Hai orang-orang yang beriman, bila diminta kepadamu untuk melapangkan majelis, maka lapangkanlah, Allah pasti akan memberimu kelapangan (juga). Dan bila kamu diminta bangkit (dari tempat dudukmu), maka bangkitlah. Allah pasti akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kamu beberapa tingkat lebih tinggi

(QS: Al-Mujadilah [58]: 11).

Tuntutlah ilmu sampai kenegeri Cina, mungkin pepatah itu sudah sangat familiar di telinga kita. Sebuah pepatah yang menggambarkan betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan, sehingga meskipun ilmu itu berada di negeri yang letaknya nun jauh disana, kita mesti tetap harus mencarinya. Begitu pentingnya, mencari ilmu menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini telah ditegaskan oleh hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: mencari ilmu diwajibkan atas setiap muslim dan muslimat (Al-Hadist).

Read more

Sekapur Sirih Edisi XVI Tahun 2006

Peraturan Daerah (Perda) yang substansinya mengadopsi syariat Islam mulai marak lagi diperdebatkan. Runtuhnya rezim otoriter Soeharto membuka ruang improvisasi dan inovasi politik bagi munculnya kembali keberagaman politik dan hukum, yang sebelumnya relatif diharamkan oleh rezim Orde Baru. Di lihat dari fase legislasi ketatanegaraan, maraknya perda syariat Islam adalah fase atau tahapan ketiga upaya formalisasi syariat Islam.

Fase pertama adalah fase konstitusionalisasi syariat Islam. Fase ini terjadi dalam tiga kali proses pembuatan konstitusi di tahun 1945, 1956-1959 dan 1999-2002 dimana masalah relasi Islam dan negara selalu menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. Di tahun 1945, konstitusionalisasi syariat Islam menghasilkan Piagam Jakarta yang terkenal dengan tujuh katanya, ”dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Tujuh kata Piagam Jakarta ini yang awalnya merupakan bagian dari Pembukaan UUD, akhirnya dihilangkan atas prakarsa Mohammad Hatta.

Di tahun 1956–1959, upaya untuk kembali menjadikan Islam sebagai dasar negara dan memasukkan tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam konstitusi yang dibuat konstituante kembali tidak tercapai setelah Presiden Soekarno mengintervensinya dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Di tahun 1999-2002, upaya untuk kembali memasukkan tujuh kata Piagam Jakarta tertolak karena kurangnya dukungan politik di MPR, maupun dukungan real-sosiologis dari masyarakat.

Fase Kedua adalah formalisasi syariat Islam ditingkat Undang-undang, terutama dengan lahirnya UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang tidak sedikit mengadopsi nilai-nilai hukum Islam. ”Undang-undangisasi” syariat Islam semakin marak di akhir tahun 1980-an dan di era 1990-an. Di antara undang-undang yang telah berlaku sekarang yang bernuansa ajaran hukum Islam adalah UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama; UU Nomor 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji; UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Di samping itu ada pula UU yang tidak secara khusus bertema syariat Islam, tetapi sebenarnya membuka pintu bagi diterapkannya syariat Islam; misalnya UU Nomor 7 tahun 1992 jo. 10 tahun 1999 jo. 23 tahun 1999 tentang Sistem Perbankan yang membuka pintu bagi lahirnya bank-bank syariah, karena mengakui adanya sistem bagi hasil di samping pembagian keuntungan dalam bentuk ’bunga’. Yang juga sempat memicu perdebatan hangat adalah lahirnya UU tentang Sistem pendidikan Nasional yang memicu demonstrasi pro-kontra dari kelompok muslim maupun non-muslim.

Sebagai pamungkas dari ”Undang-undangisasi” syariat Islam adalah ditetapkannya UU Nomor 44 tahun 1999 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh dan UU Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 4 tahun 1999 mengatur, ”Penyelenggaraan kehidupan beragama di Daerah diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya dalam bermasyarakat”. Inilah aturan hukum sekaligus pintu pertama dan utama bagi secara resmi diberlakukannya syariat Islam di salah satu provinsi di bumi pertiwi: Serambi Mekah Aceh. Selanjutnya, sebagai kelanjutan penerapan syariat Islam tersebut di Aceh, UU 18 tahun 2001 membentuk peradilan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.

Nyaris bersamaan dengan lahirnya UU Nomor 44 tahun 1999, hadirlah fase ketiga yaitu pengadopsian syariat Islam ke dalam Perda. ”Perdaisasi” syariat Islam ini menjamur setelah proses reformasi bergulir sejak tahun 1999 dan semakin marak akhir-akhir ini. Secara legal-formal pintu perdaisasi syariat Islam itu terbuka lebih lebar ketika konsep desentralisasi diakui dengan ditetapkannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Interpretasi otonomi yang luas berdasarkan undang-undang tersebut diartikan beragam oleh daerah, salah satunya adalah dengan mereinkarnasi identitas-identitas lokal yang dirasa pernah diberangus oleh praktik sentralisasi Orde Baru.

Ketiga fase formalisasi syariat Islam di atas menunjukkan adanya perubahan wilayah hukum perjuangan syariat Islam dari semula diperjuangkan di tingkat konstitusi menjadi kemudian diperjuangkan di tingkat peraturan di bawah UUD, khususnya pada level undang-undang dan perda. Artinya, perjuangan tidak lagi dilakukan dari jantung-pusat aturan hukum, tetapi menyebar melalui aturan-aturan lokal dan lebih rendah. Inilah strategi formalisasi syariat Islam yang menurut sebagian kelompok adalah adaptasi strategi Mao Zedong: Desa mengepung kota

Untuk merespon wacana sekitar Penegakan Syariat Islam di Indonesia, secara proporsional dan komprehensif, Al Mawarid edisi XVI kali ini mengetengahkan artikel-artikel sebagai berikut; Syari’at Islam Dan Hukum Positif di Indonesia oleh Ibnu Hadjar, Penegakan Syari’at Islam di Indonesia perspektif Ekonomi oleh Nur Cholis, Formalisasi Syari’at Islam dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Formalisasi Syari’at Islam di Indonesia perspektif Gereja Katolik oleh Bertholomeus Bolong, Hak Konstitusional Perda Syari’ah Islam, Pro Kontra Implementasi Perda Syariah, Syariah Islam dan hukum Positif di Indonesia masing-masing oleh Jawahir Thontowi,Pujosuharso, dan M Sularno. Al Mawarid kali ini dilengkapi Book Review yaitu Reformasi Hukum Islam di Indonesia oleh Rahmani Timorita Yulianti dan artikel suplemen yaitu Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodologi Sunnah dan Hadis oleh Hujair AH Sanaky.

Untuk edisi XVII yang akan datang, Junal Al-Mawarid akan mengangkat tema Menyikapi UU No. 3/2006 tentang Perubahan UU No. 7/1989 mengenai Peradilan Agama. Untuk itu redaksi mengundang berbagai pihak untuk berpartisipasi menyumbangkan tulisannya sesuai dengan tematersebut.

Redaksi

Syari’at Islam dan Hukum Positif di Indonesia

Ibnu Hadjar

Abstract

The formalization of Islamic Shari’ah in the system of Indonesian law needs long term. This formalization emerges a crucial problems. Historically, fact shows that Indonesian Moslems have great desire to apply Islamic Shari’ah since the arriving Islam in Indonesia, in the era of colony either in Dutch and Japan. Entering the independence of Indonesian era there are several controversies and debates among the founding fathers of Indonesia regarding the foundation of Indonesian state. In this sense, the founding fathers of Indonesian can be classified into the nationalist Moslem and the nationalist secular.

Kata kunci: formalisasi, syari’at Islam, hukum positif, dan sejarah.

Formalisasi Syariat Islam di Indonesia (Prespektif Gereja Katolik)

Bertholomeus Bolong

Abstract

Formalization discourses on Syariat Islam in Indonesia today, has called for serious discussions from the different categories of people. And various opinions have been put forward, either pro or con. Differences in opinion are normal fact, because they do reflect not only the existence of the democracy but also the hetrogenity of the religious life in Indonesia, admitted and protected by the law and constitution. As a part of Indonesian society, Catholic people are called to give their opinion or ideas. The expression of thought is one of the realization of the freedom and tolerance of religious life in Indonesia.

Kata-kata Kunci: Formalisasi, Syariaat islam, gereja katholik.

Penegakan Syariat Islam di Indonesia (Perspektif Ekonomi)

Nur Kholis

Abstract

The article below traces to describe the development of Syariat Islam on economic enforcement in Indonesia. The description is covered Islamic banking, Islamic insurance, Islamic capital market, Syariah Obligation, Islamic unit trust/mutual fund, Islamic microfinance institution etc. The development of the Islamic economic institution in Indonesia show a rapid development. It support society optimism to develop more in the future. Morever the performance of Islamic banking practice at the end of the year 2006 show better performance than conventional banks, especially in the composition of money saving at SBI/SWBI, nonperforming financing or loan, and financing or loan to deposit ratio. It is hope that this evidence inspire all muslims in Indonesia to support and participate in developing Islamic economic enforcement in the future, especially in the area of zakat, wakaf, Islamic insurance, Islamic banking, sukuk or syariah obligation and Islamic microfinance.

Kata Kunci: Syariat Islam, ekonomi Islam, penegakan Syariat Islam

Menimbang Signifikansi Perda Syariat Islam (Sebuah Tinjauan Perspektif Fikih)

Asmuni Mth

Abstract

The controversies regarding the emerging of the Shari’ah Local Acts ( Perda Syari’ah) in several regencies or provinces in Indonesia. The debates about the act appear pros and conts among the societies, government and politicians. Some of them declare that the actcontradict to the Indonesian Constitution and The Indonesian basic ideology Pancasila. Contrary to above perspective is stated that this act can be justified by the constitution. According to the history of Islamic jurisprudence needs to be placed the substance of shari’ah or the public interest should be applied over that the textual interpretation of shari’ah, for instance tadwin ( codification) and taqnin ( legislation).

Kata kunci: perda, syari’ah, maslahat, taqnin dan tadwin

Formalisasi Syariat Islam dan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Yusdani

Abstract

The article below tries to trace the problem of syariah formalization and human rights in Indonesia. Several issues will emerge in the context of syariah formalization, for instance, the interpretation of syariah, the freedom of religion, the position of non-Moslem, the role of woman, the religious community conflict, and the crisis of the constitution. Based on the issues mentioned above, the the writer of the following article revealed that the formalization of syariah should need new humanistic interpretation and iit also consider and accomadate human rights issues recently.

Kata kunci: syariat Islam, formalisasi, HAM, dan interpretasi.

Syari’at Islam dan Upaya Pembentukan Hukum Positif di Indonesia

M. Sularno

Abstract

The following article tries to investigate Islamic Shari’ah and the positive law in Indonesia. Shari’ah denotes the basic law that legislated by Allah and his prophet. All moslem should obey and apply Shari’ah in all aspects of life. Departing from the opening of article 29 verse (1) of amended constitution 1945 and the theory interpretation of Hazairin concerning the article mentioned above that Islamic law constitutes the main reference and the the main sources of law legislation in Indonesia. Hence, to reach the above goal, it needs struggling of Indonesian moslem and the effort to reinterpret the doctrineof shari’ah in accordance with the changing of situation and that of society.

Kata kunci: syari’at, perjuangan, patuh, hukum positif dan undang-undang

Hak Konstitusional Perda Syariat Islam

Jawahir Thontowi

Abtract

The pros and conts toward local acts based on Islamic Shari’ah either from moslem or non moslem of Indonesian. According to the writer of this article that struggle of Indonesian moslem to implement Islamic Shari’ah in Indonesia is inavoidable. In this connection, Indonesian gevernment and Indonesia people do not have rights to refuse it, even though the government have duty to protect toward the struggle to apply Islamic Shari’ah. Because it becomes the fundamental rights and the freedom of Indonesian moslem to realize Islamic Shari’ah, and that is protected by Indonesian constitution.

Kata kunci: syariat Islam, perjuangan, konstitusi, dan hak.

Pro Kontra Implementasi Perda Syariah (Tinjauan Elemen Masyarakat)

Pudjo Suharso

Abstract

Since the beginning of reformation era 1998, substancially and siqnificantly there is the changing of Indonesian political system. One of the changing is the decentralization based on the Act No. 22 year 1999 and then it is reformed by the Act No. 32 year 2005. The decentralization political system to place local authonomy as new basic of the local governance. In this era emerging several local acts, including the local acts beased on Islamic Shari’ah. The local acts based on Islamic Shari’ah invites pros and conts. Hence, the central government tries to conduct judicial review toward 12000 local acts.

Kata kunci: perda, review, desentralisasi, otonomi, dan pemda.

Perda Syari’ah untuk Penanggulan HIV/AIDS

Fajar Hidayanto

Abstract

The cases of HIV/AIDS that happen in Indonesia tend to increase every year. This problem needs to be solved as soon as possible.One of government policy to overcome it is to legislate the Shari’ah Acts or to implement the Shari’ah local acts in Indonesia. According to the writer of the article, there is an expectation to decrease, to solve and to minimize the cases of HIV/AIDS victims in Indonesia if the Shari’ah acts or the Shari’ah local acts implement in Indonesia. In this sense, it is clearly that the the religious law could be an alternative to response the problem of society.

