Edisi XII Tahun 2004

Sekapur Sirih Edisi XII Tahun 2004

Perkembangan hukum di suatu negara selalu dipengaruhi oleh kesadaran hukum masyarakat dan politik hukum yang dilakukan oleh pemerintah negara bersangkutan. Dalam kasus Indonesia, kesadaran hukum masyarakat, terutama masyarakat muslim, “terpecah” karena rekayasa politik hukum pemerintah kolonial Belanda dahulu, yang mengembangkan hukum Barat dan hukum adat dengan berbagai upaya, dengan tujuan menghambat pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dengan berbagai jalan. Tetapi dalam rangka pembangunan dan pembinaan hukum nasional, di samping hukum adat dan hukum Islam merupakan salah satu komponen tata hukum Indonesia, menjadi salah satu sumber bahan baku pembentukan hukum nasional. Dengan demikian status hukum Islam di Indonesia sama kedudukannya dengan hukum adat dan hukum eks Barat dalam sistem hukum di Indonesia.

Oleh karena itu, dalam rangka mengarah kepada tercapainya tujuan pembangunan dan pembinaan hukum nasional, sudah selayaknya semua peraturan Perundang-undangan di Indonesia diarahkan kepada terbentuknya peraturan Perundang-undangan yang tidak diskriminatif. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk merespon kebutuhan masyarakat atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapkan hukum, pemerintah telah menggulirkan Undang-Undang tentang Advokat. Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk menggantikan peraturan Perundang-undangan yang diskriminatif dan yang sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku serta sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh bagi pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam kehidupan masyarakat.

Salah satu kemajuan yang mempunyai signifikansi bagi alumni Fakultas Syari’ah adalah penjelasan Bab II pasal 2 ayat (1) UU Advokat yang isinya sebagai berikut: yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan Fakultas Hukum, Fakultas Syari’ah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan tinggi ilmu Kepolisian. Mengacu kepada bunyi pasal tersebut beserta penjelasannya, maka alumni Fakultas Syari’ah mempunyai status dan peluang yang sama untuk menjadi Advokat dengan produk perguruan tinggi hukum lainnya. Terlepas dari sikap pro dan kontra dari masyarakat akan kehadiran UU Advokat khususnya isi dari Bab II pasal 2 beserta penjelasannya, UU tersebut layak untuk direspon positif, karena UU tersebut merupakan legalitas sarjana Syari’ah (Sarjana Hukum Islam) untuk menduduki profesi sebagai Advokat. Selain itu implikasi positif yang perlu ditangkap adalah profesionalisme SDM produk Fakultas Syari’ah sangat mendesak untuk dipersiapkan, dan yang tidak kalah penting dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. UU Advokat perlu disosialisasikan, mengingat peran Advokat bukan hanya dalam proses peradilan tetapi juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan.

Berangkat dari beberapa pernyataan di atas, pada Al Mawarid edisi kali ini penyunting mencoba mewacanakan kembali beberapa kajian yang komprehensif tentang prospek dan tantangan Sarjana Syari’ah Pasca Undang-Undang Advokat, agar dapat dijadikan sebagai masukan untuk mempersiapkan SDM yang kompetitif.

Beberapa pemikir muda Islam ikut berpartisipasi dalam tema kali ini. Sebagai artikel pembuka Agus Triyanta mengulas bagaimana kelahiran Undang-undang Advokat berpengaruh bagi hubungan antar ilmu hukum dalam berbagai spesifikasi yang berbeda. Selanjutnya Aminuddin mendiskusikan tentang jaminan Undang-undang Advokat terhadap eksistensi pengacara Syariah di Indonesia yang sebelumnya diatur oleh beberapa aturan peninggalan kolonial Belanda. Berikut berturut-turut artikel Asmuni Mth yang mengkaji peran Wakil di persidangan baik dari aspek legalitas, ruang lingkup, hak dan kewajiban serta beberapa aspek yang berkenaan dengan akad wakalah, kemudian Karimatul Ummah membahas latar belakang adanya bantuan hukum di Perguruan Tinggi dan bagaimana implikasi Undang-undang advokat bagi eksistensi dan keberlangsungan jasa advokasi yang diberikan lembaga tersebut. Masih mengacu pada tema, Ibnu Hadjar mengetengahkan peningkatan peran Advokat di dunia hukum dan sistem pengawasannya agar lebih profesional. Selanjutnya Yusdani menggugat peran pengacara, bahwa pengacara bukan lagi semata-mata menegakkan hukum yang menjadi produk politik tetapi lebih mempunyai fungsi menciptakan keadaan masyarakat menjadi lebih baik dengan menegakkan kebenaran dan keadilan, untuk itulah perlu dikawal dengan Undang-undang dan kode etik profesi pengacara.Pembahasan Muhadi Zainuddin lebih memfokuskan pada pentingnya sosialisasi Undang-undang Advokat dan pemaknaannya dalam konteks hubungan hukum dengan masyarakat. Sedangkan M Tamyiz Mukharrom mengkaji teologi advokasi yang memiliki akar dalam tradisi teks dan kesejarahan Islam yang kuat, sehingga advokasi mengandung nilai aktifisme yang mendorong masyarakat untuk bergerak melawan berbagai bentuk penindasan. Dalam perspektif budaya jawa, M Muslich KS mengulas secara komprehensif tentang profesi advokat sebagai bentuk perwujudan kesadaran manusia dalam mengaktualisasikan konsep tugas hidup. Sebagai penutup diisi dengan resensi buku oleh Ali Mursyi Abdul Rasyid tentang asal mula hukum islam.

