orang.

Bapak Fajar Fandi Atmaja menambahkan

“Kurban patungan itu sebenarnya secara fikih, beberapa hewan punya ketentuan atau nilai tertentu, seperti sapi itu bisa mengatas namakan tujuh orang, sedangkan kambing itu hanya sah untuk satu orang. Kalaupun seandainya tidak mampu untuk satu orang, ya bisa iuran, tapi tetap kurbannya diatasnamakan untuk satu orang untuk kambing, dan tujuh orang untuk sapi.” Jelasnya.

Artinya, jika ingin berkurban kambing namun menggunakan sistem iuran, maka hewan tersebut harus tetap diatasnamakan untuk satu orang saja. Sedangkan untuk sapi, diperbolehkan atas nama tujuh orang saja dan jelas disebutkan namanya.

Praktik seperti ini cukup sering dilakukan dalam lingkup komunitas, termasuk di lingkungan kampus, sebagai solusi agar lebih banyak orang bisa berpartisipasi dalam ibadah qurban.

Namun, saat ini seringkali dijumpai sistem qurban kolektif dengan nominal ringan, seperti Rp50.000 per orang, yang melibatkan banyak peserta tanpa pembagian nama yang jelas. Secara fikih, sistem seperti ini tidak dapat dikategorikan sebagai qurban yang sah, melainkan lebih tepat disebut sebagai bentuk sedekah daging.

Meski bukan termasuk ibadah qurban, sedekah daging tetap merupakan amalan yang baik dan berpahala. Namun, penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaannya agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam praktik ibadah.

Strategi Keuangan Mahasiswa untuk Berqurban

Dari sisi perencanaan keuangan, mahasiswa tetap memiliki peluang untuk bisa berkurban, selama dilakukan dengan strategi yang tepat. Misalnya, dengan uang saku Rp1.000.000 per bulan, seorang mahasiswa dapat menyisihkan Rp100.000 setiap bulan ke dalam tabungan khusus qurban. Dalam waktu 3 hingga 4 tahun, jumlah tersebut cukup untuk membeli satu ekor kambing.

Strategi ini tidak hanya melatih disiplin finansial, tetapi juga menumbuhkan kesadaran untuk merencanakan ibadah jangka panjang. Tabungan qurban dapat menjadi kebiasaan positif yang mendampingi proses pendidikan dan pendewasaan mahasiswa.

Idul Adha bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi tentang bagaimana setiap Muslim mendekatkan diri kepada Allah melalui pengorbanan yang nyata, sesuai kemampuannya. Perencanaan keuangan yang matang adalah kunci agar ibadah kurban dapat dilakukan secara rutin, meski dengan penghasilan terbatas seperti mahasiswa. Dalam konteks keuangan Islam, menyusun strategi pengelolaan dana untuk ibadah merupakan bentuk tanggung jawab sekaligus investasi spiritual yang penting.

Untuk itu, pembahasan lebih lengkap tentang bagaimana mahasiswa bisa merencanakan keuangan secara Islami agar konsisten dapat berkurban akan kami ulas di artikel berikutnya. Jadi, jangan lewatkan ya!

Mari menata keuangan dan memperkuat ibadah dengan perencanaan yang tepat.
Bergabunglah bersama kami di Program studi Ekonomi Islam
Daftar sekarang di Pmb.uii.ac.id
Temukan Informasi dan wawasalan lainnya di https://fis.uii.ac.id/ekis/

UII Kirim Mahasiswa Ekonomi Islam Jadi Duta Literasi SICANTIKS di OJK!!

Program Studi Ekonomi Islam (PSEI) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong literasi keuangan syariah di tingkat nasional. Kali ini, melalui partisipasi aktif dalam program Training of Trainers (ToT) SICANTIKS–Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 28 April 2025 di Jakarta Pusat.

Rizka Septia Prabu dan Shofiyyatun Hasanah 2 mahasiswi dari Ekonomi Islam UII terpilih dan resmi dilantik sebagai Duta Literasi Keuangan Syariah, bersama 100 peserta lainnya dari berbagai daerah di Indonesia. Partisipasi ini menjadi bentuk nyata keterlibatan Ekis UII dalam memperluas dampak pendidikan syariah ke masyarakat.

Bangga Jadi Bagian dari Gerakan Literasi Syariah Nasional

Program SICANTIKS mengangkat tema “Kartini di Era Digital: Perencana Keuangan Perempuan sebagai Penggerak Literasi Keuangan Syariah”. Fokus utamanya adalah membekali para perempuan, khususnya perencana keuangan muda, agar mampu menjadi agen perubahan dalam literasi keuangan berbasis syariah.