Kata kunci: perda, syari’ah, HIV/AIDS, dan solusi

Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodologi Sunnah dan Hadis [Kajian Buku Islamic Methodology in History]

Hujair A.H. Sanaky

Abtract

Fazlur Rahman is one of an International Moselm scholar has paid attention to the Islamic thought reforming in moslem world. Rahman had concerned on the methodology of Islamic thought reform, and this concern can be understood from one of his works ( book) Islamic Methodology in History (Indonesian translation Membuka Pintu Ijtihad). This book tries to describe the development of four sources of Islamic thought Alquran, Sunnah, Ijtihad and Ijma’ evolutively and historically. According to Rahman as the founding of neomodernism in Islam that Moslem now need to deconstruct and reconstruct the historical heritages of Islam in all aspects.

Kata kunci: metodologi, sejarah, pemikiran, dan pembaharuan

Book Review: Reformasi Hukum Islam di Indonesia

Rahmani Timorita Yulianti

Dalam sejarah perkembangan hukum Islam pernah mengalami stagnasi perkembangannya, yang diakibatkan oleh suatu paham bahwa pintu ijtihad telah tertutup Pada masa ini masyarakat Islam hanya mengandalkan hukum Islam dari hasil pemikiran para mujtahid zaman dahulu yang jauh berbeda dengan seting sosial dan geografisnya dengan zaman sekarang. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa segala sesuatu yang terdapat di dalam kitab-kitab fiqih merupakan hal yang sakral dan tidak seorangpun yang berkompeten merubahnya. Dengan paham ini pula seseorang tidak diperbolehkan mengikuti pendapat madzab lain. Bahkan kecenderungan yang terjadi adalah mereka sangat sulit untuk menerima perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sat ini.

Sekapur Sirih Edisi XV Tahun 2006

Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (yang selanjutnya disebut RUU APP), sebelum mencapai keputusan pengesahannya, telah mulai memakan korban. Belasan pengecer koran ditangkap karena menjual tabloid-tabloid dan media-media yang dianggap porno, sementara para pemimpin redaksi media tersebut hanya dikenai hukuman wajib lapor; dua orang perempuan yang berprofesi sebagai penari tarian tradisional, ditangkap karena meliuk-liukkan tubuhnya dan dianggap mengundang birahi. RUU ini juga akan mengkriminalkan semua perempuan yang sekedar berpakaian memperlihatkan pusarnya, ia juga akan menyerang siapa saja yang mengekspresikan afeksinya dengan berciuman. Pada hakekatnya, RUU ini, menurut para pendukungnya, akan mengurangi kehancuran moral bangsa Indonesia. Dengan menggunakan pasal-pasal yang multitafsir, sedikit demi sedikit ia mendekati titik final pengesahannya.

Fenomena lain memperlihatkan bahwa pada akhirnya RUU APP ini mengarah pada tudingan bahwa hal ini adalah agenda politik tertentu, seperti yang dikatakan bahwa, “Keadilan tidak memiliki batas waktu, politik yang punya batas waktu”. Bahkan lebih jauhnya, RUU ini mau tidak mau telah dicurigai sebagai sebuah agenda politik para elit Islam semata, mengingat bahwa RUU ini dicetuskan pertama kalinya oleh wakil dari PKS, dan didukung di tataran akar rumput oleh para ulama dan bahkan juga oleh teror FPI yang mengancam akan mensweeping siapa saja anggota DPR yang tidak setuju pada RUU ini serta berpotensi menggagalkan pensahannya. Kecurigaan ini memang tidak berlebihan, semenjak MUI, selaku salah satu elit Islam, pada tahun 2005 lalu memfatwakan bahwa pluralisme adalah haram. Saat sebuah fatwa anti pluralisme diputuskan.

Di sana, di sini, berbicara tentang pornografi yang berarti berbicara tentang seks, seakan sebuah monster yang mengerikan yang harus dikikis dari dunia yang dianggap bermoral, setidaknya dari sudut pandang agama. Kini pertanyannya, sehoror apakah seks itu? Mengapa ia selalu dituding sebagai sumber kehancuran kehidupan sebuah bangsa?

Perang opini tentang RUU APP semakin meruncing dan membentuk polarisasi pandangan pro dan kontra. Para pendukung RUU APP selalu mengacu pada kenyataan bahwa seks telah menjadi sedemikian tak terkendali di tengah kehidupan masyarakat modern. Dan hal itu yang selalu didengung-dengungkan oleh para imam pengkotbah di mesjid-mesjid maupun media-media internal mereka. “Seks telah menjadi sangat menyimpang”, demikian kata seorang imam di kala ceramah hari Jum’at di sebuah mesjid Bandung, “dan sebelum segalanya terlambat dan terlalu merusak, kita harus segera menghentikan semua praktek penyimpangan itu”. Maka, dengan kata lain, menurutnya, seks hanyalah sebuah aksi prokreasi alias sekedar untuk memperpanjang keturunan, dan semua aktifitas seksual yang memberi nilai lebih pada sisi kenikmatannya dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Berbicara mengenai penyimpangan, publik Indonesia lebih akrab dengan aktifitas seksual “tak biasa” yang dapat dirunut pada buku yang ditulis oleh seorang penderita voyeurisme, “Jakarta Undercover”, dimana dilaporkan olehnya bahwa di Jakarta praktik seks memang telah menjadi sedemikian “tak biasa”.

Kelompok pro RUU APP “dituduh” sebagai kelompok anti-multikulturalisme yang hendak memaksakan standar moralitasnya terhadap kelompok lain. Sementara yang menolak RUU APP dianggap sebagai kelompok yang apatis dan tidak peduli terhadap moralitas bangsanya sendiri. Lebih jauh, RUU APP bahkan diduga sebagai perpanjangan dari “kelompok agama” yang selama ini bersemangat “menyucikan” realitas sosial yang dianggap menyimpang dari standar-standar moralitas seperti praktek perjudian dan prostitusi.

Apakah anggapan di atas untuk sekedar merespons pro-kontra RUU APP terlalu mengada-ada dan berlebihan? Dalam aras intelektual, tidak. Mengapa? Dalam konteks Indonesia yang tengah bergeliat membangun demokrasi pasca-rezim otoritarianisme, ketegangan antara penolakan dan penerimaan terhadap demokrasi selalu saja terjadi. Apalagi, Indonesia adalah sebuah “negara modern” untuk tidak menyebut “negara sekuler” yang memiliki goresan amat dalam terhadap agamanya.

Secara umum, RUU APP hendak menawarkan resep untuk mengobati krisis sosial, politik, moral, dan budaya yang dialami masyarakat modern dengan kembali kepada standar moral tertentu. Dengan demikian, pada taraf tertentu, RUU APP adalah sebentuk “gagasan lunak” bagi para penggagasnya melalui frame work demokrasi; politik. Jika itu benar, maka jalur politik yang ditempuh kelompok ini tidak melanggar asas-asas demokrasi. Kritik berlebihan terhadap para penyokong RUU APP misalnya dengan “tuduhan” anti-multikulturlisme dan mematikan kebudayaan lokal akan kontraproduktif dengan: (1) kebebasan berekspresi melalui pintu-pintu politik; (2) fakta vulgaritas yang atas nama seni dan HAM baik di media (cetak dan elektronik) dan ruang publik, mempertontonkan aurat perempuan. Dua fakta ini sulit terbantahkan.

Untuk memposisikan dan merespons wacana seputar RUU APP di atas secara proporsional dan responsif, al-Mawarid edisi XV kali ini mengetengahkan pembahasan RUU APP dari perspektif fiqh. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam edisi ini sebagai artikel utama, yaitu Pro dan Kontra terhadap RUU APP oleh Rahmani, Timorita, Pornografi antara Kepemilikan dan Dominasi tubuh oleh Mukalam, Pornografi dan Pornoaksi di antara Keragaman Nilai-Nilai Budaya oleh Ita Musarrofa, Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Hukum Islam masing-masing oleh Amir Mu’allim, Asmuni dan Agus Waluyo.

Untuk edisi yang akan datang Desember 2006, jurnal al-Mawarid akan mengangkat tema Penegakan Syariat Islam di Indonesia: Prospek, Peluang dan Tantangan. Untuk itu, redaksi mengundang berbagai pihak untuk berpartisipasi menyumbangkan tulisannya sesuai dengan tema tersebut.

Redaksi


Beberapa Catatan Tentang RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi

Amir Mu’allim

Abstract

The controversies regarding the legalizing of pornography and pornoaction in Indonesia noawadays. There are pros and cons. But the problem is the substance or the goal of the proposed act about pornography and pornoaction. The act gives new horizon how to minimize the negative effect of pornography toward society. According to the writer that Islam and other religions have committed to build polite and order society.

Kata kunci: pornografi, pornoaksi, Islam, dan undang-undang

Islam dan Pornografi-Pornoaksi (Menakar Solusi Perspektif Hukum Islam)

Asmuni Mth

Abstrak

Pornography and pornoaction happen because of modernization and globalization influence on sosiety lives. Without consciousness from society to solve the above problems which considering Islamic community public interest, pornography and pornoaction always emerge. Islam as doctrine early presents to solve the problems, so there are many Quranic verses and prophet traditions regulate the dress, communication between man and woman, including the publications that appear moral decadence.

Kata kunci: pornografi, pornoaksi, Islam, fiqh.

Pornografi dan Pornoaksi di antara Keragaman Nilai-nilai Budaya

Ita Musarrofa

Abstract

Nowadays the member of Indonesian Senate discuss about the proposed academic manuscript regarding pornography and pornoaction. And this act becomes priority over that of other regulation. But, the articles of the act emerge controversies. The controversies because of the plurality of Indonesian cultures. The question is how the differences of cultures influence on society perspective concerning pornography and pornoaction. According to the writer of the following article it needs to be reflecting the relation between morality and law in Indonesia, including the act of pornography and pornoaction.

Kata kunci: pornografi, pornoaksi, kontroversi, moral, dan budaya

Pro dan Kontra Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi

Rahmani Timorita Yulianti

Abstract

It is actually ironically, in one hand Indonesia society talking about the morality of nation, on the other hand, this nation ignore pornography and pornoaction.Instead, Some people refuse the proposed academic manuscript regarding pornography and pornoaction. Apart from the pros and cons toward the act of pornography and pornoaction, pornography and pornoaction denote ophyum in the living of society. According to the writer of the following article, because of majority of Indonesian population are Moslem, so Indonesian Moslem should participate in the discourse of the act. But, how to search for horizon wisely, either in term of culture or the principles of Islam.

Kata kunci: pornogarfi, pornoaksi, Islam, budaya, dan Indonesia.

Pornografi: Antara Kepemilikan dan Dominasi Tubuh

Mukalam

Abstract

Pornography denotes the controversial issue. The controversies happen because of the issue in the unclear cut position, for instance, the problem of definition. The definition of pornography is not so easy either in term of ethymology or terminology. In other words there is no an agreement regarding its definition. It also involves the other dimensions, for example political dimension, that of morality, religion, law, social, esthetic, and gender. In this sense, it emerges controversies in term of how to mean the gender equality. The question is what the meaning of gender equality? Does pornography happens because of inequality or conversely?

Kata kunci: pronogarfi, ketidaksetaraan, gender, dan feminisme

Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Hukum Islam (Studi atas Signifikansi Pemikiran Muhammad Syahrur)

Agus Waluyo Nur

Abstract

The pornography and pornoaction phenomena that happen in Indonesia make society resentment. They try to solve the problem wisely. Many efforts are conducted to minimize, instead, to reject their the negative effect. Recently, the proposed manuscript act concerning pornography and pornoaction. The aims of the act is becoming reference and guidance for Indonesian people. The writer of the following article tries to relate Shahrur?s theory of Islamic Law. According to the writer, Shahrur’s methodology of Islamic Law should be considered for solving the problem of pornography and pornoaction in Indonesia.

Kata kunci: Syahrur, hukum Islam, pornografi, dan pornoaksi

Ijtihad Jaringan Islam Liberal: Sebuah Upaya Merekonstruksi Ushul Fiqih

Imam Mustofa

Abstract

Islamic legal theory denotes an original methodology of Islamic studies. This methodology is used by Moslem scholars especially Moslem jurists to understand Islamic teaching. The characteristics of this methodology is departing from texts either Quran or prophet tradition. Besides, human reason is also used in this methodology to understand and apply the Islamic doctrine. Based on this paradigm, it is clear that the forms of Islamic legal reform should consider revelation texts, reason and reality. Hence, this methodology differs from that of liberal Moslem scholars who try to offer Islamic legal reform is only using reason and rational understanding toward Quran and hadis because of social change and the complexity of problem.

Kritik Konsep Poligami dalam Draft KHI Perspektif Metodologi Syahrur

Tamyiz Muharram

Abstract

The formulating of poligamy in KHI draft based on the goal of shari’ah. Departing from this, the basic principle of marriage in Islam is monogamy. Shahrur justifies poligamy as stated in Surat an-Nisa’ verse 3. This verse according to Shahrur including hududiyah, either hudud al-kamm or hududul kaif. While, according to KHI draft, it is impossible for husband to conduct the justice in term of poligamy, and then Shahrur stated that the verse of poligamy constitutes the theory of limits, either al-had al-adna or al had al-adna. Hence, poligamy permits but not more than 4 wives.