Akhirnya penyunting berharap semoga Al Mawarid kali ini bisa memberikan kontribusi positif bagi pengembangan studi hukum Islam secara khusus pada pemikiran seputar Undang-undang Advokat. Perlu disampaikan pula kepada khalayak pembaca, bahwa untuk edisi mendatang Al Mawarid akan hadir dengan tema Kepemimpinan Indonesia Pasca Pemilu 2004 Dalam Perspektif Fiqih Siyasah. Lewat sekapur sirih ini penyunting mengundang segenap pembaca untuk berpartisipasi menyumbangkan pemikirannya pada Al Mawarid edisi mendatang.

Redaksi

Undang-undang Advokat dan De-Kompartementasi Studi Ilmu Hukum

Agus Triyanta

Abstract

One among recent crucial issues in legal profession is the statement in the newly legalized Act no. 18 on Advocate that to be an advocate is not a compulsory to be a graduant of Faculty of Law, rather it now is possible to a graduant of Faculty of Islamic Law (Shari’ah) or Faculty of Military Law and any other law specialized faculty. This new regulation brings and offers a wide opportunity for Islamic Law students to gain such legal profession. On the other hand, this is as a new challenges for the Faculty of Law to reconstruct, not only the curriculum, but also facilities and human resources involved in order to be capable to respond such opportunity.

Keywords: Undang-undang Advokat, Advokat dan Ilmu Hukum

Jaminan Undang-undang tentang Pengacara Syari’ah di Indonesia

Aminuddin

Abstract

The Act no.18 year 2003 regarding advocate constitutes one of national legislation product. The regulating and legalizing this act give strong position and become an instrument of pillars of law enforcement in Indonesia. According to the writer of this article this act of advocate give challenges and opportunities to graduations of shari’ah department in Indonesia who interested in lawyer profession. But, the problem in this sense, how shari’ah graduation answer those challenges and opportunities.

Keywords: sarjana syari’ah, pengacara, penegakan hukum dan undang-undang

Eksistensi Pengacara dalam Perspektif Islam

Asmuni Mth

Abstract

Lawyer or legal aid denotes a profession that regulated by state has been known, for instance by Roman society. In Islam, according to the writer of article below in quranic verses indicate that legal aid consitutes something important. Instead, it was conducted at the time of Mohammad. Unfortunately, the earlier moslems regarded this profession was not so significant. But, according to moslem yurists that lawyer or legal aid profession be apart of wakalah system. For example, era of Ottoman Empire has regulated wakala ad-da’wa that adopted from many sources of fiqh. This act was referred by modern moslem countries. For that reason, moslem countries need a systemic and comprehensive regulation to keep legal aid or lawyer profession as honoured profession of society.

Keywods: Pengacara, wakala ad- da’wa, fiqh dan sistem wakalah

Implikasi UU No.18 Tahun 2003 terhadap Keberadaan Lembaga Bantuan Hukum Milik Perguruan Tinggi

Karimatul Ummah

Abstract

The background of legal aid of universities in Indonesia actually constitutes the government’s program that covers both conducting justice in terms of constructing law and improve the quality of master of law in Indonesia. For that reason, according to author the implementation of article 31 of Act Advocate implies not only to existence of legal aid of Indonesian universities but also to actualize qualified state.

