Muhasabah dapat diartikan dengan membaca hati, merenungkan dan memikirkan perbuatan, perbuatan lisan, dan perbuatan anggota badan. Barangsiapa membiarkan dirinya melakukan kemaksiatan tanpa memperhitungkan dan mengevaluasi dirinya berarti dia telah melakukan bunuh diri.
Di dalam Al–Qur’an disebutkan dalam Surat An–Nisa’ ayat 29:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”
Muhasabah, dengan demikian, adalah meneliti perbuatan kita pada masa lalu dan masa kini, apakah ia merupakan perbuatan terpuji (baik) atau perbuatan tercela (buruk). Dengan muhasabah diri, perbuatan baik pada masa lalu bisa ditingkatkan pada masa depan, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Dengan muhasabah, perbuatan buruk pada masa lalu tidak perlu diulangi pada masa yang akan datang. Maka dengan muhasabah, hari esok kita akan lebih baik, di dunia juga di akhirat Insya Allah SWT. Sahabat Umar Ibnul Khaththab r.a. berkata:
حاسبوا أنفسكم .. قبل أن تحاسبوا
Artinya: “Hendaklah kalian menghisab (mengintrospeksi) diri kalian sebelum kalian dihisab (oleh Allah subhanahu wata’ala)” (H.R. At–Tirmidzi–Ahmad).
Bila kita cermati, ada 3 (tiga) makna penting dalam proses muhasabah ini.
- Orang yang rajin melakukan muhasabah sesungguhnya merupakan sosok pembelajar, dan kita dituntut untuk menjadi pembelajar sejati sepanjang hayat. Banyak kisah dalam Al-Qur’an yang harus menjadi bahan pelajaran untuk peringatan ke depan, dan hanya sosok pembelajar yang bernama Ulil Albab yang mampu belajar dari Kisah-kisah masa lalu tersebut.
- Muhasabah mengandung makna perlunya orientasi pada masa depan. Tujuan evaluasi diri adalah untuk kelebihbaikan di masa depan. Ada dua dimensi masa depan, yaitu masa depan di dunia dan di akhirat. Ayat 18 surat al-Hasyr … merupakan fondasi tentang visi masa depan. Visi besar seorang mukmin adalah menjadi hamba yang berbahagia di dunia dan akhirat. Keseimbangan masa depan di dunia dan akhirat adalah keniscayaan, sebagaimana doa kita sehari-hari:
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
Artinya: “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”
Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Karena itu kehidupan dunia pun tidak boleh ditinggalkan. Perhatikan ayat-ayat berikut ini:
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS. al-Jumu’ah [62]: 10).
ِٰNamun demikian, berburu dunia pun tidak boleh melupakan akhirat. Sementara itu, dalam QS. Yasin ayat 12 disebutkan:
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ ࣖ
Artinya: “Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Yasin [36]: 12)
Ayat ini menegaskan bahwa apa yang kita kerjakan di dunia adalah investasi untuk akhirat. Artinya, kehidupan akhirat kita akan sangat tergantung dari apa yang kita kerjakan dan investasikan di dunia ini.
Oleh karena itu di dunia ini kita dituntut untuk mampu menciptakan masa depan. Dengan mampu menciptakan masa depan berarti kita ini akan menjadi penentu kecenderungan perubahan di dunia. Bukankah misi rahmatan lil alamin sesungguhnya adalah sebuah misi mulia untuk menciptakan tatanan perubahan menuju kelebihbaikan dan kemajuan?
- Muhasabah mendorong jiwa berprestasi. Muhasabah diri akan mendorong sesorang untuk mengasilkan kebaikan, kemanfaatan dan termotivasi untuk terus berprestasi karena terus berupaya belajar dari masa lalu untuk kelebihbaikan di masa depan. Orang yang berprestasi adalah orang yang mau belajar dari masa lalu, baik masa lalu dirinya maupun orang lain. Selain itu, juga karena orang yang berprestasi yakin bahwa Allah sangat detil dan akurat dalam mencatat setiap kabaikan hambanya, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Zalzalah ayat 7- 8:
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ (٧) وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ (٨)
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. al-Zalzalah: 7 – 8).