Gagasan Teori Batas Muammad Syahrûr dan Signifikansinya Bagi Pengayaan Ilmu Ushul Fiqh

M. Zainal Abidin

Abstract

This paper tries to elaborate Muhammad Syahrûr thought on the idea of his limit theory and it’s significant to enrich the ushul fiqh. Without any presedent before, Syahrûr submit six patterns of understanding the verses of holy Qur’an when speak about law. However, the six models of limit theory submitted by Syahrûr seem to be related with his education background, that’s science for he is an engineer. Among the tradition of the Islamic law thought, the Syahrûr’s idea is something new and an innovative one. Commonly, it could be understood that through the flexibility of Islamic law as mentioned by the limit theory, Syahrûr purposed to say that the Qur’an verses always relevant in any situation and condition, and Islam is the last religion and the universal one for all human being.

Kata Kunci: hudûd, al-hanîf, al-istiqâmah, al-harakah al-jadâliyah

Garansi dan Penerapannya Perspektif Hukum Islam

Taufiq Hidayat

Abstract

The development of science and technology spur the human to be creative and later emerging various products. This is trigger the producers to plunge into competition to offer their products with various ways in order to their products to be in demand in the market. One of the ways is to give the best service to consumers with giving guarantee. In one side, guarantee is useful as an appeal for consumers, in the other side, it is useful for consumers to protect their rights. This paper will be focused on guarantee and its application according to Islamic perspective. The course include definition, functions and purposes, benefits, and lastly closing. In the Islamic law treasure have been acquainted with khiyar aib which the substance is same with the guarantee. The guarantee agreement according to Islam is allowed to achieve the human benefits and equality in Islamic economics. Such that application of the guarantee agreement have to revere the mu’amalah’s principle namely equality.

Book Review: Pornografi Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam

Sularno

Dewasa ini masalah pornografi dan pornoaksi kian memprihatinkan, dampak negatifnyapun semakin nyata, diantaranya: sering terjadi perzinaan, perkosaan, aborsi, bahkan pembunuhan. Korban dari tindak pidana akibat pornografi pornoaksi tidak hanya perempuan dewasa, melainkan juga anak-anak, baik perempuan atau laki-laki. Para pelakunya pun tidak hanya dari kalangan orang yang tidak dikenal, tetapi juga dari internal keluarga atau kerabat dekat yang semestinya berperan memproteksi mereka.

Sekapur Sirih Edisi XIV Tahun 2005

Dalam kawasan nalar hukum Islam, problem yang selalu mengemuka adalah hubungan antara nas dengan maslahat. Mirip dengan masalah aql dan naql. Hubungan nas dengan maslahat mulai populer dan gencar di dunia Islam sejak dipublikasikannya risalah al-Thufi tentang konsep maslahat pada awal abad ke 20 M oleh Jamaluddin al-Qasimi dan Rasyid Ridha, kemudian dipublikasikan kembali pada pertengahan abad ke 20 M oleh Mustafa Zayd dan Abdul Wahab Khallaf. Pada penghujung abad ke 20 bahkan ketika memasuki abad ke 21 M, masalah tersebut semakin mengkristal. Hal ini terlihat dari dialog yang bertemakan “al-ijtihad (nas, al-waqi’ wa maslahah) / Independent Judgement (Text, Reality, Advantage)” antara Ahmad Raisuny dan Muhammad Jamal Barut yang diusung oleh salah satu penerbit Beirut Libanon. Dialog tersebut sekaligus memposisikan antara dua kubu yang kontroversial dalam memaknai bahasa ijtihad, bahasa fiqh dan bahasa nas. Memaknai bahsa ijtihad dengan ruang lingkup nas memang tampak kurang akomodatif terhadap berbagai perkembangan, namun memaknai bahasa ijtihad dengan maslahat dikuatirkan akan “kebablasan”. Di sini muncul persoalan term al-hudud (batasan-batasan) atau hudud ijtihad (batasan-batasan ijtihad) dalam gerakan pemikiran hukum Islam modern.

Al-Quran sendiri tidak menggunakan konsep al-had (batasan) dalam pengertian tunggal, pemunculannya selalu dengan formulasi jamak yaitu al-hudud. Kata kerja hâdda dan hâdada berarti jâdala dan nâqasya dan ‘âradha dan juga bermakna syâqqa, seakan akan al-had merupakan batas akhir atau ujung dari semua dialog, keputusan dan sikap selama konsep hudud tersebut tidak dibarengi dengan hudud Allah sebagaimana termaktub dalam Surat al-Baqarah 187, 229, 230, dalam Surat al-Nisa’ ayat 13-14, Surat al-Taubah ayat 97, 112, Surat al-Mujâdalah ayat 4, dan Surat al-Thalâq ayat 1.

Istilah hudud Allah, dengan demikian, adalah konsep ketuhanan, inspiratif, islami dan fundamental. Adapun hudud al-Ijtihad konsep gerakan pemikiran hukum Islam berada pada posisi yang berbeda karena mengacu pada interpretasi fiqh dan filsafat (baca: antropologi).

Dalam pengertian qurani al-hudud al-ilâhiyah bertujuan untuk mengilustrasikan batasan al-mamnu’ -al-mahzur atau larangan-, al-muharram atau gair al-mubah (tidak boleh) pada sistem ritual dan interaksi sesama muslim, dalam konteks mengatur hubungan mereka dengan sang Pencipta dari satu sisi, dan hubungan antar sesama mereka dari sisi lain. Apabila pembacaan nas al-Quran dan hadis sahih membenarkan kesimpulan bahwa alibahah (prinsip kebebasan dan memudahkan) adalah hal pokok dalam sistem keberagamaan Islam, maka sesungguhnya al-man’u merupakan batasan (al-had) atau pengikatan yang dituntut berdasarkan syariah. Hanya saja dalam menetapkan wilayah al-ibahah maupun al-mamnu’ peranan kekuasaan terlihat sangat dominan sekaligus memungsikan dan memanfaatkan gerakan-gerakan pembacaan (sejak masa awal tahun hijriyah sampai gerakan-gerakan Islam fundamental pada masa sekarang) dalam agenda politiknya sangat layak untuk diawasi dan dikritik, terlebih pada pembacaan fiqh tidak mengalir dalam satu saluran karena fakta menunjukkan terdapat pembacaan secara salafi, pembacaan secara hermenitik, pembacaan prespektif al-maqasid. Semua metode pembacaan ini mungkinkah terbebas dari kesalahan?

Al-Ijtihad adalah usaha kreatif manusia intelek untuk memahami realitas persoalan dalam perspektif historis dan peradaban. Islam sejak dahulu maupun sekarang dibingkai dan dikemas berdasarkan nas sebagai produk peradaban Arab Muslim yang agung secara berkesinambungan dan selalu berdampingan dengan praktik faktual Nabi (produk sunnah Nabi dan sejarah muslim). Pada era sekarang pun ijtihad tidak akan terpisah dari nas dan sejarah tersebut baik berupa pengkarakterisasian, cara pengkemasan maupun dalam pemungsiannya di tengah masyarakat dan kekuasaan. Nas dapat tampil dinamis atau bahkan juga tampil kaku dan rigid tergantung pada perilaku akademik penafsirnya. Dalam konteks hubungan antara nas dengan ijtihad terdapat pendapat bahwa nas tidak mesti membawa keharusan ijtihad, al-ma’rifah (pengetahuan) adalah proses nukil dari nas ke nas. Artinya al-ma’rifah tidak lain merupakan kesimpulan dari proses kompilasi, pengadaptasian dan penyelarasan nas-nas, mengikuti dan penyerahan diri pada semua produk naql. Sikap ini tentu bukan solusi di tengah problem yang dihadapi umat.

Sebetulnya nas membutuhkan ijtihad dalam memahami dan mengimplementasi-kannya dalam rangka usaha mendialogkan dan mempertemukan antara aql dengan realitas. Proses aktifitas ijtihad dapat terjadi bersama nas, pada nas itu sendiri dan juga di luar nas, selama yang menjadi kebutuhan itu adalah fiqh al-waqi’ atau fiqh yang fungsional dan akomodatif di tengah realitas masyarakat, bukan fiqh al-lugah (fiqh produk bahasa) yang cenderung kaku dengan berbagai aturan dan pembatasannya. Tidak ada konsep fiqh dan fuqaha’ di dalam al-Quran kecuali seruan yang bersifat akademisi untuk memahami (al-fahm), merasionalkan (al-ta’aqqul) dan deduksi hukum (al-istimbath) yang terdapat dalam sejumlah nas yang diperuntukkan bagi komunitas ulil albab.

Fenomena itu telah mendorong para penulis dalam edisi kali ini untuk melakukan reposisi terhadap al-hudud al-ijtihadi. Segala keputusan hukum harus akomodatif terhadap kebutuhan material, spiritual dan intilektual masyarakat secara terpadu seperti yang kita lihat dalam tulisan Asmuni. Dengan begitu maka fiqh kata Yusdani harus diperlakukan sebagai teks yang senantiasa terbuka sebagai syarat kalau ingin bertahan dan responsif terhadap persoalan kemanusian dan pada gilirannya fiqh akan menjadi agen pemaknaan sosial namun harus terlebih dahulu menggesernya dari paradigma kebenaraan ortodoksi kepada paradigma pemaknaan sosial. Jika tidak demikian, maka otoritarianisme tafsir agama yang cenderung dimonopoli oleh komunitas tertentu yang pada gilirannya memenopoli kebenaran atas nama suara Tuhan akan tidak berakhir dan bahkan akan sangat berani mengatasanamakan Tuhan dan bahkan menjadi corong Tuhan. Pendakuan absolut ini berkelindan dengan tangan kekuasaan yang pada akhirnya agar dipaksakan melakukan perselingkuhan dengan kekuasaan. Pemegang otoritas dalam hukum Islam sudah layaknya menyuarakan keinginan Tuhan, tapi tidak harus menganggap dirinya sebagai Tuhan, kata Khaled Abou al-Fadhl yang dipaparkan oleh Sanaky.

Akhirnya ijtihad akademik menjadi kebutuhan primer tidak saja difokuskan pada aspek-aspek ritual, tetapi juga pada masalah ekonomi, politik dan juga dalam ruang lingkup pemikiran Islam secara umum. Sajian-sajian dalam tulisan ini merupakan gagasan awal dalam melakukan reposisi batas-batas ijtihad yang selama ini sudah dipersempit oleh kepentingan kekuasaan dan dominasi komunitas tertentu.

Al-Mawarid edisi XV yang akan datang mengangkat tema: Fiqh dan Kontroversi Seputar Legislasi Pornografi dan Pornoaksi. Kami mohon partisipasi para pembaca untuk ikut menyumbangkan tulisannya.

Penyunting


Studi Pemikiran Al-Maqashid (Upaya Menemukan Fondasi Ijtihad Akademik yang Dinamis)

Asmuni Mth

Abstract

The goal of Shari’ah ( ‘ilm al-maqashid ) historically develop dynamically. This science shows free and sporadic earlier. Then, it develops evolutively and it becomes one of basic of established Islamic law thought. The goal of tashri’ can be classified into three categories, al-masalih ad-daruriyah, al-haji, and al-tahsini. This classification does not answer law problerms academically. Because of ilm al-maqasid is not only departing from linguistics understanding toward Quran and Sunnah, but also considers the values deriving from society. especially moral norms. So, al-masalih that relates to and as reference of the academic intellectual exercise is al-masalih al-hayawiyah, al-masalih al-aqliyah, and al-masalih ruhiyah. This classification will comprehend Islamic law integratively all of maslahah, it implies that Islamic law will be applicable and functionable to solve society problem.

Urgensi Ijtihad Akademik dalam Menjawab Problematika Muamalah Kontemporer

Nur Kholis

Abstract

The article below traces to find the urgency of academic ijtihad to solve contemporary problems in muamalah (transaction). The age of globalization supported by information technologies revolusion makes all aspects of human life changes rapidly especially in economic activities. Many kinds and aspects of transaction that human did not think many years ago, occur in this era, for instance insurance, electronic banking, e-commerce, capital market, unit trust, etc. All forms of transaction in this era need to be solved and justified by Islamic law in order to all muslims in the world can participate in economic activities among other people at global era. Islam as the last religion revealed by Allah SWT has many tools to anticipate and solve contemporary problems occurring in the global era. Al-Qur’an and al-Sunnah as the main sources of Islamic law provide tools to make Islamic teachings always suitable for all time, namely by academic ijtihad. By doing academic ijtihad to solve contemporary muamalah problems in this global era will make Islamic law always appropriate whenever and wherever.