Keywords: Lembaga Bantuan Hukum, UU No. 18 tahun 2003, Sarjana Hukum dan Keadilan

Pengawasan Advokat: Upaya Menuju Profesionalisme

Ibnu Hadjar

Abstract

The following article tries to explain the existence of lawyer in Indonesia that regulated by the act no.18 year 2003. This act unifies many terminologies relating to lawyer/advocat. According to the writer of the article in this sense to reconstruct the frame of thought either the lawyers or the controllers of lawyer in law enforcement. If the reconstructing the mode of thought and the ethics of lawyer can be conducted, the existence the act of lawyer is very significant and benefit.

Keywords: Pengacara, UU No.18 / 2003, keadilan

Posisi Tawar Sarjana Syari’ah Menurut UU Advokat

Yusdani

Abstract

The act no.18 year 2003 gives the strategic position and the existence of Shari’ah Lawyer in Indonesia. This regulation challenges Shari’ah departments in Indonesia and their graduations to prepare the particular curriculum. Besides, this profession needs improving the quality of the graduation of Shari’ah who will become the lawyer. For that reason, Shari’ah lawyer needs knowledge, legal skill, office management, character, and capability because of client-lawyer relationship including lawyer as hired gun, lawyer as master of ship and cooperative model.

Keywords: Pengacara Syari’ah, UU No. 18 Tahun 2003, Peran Sosial dan Etika Pengacara

Peran Sosialisasi UU Advokat dalam Pemberdayaan Kesadaran Hukum Masyarakat

Muhadi Zainuddin

Abstract

Daily activities of Indonesian people show that law culture of society is decreasing. Advocate as one of law instruments play an important role in empowering law consciousness of Indonesian people. This is happened because the function of advocate is give the advocacy to all people without exception. The other said, the advocate also gives law advises to society.The Act No. 18, 2003 on Advocacy gives equal role for syariah scholar and law scholar. From this equal role, the syariah scholar can play an important role in empowering law consciousness of society and also can give his knowledge of Islamic values

Keywords: Undang-undang Advokat, Kesadaran Hukum dan Pemberdayaan Masyarakat

Teologi Advokasi

M. Tamyiz Mukharrom

Abstract

The failure of state in roling its social responsibility causes many varying social injustices and cruelties either on the level of society or of state. These injustices are manivestated in many kinds of injustices, like in economic field, laboury, environment disaster, human rights restraints, societie’s land robbery, etc. These varying restraints and injustices do run systematically. The inability of state in solving these social problems –even the state frequently become the actor,besides the power of capital- encourages the birth of conscious, organized, and programatic social movement, to realize social justice. This is what in social movement theory is so called advocation. Advocation movement takes varying forms and generally focus on one issue such as human rights, labour, environment, etc. The basic of these advocation movement is justice values. Islam has basic of justice values as well as long of its advocation tradition. The affair of mosque building by governor of Mesir in Umar ibn Khattab era, the affair of Ibn Aiham, the affair of Bilal ibn Rabbah, evidently show “these advocation movement”. By reflexing in history and varying spirit of Islamic principles that stress in justice and keeping of human rights, the idea and advocation movement have strong teological basic in Islam. But, advocation in islam has special limits. Islam forbids having advocation for struggling something in which the substance is forbidden by islam, such as advocation for ratification of one-sex marriage, etc.

Keywords: Teologi, Advokasi, Islam

Profesi Advokat dalam Pernik-pernik Budaya Jawa

M. Muslich Ks

Abstract

A culture is a historically derived system of explicit and implicit designs for living, which tends to be shared by al ar specially designated member of Java. Al culture have one supreme aim in view, namely enabling you to know the truth of things. Javanese world view, or Javanese cultural outlook from Serat Piwulang and high tradition of Java as doctrine of meaning legal representation by lawyer.

Keywords: Profesi Advokat, Pernik dan Budaya Jawa

Book Review: Asal Mula Hukum Islam

Ali Mursyi Abdul Rasyid

Menurut Farouq Abu Zaid, hukum-hukum Islam yang dilandaskan melalui para Imam mazahibul arbaah muncul sebagai reaksi atas perkembangan masyarakatnya, dan bahwa hukum Islam senantiasa berubah, berkembang dan berganti menurut kondisi setiap zaman dan situasi masyarakatnya. Berkaitan dengan itu ia mengklasifikasikan para imam mazhab ke dalam sistem yang berbeda yaitu, Imam Abu Hanifah Nu’man ibn Tsabit (80-150 H) digolongkan Imam kaum rasionalis, Imam Malik ibn Anas (93-179 H) digolongkan ke dalam Imam golongan tradisionalis, Abu Abdillah Muhammad ibn Idris ibn Syafi’I (150-204 H) digolongkan Imam kaum moderat, Ahmad ibn Hambal (164-243 H) imam kaum fundamentalis.