Dalam putaran waktu umat islam bulan Ramadhan menjadi momentum intensif dan masifnya kegiatan ibadah yang dilakukan baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Frekuensi ibadah mahdhah maupun gairu mahdhah seperti puasa, shalat, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya menjadi warna dominan di bulan mulia tersebut. Semangat dan spirit ini seiring dengan kemuliaan Ramadhan yang di dalamnya banyak memiliki ‘fadhilah’ atau keutamaan dan keberkahan. Ramadhan menjadi bulan ‘penggemblengan’ jasmani dan rohani umat Islam untuk menjadikannya pribadi yang senantiasa dekat dengan sang khalik, Allah swt.
Namun pertanyaannya, bagaimana pasca-Ramadhan? Apakah kita mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah kita? Apakah pasca-Ramadhan, kita kembali seperti sedia kala dengan semangat ibadah seadanya? Apakah takwa, sebagai buah dari perintah puasa Ramadhan, sudah kita rasakan dalam diri kita? Tentu pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri sebagai bahan muhasabah atau introspeksi diri agar spirit ibadah kita tidak mengendur pasca-Ramadhan.
Semangat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebenarnya sudah tergambar dari makna kata Syawal yang merupakan bulan setelah Ramadhan sekaligus waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Dari segi bahasa, kata “Syawwal” (شَوَّالُ) berasal dari kata “Syala” (شَالَ) yang memiliki arti “irtafaá” (اِرْتَفَعَ) yakni meningkatkan.
Makna ini seharusnya menjadi inspirasi kita untuk tetap mempertahankan grafik kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan. Dalam mempertahankannya, perlu upaya serius di antaranya adalah dengan melakukan 3 M yakni Muhasabah, Mujahadah, dan Muraqabah.
Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap proses perjalanan ibadah di bulan Ramadhan. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan? Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan? Apa yang menjadikan kita semangat beribadah di bulan Ramadhan? Pernahkan kita melanggar kewajiban-kewajiban di bulan Ramadhan. Dan tentunya pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya guna mengevaluasi ibadah kita selama ini
Terkait pentingnya Muhasabah ini Rasulullah saw bersabda:
الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بعدَ المَوتِ ، وَالعَاجِزُ مَنْ أتْبَعَ نَفْسَهُ هَواهَا وَتَمنَّى عَلَى اللهِ
Artinya: “Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) / menyiapkan dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.’ (HR Tirmidzi)
Kedua, adalah mujahadah yakni bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mempertahankan tren positif ibadah bulan Ramadhan. Di bulan Syawal ini, kita harus tancapkan tekad untuk terus melestarikan kebiasaan-kebiasaan positif selama Ramadhan. Perjuangan ini tentu akan banyak menghadapi tantangan, baik dari lingkungan sekitar kita maupun dari diri kita sendiri. Oleh karenanya, kita harus memiliki tekad kuat dan benar agar hambatan dan tantangan yang bisa mengendurkan semangat ibadah kita ini bisa kita kalahkan.
Ketiga, cara selanjutnya adalah muraqabah yakni mendekatkan diri kepada Allah. Dengan muraqabah ini, akan muncul kesadaran diri selalu diawasi oleh Allah swt sekaligus memunculkan kewaspadaan untuk tidak melanggar perintah Allah sekaligus bersemangat untuk menjalankan segala perintah-Nya. Sikap-sikap ini merupakan nilai-nilai yang ada dalam diri orang-orang yang bertakwa.
Menikmati momen lebaran memang sangat menyenangkan, apalagi bisa melewatinya dengan orang-orang tercinta. Namun kini sudah saatnya untuk beraktivitas kembali. Hukum perilaku yang menyatakan karena terlalu lama beristirahat maka akan membuat malas untuk menampilkan perilaku tertentu. Terlalu lama berlibur akan membuat nyaman dan tidak bersemangat untuk bekerja. Hal demikian mungkin dapat terjadi setelah libur panjang Idul Fitri. Setahun bekerja secara rutin dengan libur dua hari Sabtu dan Minggu dan beberapa variasi libur nasional membuat libur Idul Fitri terasa panjang dan istimewa.
Bekerja setelah lebaran merupakan saat yang berat, di mana kita harus beradaptasi lagi dengan setumpuk deadline. Menjadi seorang pekerja membuat Anda jadi sangat sibuk. Anda harus menemui client di beberapa tempat atau menyelesaikan pekerjaan yang sering kali dikejarkejar deadline. Semua hal itu membuat Anda terbiasa untuk hidup disiplin. Meski begitu, Anda tetap membutuhkan waktu libur untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran sejenak.
Tidak sedikit orang yang mengalami kesulitan setelah melewati masa liburan yang panjang. Umumnya, mereka masih terbawa dengan suasana yang mengakibatkan semangat dan produktivitas kerja menurun.
Nah, apabila Anda merasakan hal tersebut, janganlah khawatir. Sebab, ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengembalikan hasil kerja yang optimal.
- Pikirkan Tentang Kesenangan Dalam Bekerja
- Bekerja Dengan Perlahan
- Jangan Mengikuti Teman
- Manfaatkan Waktu Istirahat
- Buat Kembali Jadwal Kegiatan
- Tentukan Alasan dan Motivasi Tidak Boleh Malas
Demikianlah, Ramadhan telah usai tetapi belum tentu kita menjadi pemenang. Lebaran merupakan momen ujian lainnya, apakah kita termasuk kategori yang berhasil membumikan nilai-nilai yang digembleng saat Ramadhan, atau termasuk orang yang masih terbelenggu hasrat. Makna idul fitri ‘kembali ke fitrah’ akan relevan jika lebaran bukan sekadar ‘perayaan makan, jalan-jalan, dan berlebih-lebihan/ingin memperlihatkan kesuksesan di mata manusia’ namun lebih dari itu. Moment untuk ini justru digunakan untuk peningktan diri melalui 3 M, muhasabah, mujahadah dan muraqabah sehingga nilai spritual dari lebaran dapat kita rasakan dan mudah-mudahan bisa berjumpa lagi dengan Ramadahan berikutnya. Amin ya rabbal alamin.