Kata Kunci: Ijtihad akademik, problematika, fiqh muamalah kontemporer

Poligami: Antara Legalitas Formal dan Legalitas Budaya (Studi Kasus Praktek Poligami Kyai Pesantren di Probolinggo Jawa Timur)

Ita Musarrofa

Abstract

Law is not only as a tool of social control but also as that of social engineering. As a tool of social engineering, law can be conducted to direct and change society, so did the restrictive decision regarding poligamy of Act No. 1 year 1974. The goal of this act is to direct and to regulate poligamy to become responsible and regularly. The main problem in this context is is it possible the restrictive can be conducted by society effectively while the phenomemon of poligamy tends to contrary to this act? The result of this researh revealed that the restrictive decision of poligamy of this act in term of the effectivity, the community of kiyai of pesantren at Probolinggo East Java, this act did not run effectively. This means that is not in accordance with the act. This happens because of internal motivation of kiyai factor and external or culture as supported factor

Membongkar Metamorfosis Positivisme Auguste Comte dalam Fiqh

Yusdani

Abstract

The following article examines the methodology and approach of Islamic Jurisprudence studies. According to the author the urgent need of the study and the develop of Islamic Law nowadays is considering not only applying normative/theological approach but also hermeneutics approach. The characteristics of hermeneutics as approach or methodolody in Islamic studies is the text either that of holy scripture or that of anyform is cultural product, polyphonics and open to interpret by many interpreters in accordance with situation, condition, culture and historical challenge of human. Accordingly, Islamic Law thought constitutes as opened texts and closed relation to historical and cultural background where the texts produced, so fiqh should be reinterpreted, reconstructed and given new alternation in order to be able to answer the problem of law nowadays.

Kata kunci: fiqh, ortodoksi, hermeneutika, dan sejarah

Gagasan Khaled Abou El Fadl Tentang Problem Otoritarianisme Tafsir Agama Pendekatan Hermeneutik dalam Studi Fatwa-Fatwa Keagamaan

Hujair Sanaky

Abstract

One of the famous Moslem scholar is Khaled Abou El Fadl. He has studied of religious fatwas that recorded in council religious legal opinion. The main problem that this scholar investigates regarding religious fatwas on gender. Abou El Fadl offers methodology of how to interpret ther meaning of the law texts, it is hermeneutic. The characteristics of this kind of methodology is that there is closed relation text, context, author, and interpreter reader). So, the meaning of Islamic law texts can be classified into two categories, authoritarianism and authoritative meaning. Departing from this, according to Abou El Fadl to understand the meaning of Islamic law texts in this era should consider hermeneutics.

Kata kunci : menjunjung otoritas teks dan membatasi otoritarianisme pembaca

Pengaruh Gerakan Wanita Terhadap Wacana Hukum Islam: Studi Hukum Perkawinan Indonesia

Khoiruddin Nasution

Abstract

The paper discusses role and influence of women movement in formulating the Marriage Law of Indonesian no. 1 of 1974. The issue described by citing the historical fact since the coming out of the issue of the important of marriage law to replace traditional Islamic marriage (fiqh), process of the emergence until promulgation and the result of the law. By so doing hopefully it will be able to understand the role and the influence of Indonesian women movement in formulating and contend of the law. What is found therefore is that women movement played an important role and influenced contend of the law. To prove this conclusion is first of all that women are the first group proposed of the important of promulgation of marriage law both individually and collectively (organization). Secondly, one of the objectives of the promulgation of marriage law is to improve the status of women. The third, majority of the content of marriage law is put women more equal with men.

Key words: Indonesia, influence, Islamic marriage law, women movement

Telaah Terhadap Draf KHI Perspektif Sejarah Sosial Hukum

Dadan Muttaqien

Abstract

Indonesian President decree No. 1 year 1991 regarding spreading The Compilation of Islamic Law that addresses to The Minister of Religious Affairs as representation of Islamic Law that will be applied as foundation of Moslem in Indonesia. Then, its development, the position of this regulation or this decree will be graded to become the act so some articles of this decree need revising in accordance with Indonesian local culture. At the same time emerging controversial thought because of growing and developing by Islamic liberal, pluralist, emancipatorist or gender community. These communities encounter toward revised Islamic Law Compilation, so emerging the controversial ideas in Indonesia.

Book Review: Nalar Kritis Syari’ah

Rahmani Timorita Yulianti

Dalam agama, syariah merupakan ruh. Ia memainkan peran penting dalam setiap aktivitas keberagamaan. Kadang dalam sebuah statemen yang agak ekstrim dinyatakan bahwa beragama tanpa memegang dan menjalankan syari’ah adalah palsu belaka. Namun yang lebih berbahaya, kesalahan seorang pemeluk agama dalam memahami hakikat syari’ah dapat menjerumuskan manusia ke jurang kesesatan dan kegelapan.

 

Sekapur Sirih Edisi XIII Tahun 2005

Bangsa Indonesia memang telah mengalami pergantian kekuasaan beberapa kali, namun para pemimpin tersebut gagal mentransformasikan segenap kapabilitas mereka untuk kebaikan negeri tercinta ini. Para pemimpin pasca-Soeharto cenderung sibuk dengan kepentingan sendiri sembari mengabaikan kepentingan khalayak hingga membuat rakyat kecewa berat. Ketidakpuasan publik terhadap para penyelenggara negara tersebut diwujudkan dengan beragam cara: dari demonstrasi damai, munculnya gejala “emoh” (partai) politik, meruyaknya kekerasan di banyak tempat, dan yang paling mencemaskan adalah lahirnya wabah “SARS”: Sindrom Aku Rindu Soeharto. Berbagai simptom tersebut membersitkan kesan kuat bahwa sebagian masyarakat sudah sampai pada satu titik yang mengkhawatirkan, yaitu putus asa.

Rakyat yang menghajatkan masa lalu hadir kembali tentu saja tidak bisa dipersalahkan. Soalnya rakyat sudah terlalu berbaik hati kepada para pemimpin yang menindas mereka. Kerinduan terhadap masa lalu yang secara simbolik direpresentasikan dengan hadirnya Soeharto merupakan konsekuensi logis tidak berhasilnya pemimpin pasca-Soeharto memenuhi kebutuhan konkret mereka. Menyalahkan rakyat hanya akan membuat bangsa Indonesia jatuh pada logika blamming the victims, menyalahkan korban. Rakyat adalah korban dari absennya political will penyelenggara negara dalam mengentaskan bangsa dari krisis multidimensional. Anggaplah pemimpin pasca-Soeharto – Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati – sebagai pemimpin masa lalu seperti Soeharto. Jika Soeharto menciptakan krisis multidimensional, para pemimpin pasca-Soeharto tersebut mengawetkan krisis tersebut dan tidak tergerak mengenyahkannya secara tuntas. Pengalaman berharga ini hendaknya tidak membuat bangsa Indonesia bernasib seperti keledai: terperosok pada lubang yang sama. Masyarakat harus lebih cerdas, arif, dan rasional dalam memilih pemimpin negeri ini.

Pemilu legislatif yang telah dilaksanakan pada 5 April 2004 dan pemilu ekskutif 2004 merupakan momen historis penting bagi perjalanan bangsa Indonesia di masa depan. Pesta demokrasi tersebut dapat disebut sebagai peluang mengakhiri krisis kepemimpinan nasional yang parah yang dengannya agenda-agenda besar reformasi diharapkan dapat terealisasikan dengan baik. Sudah tentu pascapemilu tersebut, bangsa Indonesia bukan saja mengharapkan pergantian kepemimpinan nasional secara legal-konstitusional. Namun lebih dari itu, bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin nasional yang dapat mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi bangsa Indonesia.

Untuk edisi al-Mawarid kali ini, mengetengahkan topik utama Kepemimpinan Nasional Pascapemilu 2004 dalam Perspektif Fiqh Siyasah. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam edisi ini sangat beragam, seperti relasi Islam dan negara di Indonesia dalam perspektif sejarah, kepemimpinan wanita, nilai-nilai demokrasi lokal, penerapan syari’at Islam di Indonesia, konsep negara dalam Piagam Madinah dan UUD 1945, teori hukum Islam abad tengah, kepemimpinan nasional dan korupsi, etika kepemimpinan dalam Islam dan satu artikel tentang hasil penelitian berkaitan dengan sebuah BMT di Sleman Yogyakarta, serta dilengkapi review buku tentang kegagalan partai politik Islam di pentas politik nasional. Selamat membaca.

Untuk edisi ke-14 yang akan datang al-Mawarid mengangkat tema: Pembaharuan Hukum Keluarga di Indonesia: Urgensi,Kontroversi dan Solusinya. Redaksi menunggu partisipasi penulis untuk menyumbangkan tulisannya berkaitan dengan tema tersebut.

Redaksi

Women Leadership: An Opportunity and Challenge in Religious and Cultural Perspective

Ulfa Jamilatul Farida

Abstrak

Saat ini kita sedang hidup di suatu abad di mana kesetaraan hak menjadi “talk” atau pembicaraan semua orang. Lebih jauh lagi, “talk” itu sudah meningkat menjadi gerakan sipil untuk menuntut kesamaan hak bagi semua kelompok, tidak peduli agama, ras, atau sejenisnya. Salah satu masalah yang terkait dengan hal di atas adalah isu tentang kepemimpinan perempuan diberbagai bidang kehidupan terutama bidang politik. Peran publik perempuan khususnya aksesnya dalam dunia politik di berbagai belahan dunia, dan Indonesia khususnya ternyata tetap menghadapi berbagai kendala. Dunia masih saja menganggap bahwa politik dan kepemimpinan adalah wilayah laki-laki, sehingga jika perempuan terjun ke politik atau parlemen tetap dipandang sebelah mata juga hanya penggembira saja. Mayoritas pendapat mengatakan bahwa hal tersebut memang terjadi sebagai akibat faktor ideologi yang ada. Pengaruh bangunan ideologi yang sarat nilai agama dan budaya tentu tampak jelas dalam konstelasi politik di Indonesia. Penafsiran sumber-sumber hukum dalam agama yang kadang tidak di telaah lebih komprehensif dan budaya patriarkhi menjadi kendala yang luar biasa besar bagi upaya-upaya perempuan Indonesia untuk mencapai sebuah kesetaraan.

Kata kunci: leadership, women, ideology

Hubungan Agama-Negara Pasca Reformasi

M. Abdul Karim

Abstract

Studying relations between the Religion (Islam) and the state in Indonesia always presented special characteristics. The Islam Religion has become deeply rooted in the Indonesian Moslem’s inner self. The matter is how the state puts Islam in the dynamics of her government form. Until now, we have found Islam can afford to be soul and spirit for implementing changes toward the better ones. Islam spirit has been proved in the historical path of Indonesian nation that it was able to liberate herself from colonial domination, backwardness, and underdevelopment. Thus, in the relations between Islam as a religion institution and the state (government) as a constitutional policy holder don’t to suspect each other, but they must be able to result in a new cosmos that is mutually profitable.They are no longer to exploit mutually, but to create harmonization for the sustained nation.

Kata kunci: agama, negara, dan reformasi

Kepemimpinan dan Korupsi (Simbiosis Mutualisme)

M. Fajar Hidayanto

Abstract

The leadership and corruption in this era denote two sides of a coin and closed related to each other. The corruption happens in Indonesia because of untrusted leadership. The standard that can be an indicator of successful leadership is not enough only to free and does not punish corruptors. The long term and ideal leadership is clean and free from corruption.

Kata kunci: pemimpin, korupsi, curang, dan negara

Reformulasi Kepemimpinan Nasional di Tengah Arus Tuntutan Demokratisasi Masyarakat Lokal

Sabiqul Khair Syarif

Abstract

Reformation is a new jargon in Indonesian political discourse. Searching for a leader whas an intellectual integrity and moral ethics becomes somerhing lack. It is difficult to find a leader above mentioned. For that reason, for several decades the leaders of Indonesia tend to be corruption and nepotism. To solve the problem of leadership, it should be conducted to toward reformulating national leadership strategic. The solution is appreciate young generation, critical reason, leadership management and considering local wisdom.

Kata kunci: demokrasi, lokal, nasional, kepemimpinan

Filosofi dan Etika Kepemimpinan dalam Islam

A. F. Djunaedi

Abstract

The Substance of leader in Islamic perspective is the community (ummah) or people servicer as leader followers. Based on this philosophy, a leader should service ummah beneficently and mercifully. Closed related to philosophy of leadership afore-mentioned, actually an authority denotes Allah’sd trustee, and for that reason the leadership should be responsible for hereafter life. Thus, the ethics of leadership should be conducted.

Kata kunci: etika, filosofi, amanah dan pertanggungjawaban

Parpol Islam dan Gagasan Penerapan Syariat Islam

Dadan Muttaqien

Abstract

Talking about Islamic Shari’ah implementation in Indonesia should pay attention to Indonesia position in term of relation between Islam and democracy. The theory of relation Islam and democracy can be classified into three schools of thought. Firstly, Islam is more than a democratic system mainly shura. Secondly, democracy is contrary to Islam. Thirdly, democracy on one hand is in accordance with Islam and on the other it is also different from Islam. So besides, to implement Shari’ah should consider the reality of society.

Kata kunci: syari’at, parpol, Indonesia, dan demokrasi

Konsep Negara dalam Perspektif Piagam Madinah dan Piagam Jakarta

Muhammad Latif Fauzi

Abstract

This paper aims to study the concept of state in Medina treaty and in the Jakarta charter perspective by comparative method. First, the writer describes historically Medina treaty and its authenticity then explains how the state concept through understanding the concept of ummah. Second, the writer describes the concept of nation in the Jakarta charter. Those two concepts then are compared and analyzed by theory of state which in this writing limited in two aspects, i.e. element of nation fulfillment and the relationship between religion and nation, as frame of reference. The writer then concludes that both of them have similarity on the certain cases and neither have they on the others.

