Memahami Perbedaan Penetapan Ramadan
oleh: Dr. Anisah Budiwati, S.H.I., M.S.I.
Momentum 1 Ramadan menjadi hal yang istimewa dikarenakan umat Islam di Indonesia menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Indonesia memiliki tradisi yang cukup beragam dalam menentukan kapan masyarakat muslim memulai hari puasa Ramadan. Hal ini terlihat dari adanya tradisi pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama untuk menggelar sidang isbat menjelang Ramadan Idul Fitri dan juga Idul Adha.
Selain itu ada beberapa ormas atau organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang mengeluarkan keputusan informasi satu Ramadan, satu Syawal dan satu Dzulhijjah.
Beberapa komunitas lainnya juga mengawali puasa Ramadan pada waktu yang berbeda sehingga di Indonesia terjadi perbedaan penetapan yang disebabkan oleh perbedaan metode maupun penafsiran terkait tanda masuknya awal bulan.
Sejarah Penetapan Kalender Hijriyah
Penentuan awal bulan Ramadan menjadi kajian yang tidak lepas dari pembahasan kalender Hijriyah. Kalender Hijriyah merupakan kalender yang menggunakan sistem Lunar yaitu menggunakan acuan penataan waktu yang berpusat pada gerakan bulan mengelilingi bumi. Berbeda dengan kalender Masehi yang mengacu pada gerakan bumi mengelilingi matahari.
Sejarah adanya kalender Hijriyah diawali dari sebuah peristiwa pada Khalifah Umar Bin Khattab ketika menentukan penanggalan untuk urusan administrasi dan pemerintahan yang di mana pada dokumen tersebut tidak tertulis tahun.
Adanya peristiwa ini Khalifah Umar Bin Khattab pada tahun 17 Hijriyah membuat tatanan kalender yang kita sebut pada saat ini yaitu dinamakan kalender Hijriyah.
Sejarah adanya kalender Hijriyah disepakati pada masa tersebut dari peristiwa besar di dalam Islam yaitu peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dari kota ke Kota Madinah yang terjadi pada bulan Rabiul awal.
Dengan demikian penamaan kalender Hijriyah berasal dari kesepakatan para sahabat untuk memulai kalender ini. Alquranul Karim memberikan banyak petunjuk terkait tatanan waktu Islam diantaranya Quran surat Al-Baqarah 185 yang menjelaskan tentang bulan Ramadan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١٨٥
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia serta penjelasan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, siapa di antara kamu menyaksikan (berada di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka berpuasalah. Namun, siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”
Selain itu pada surat Al-Baqarah 189 menjelaskan tentang Hilal sebagai tanda awal masuknya bulan Ramadan.
يَسـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَاۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ١٨٩
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Petunjuk lainnya disebutkan di dalam Quran surat At-Taubah ayat 36 yang menjelaskan tentang 12 bulan dalam satu tahun sebagaimana petunjuk allah subhanahu wa ta’ala.
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةًۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ ٣٦
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, (yang telah ditetapkan) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yan bertakwa.”
Dalam Quran Surat lainnya seperti Surat Yasin ayat 39 menjelaskan pula tentang fase-fase bulan yang menjadi tanda tanda waktu.
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ ٣٩
“(Begitu juga) bulan, Kami tetapkan bagi(nya) tempat-tempat peredaran sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir), kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.
Ayat ini menjelaskan bagaimana bulan mengalami perubahan bentuk (fase) dalam siklusnya, mulai dari hilal (bulan sabit), setengah bulan, purnama, hingga kembali mengecil seperti tandan kurma yang melengkung dan mengering.
Hal ini menunjukkan keteraturan dalam sistem tata surya sebagai tanda kekuasaan Allah.
Dari petunjuk Al-Qur’an yang telah disebutkan di atas maka tersusunlah penjelasan kalender yang dimiliki oleh umat Islam merupakan petunjuk dari Allah yang ada di dalam Al-Qur’an dan juga penjelasan nabi terkait tanda awal masuk bulan Ramadan yaitu Hilal.
Kesimpulan
- Kalender Hijriah ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 H (638 M).
- Peristiwa Hijrah Nabi ﷺ (622 M) menjadi awal tahun pertama Hijriah (1 H).
- Bulan Muharram dipilih sebagai bulan Permata dalam kalender Islam.
Sejak saat itu, kalender Hijriah digunakan oleh umat Islam hingga sekarang sebagai penanggalan resmi dalam berbagai ibadah seperti puasa Ramadan, haji, dan hari besar Islam lainnya.