Bagi Prodi Ekonomi Islam UII, keikutsertaan dalam program ini bukan sekadar menghadiri acara, tetapi adalah bentuk komitmen kelembagaan untuk terlibat langsung dalam agenda agenda strategis nasional. Sebab Prodi Ekonomi Islam UII percaya, mahasiswa bukan hanya calon akademisi, tapi juga penggerak umat dan pelaku perubahan.

UII Tidak Sekadar Ikut, Tapi Ingin Berdampak

Kegiatan ini menjadi momentum penting yang membuktikan bahwa Prodi Ekonomi Islam UII tidak hanya berbicara konsep, tapi juga aktif menjalin sinergi dengan otoritas resmi seperti OJK.

Keikutsertaan dalam SICANTIKS juga mempertegas misi untuk melahirkan mahasiswa yang tak hanya cakap secara akademik, tetapi juga berdampak di masyarakat melalui kebijakan kebijakan strategis.

Langkah Kecil, Dampak Besar

Program SICANTIKS sendiri telah mencetak lebih dari 2.000 Duta Literasi Keuangan Syariah sejak 2023, dan kini diperkuat dengan peluncuran OJK PEDULI, sebuah program pemantauan untuk memastikan duta-duta tersebut tetap aktif mengedukasi masyarakat.

Dengan hadirnya perwakilan dari Ekonomi Islam UII di barisan duta SICANTIKS, kami yakin peran mahasiswa akan menjadi mata air perubahan bagi masyarakat luas.

Dari kampus ke komunitas, dari mahasiswa ke masyarakat, Prodi Ekonomi Islam UII akan terus melangkah untuk mendukung inklusi dan literasi keuangan syariah Indonesia.

Bergabung beersama kami di Program Studi Ekonomi Islam UII
Daftar sekarang di Pmb.uii.ac.id
Temukan wawasan dan informasi lainnnya dengan mengunjungi https://fis.uii.ac.id/ekis

Borong Emas Saat Krisis: Menyelamatkan Diri atau Menyelamatkan Negeri

 

Belakangan ini, publik ramai membicarakan fenomena masyarakat Indonesia yang mulai mem-borong emas secara besar-besaran. Ketidakstabilan ekonomi, kekhawatiran terhadap inflasi, serta kondisi global yang tak menentu membuat logam mulia ini kembali menjadi primadona sebagai aset pelindung nilai.

Namun, menariknya, fenomena ini justru sangat berbeda dengan apa yang pernah terjadi di Korea Selatan saat dilanda krisis besar pada tahun 1997. Alih-alih menyimpan emas untuk diri sendiri, rakyat Korea saat itu justru berlomba-lomba mengumpulkan dan menyumbangkan emas mereka kepada pemerintah. Kalung, cincin, bahkan medali emas diserahkan sukarela demi membantu negara keluar dari krisis.

Tidak butuh waktu lama, hanya dalam dua bulan, krisis ekonomi Korea berhasil dipulihkan. Lalu, apa sebenarnya peran emas di tengah krisis? Sekadar pelindung harta atau pendorong kebangkitan bangsa?

Emas, Pelindung Diri atau Penyelamat Negeri

Dalam kondisi krisis, emas selalu menjadi “pelarian aman” (safe haven) setiap individu, saat nilai uang kertas anjlok, emas tetap punya nilai intrinsik yang stabil. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia yang cemas terhadap inflasi atau kegagalan sistemik akhirnya memilih mengonversi uangnya ke bentuk emas. Ini adalah tindakan defensif, yang secara logika sangat masuk akal untuk menyelamatkan diri dari ketidakpastian.

Namun, berbeda dengan sikap kolektif rakyat Korea Selatan. Mereka memandang emas bukan semata sebagai alat pelindung kekayaan pribadi, tetapi juga sebagai alat perjuangan nasional. Saat negara krisis, mereka percaya bahwa menyumbangkan emas akan membantu pemulihan ekonomi. Respons masyarakat terhadap krisis tidak hanya bergantung pada tingkat kepercayaan mereka terhadap negara, tetapi juga pada seberapa besar rasa keterikatan dan nasionalisme yang tertanam dalam diri mereka.

Seperti yang disampaikan oleh Bapak Rizqi Anfanni Fahmi, SEI., MSI, Dosen Program Studi Ekonomi Islam UII, bahwa meskipun pada dekade 1990-an Korea Selatan masih termasuk negara dengan korupsi tinggi sebagaimana terlihat dalam berbagai laporan (Link Data) namun rasa patriotisme mereka sangat tinggi.