Kata kunci: negara, ummah, Piagam Madinah, Piagam Jakarta

Pemikiran dan Kajian Teori Hukum Islam Menurut al-Syatibi

Sidik Tono

Abstract

Study of al-Shatibi’s theory of law constitutes a study and an effort to present top of an intellectual development from century 4 to century 10. The theory of law above resulted matuirity and comprehensive. The background of al-Shatibi’s theory of law is to create theoretical tool can increase flexibility and adaptability positive law and response toward the practical law that deviates from truth religion.

Kata kunci: teori, hukum Islam, al-Syatibi, dan induksi

Pemikiran Riffat Hasan Tentang Feminisme dan Implikasinya Terhadap Transformasi Sosial Islam

Sri Haningsih

Abstract

Riffat’s thought of feminism’s discourse and Islamic social transformation since long time has been recognized as crucial manner within talking about feminism’s position was simlistic. Riffat focused the cases on “the theology” as the root of feminism’s discrimination. Thus, be noted that Islamic social transformation (feminism’s cases) absolutely should be done on merely theology’s reconstruction. The main goal of research is to describe the thought of Islamic social transformation and it’s thought’s relevancy toward Indonesia discourse in the context. The research is done on searching the need data, even primer, seconder, or tertiarer with the method of data analysis as follows: Data reduction, data display and conclusion. The mean of feminism is a consciousness toward unfair gender of female at household or society and the conscious endeavor done by male or female to change such condition. Mean of Islamic social transformation is the reconstructed thought within mixing aqidah-syara-muamalah, teology-science-action, and theory of act’s methodology which takes side the dhu’afa (the weak) and mustadl’afien (the weaken by) such as female.

Kata kunci: feminisme, transformasi sosial Islam, kepemimpinan

Pengembangan BMT Berbasis Masjid: Studi Kasus BMT Al-Azka Pagerharjo Samigaluh Kulonprogo

M. Hajar Dewantoro

Abstract

This research target is to know the development of mosque based BMT Al-Azka in Pagerharjo Samigaluh. The Question is how is the development conducted ? BMT is needed as financial institution of people self-supporting because its difficult for them to access the Bank. The target of Islamic law is economic protection (hifdhul maal). It is related to the mosque function pay attention to prosperity problem, physically or psycally. To carry out its function, Takmir Forum must overcome the jamaah’s problem. The case study expected to express the esence of problem. This study shows mosque based BMT Al-Azka is founded by Takmir. This BMT developed and based on mosque value and organized by Tamir, The membership of BMT consist of the institute Takmir and mosque jamaah. The recommendation of this study is that organizers and members are expected to develop mosque based BMT Al-Azka in order to become a proud institution. For other mosque Takmir are also expexted to develop mosque based BMT in their region.

Kata kunci: BMT, berbasis masjid, modal sosial

Book Review: Mengapa Partai Islam Gagal di Pentas Nasional

Yusdani

Bergulirnya gerakan reformasi seiring dengan lengsernya Soeharto telah memberikan harapan baru bagi semua kelompok politik di tanah air, termasuk kelompok agama. Dengan nilai-nilai kebebasan, keterbukaan dan keadilan yang dibawanya, gerakan reformasi telah memberikan peluang bagi kelompok agama untuk kembali tampil, ikut bermain di pentas politik nasional. Tokoh-tokoh agama kritis yang pada masa Orde Baru hanya dapat bermain di belakang layar, banyak yang menjadi pelaku utama. Mereka tersebar di beberapa partai yang berasas dan berorientasi Islam. Misalnya, Deliar Noer di Partai Umat Islam (PUI), Soemargono dan beberapa kolega ideologisnya di Partai Bulan Bintang (PBB), Husein Umar di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), A.M. Fatwa di Partai Amanat Nasional (PAN), dan lain-lain. Mereka telah mendapatkan kembali hak-hak mereka untuk ikut bertarung secara adil di pentas politik nasional.

 

Sekapur Sirih Edisi XII Tahun 2004

Perkembangan hukum di suatu negara selalu dipengaruhi oleh kesadaran hukum masyarakat dan politik hukum yang dilakukan oleh pemerintah negara bersangkutan. Dalam kasus Indonesia, kesadaran hukum masyarakat, terutama masyarakat muslim, “terpecah” karena rekayasa politik hukum pemerintah kolonial Belanda dahulu, yang mengembangkan hukum Barat dan hukum adat dengan berbagai upaya, dengan tujuan menghambat pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dengan berbagai jalan. Tetapi dalam rangka pembangunan dan pembinaan hukum nasional, di samping hukum adat dan hukum Islam merupakan salah satu komponen tata hukum Indonesia, menjadi salah satu sumber bahan baku pembentukan hukum nasional. Dengan demikian status hukum Islam di Indonesia sama kedudukannya dengan hukum adat dan hukum eks Barat dalam sistem hukum di Indonesia.

Oleh karena itu, dalam rangka mengarah kepada tercapainya tujuan pembangunan dan pembinaan hukum nasional, sudah selayaknya semua peraturan Perundang-undangan di Indonesia diarahkan kepada terbentuknya peraturan Perundang-undangan yang tidak diskriminatif. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk merespon kebutuhan masyarakat atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapkan hukum, pemerintah telah menggulirkan Undang-Undang tentang Advokat. Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk menggantikan peraturan Perundang-undangan yang diskriminatif dan yang sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku serta sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh bagi pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam kehidupan masyarakat.

Salah satu kemajuan yang mempunyai signifikansi bagi alumni Fakultas Syari’ah adalah penjelasan Bab II pasal 2 ayat (1) UU Advokat yang isinya sebagai berikut: yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan Fakultas Hukum, Fakultas Syari’ah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan tinggi ilmu Kepolisian. Mengacu kepada bunyi pasal tersebut beserta penjelasannya, maka alumni Fakultas Syari’ah mempunyai status dan peluang yang sama untuk menjadi Advokat dengan produk perguruan tinggi hukum lainnya. Terlepas dari sikap pro dan kontra dari masyarakat akan kehadiran UU Advokat khususnya isi dari Bab II pasal 2 beserta penjelasannya, UU tersebut layak untuk direspon positif, karena UU tersebut merupakan legalitas sarjana Syari’ah (Sarjana Hukum Islam) untuk menduduki profesi sebagai Advokat. Selain itu implikasi positif yang perlu ditangkap adalah profesionalisme SDM produk Fakultas Syari’ah sangat mendesak untuk dipersiapkan, dan yang tidak kalah penting dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. UU Advokat perlu disosialisasikan, mengingat peran Advokat bukan hanya dalam proses peradilan tetapi juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan.

Berangkat dari beberapa pernyataan di atas, pada Al Mawarid edisi kali ini penyunting mencoba mewacanakan kembali beberapa kajian yang komprehensif tentang prospek dan tantangan Sarjana Syari’ah Pasca Undang-Undang Advokat, agar dapat dijadikan sebagai masukan untuk mempersiapkan SDM yang kompetitif.

Beberapa pemikir muda Islam ikut berpartisipasi dalam tema kali ini. Sebagai artikel pembuka Agus Triyanta mengulas bagaimana kelahiran Undang-undang Advokat berpengaruh bagi hubungan antar ilmu hukum dalam berbagai spesifikasi yang berbeda. Selanjutnya Aminuddin mendiskusikan tentang jaminan Undang-undang Advokat terhadap eksistensi pengacara Syariah di Indonesia yang sebelumnya diatur oleh beberapa aturan peninggalan kolonial Belanda. Berikut berturut-turut artikel Asmuni Mth yang mengkaji peran Wakil di persidangan baik dari aspek legalitas, ruang lingkup, hak dan kewajiban serta beberapa aspek yang berkenaan dengan akad wakalah, kemudian Karimatul Ummah membahas latar belakang adanya bantuan hukum di Perguruan Tinggi dan bagaimana implikasi Undang-undang advokat bagi eksistensi dan keberlangsungan jasa advokasi yang diberikan lembaga tersebut. Masih mengacu pada tema, Ibnu Hadjar mengetengahkan peningkatan peran Advokat di dunia hukum dan sistem pengawasannya agar lebih profesional. Selanjutnya Yusdani menggugat peran pengacara, bahwa pengacara bukan lagi semata-mata menegakkan hukum yang menjadi produk politik tetapi lebih mempunyai fungsi menciptakan keadaan masyarakat menjadi lebih baik dengan menegakkan kebenaran dan keadilan, untuk itulah perlu dikawal dengan Undang-undang dan kode etik profesi pengacara.Pembahasan Muhadi Zainuddin lebih memfokuskan pada pentingnya sosialisasi Undang-undang Advokat dan pemaknaannya dalam konteks hubungan hukum dengan masyarakat. Sedangkan M Tamyiz Mukharrom mengkaji teologi advokasi yang memiliki akar dalam tradisi teks dan kesejarahan Islam yang kuat, sehingga advokasi mengandung nilai aktifisme yang mendorong masyarakat untuk bergerak melawan berbagai bentuk penindasan. Dalam perspektif budaya jawa, M Muslich KS mengulas secara komprehensif tentang profesi advokat sebagai bentuk perwujudan kesadaran manusia dalam mengaktualisasikan konsep tugas hidup. Sebagai penutup diisi dengan resensi buku oleh Ali Mursyi Abdul Rasyid tentang asal mula hukum islam.

Akhirnya penyunting berharap semoga Al Mawarid kali ini bisa memberikan kontribusi positif bagi pengembangan studi hukum Islam secara khusus pada pemikiran seputar Undang-undang Advokat. Perlu disampaikan pula kepada khalayak pembaca, bahwa untuk edisi mendatang Al Mawarid akan hadir dengan tema Kepemimpinan Indonesia Pasca Pemilu 2004 Dalam Perspektif Fiqih Siyasah. Lewat sekapur sirih ini penyunting mengundang segenap pembaca untuk berpartisipasi menyumbangkan pemikirannya pada Al Mawarid edisi mendatang.

Redaksi

Undang-undang Advokat dan De-Kompartementasi Studi Ilmu Hukum

Agus Triyanta

Abstract

One among recent crucial issues in legal profession is the statement in the newly legalized Act no. 18 on Advocate that to be an advocate is not a compulsory to be a graduant of Faculty of Law, rather it now is possible to a graduant of Faculty of Islamic Law (Shari’ah) or Faculty of Military Law and any other law specialized faculty. This new regulation brings and offers a wide opportunity for Islamic Law students to gain such legal profession. On the other hand, this is as a new challenges for the Faculty of Law to reconstruct, not only the curriculum, but also facilities and human resources involved in order to be capable to respond such opportunity.

Keywords: Undang-undang Advokat, Advokat dan Ilmu Hukum

Jaminan Undang-undang tentang Pengacara Syari’ah di Indonesia

Aminuddin

Abstract

The Act no.18 year 2003 regarding advocate constitutes one of national legislation product. The regulating and legalizing this act give strong position and become an instrument of pillars of law enforcement in Indonesia. According to the writer of this article this act of advocate give challenges and opportunities to graduations of shari’ah department in Indonesia who interested in lawyer profession. But, the problem in this sense, how shari’ah graduation answer those challenges and opportunities.

Keywords: sarjana syari’ah, pengacara, penegakan hukum dan undang-undang

Eksistensi Pengacara dalam Perspektif Islam

Asmuni Mth

Abstract

Lawyer or legal aid denotes a profession that regulated by state has been known, for instance by Roman society. In Islam, according to the writer of article below in quranic verses indicate that legal aid consitutes something important. Instead, it was conducted at the time of Mohammad. Unfortunately, the earlier moslems regarded this profession was not so significant. But, according to moslem yurists that lawyer or legal aid profession be apart of wakalah system. For example, era of Ottoman Empire has regulated wakala ad-da’wa that adopted from many sources of fiqh. This act was referred by modern moslem countries. For that reason, moslem countries need a systemic and comprehensive regulation to keep legal aid or lawyer profession as honoured profession of society.

Keywods: Pengacara, wakala ad- da’wa, fiqh dan sistem wakalah

Implikasi UU No.18 Tahun 2003 terhadap Keberadaan Lembaga Bantuan Hukum Milik Perguruan Tinggi

Karimatul Ummah

Abstract

The background of legal aid of universities in Indonesia actually constitutes the government’s program that covers both conducting justice in terms of constructing law and improve the quality of master of law in Indonesia. For that reason, according to author the implementation of article 31 of Act Advocate implies not only to existence of legal aid of Indonesian universities but also to actualize qualified state.

Keywords: Lembaga Bantuan Hukum, UU No. 18 tahun 2003, Sarjana Hukum dan Keadilan

Pengawasan Advokat: Upaya Menuju Profesionalisme

Ibnu Hadjar

Abstract

The following article tries to explain the existence of lawyer in Indonesia that regulated by the act no.18 year 2003. This act unifies many terminologies relating to lawyer/advocat. According to the writer of the article in this sense to reconstruct the frame of thought either the lawyers or the controllers of lawyer in law enforcement. If the reconstructing the mode of thought and the ethics of lawyer can be conducted, the existence the act of lawyer is very significant and benefit.