Faktor Penyebab Perbedaan Awal Ramadan
1. Perbedaan Metode Penentuan Awal Bulan
a) Rukyatul Hilal
- Mengamati hilal (bulan sabit) secara langsung setelah matahari terbenam.
- Jika hilal terlihat, maka malam itu sudah masuk tanggal 1 bulan berikutnya.
- Jika tidak terlihat (karena cuaca atau faktor lainnya), bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari.
b) Hisab
- Menggunakan perhitungan astronomi untuk menentukan posisi hilal.
- Tidak perlu melihat hilal secara langsung, cukup berdasarkan data perhitungan.
2. Perbedaan Kriteria Ketinggian Hilal
- Sebagian ulama menggunakan kriteria hilal minimal 2 derajat agar bisa terlihat.
- Sebagian lain menerapkan kriteria berbeda (misalnya minimal 3 atau 6,4 derajat).
- Jika di satu wilayah hilal terlihat tetapi di wilayah lain tidak, maka bisa terjadi perbedaan penentuan awal bulan.
3. Perbedaan Zona Waktu dan Posisi Geografis
- Hilal tidak selalu terlihat di semua tempat pada waktu yang sama.
- Indonesia membentang luas dari Sabang sampai Merauke dengan tiga zona waktu berbeda (WIB, WITA, WIT). Jika di barat hilal belum terlihat, tetapi di timur sudah, bisa terjadi perbedaan dalam penetapan awal bulan. Meskipun demikian Indonesia menganut konsep wilayatul hukmi untuk diberlakukan dalam satu negara kesatuan.
- Negara lain seperti Arab Saudi, Turki, atau Malaysia juga memiliki standar sendiri dalam menentukan awal bulan.
4. Adanya Mazhab yang Berbeda dalam Penentuan Hilal
- Sebagian negara menggunakan rukyat lokal (mengacu pada hasil pengamatan di wilayahnya sendiri).
- Sebagian negara mengikuti rukyat global (mengikuti negara seperti Arab Saudi).
Muhammadiyah di Indonesia menggunakan hisab murni, sementara NU dan pemerintah menggabungkan rukyat dan hisab.
Menyikapi Perbedaan
Islam adalah agama yang mengajarkan persatuan dan kasih sayang. Perbedaan ini bukanlah sesuatu yang baru, karena sejak zaman para sahabat, perbedaan dalam melihat hilal sudah terjadi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Berpuasalah kalian ketika melihat hilal, dan berbukalah kalian ketika melihatnya. Jika kalian terhalang (tidak bisa melihatnya), maka sempurnakanlah (bulan Sya’ban) menjadi 30 hari.” (HR.Bukhari & Muslim).
Dari hadits ini, kita memahami bahwa perbedaan dalam rukyatul hilal bisa terjadi karena faktor geografis dan metode yang digunakan.
Sikap dalam Menghadapi Perbedaan:
1. Tidak menjadikan perbedaan sebagai Sumber Perpecahan
- Baik rukyat maupun hisab adalah metode yang memiliki dasar ilmiah dan syar’i.
- Jangan sampai perbedaan ini menimbulkan perdebatan yang tidak bermanfaat atau bahkan permusuhan.
2. Menghormati Keputusan Pemerintah dan Organisasi Islam
- Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan awal Ramadan berdasarkan sidang isbat.
- Muhammadiyah dan organisasi lain juga memiliki metode yang sudah diakui dan memiliki dasar hukum.
- Kita boleh mengikuti keputusan yang sesuai dengan keyakinan kita, tetapi tetap menghormati keputusan pihak lain.
3. Menjaga Ukhuwah Islamiyah
- Perbedaan ini bukan menjadi alasan untuk saling menyalahkan.
- Niat utama adalah beribadah kepada Allah dengan tulus.
Memahami perbedaan dalam penetapan awal Ramadan adalah langkah penting dalam menjalin toleransi dan saling menghormati di antara umat Muslim. Mengedepankan ilmu dan dialog, kita dapat menjalani bulan suci ini dengan penuh kebersamaan, mesti terdapat perbedaan dalam cara penetapan.
Hal ini tidak hanya memperkaya spiritualitas kita, tetapi juga memperkokoh persatuan umat dalam keberagaman. Semoga Ramadan kali ini membawa keberkahan, kedamaian dan kebahagiaan bagi kita semua.