“Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf. Mana Yang Lebih Penting?”

Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf, atau yang bisa dikenal dengan singkatan ZISWAF ini tentu sudah tidak asing lagi bagi Sobat Ekis tentunya. Karena ZISWAF menjadi salah satu instrumen untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi di Indonesia. ZISWAF mendorong agar harta mengalir dan tidak menumpuk, serta mendorong perekonomian masyarakat tumbuh secara sehat dan adil.

Namun, manakah instrumen ZISWAF yang lebih penting untuk dikembangkan? Apakah zakat, infak, sedekah, atau wakaf? Sebelum mengetahui mana yang lebih penting, yuk kita cari tau terlebih dahulu apa pengertian dan perbedaan dari Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf.

Zakat merupakan Rukun Islam yang ke-3 serta wajib dikeluarkan untuk harta tertentu yang sudah mencapai haul dan nishabnya, dan diberikan hanya kepada golongan tertentu yakni 8 asnaf (Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqab, Gharimin, Fisabilillah dan Ibnu Sabil).

Sedangkan Infak adalah mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya, Infak tak mengenal nishab. Sementara kata sedekah adalah segala bentuk pembelanjaan (Infak) di jalan Allah. Berbeda dengan zakat, sedekah tidak dibatasi atau tidak terikat dan tidak memiliki batasan-batasan tertentu. Sedekah, selain bisa dalam bentuk harta, dapat juga berupa sumbangan tenaga atau pemikiran, dan bahkan sekedar senyuman.

Wakaf sendiri merupakan pemberian aset yang berupa tanah, gedung, rumah, kendaraan, masjid, dan aset lainnya yang bersifat produktif. Aset tersebut nantinya akan dikelola oleh lembaga atau badan wakaf agar bisa dikelola dengan baik dan sesuai dengan syariat islam. Wakaf ini merupakah salah satu amal jariah bagi yang melakukannya. “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputus lah amalannya kecuali tiga perkara, sedekah jariah, ilmu yang di manfaatkan, dan doa anak yang shalih.” (HR. Muslim).

Sampai sini, udah tau kan perbedaan dari masing – masing instrumen ZISWAF di atas? Singkatnya, jika zakat adalah harta tertentu yang hanya diberikan untuk orang – orang tertentu dan dengan waktu tertentu, Infak merupakan segala macam bentuk pengeluaran (pembelanjaan), baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun yang lainnya. Pengertian sedekah sama dengan Infak, termasuk juga ketentuan dan hukumnya. Namun, sedekah memiliki arti luas, tak hanya menyangkut hal uang namun juga yang bersifat non materil. Sedangkan wakaf, adalah suatu aset yang diberikan untuk dimanfaatkan kegunaannya, bukan diberikan secara keseluruhan.

Menurut dosen Manajemen dan Praktikum ZIS PSEI Ibu Martini Dwi Pusparini, SHI., MSI, Zakat merupakan salah satu bentuk filantropi dalam Islam dan  mekanisme penting bagi pembangunan negara karena membantu menciptakan keharmonisan dalam masyarakat dengan menjembatani kesenjangan antara  kaya dan miskin.

Ibu Martini menambahkan, “Pada 2015 – 2019 pertumbuhan Zakat, Infak, Sedekah, dan DSKL (Dana Sosial Keagamaan Lainnya) menunjukkan tren yang positif, dengan laju pertumbuhan majemuk tahunan sebesar 34,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja lembaga zakat terus meningkat dan kesadaran masyarakat terhadap penyaluran zakat oleh lembaga publik meningkat sebesar 4.444 setiap tahunnya.”

Selain itu, wakaf juga merupakan instrumen penting dalam kerangka sosial Islam selain Zakat, Infak, dan Sedekah. Karena wakaf dapat memanfaatkan potensi pemberian amal tanpa pamrih dengan cara yang efektif untuk dampak ekonomi yang lebih baik di segmen sosial masyarakat yang ditargetkan.

“Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tentunya Indonesia juga memiliki potensi wakaf yang sangat besar. Terlebih lagi, Indonesia juga dinobatkan sebagai negara paling dermawan di antara 140 negara lainnya di dunia berdasarkan Laporan dari World Giving Index yang diterbitkan oleh Charities Aid Foundation (CAF) pada tahun 2021 lalu. Hal ini memunculkan harapan untuk membangkitkan semangat berwakaf khususnya bagi kaum muslim di Indonesia.”

Dan yang terakhir, Ibu Martini menyampaikan “Penelitian yang dilakukan oleh Ascarya (2021) menunjukkan bahwa Keuangan Sosial Islam dengan instrumennya khususnya zakat, Infak dan wakaf dapat membantu pemerintah dan perekonomian untuk pulih dari krisis. Solusi yang diusulkan meliputi: menyelamatkan nyawa (melalui bantuan medis dari ZISWAF); menyelamatkan rumah tangga, dengan membuat jaring pengaman sosial menggunakan zakat-Infak; menyelamatkan pelaku usaha, khususnya usaha mikro kecil (UMK), melalui bantuan keuangan dan usaha (khususnya digital marketing).”

Sehingga, dalam ekonomi islam baik Zakat, Infak, Sedekah, maupaun Wakaf adalah instrumen yang sama pentingnya untuk kemaslahatan umat muslim di manapun. Oleh karena itu, intrumen ZISWAF ini tidak bisa dibiarkan berdiri sendiri – sendiri dan ditentukan bahwa lebih penting dibandingkan dengan instrumen yang lainnya. Karena setiap bagian dalam ZISWAF ini memiliki manfaatnya tersendiri walaupun dengan satu tujuan yang sama, yaitu mencapai Mashlahah.