Keywords: Pengacara, UU No.18 / 2003, keadilan

Posisi Tawar Sarjana Syari’ah Menurut UU Advokat

Yusdani

Abstract

The act no.18 year 2003 gives the strategic position and the existence of Shari’ah Lawyer in Indonesia. This regulation challenges Shari’ah departments in Indonesia and their graduations to prepare the particular curriculum. Besides, this profession needs improving the quality of the graduation of Shari’ah who will become the lawyer. For that reason, Shari’ah lawyer needs knowledge, legal skill, office management, character, and capability because of client-lawyer relationship including lawyer as hired gun, lawyer as master of ship and cooperative model.

Keywords: Pengacara Syari’ah, UU No. 18 Tahun 2003, Peran Sosial dan Etika Pengacara

Peran Sosialisasi UU Advokat dalam Pemberdayaan Kesadaran Hukum Masyarakat

Muhadi Zainuddin

Abstract

Daily activities of Indonesian people show that law culture of society is decreasing. Advocate as one of law instruments play an important role in empowering law consciousness of Indonesian people. This is happened because the function of advocate is give the advocacy to all people without exception. The other said, the advocate also gives law advises to society.The Act No. 18, 2003 on Advocacy gives equal role for syariah scholar and law scholar. From this equal role, the syariah scholar can play an important role in empowering law consciousness of society and also can give his knowledge of Islamic values

Keywords: Undang-undang Advokat, Kesadaran Hukum dan Pemberdayaan Masyarakat

Teologi Advokasi

M. Tamyiz Mukharrom

Abstract

The failure of state in roling its social responsibility causes many varying social injustices and cruelties either on the level of society or of state. These injustices are manivestated in many kinds of injustices, like in economic field, laboury, environment disaster, human rights restraints, societie’s land robbery, etc. These varying restraints and injustices do run systematically. The inability of state in solving these social problems –even the state frequently become the actor,besides the power of capital- encourages the birth of conscious, organized, and programatic social movement, to realize social justice. This is what in social movement theory is so called advocation. Advocation movement takes varying forms and generally focus on one issue such as human rights, labour, environment, etc. The basic of these advocation movement is justice values. Islam has basic of justice values as well as long of its advocation tradition. The affair of mosque building by governor of Mesir in Umar ibn Khattab era, the affair of Ibn Aiham, the affair of Bilal ibn Rabbah, evidently show “these advocation movement”. By reflexing in history and varying spirit of Islamic principles that stress in justice and keeping of human rights, the idea and advocation movement have strong teological basic in Islam. But, advocation in islam has special limits. Islam forbids having advocation for struggling something in which the substance is forbidden by islam, such as advocation for ratification of one-sex marriage, etc.

Keywords: Teologi, Advokasi, Islam

Profesi Advokat dalam Pernik-pernik Budaya Jawa

M. Muslich Ks

Abstract

A culture is a historically derived system of explicit and implicit designs for living, which tends to be shared by al ar specially designated member of Java. Al culture have one supreme aim in view, namely enabling you to know the truth of things. Javanese world view, or Javanese cultural outlook from Serat Piwulang and high tradition of Java as doctrine of meaning legal representation by lawyer.

Keywords: Profesi Advokat, Pernik dan Budaya Jawa

Book Review: Asal Mula Hukum Islam

Ali Mursyi Abdul Rasyid

Menurut Farouq Abu Zaid, hukum-hukum Islam yang dilandaskan melalui para Imam mazahibul arbaah muncul sebagai reaksi atas perkembangan masyarakatnya, dan bahwa hukum Islam senantiasa berubah, berkembang dan berganti menurut kondisi setiap zaman dan situasi masyarakatnya. Berkaitan dengan itu ia mengklasifikasikan para imam mazhab ke dalam sistem yang berbeda yaitu, Imam Abu Hanifah Nu’man ibn Tsabit (80-150 H) digolongkan Imam kaum rasionalis, Imam Malik ibn Anas (93-179 H) digolongkan ke dalam Imam golongan tradisionalis, Abu Abdillah Muhammad ibn Idris ibn Syafi’I (150-204 H) digolongkan Imam kaum moderat, Ahmad ibn Hambal (164-243 H) imam kaum fundamentalis.

 

404: Not Found

Sorry, but the content you requested could not be found.

Sekapur Sirih Edisi XI Tahun 2004

Setelah berlaku Undang-undang no. 10 tahun 1998, maka Bank Indonesia mengakui eksistensi Bank Syari’ah sama kedudukannya dalam tatanan industri perbankan di Indonesia. Di samping itu, Bank konvensional diperbolehkan membuka kantor cabang Syari’ah.

Lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 mengharuskan Bank Indonesia bertanggung jawab terhadap pengawasan perbankan pada umunya, Bank Syari’ah pada khususnya. Bank Indonesia berwenang pula untuk menetapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip Syari’ah. Didirikannya Bank Umum Syari’ah setelah Bank Muamalat Indonesia, dibukanya Unit Usaha Syari’ah, sosialisasi pasar uang Syari’ah oleh Bank Indonesia, dan menyusun peraturan operasional perbankan Syari’ah.

Regulasi terhadap rasio kecukupan modal (CAR) pada bank syariah akan mendorong perbankan syari’ah untuk menerapkan strategi keuangan dan pemasaran yang berbeda. Adanya rekening investasi bagi-hasil, membuat bank syariah memiliki struktur permodalan yang berbeda dengan bank konvensional. Di sisi lain, keharusan bank syari’ah untuk mematuhi hukum (syariah) Islam juga menuntut bank syariah untuk memiliki kinerja bisnis yang tidak hanya melindungi ekonomi nasabah, juga harus menjaga nasabah agar tidak melanggar syari’ah Islam, dan hal ini harus diantisipasi oleh regulasi perbankan syariah.

Perjanjian pembiayaan dengan prinsip syari’ah seperti prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah, istishna, salam, dan lain sebagainya menggunakan sistem bagi hasil, sistem jual beli dan sistem ijarah. Perjanian pembiayaan dengan sistem bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan musyarakah menggunakan struktur hukum persekutuan atau partnership, sedangkan sistem jual beli berdasarkan prinsip murabahah, al-istishna dan as-salam menggunakan struktur hukum jual beli.

Rangkaian aktivitas pasar modal syari’ah dan pengembangannya tampaknya masih menghadapi beberapa kendala, antara lain belum ada ketentuan yang melegitimasi pasar modal syariah dalam bentuk perundangan secara eksplisit, lebih populer sebagai wacana, dan sosialisasi pasar modal belum didukung oleh berbagai pihak pihak terkait. Oleh karena itu, masih perlu perjuangan agar ada UU Pasar Modal Syariah.

Persoalan nilai-nilai etika atau moral akuntansi sebagai suatu komponen penting perbankan Islam, maka diperlukan akuntan yang memiliki nilai etika ideal, agar manfaat perbankan Syari’ah dapat dirasakan masyarakat luas. Tauhid perlu dielaborasi sebagai basis aktivitas seorang muslim dalam semua aktivitas, dan khususnya dalam bidang perbankan.

Melalui sekapur sirih ini redaksi menginformasikan bahwa jurnal hukum Islam Al-Mawarid edisi yang akan datang mengangat tema: Prospek dan Tantangan Sarjana Syari’ah Pasca Undang-Undang Advokat. Oleh karena itu, kami mengajak khalayak baik akademisi, praktisi dan lain-lain untuk ikut menyumbangkan tulisan berkaitan dengan tema tersebut.

Penyunting

Capital Regulation on Islamic Banking

Priyonggo Suseno

Abstrak

Regulasi terhadap rasio kecukupan modal (CAR) pada bank syariah akan mendorong perbankan syariah untuk menerapkan strategi keuangan dan pemasaran yang berbeda. Adanya rekening investasi bagi-hasil membuat bank syariah memiliki struktur permodalan yang berbeda dengan bank konvensional.Jika rekening investasi bagi-hasil tidak diperlakukan sebagai bagian dari modal, Tier 1 ataupun Tier 2, akan mendorong perbankan syariah yang memiliki modal relatif kecil untuk meningkatkan pembiayaan jenis non-bagi hasil. Disisi lain, keharusan bank syariah untuk mematuhi hukum (syariah) Islam juga menuntut bank syariah untuk memiliki kinerja bisnis yang bukan hanya melindungi ekonomi nasabah, namun juga menjaga nasabah dari pelanggaran syariah Islam dan hal ini harus diadopsi oleh regulasi perbankan syariah.

Aplikasi Musyarakah dalam Perbankan Islam (Studi Fiqh terhadap Produk Perbankan Islam)

Asmuni Mth

Abstract

Musyarakah is a joint-venture between two or more people with capital equity for each. Musyarakah is considered as a highly healthy transaction to establish a reciprocal economic cooperation. In order to be more applicable into the real sectors, there has been a new form of musyarakah namely musyarakah mutanaqisah muntahiyah bit-tamlik. This type is a combination of syarikah and sales contract; or exactly, musyarakah agreement ends with the ownership of the object toward the business partner. The nature of the movement of the object also differentiates this musyarakah from common musyarakah The profitsharing of this new type is not always based on the capital equity, because it depends on the agreement of each side. However, the loss must be proportionally shared.

Praktek Pembiayaan Bank Syariah dan Problematikanya

Amir Mu’allim

Abstract

The theory and practice of syariah banking will be able to exist and be a model when it’s able to solve the society’s problem, but it will be left when considered unsuccessful to solve the society’s problem, especially poverty and unemployment problem. Based on this opinion, academicians and syariah banking practitioners have to evaluate and reform regularly upon the concept and some practices which failed to overcome the society’s problem. The firmest idea upon the research purpose is the evaluation of syariah banking funding products system. The domination of murahabah funding of syariah banking, moreover in Indonesia, strengthened the indication that substantionally syariah banking system haven’t perform its base function, it’s improving people’s economy and society’s prosperity. The main step should be performed is opening the funding concepts which is possible to carry out using more simply procedure and keep it on carefully. The reformation concerned with funding problematic is improving the quality of better funding system. The real step is avoiding fudhul trading transaction and give funding priority for real-sector which offers employment opportunity and reducing poverty. The difficult procedure liked the item of application procedure about the length of life-work of the customers who propose application should be changed by escorting program known as personal guarantee or ad dlaman. It doesn’t mean refusing productive funding application, rather accepted it by escorting program. Using this model, employment opportunity will be broader expanded also the society’s prosperity is going to spread widerly.

Key words : Syariah banking system, Problematic, Funding.

Sistem Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah (Suatu Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Pembiayaan di Perbankan Syariah di Indonesia)

Ahmad Supriyadi

Abstract

This research aims at knowing sub system of law about the finance based on Syariah principle in Indonesia by method normative judicial approach not Islamic jurisprudence approach because the dispute finance have to solve by civil law of Indonesia. The research shows that finance based on Syariah principle have sub systems are profit sharing system, sale system and lease system.

Prospek Perbankan Syari’ah Pasca Undang-Undang No. 10 Tahun 1989

Rahmani Timorita Yulianti

Abstract

The policy on Islamic banking Indonesia ten years latter made a good progress. After struggling 19 years since it was sounded for the first time in 1973, Indonesian Muamalat Bank was born officially in 1992. It was a bank whose the syaria principles in its operation. Actually, the Act number 7, 1992, was not accommodate yet all the syaria principles, but enough for being the basic of coming of first Islamic bank. Furthermore, the existence of them, more confidence with the Act number 10, 1998 which stated clearly the Islamic bank co-existence with the conventional banks. The result of the article are, that the existence of the regulations on the Islamic banking in Indonesia up to 2002, significance enough toward the progress of Islamic banks. Since the born of the Act 7, 1992 on Banking; then the Act number 10, 1998 on the change of the Act number 7, 1992, Islamic banking has been developing which supported by other finance institutions such as assurance, multi-finance, and soon whose syaria principle in their operation. However, there are a lot of thing must be recovered and protected by the wide umbrella of supported regulations in order to Islamic banking always run under syaria principles, wishing they will give more benefit contribution to the progress of Indonesian economic recovery.

Membangun Bursa Efek Syari’ah yang Berkualitas dan Berdaya Saing Tinggi

Muhammad Irfan Shofwani

Abstract

Stock Exchange Market is one of effective tool to accelerate the development of the country. Stock Exchange Market is one of alternative that can be used by the company to get capital needs. Althoght it has been banking institution, cause of leverage case, the company cannot get the many from bank instituion. Stock exchange market and bank institution have to be good partner. Economic crisis in 1997 had been a moment that realize Indonesian toward the weakness of economic macro and micro. The great of Indonesia development result in New Order era with Gross Domestic Bruto (GDP) and Gross National Bruto (GNP) indicator was only be deceit power. One of reasons was that our national power bulit on abroad debt, even government or non-government. The situation caused many dificulties when many of investation capital brought out of the country. The market need reformation, need not intervention. This is one of the opprotunies for academist and economist for developing moneter institution based on Syari’ah values. The proof of Bank Muamalat Indonesia (BMI) ability to exist in our banking system, when many others colaps, can be capital to develop Syari’ah economic institutions. Although the total asset of Syari’ah banking only 0,23% of nasional banking asset, but the development shows great signs. As a part of national moneter system, Syari’ah banking needs to be sopported by Islamic Exchange Market.

