Menikmati (Sebuah Refleksi)
Bagaimana jika suatu ketika kita harus terjebak dalam kemacetan panjang? Sementara jadwal keberangkatan pesawat atau kereta sudah semakin dekat. Atau kalau tidak, kita ingin segera sampai ke tempat tujuan lalu merebahkan badan untuk beristirahat. Namun sayangnya, kondisi jalan sama sekali tidak bersahabat. Mungkin, dalam kondisi demikian banyak diantara kita yang kemudian mengumpat. Itu dilakukan sebagai pelampiasan dari akumulai kejenuhan menyaksikan kerumunan ‘besi berjalan’ dengan sangat lambat.
Suatu malam, penulis (saya) menaiki taksi dari Ciputat (Ponpes Darussunnah) menuju Stasiun Pasar Senin, Jakarta. Perbincangan ringan antara penulis dan sopir taksi malam itu, berlangsung hangat. Kondisi Jakarta yang luar biasa macet membuat penulis berkomentar. “Kalau begini kondisinya pasti banyak yang stres ya, Pak?” komentar penulis dengan nada bertanya. “Iya, Dik. Tapi kalau saya –yang penting– menikmati saja,” balasnya, sekaligus menjawab kegundahan penulis. Iya, memang benar pak sopir yang mengaku berasal dari Banjarnegara tadi. Bagaimanapun kondisinya kalau dinikmati akan mengusir segenap kejenuhan. Bagaimana dengan sahabat pembaca?