“Tradisi wajib militer, serta budaya kolektif untuk membela negara, mendorong masyarakat untuk menyumbangkan emas sebagai bentuk perjuangan bersama, bukan semata karena keyakinan penuh pada kebersihan pemerintah” Tegas Pak Rizqi

Peran Emas dalam Sejarah Peradaban Islam

Dalam sejarah Islam, emas tidak hanya digunakan sebagai alat tukar atau alat simpan nilai, tapi juga sebagai alat pemersatu dan pembangunan peradaban. Di masa Rasulullah SAW, kita mengenal kisah infak besar-besaran saat Perang Tabuk, di mana para sahabat seperti Utsman bin Affan menyumbangkan harta termasuk emas untuk mendanai perjuangan umat.

Pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah, emas menjadi instrumen penting dalam pengelolaan keuangan negara. Sistem moneter berbasis dinar dan dirham memungkinkan stabilitas ekonomi yang tahan terhadap inflasi dan manipulasi. Tak hanya itu, kekuatan baitul maal (perbendaharaan negara) dibangun atas dasar amanah dan keadilan, sehingga rakyat merasa terlibat dan percaya. Begitu juga pada masa kekhalifahan Islam, maupun dinasti lainnya.

Sistem ekonomi yang kokoh tidak hanya bergantung pada penggunaan dinar-dirham atau sebagai system instrument moneter saja, tetapi juga pada peran pemerintah yang menerapkan kebijakan berdasarkan science-based evidence (keputusan yang dibuat berdasarkan ilmu dan bukti ilmiah) pada keputusan kebijakannya.

Maka, apakah emas akan menjadi alat pertahanan diri atau alat kebangkitan bersama, sangat tergantung pada seberapa kuat hubungan antara rakyat dan negara yang dibangun, baik melalui kepercayaan, semangat patriotisme, maupun kebijakan yang berpijak pada keilmuan dan keadilan. Kita mungkin belum sampai pada tahap menyumbangkan emas seperti rakyat Korea, atau sahabat Nabi. Tapi kita bisa mulai membangun kembali nilai-nilai amanah, solidaritas, dan sains sebagai pijakan kebijakan publik.

Sekuat apapun logam mulia, peradaban tetap dibangun dari nilai-nilai mulia.
Jadilah bagian dari Program Studi Ekonomi Islam UII untuk menggali ilmu ilmunya.
Kunjungi dan segera daftar DISINI

Temukan informasi dan wawasan lainnya di https://fis.uii.ac.id/ekis/

IHSG Anjlok, Apa Perlu Kita Cemas??

“Pangan paling utama, harga saham boleh naik turun. Pangan aman, negara aman.” Begitulah ujar Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, dalam sidang kabinet di Istana Jakarta, Jumat (21/3/2025). Pernyataan ini terdengar menenangkan, seakan-akan fluktuasi harga saham hanya menjadi urusan investor dan pebisnis besar.

Namun, apakah benar demikian? Kenyataannya, gejolak pasar saham memiliki efek domino yang jauh lebih kompleks, termasuk pada sektor pangan yang disebut-sebut sebagai prioritas utama. Misalnya, ketika IHSG anjlok, dampaknya bisa terasa hingga ke harga bahan pokok yang kita konsumsi setiap hari. Jadi, benarkah kita tidak perlu cemas?

Mengapa IHSG Berarti bagi Sektor Riil?

IHSG yang anjlok bukan hanya urusan investor. Sebaliknya, Efek domino dari kejatuhan indeks ini bisa kita rasakan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Secara sederhana, IHSG merupakan indikator yang mencerminkan kepercayaan investor terhadap kondisi ekonomi suatu negara. Ketika indeks ini naik, itu menandakan optimisme pasar terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, ketika IHSG turun drastis, ada kemungkinan ekonomi sedang dalam kondisi tidak stabil.

Dampak IHSG terhadap sektor riil meliputi:

  1. Harga Barang Naik

    Saat IHSG turun drastis, investor asing sering menarik modalnya dari Indonesia, menyebabkan rupiah melemah. Akibatnya, barang impor seperti bahan pangan, elektronik, hingga bahan bakar yang menjadi lebih mahal. Sehingga, ketika harga BBM naik, ongkos distribusi juga ikut naik, dan akhirnya harga kebutuhan pokok melonjak. Dengan demikian, daya beli masyarakat pun melemah, dan perputaran ekonomi pun melambat.