Akuntansi Kapitalis dalam Kacamata Syari’ah: Suatu Catatan Aksiologis

Yulia Hafizah

Abstract

This paper elaborated the facts of capitalism accounting which as for the writer has value free. This kind of accounting in it’s praxis didn’t respect the humankind and make them just as the part of matters. One solution must to do for this condition, there are the intervence of value to the capitalism accounting. In the other hand, indeed the perfect accounting is the accounting which able to put the humanbeing in their right place, that’s as the khalifatullah. The understanting of mankind position in this world will make the formulation of accounting which is not let the problems of ethichs or moral. We have to know that the accounting which has the high value will grant the cooperative condition for the accounters and for the publics as general. The answer for his question may we find in Syariah accounting.

Kata Kunci: Akuntansi Kapitalis, Akuntansi Syariah, Khalifatullah, Nilai.

Mekanisme Kerja BNI Syariah Cabang Yogyakarta dalam Perspektif Hukum Islam

Dadan Muttaqien

Abstract

BNI Syaria stands up and operates on April 29th, 2000. representing the part of Strategic Businness of Unit Ritel, with the philosophic base: Do not contain the lap element, downright and Real correct, Fair, and fair profit. base laws; UU No. 23 Year 1999, UU No. 7 Year 1992, UU No. 10 Year 1998 about Banking, Handbill of BI of Business of Arrangement and Development of Banking No. 32/2/UPPB, 12 May 1999, SK of Board of directors of BI No. 32/34/KEP/DIR, 12 May 1999 about Public Bank [of] Pursuant To Moslem law Principle. Basis for its normative law is syari’at Islam. The Products of BNI Syaria Branch the Yogyakarta have legalistic of Islam, because have as according to soul of nash Al Qur’An and also Al Sunnah and also opinion of all fuqaha. And so do system weared in commercializing have as according to soul Punishment in Islam.

Teori Hak Milik dalam Pemikiran Abu Hasan Bani Sadr

Muhammad Z.A.

Abstract

The special characteristics of Islamic concept on the property is the facts that the legitimition of the property depend on morality. In this case Islam has the different perspective with the Capitalism and Sosialism, for both have no succed to put the individual right balance to social one. The individual property is the basic of Capitalism, while on contatry the elimination of it is the basic of Socialism. This paper tries to elaborate the property concept in Islamic economic System. Actually, the discourse of this problem has many varians in intellectual Muslim perspective. Here, the author aims to blow up one property theory belongs to Abu Hasan Bani Sadr. Bani Sadr in his explanations about property put his argumentation to the basic concept of Islamic teaching, that’s tawhid. The main characteristics of the property as for him is the property belongs to the society, but the individu by the condition has the freedom right to hold the property. Having the property is the trusteeship and legalized to use it freeon condition not danger the public rights.

Kata Kunci: Kepemilikan, Tauhid, Individu, Masyarakat, Allah

Etika Kerja dalam Perspektif Islam

Nur Kholis

Abstract

The article below traces how Islamic religion teachs moslem people to work ethically. Islam anticipates unjustice, tyrannical and cruel in human life by giving ethics in work. Every moslem must obey these ethics to realize good life and prosperity for all human beings. Work ethics in Islamic perspective namely; every body must work hard because working is identity of his humanity, avoiding exploitation dan suffer losses to others, always remembering worship for God, responsible to his job, working in halal way, must be professional, etc. Assembling of work ethics in Islamic perspective as guidance for working in daily life, it makes life better and more prosperous. Work ethics must be actualized whenever and wherever.

Key Words: etika kerja, kerja keras, prinsip kerja, Islam

Resensi Buku: Resource Mobilization and Investment in an Islamic Economic Framework

Yusdani

Nilai lebih buku ini paling tidak dalam dua hal, yaitu kaya pembahasan teoritis konseptual dan didukung data empirik (penelitian lapangan) sehingga pembaca menjadi paham tentang bagaimana prinsip-prinsip ekonomi Islam dan contoh penerapan prinsip-prinsip dimaksud khususnya dalam bidang perbankan dan keuangan Islam dalam realitas masyarakat muslim. Akan tetapi, mungkin salah satu kendala untuk mamahami buku ini di samping belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia, juga deskripsi bab-bab tertentu menggunakan rumus-rumus statistika yang kadang-kadang tanpa diberi penjelasan yang cukup sehingga bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan rumus-rumus tersebut sulit memahami buku ini. Akan tetapi terlepas dari itu semua, yang jelas kehadiran buku ini memberikan sumbangan yang positif bagi penggalian konsep ekonomi, keuangan dan perbankan Islam yang sementara ini masih sangat kurang, terutama yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

 

Jaminan Perundang-undangan tentang Eksistensi Lembaga Keuangan Syari`ah di Indonesia

Muhammad Amin Suma

Abstract

The author of this article explains that Islamic economics system actually has developed in Indonesia. But because of Dutch Colonized era and the government after, Islamic economics system has been marginalized in Indonesia. In the beginning of 1990s, Islamic economics particularly in monetary system that indicates the operating of Bank Muamalat Indonesia (BMI-Muamalat Bank of Indonesia) in 1992, Lembaga Keuangan Syari’ah (LKBS-Syariah Finance Institution), and Lembaga Keuangan Syari’ah Non Bank (LKSBB-Non-Bank Syariah Finance Institution).These institutions emerge at the time when economic crisis happen in Indonesia. According to the writer of the article the growth of Islamic economics institutions in Indonesia gives hopes. But the problem in the context of those is the legislations that regulate the institution do not appear yet.

 

Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah

Amir Mu’allim

Abstract

Some of elements in our society have responded the expansive development and growth of syariah banking contemptuously, moreover, among some moslems themselves.The contemptuous view of Islamic banking showed by people’s trust for Syari’ah Banking has been still relatively low. It shown by the moslem participation on investment and capital movement. Indeed, some of moslem intellectuals have criticized syariah banking, they considered of the transactions done by Islamic bankings, even, in contrary with its own-concept. In other words, it’s in compatible with syari’ah spirit. The contemptuous view can’t be separated from capitalism economic that’s been deeply rooted in our society. Learning the problem surrounding syari’ah finance institution and some of its positive value, it’s urgently required for this institution to improve its profesionality, in order to arise its image, next in future it hopefully able to spread wider merciful benefit . The effort increasing profesionality have to more attention of the relationship between syari’ah finance institution and consumers, a commitment of continuous inovation and also a balanced consideration of decision maker research. Operationally, profesionality improvement of syari’ah finance institution able to apply the Criteria Grade of Syariah banking Choice in Yogyakarta as its measurement.

Key words: Persepsi, Pandangan, Lembaga Keuangan Syari’ah, Profesionalitas

 

Kualifikasi Sumber Daya Manusia di Lembaga Keuangan Syari’ah

Muhammad

Abstract

Shari’ah Finance Institution has developed progressively nowadays, for instance Shari’ah Banking, Shari’ah Insurance, Shari’ah Exchange,Shari’ah Pawning, and Baitul Mal wat-Tamwil. For that reason, the existence of Shari’ah Finance Institution demands investor and manager those have certainly criteria. The minimum criteria that should be owned by finance institution either from the institution, investor or manager are the credibility and the professionalility. The credibility and professionality become so important because of (1) in order Shari’ah Finance Institution has a competitive advantage, and (2) problem of human resources that indicates the lower professionalities, lower understanding regarding moral and Islamic business ethics , and (3) to increase the professionalities is not only including the skill but also including a moral commitment and business ethic that originated from religion (Islam) as a guidance how to conduct Shari’ah Finance Institution in the future.

Keyword: Lembaga Keuangan Syari’ah; Profesionalitas; Kredibilitas;

 

Sistem Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah (Suatu Tinjauan Yuridis Terhadap Praktek Pembiayaan di Perbankan Syariah di Indonesia)

Ahmad Supriyadi

Abstract

This research aims at knowing sub system of law about the finance based on Syariah principle in Indonesia by method normative judicial approach not Islamic jurisprudence approach because the dispute finance have to solve by civil law of Indonesia. The research shows that finance based on Syariah principle have subsystems are profit sharing system, sale system and lease system.

 

Kualifikasi Manajemen Lembaga Keuangan Menurut Petunjuk Syari’ah

Sofwan Jannah

Abstract

The sharia finance institution (LKS) can be managed well, if it’s done by professional people who have commitment to Islamic syaria, in order to get guidance of Allah SWT. Appreciation and society belief of syaria finance institution’s activities in Indonesia today. Bank Muamalat Indonesia (BMI) who gets the 7th grade and 13th for Bank Syariah Mandiri (BSM) of 62 banks, have given the evidence of the management and work of syaria finance institution arn’t worse then the convensional finace institution.

 

Lembaga Keuangan Syariah dan Arbitrase Muamalat Indonesia

M. Fajar Hidayanto

Abstrak

Pada era sekarang ini terjadi perubahan baru di kalangan masyarakat Indonesia. perkembangan tingkat religiusitas semakin meningkat. Kebutuhan untuk menghapus dikotomi dan penyakit dualisme mulai dilakukan. Usaha tersebut merupakan upaya untuk menyatukan (islamisasi) ilmu umum dan ilmu agama. Kesemuanya ini dilakukan dalam rangka mengejar ketinggalan masyarakat dengan perkembangan zaman yang semakin cepat, dan tuntutan serta tantangan yang semakin banyak.

 

Membangun Bursa Efek Syari’ah yang Berkualitas dan Berdaya Saing Tinggi

Muhammad Irfan Shofwani

Abstract

Stock Exchange Market is one of effective tool to accelerate the development of the country. Stock Exchange Market is one of alternative that can be used by the company to get capital needs. Althoght it has been banking institution, cause of leverage case, the company cannot get the many from bank instituion. Stock exchange market and bank institution have to be good partner. Economic crisis in 1997 had been a moment that realize Indonesian toward the weakness of economic macro and micro. The great of Indonesia development result in New Order era with Gross Domestic Product (GDP) and Gross National Product (GNP) indicator was only be deceit power. One of reasons was that our national power bulit on abroad debt, even government or non-government. The situation caused many dificulties when many of investation capital brought out of the country. The market need reformation, need not intervention. This is one of the opprotunies for academist and economist for developing moneter institution based on Syari’ah values. The proof of Bank Muamalat Indonesia (BMI) ability to exist in our banking system, when many others colaps, can be capital to develop Syari’ah economic institutions. Although the total asset of Syari’ah banking only 0,23% of nasional banking asset, but the development shows great signs. As a part of national monetary system, Syari’ah banking needs to be sopported by Islamic Exchange Market.

 

Bank Islam dan Harapan Umat (Studi atas Kelebihan Bank Islam)

Muhadi Zainuddin

Abstrak

Dalam kata pendahuluannya Umar Chapra mengutip pandangan yang sangat pesimis terhadap masa depan ekonomi dunia, sebagaimana pendapat Helmut Schmit bahwa : ”Ekonomi dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama sekali tidak menentu”. Pandangan tersebut muncul setelah Schmit melakukan analisis dari beberapa kejadian yang melanda saat ini. Dunia mengalami resesi yang mendalam akibat menumpuknya tingkat pengangguran yang semakin hari semakin tak menentu tingginya, tingkat suku bunga riil, fluktuasi nilai tukar yang semakin hari menunjukkan instabilitasnya, besarnya defisit neraca pembayaran yang berujung pada ketidakmampuan negara berkembang membayar kembali utang mereka dan -ini yang sangat mengkhawatirkan semakin memprihatinkannya kemiskinan di banyak negara.

 

Konsep Pembangunan Ekonomi Islam

Asmuni Mth

Abstract

The development of economy always emphasizes on the growth aspect without considering moral values prevailing in the society. Looking at the fact, then, Islamic economists conceptualize that the development is focused not only on the material aspect, but also on the moral values. The first is necessary to fulfil the ideal needs of the society, which is namely al-had al-kifayah. On the other hand, the later –moral values aspect- is developed in order to achieve the Blessing of Allah Al-Mighty. In addition, the development of economy is not only to provide higher growth only, but it should also be in line with the justice of the distribution. Thus, the economic growth which is relatively less, is considered good if it is followed by the justice of the distribution. Of all, however, both qualitative and quantitative standards of the economic growth is still ignored by the thoughts of Islamic economists.

 

Kontrak Kerja antara Kesepakatan dan Tuntutan Pengembangan SDM (Perspektif Ekonomi Islam)

M. Tamyiz Mukharrom

Abstrak

Manusia adalah makhluk sosial. Sudah menjadi kodrat manusia memiliki rasa saling ketergantungan (interdependensi) satu sama lain. Dalam menjalani kehidupan, kebutuhannya terhadap orang lain merupakan keniscayaan sejarah (dharuriyy). Tolong-menolong, bantu-membantu, dan bekerja sama merupakan watak dasar dari kehidupan manusia di dunia. Inilah yang dalam falsafah sosial disebut sebagai sosialitas manusia. Di sinilah terjadi interaksi sosial antar-manusia yang menyangkut aspek ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan.

