Hadiri Global Tourism Conference, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA. Presentasi di GTC Kuala Terengganu

Islam adalah agama yang mengatur seluk-beluk kehidupan manusia. Mulai hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama manusia, dan dengan alam sekitarnya. Itulah mengapa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw diintroduksi sebagai rahmatan lil ‘aalamiin. Termasuk yang diatur dalam Islam—tentunya tidak saklek—yaitu tentang adab, etika, dan tata cara (fikih) berpariwisata. Berkenaan dengan hal di tersebut, Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., mempresentasikan risetnya tentang Fiqh of Tourism in Islam di Global Tourism Conference, Kuala Terengganu, Kamis, 26 Syawwal 1438 H/20 Juli 2017. Konferensi yang diselenggarakan oleh Universiti Malaysia Terengganu (UMT) tersebut mempertemukan akademisi dan praktisi seluruh dunia untuk berbagi ide dan pengetahuan tentang pariwisata dan perhotelan serta mempromosikannya.

Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., saat mengikuti Global Tourism Conference di Kuala Trengganu. (Samsul)

Dalam konferensi tersebut, Tamyiz—sapaan akrabnya—mengambil space untuk memberikan masukan tentang wisata yang islami namun tidak mengurangi nilai wisata tersebut. “Bagaimana turis bisa (tetap) enjoy. Misalnya halal tourism (yang dikembangkan) di Lombok,” tutur Dosen Tetap Program Strudi Ahwal Al-Syakhshiyah (PSAS) yang saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universistas Islam Indonesia (UII).

Baca juga: FIAI Terima Tim Monev SPM BPM UII

Dalam paper-nya, Tamyiz menerangkan bahwa dalam terminologi Islam, tourism semakna dengan as-siyaahah. Artinya yaitu adz-dzihaab fi al-ardh (bepergian ke segenap penjuru bumi). Selanjutnya, yang membedakan antara Islamic Tourism dan Secular Tourism adalah tujuannya. “Berwisata dalam Islam bukan semata karena ada masalah namun untuk menambah pengetahuan dan mengunjungi tempat yang menambah spirit keislaman,” papar Pimpinan Pesantren an-Nasyath, Mlangi yang menggunakan bahasa Inggris dan Arab dalam presentasinya.

Baca juga: PAI Berangkatkan Mahasiswa PPL Internasional 2017

Menurut Tamyiz, seorang muslim yang berwisata harus berhati-hati. “(Misalnya) berwisata di negara non muslim maka ada rambu-rambu yang harus dihindari,” ujarnya. Salah satunya, agar terhindar dari kemaksiatan (kemungkaran). Tamyiz juga mengusulkan kepada pengelola tempat wisata untuk memberikan fasilitas yang mempermudah pelaksanaan ibadah. Terakhir, Tamyiz berpesan agar pelancong dapat mengambil hikmah (pelajaran) dari tempat yang dikunjungi. (Samsul)