  2. Lapangan Pekerjaan Terancam 

    Anjloknya IHSG sering kali menandakan bahwa banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Akibatnya, mereka bisa menunda perekrutan, memangkas bonus, bahkan melakukan PHK. Lebih dari itu, jika kamu bukan karyawan tapi seorang pengusaha kecil, pelangganmu mungkin berkurang karena masyarakat mulai mengurangi pengeluaran akibat ketidakpastian ekonomi. Dengan kata lain, sektor informal bisa terkena dampaknya, seperti pedagang kecil yang omzetnya menurun karena harga bahan pokok naik.

  3. Tabungan dan Dana Pensiun Ikut Terguncang

    Kamu mungkin berpikir, “Aku kan nggak main saham, jadi nggak terpengaruh dong?” Salah besar!. Banyak bank, asuransi, dan dana pensiun berinvestasi di pasar modal. Ketika IHSG turun, nilai aset mereka ikut menyusut. Ini bisa berarti keuntungan tabungan jangka panjang ikut berkurang, nilai reksa dana turun, dan uang pensiun yang diharapkan mungkin tidak sebesar yang diperkirakan.

  4. Ekonomi Melambat, Peluang Mengecil 

    Saat pasar saham lesu, investor akan lebih berhati-hati dalam menanamkan modal. Proyek proyek besar bisa tertunda, usaha rintisan kesulitan mendapatkan pendanaan, dan inovasi terhambat. Pada akhirnya, peluang kerja semakin terbatas dan pertumbuhan ekonomi melambat. Jadi, jelas bahwa fluktuasi IHSG bukan sekadar urusan para investor kaya, melainkan juga berdampak pada kehidupan kita sehari-hari, mulai dari harga pangan, pekerjaan, tabungan, hingga peluang ekonomi ke depan.

Haruskah Kita Khawatir?

Penurunan IHSG memang perlu dicermati, tetapi pertanyaan yang penting adalah “apakah ini disebabkan oleh faktor internal atau eksternal?”

1.Faktor Internal

• Fundamental ekonomi yang lemah, jika perekonomian domestik mengalami perlambatan, misalnya karena defisit perdagangan atau kebijakan fiskal yang kurang efektif, maka IHSG bisa mengalami tekanan lebih besar.
• Ketidakpastian kebijakan pemerintah, investor sangat memperhatikan kebijakan moneter dan fiskal pemerintah. Jika kebijakan yang diambil tidak memberikan kepastian bagi pasar, maka risiko capital outflow (keluarnya modal asing) meningkat.
• Krisis sektor tertentu, sektor keuangan atau properti yang melemah dapat memicu efek domino ke sektor lainnya. Misalnya, jika banyak perusahaan mengalami gagal bayar, kepercayaan investor bisa merosot.

2. Faktor Eksternal

• Gejolak ekonomi global, perang dagang, kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed), atau resesi global bisa berdampak pada pasar saham Indonesia. Investor asing cenderung menarik dananya dari pasar negara berkembang saat terjadi ketidakpastian global.
• Fluktuasi harga komoditas, Indonesia sebagai negara berbasis ekspor sangat bergantung pada harga komoditas seperti minyak, batu bara, dan kelapa sawit. Jika harga komoditas turun drastis, pendapatan negara dan perusahaan berbasis ekspor ikut terpukul.
• Perubahan tren investasi global, Saat investor global mengalihkan dana mereka ke aset yang lebih aman seperti emas atau obligasi negara maju, pasar saham negara berkembang bisa terdampak negatif.

Secara umum, penurunan IHSG yang dipengaruhi faktor eksternal, dampaknya cenderung lebih bersifat sementara. Sevalikya, jika penyebabnya adalah faktor internal, maka hal ini bisa menjadi indikasi bahwa ada masalah mendasar yang perlu segera diselesaikan. Sayangnya, seperti yang kita ketahui penurunan IHSG di Indonesia saat ini disebabkan oleh faktor Internal. Oleh karena itu, Jika tidak ingin Indonesia cemas dipercepat tahun ini, pemerintah perlu memikirkan cara mengatasinya.

Saat ini, tantangan utama bukan hanya menjaga stabilitas IHSG, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan ekonomi yang diterapkan benar-benar melindungi kesejahteraan masyarakat luas. Sebab, jika ekonomi riil terganggu, maka dampaknya akan jauh lebih besar dibanding sekadar angka yang turun di pasar saham. Namun apakah mereka benar benar sadar? Kalaupun sadar, apakah pemerintah akan mengaku salah kemudian bertaubat melalui tindakan yang konkret ??

Bagaimana menurutmu Sob ? Apakah kita masih bisa merasa tenang? Atau sudah saatnya menuntut kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat?

Temukan wawasan dan Informasi lainnya di https://fis.uii.ac.id/ekis
Jadilah bagian dari Program Studi Ekonomi Islam dengan mendaftar di pmb.uii.ac.id

Korupsi di Indonesia, Kebiasaan atau Penyakit yang Bisa Disembuhkan?