 

Antisipasi Hukum Islam dalam Menjawab Problematika Kontemporer (Kajian terhadap Pemikiran Maslahah Mursalah al-Ghazali)

Nur Kholis

Abstract

The article below traces how Islamic law anticipates occurring of contemporer problematics according to Ghazali’s Maslahah Mursalah thought. According al-Ghazali, Maslahah Mursalah can be made as an argument for Islamic law determining if it fulfils many requirements: maslahat is suitable with syara’, maslahat is not contrary with al-Qur’an, as-Sunnah, and ijma, and maslahat is existing in daruriyat level or hajiyat that in same level with daruriyat. Maslahah mursalah is not independent dalil that stand alone from al-Qur’an, as-Sunnah, and Ijma’, but it is one of Islamic law istimbat methode. In other word, maslahah mursalah is not resource of Islamic law but methode of Islamic law discovering. Assembling of maslahah mursalah as dalil for Islamic law determining, it makes many moslems contemporer problematics can be known and determined although their law status not mentioned in al-Qur’an and as-Sunnah. So, maslahah mursalah assembling makes Islamic law always appropriate whenever and wherever.

 

Resensi Buku: Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam

Yusdani

Manusia telah mempergunakan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada tingkat peradaban yang masih sederhana, manusia melakukan barter -tukar menukar barang. Akan tetapi barter ini mensyaratkan adanya double coincidence of wants dari pihak-pihak yang melakukan barter tersebut. Semakin banyak dan kompleks kebutuhan manusia, semakin sulit melakukan barter sehingga mempersulit transaksi antarmanusia. Oleh karena itu, manusia dari dulu, sudah memikirkan perlunya suatu alat tukar yang dapat diterima oleh semua pihak. Alat tukar demikian disebut uang.

 

Sekapur Sirih Jurnal Al-Mawarid Edisi IX Tahun 2003

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Isu tentang perlindungan Hak Milik Intelektual pada dasawarsa terakhir ini terus dibicarakan di berbagai negara. Maraknya isu tersebut tidak terlepas dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran seputar hak milik intelektual ini. Pembajakan lukisan, film, buku, kaset, CD, VCD, LD, dan produk-produk teknologi lainnya terjadi secara transparan dan tidak malu-malu. Hal ini terjadi bukan karena sebuah kealpaan atau ketidaktahuan pelaku pembajakan tentang undang-undang perlindungan Hak Milik Intelektual, namun lebih banyak karena nafsu memperoleh keuntungan besar dengan mudah.

Awalnya, perundang-undangan tentang perlindungan Hak Milik Intelektual berkembang pesat di negara-negara yang menganut ideologi kapitalis. Gilirannya, muncul kesepakatan yang dikenal dengan kesepakatan Paris sebagai perlindungan hak milik intelektual pada tahun 1883 dan kesepakatan Bern pada tahun 1886. Kedua kesepakatan tersebut kemudian disusul dengan tidak kurang dari 20 kesepakatan lainnya. Untuk mengawasi dan melindungi kesepakatan-kesepakatan tersebut telah dibentuk organisasi hak milik Intelektual se-Dunia (WIPO).

Pada tahun 1995, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengadopsi ide perlindungan hak milik intelektual dan akhirnya WIPO menjadi bagian dari WTO. Kemudian WTO memberikan ketentuan terhadap bangsa-bangsa untuk bergabung di dalamnya; bahwasanya mereka harus mematuhi perlindungan hak milik intelektual dan menetapkan undang-undang yang mengikat terhadap warga negaranya, untuk melindungi hak milik intelektual di negara masing-masing.

Para ahli hukum Islam kontemporer silang pendapat mengenai hukum perlindungan terhadap hak milik intelektual ini. Sebagian mereka tidak menerimanya dengan alasan bahwa obyek kepemilikan dalam syari’ah hanya pada sesuatu atau benda yang nyata. Sementara itu sebagian mereka mengakui hak milik intelektual berdasarkan prinsip mashlahah mursalah yang berkaitan dengan al-huquq al-khash-shah. Menurut mereka tidak ada ketentuan yang tegas dalam kitab suci maupun sunnah yang membatasi kepemilikan hanya pada obyek-obyek yang nyata.

Melihat pentingnya hak milik intelektual tersebut dikaji dari sudut pandang hukum Islam, maka Al-Mawarid edisi IX mengangkat tema ini dan membahasnya dari berbagai aspek dalam perspektif hukum Islam. Redaksi berusaha menghadirkan pembahasan tentang Hak Milik Intelektual secara lengkap mulai dari sejarah munculnya HAKI, baik di Barat ataupun di dunia Islam, sampai pada HAKI dalam perspektif fiqh. Selamat membaca!

Untuk edisi X yang akan datang Jurnal Al-Mawarid akan membahas tema: Lembaga Keuangan Islam, untuk itu mohoh kepada para pembaca untuk berpartisipasi menyumbangkan tulisannya untuk edisi yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penyunting

 

Sejarah dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual

Syafrinaldi

Abstract

The history of development of intellectual property rights has begun sin the old age of the nations. Germany is the oldest nation in the world to develop the thoughts and ideas of the protection of intellectual property rights or geisteges Eigentum. In the modern age the intellectual property rights has become comodity to produce money and therefore, the intellectual property rights consisting of copyright, patent, trademark, industrial design, trade secret, integrated circuit, and anti monopoli and unfair trade practices meets challenges. TRIPs-Agreement is a set of international law in the field of intellectual property rights which was accepted by the international community in the year of 1994. The birth of TRIPs-Agreement has legal consequences for the States worldwide, because all States must harmonize their nastional legislations in intellectual property rights accordingly.

 

Sejarah Hak Milik Intelektual dalam Islam

Agus Triyanta

Abstract

The writing below traces the history of the intellectual property rights in Islam. The concept of the intellectual property rights originates from a liberal system that ignoring exclusively the free supply and demand process. According to the writer, that Islam does not reject the urgent of the intellectual property rights because of many reasons but Islam offers the balance between the individual property rights and the rights of society in terms of protecting the intellectual property rights. In this regard, the principles of justice and social in implementation the protecting of intellectual property rights should be developed. So in the context of the strategic sources of economic, the government and muslim institution should take over the copy right.

 

Hak Milik Intelektual dalam Perspektif Fiqh Islami

Asmuni Mth

Abstrak

Berbicara tentang Hak Milik Intelektual (HAMI) dalam perspektif fiqh menghadapi beberapa problem antara lain yaitu, pertama HAMI tergolong masalah hukum baru yang keberadaannya seperti sekarang ini belum dikenal oleh masyarakat muslim pada abad-abad terdahulu. Karena mayoritas ilmu yang dikembangkan pada masa itu adalah ilmu-ilmu syari’ah yang pengajaran dan penyebarannya menjadi kewajiban kolektif (fard’ al-kifāyah) dan untuk memperoleh pahala. Kedua, sebagian masyarakat muslim memandang HAMI hanya sebagai produk hukum Barat yang bersifat kapitalis, bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa HAMI adalah bentuk monopoli terhadap ilmu pengetahuan yang jelas-jelas tidak dapat diterima oleh Islam. Ketiga terdapat sejumlah teks keagamaan yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan menjadi amal jariyah seseorang yang dapat mendatangkan pahala secara berkesinambungan.


Konsep Al-Mal dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Terhadap Ijtihad Fuqaha’)

Abd. Salam Arief

Abstrak

Kata “al-Mal” direkam dalam al-Qur’an terulang sebanyak 86 (delapan puluh enam) kali, kata ini dikemukakan oleh al-Qur’an dalam berbagai ragam dan bentuk yang tersebar dalam berbagai ayat, serta dihimpun dalam bermacam-macam surah. Kesemuanya mempunyai konotasi pengertian yang sama yaitu; harta benda, kekayaan atau hak milik. Begitu banyaknya al-Qur’an mengulang dan memberikan penekanan mengenai al-mal, tidak lain karena al-mal dikalangan komunitas manusia terkadang menjadi sumber ketegangan-ketegangan individu dalam masyarakat, bahkan tidak sedikit pula menimbulkan pertikaian dikalangan mereka. Kegemaran terhadap al-mal merupakan pembawaan manusia, hal itu diungkapkan pula secara transparan dalam al-Qur’an (Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan).

 

Sumber Hak Milik dalam Perspektif Hukum Islam

Yusdani

Abstract

The following article describes the source of ownership in Islamic law viewpoint. The basic concept of ownership in Islamic law perspective has a particular concept if it compares with that of Civil Law, Capitalism and Socialism, especially in terms of the source of ownership. The writer of the article declares that the sources of ownership in Islamic viewpoint are ihram al-megawatt, ad, khalafiyat, and tawallud min mamluk. The concept of aqd or transaction as a source of ownership in Islamic social law, muslims should develop the new kinds of aqd in accord with the free of the contract principle in Islamic law. To develop the new kinds of aqd in Islamic law is so important in the context of response the development of the modern social matters.

 

Konsep Pembatasan Hak Milik (Tahdid Al-Milkiyyah) dan Pengambilalihan Hak Milik Atas Tanah (Al-Ta’mim) Menurut Syari’at Islam

M. Arsyad Kusasy

Abstract

The writer of the article discourses the concept of “tahdid al-milkiyah” ( the limitation of ownership ) and al-ta’mim ( the nationalization). The realization of both tahdid al-milkiyah and al-ta’mim can be justified according to the decisions of Islamic Syari’at. And the public interest (maslahah ammah) principle denotes the fundament of the realization of two concepts above-mentioned. The most important in this sense is the application of tahdid al-milkiyah will give the utility for the needs of community, society, and the state. So will the concept of al-ta’mim, if a state in emergency cunducted the nationalization of wealth from its owner because of the necessity of the public, but the government should pay fine. If the steps of the realization of both concepts afore-mentioned tahdid al-milkiyah and al-ta’mim should realize wisely will applicable well.

 

Konsep Kepemilikan dalam Islam (Kajian dari Aspek Filosofis dan Potensi Pengembangan Ekonomi Islami)

M. Sularno

Abstrak

Sebagai realisasi universalitas Islam, masalah kepemilikan diatur secara luas dalam Fiqh Mu’amalah bidang Al-Mal (harta benda) dan Al-Milk (milik).1 Perihal kepemilikan diatur agar tidak terjadi pelanggaran hak (milik) seseorang oleh pihak lain, sebab manusia memiliki kecenderungan materialistis. Islam mengakui adanya hak milik pribadi maupun milik umum. Islam juga menghormati hak milik sekaligus memberikan aturan-aturannya, seperti jika hak milik seseorang telah mencapai jumlah tertentu harus didistribusikan kepada orang lain. Penghormatan Islam terhadap adanya hak milik tercermin secara nyata dalam konsep haq al-adami, di samping itu perlindungan keselamatan hak milik pribadi pun diberikan Islam dengan ditentukannya sanksi pidana terhadap orang yang merampasnya, baik melalui cara pencurian ataupun perampokan.

 

Kontradiksi dalam Isti’malul Haq (Ta’asuf) Perspektif Hukum Islam

M. Tamyiz Mukharram

Abstract

Islam guarantees and protects individual rights. The guarantees and protects are regarded as an important part to obtain the basic objectives of Syari’a. The freedom to use the rights. However, is not unlimited. Islam maintains limitations to avoid contradiction occures between the implementation of individual rights and other’s. The abuse of rights, in fiqh sense, called ta’asuf. Ta’asuw may accures in politic, economic, social, cultural fields, and particulary in patent right. This articles attempts to elaborate Islamic law point of view on the contradiction my occures in patent right and some abstracles that Islamic law experts have to find out the solution.

 

Akad Nikah Sebagai Sumber Hak Milik Suami Isteri

Syarif Zubaidah

Abstrak

Akad nikah termasuk jenis transaksi yang berbeda dengan transaksi-transaksi lainnya, seperti akad jual beli, sewa menyewa, gadai, hibah dan lain sebagainya, Perbedaan itu dapat dilihat dari segi tujuannya yang hanya berakibat memberikan hak milk al-intifā, yaitu suatu hak yang dimiliki oleh suami untuk mengambil manfaat dari kelamin isterinya dan seluruh anggota badannya. Pemilik hak dalam hal ini suami, hanya berhak mengambil manfaat, berupa kenikmatan dan hanya terbatas untuk dirinya sendiri, karena orang lain haram hukumnya untuk bergabung merasakan kenikmatan tersebut. Sedangkan akad jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain sebagainya merupakan transaksi yang mengakibatkan si pemilik suatu benda dapat memakai, menjual, meminjamkan dan memberikan atau mewariskannya kepada orang lain.

 

Book Review: Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era Globalisasi

Rahmani Timorita Yulianti

Buku tulisan Syafrinaldi (selanjutnya penulis) yang berjudul “Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam Menghadapi Era Globalisasi” mendiskripsikan secara lengkap dan rinci tentang hukum yang mengatur tentang perlindungan Hak Milik Intelektual (selanjutnya HAMI) mulai dari sejarahnya, eksistensi peraturan perundang-undangan nasional, hukum Internasional dalam bidang HAMI serta perlindungan hukum HAMI di masa mendatang. Masalah hukum perlindungan Hak Milik Intelektual (HAMI) memang sangat penting, karena hal itu bukan hanya menjadi wewenang pemerintah saja tetapi sudah menjadi tanggung jawab semua pihak. Kepentingan HAMI juga didukung oleh keterkaitannya dengan masalah nama dan kehormatan bagi si pencipta maupun si penemu dalam hal paten serta penghasilan yang didapatkan dari hal paten tersebut.