Kebiasaan Menulis Tangan Materi Pengaruhi Kemampuan Public Speaking
Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia UII) menyelenggarakan Pelatihan Dakwah Bil Lisan dan Motivasi Berbicara dalam Forum bagi tenaga kependidikan di tingkat fakultas, Selasa (29/4/2025) di Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII lantai 3, Kampus Terpadu UII, Jalan Kaliurang km 14.4 Sleman. Sebagai narasumber yaitu Dr. Nur Kholis, S.Ag., SEI., M.Sh.Ec.
”Salah satu keberuntungan menjadi pembicara dan pendakwah adalah bisa sekaligus belajar, karena sebelum tampil bicara akan berusaha mempersiapkan diri, termasuk belajar kembali untuk pengayaan materi. Artinya semakin banyak menyampaikan ilmu artinya semakin menguasai ilmu,” kata Nur Kholis mengawali paparannya.
Imbuhnya, dengan menjadi pembicara dan pendakwah maka akan dipaksa kondisi untuk terus belajar, sampai menjadikan belajar sebagai kebutuhan yang sangat nikmat. Selain itu menjadi pendakwah selain meningkatkan semangat belajar juga memotivasi untuk mengamalkan dan menjaga diri agar walk the talk. Selain itu, menyebarkan ilmu sebagai pembicara dan pendakwah berpeluang meraih pahala yang tidak terputus oleh kematian.
“Ketika menjadi pembicara kita harus mengenali audiensnya, tapi tidak perlu risau terhadap kondisi audiensnya. Misal ada peserta yang lebih senior, atau gelar akademik lebih tinggi. Tidak usah gugup, tekankan pada diri sendiri bahwa kita lebih banyak menguasai materi, karena sudah belajar juga sebelumnya,” kata Dr. Nur Kholis.
Dr. Nus Kholis tambahkan ketika menjadi pembicara jadilah versi yang terbaik, mengerti dengan siapa berbicara, mengetahui apa yang mereka inginkan, mengetahui bagaimana memuaskan mereka dengan ide-ide kreatif dan solusi efektif dan mengetahui metode penyampaian yang audies sukai.
“Ada pengalaman ketika diminta menjadi pemateri dakwah kemudian malam sebelumnya saya siapkan kisi-kisi materi dengan tulis tangan di selembar kertas. Paginya saya bersiap berangkat menuju lokasi, dan mengambil kertas tulis tangan. Sampai lokasi saya tidak mengecek materi kertas, saat naik ke mimbar, saya mengambil kertas tulis tangan. Beta kagetnya, ternyata salah ambil kertas, yang terbawa bukan kisi-kisi materi yang sebelumnya saya tulis. Tapi karena saat menulis tangan saya berusaha menyimpan dalam ingatan, ternyata tanpa kisi materi pun bisa lancar saat berikan materi dakwah, “ kata Nur Kholis.
Pesannya, budaya menulis tangan beda dengan mengetik menggunakan komputer. Dengan upaya tulis tangan akan otomatis memaksa memori ingatan untuk merekam. Menulis tangan memaksa ingatan karena melibatkan proses kognitif yang lebih mendalam dibandingkan dengan mengetik. Gerakan menulis mendorong otak untuk memproses informasi, mengulanginya, dan membentuk koneksi yang lebih kuat dalam memori.
”Terbukti menulis tangan untuk materi sebelum menjadi pembicara, menjadikan memori ingatan jadi lebih tajam dan runtut ketika menyampaikan materi di depan publik,” kata Nur Kholis.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!