Seperti yang sudah dibahas pada artikel sebelumnya, korupsi di Indonesia bukan lagi sekadar praktik ilegal yang tersembunyi, tetapi sudah menjelma menjadi penyakit kronis yang menggerogoti fondasi ekonomi. Bahkan, istilah “Liga Korupsi Indonesia” semakin mempertegas bahwa korupsi di negeri ini bukan lagi sekadar kejahatan, melainkan sistem yang terus berulang dengan pola dan “aturan mainnya” sendiri.

Kasus-kasus korupsi di perusahaan BUMN terus bergulir. Salah satu yang paling mencolok baru-baru ini adalah skandal di Pertamina, di mana kebocoran anggaran mencapai triliunan rupiah. Bukan hanya merugikan negara, dampaknya langsung terasa oleh masyarakat dalam bentuk harga kebutuhan yang semakin tinggi akibat inefisiensi. Korupsi di BUMN bukan sekadar perbuatan individu, melainkan sistemik, penggelembungan harga proyek, suap dalam tender, hingga manipulasi laporan keuangan. Hasilnya? Investor asing ragu menanamkan modal, pembangunan nasional tersendat, dan rakyat yang harus menanggung akibatnya. Tidak heran jika anak muda semakin frustrasi, hingga muncul fenomena baru: #KaburAjaDulu sebagai bentuk respons terhadap sistem yang dirasa semakin buruk.

Lari dari Masalah atau Strategi untuk Masa Depan?

Fenomena #KaburAjaDulu bukan sekadar tren media sosial, tetapi cerminan dari kekecewaan anak muda terhadap kondisi ekonomi dan politik yang stagnan. Banyak yang merasa bahwa bekerja dengan jujur di Indonesia hanya akan membawa kesulitan dan keterbatasan. Namun, apakah mereka benar-benar menyerah? Tidak semua yang memilih pergi berarti lari dari masalah. Ada juga yang menjadikannya sebagai strategi: menimba ilmu, memperluas jaringan, dan mencari peluang di luar negeri dengan harapan bisa kembali membawa perubahan.

Di sisi lain, upaya untuk memperbaiki sistem dari dalam tetap harus berjalan. Jika ekonomi Islam diterapkan secara luas, bukan tidak mungkin korupsi bisa ditekan dan kepercayaan terhadap sistem pun kembali tumbuh. Islam menekankan nilai-nilai kejujuran (ash-shidq), amanah, dan keadilan (al-adl) dalam setiap aspek ekonomi. Bukan hanya soal menghindari suap, tetapi juga membangun ekosistem bisnis yang sehat dan berorientasi pada maslahat.

Dosen Program Studi Ekonomi Islam UII, Bapak Sofwan Hadikusuma, Lc, M.E, berpendapat bahwa pencegahan korupsi bisa dilakukan dengan dua sistem pengawasan: eksternal dan internal. Pengawasan eksternal dilakukan melalui penegakan regulasi anti korupsi, sementara pengawasan internal dibangun dengan kesadaran diri bahwa perilaku korupsi merupakan hal terlarang yang bisa merugikan banyak pihak.

Sebagai sebuah sistem, ekonomi Islam memiliki aturan ilahi yang melarang perbuatan koruptif. Penegakan aturan anti korupsi dalam sistem ekonomi Islam sesungguhnya bisa menjadi solusi dalam mencegah dan memberantas korupsi. Dengan adanya aturan, seseorang akan dibatasi gerak-geriknya agar tidak bisa melakukan korupsi. Di sisi lain, seseorang yang sadar dan bisa menahan diri akan mendapat reward dari Allah SWT sebagai imbalan atas penghambaan (ibadah) kepada-Nya, yaitu dalam hal meninggalkan larangan korupsi.

Solusi konkret seperti audit syariah, transparansi keuangan berbasis syariah, dan penerapan zakat perusahaan bisa menjadi langkah awal menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih bersih dan terpercaya. Sistem ini bukan sekadar teori, tetapi bisa menjadi alternatif nyata dalam membangun ekonomi yang lebih adil.

Indonesia tidak bisa terus-menerus terjebak dalam lingkaran korupsi. Saatnya membangun sistem yang lebih transparan dan berintegritas. Bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Karena kejujuran bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban.

Gimana menurutmu Sob ?
Temukan wawasan dan Informasi menarik lainnya di https://fis.uii.ac.id/ekis

Jadilah bagian dari Program Studi Ekonomi Islam dengan mendaftar di pmb.uii.ac.id