“Riba Bukan Hanya Soal Bunga Bank?! Apa Penjelasannya?”

Dalam konteks Ekonomi Islam, memakan riba termasuk salah satu dosa besar. Namun, pada praktiknya masih banyak masyarakat yang bingung dengan praktik riba dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan transaksi perbankan. Sehingga, bank konvensional pun masih menjadi pilihan nasabah Muslim termasuk untuk meminjam dana. Tentunya pada perbankan konvensional berlaku bunga, baik itu bunga pinjaman maupun bunga simpanan. Sebenarnya apa itu Riba?

Riba dalam bahasa Arab adalah az-ziyadah, yang artinya tambahan atau kelebihan. Jika dalam konteks umum, kelebihan yang dimaksud ialah tambahan terhadap harta atau pokok utama. Mengutip Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004, riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan (bila ‘iwadh) yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran (ziyadah al-ajal) yang diperjanjian sebelumnya (ini yang disebut riba nasi’ah).

Dalam Al – Qur’an, riba dijelaskan dalam QS. Ali Imran ayat 130 tentang larangan memakan riba, yang berbunyi:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Menurut dosen Program Studi Ekonomi Islam (PSEI) UII Bapak Adi Wicaksono, SE., MEI, “Riba di perbankan konvensional, berupa bunga mungkin sudah difahami oleh Sobat Ekis semua. Namun, ada pula riba yang biasa ditemui di lingkungan sekitar rumah tangga, yaitu bunga pinjaman pada kas RT RW. Biasanya ibu – ibu desawisma atau semacamnya, punya kas yg menganggur. Nah, dana itu dipinjamkan ke anggota dasawisma dengan sistem bunga”

“Selain itu, adapula bunga di pasar modal konvensional, yaitu yang terjadi pada transaksi margin trading. Investor dipinjami dana dari sekuritas untuk bertransaksi, dan atas pinjaman dana tersebut investor dikenakan bunga” tambah pak Adi.

Anggota Dewan Syariah Nasional MUI, Hidayatulloh SHI MH dalam percakapan dengan mui.or.id mengatakan, ada beberapa jenis riba menurut para ulama. Menurut Hanafi, Maliki, dan Hanbali riba dibagi menjadi riba fadhl dan nasi’ah. Syafi’iyyah membagi riba menjadi fadhl, nasi’ah, yad, dan qardh. Sedangkan Ibn Ruysd membaginya menjadi riba jual beli (bai’) dan riba karena hutang.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa riba bukan hanya berupa bunga bank saja. Jadi, mari kenali jenis – jenis riba yang diharamkan dalam Al – Qur’an dan hadist di bawah ini:

  1. Riba Jahiliah

Riba Jahiliah merupakan jenis riba yang bentuknya pelunasan utang dengan jumlah yang lebih besar daripada pinjaman pokoknya. Umumnya riba semacam ini dikenakan ketika peminjam tidak mampu membayar utang sesuai dengan waktu yang dijanjikan.

  1. Riba Qardh

Riba Qardh merupakan jenis riba paling umum ketika seseorang meminjam uang dengan waktu pelunasan (tenor) dan bunga tertentu. Misalnya, peminjaman uang Rp60 juta dengan bunga sebesar 15% dan waktu pelunasan 6 bulan. Besaran bunga biasanya menjadi persyaratan yang diberikan oleh pemberi utang.

  1. Riba Fadhl

Riba fadhl adalah penambahan nilai dari kegiatan tukar menukar barang atau transaksi jual beli. Misalnya, ketika menukarkan uang pecahan Rp100.000 dengan lembaran Rp2.000-an, tetapi hanya mendapatkan 48 lembar saja, bukan 50 sehingga totalnya tidak lagi seperti nilai awalnya, yakni hanya Rp96.000.

  1. Riba Nasi’ah

Riba nasiah merupakah kelebihan yang diperoleh lewat transaksi jual beli dalam waktu tertentu. Barang yang digunakan dalam transaksi tersebut jenisnya sama, hanya saja dalam pembayarannya ada penangguhan

  1. Riba Yad

Riba yad terjadi dalam transaksi (baik jual beli maupun tukar menukar barang) yang awalnya terjadi tanpa adanya kelebihan. Namun, karena adanya penundaan pembayaran akibat ada salah satu pihak yang meninggalkan akad sebelum serah terima barang, maka nilainya menjadi bertambah.

Supaya Sobat Ekis terhindar dari segala jenis transaksi riba yang telah diharamkan, berikut tips dari Bapak Adi Wicaksono, SE., MEI yaitu:

  1. Mengenal Transaksi yang Mengandung Riba

Sobat Ekis harus mengenal terlebih dahulu transaksi – transaksi yang mengandung riba. Untuk itu, harus semangat belajar, membaca, meningkatkan literasi keuangan konvenensional, agar kita tidak terjebak disana.

  1. Berdiskusi dan Melihat Praktek di Lapangan

Sobat Ekis perlu sering – sering berdikusi, melihat praktek di lapangan, sehingga tidak hanya cukup dengan mengenal teori di kampus. Tetapi, mahasiswa juga perlu berinteraksi dengan dunia nyata.

Itulah pengertian, jenis – jenis, dan tips supaya Sobat Ekis semua tidak terjebak dalam transaksi riba yang telah diharamkan Allah swt. Semoga, kita dapat membangun perekonomian Indonesia yang bebas riba dan berkembang ke arah yang lebih baik. Aamiin yaa rabbal’alamiin.