Seminar Regional Pengakuan Anak di Luar Nikah

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Islam (P3I) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII menggelar Seminar Regional bertajuk ‘Mensikapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-IX/2011 Tentang Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak di Luar Nikah’. Kegiatan ini diselenggarakan pada Kamis (22/03/2012) di Gedung Mohammad Hatta UII. P3EI FIAI UII menyelenggarakan kegiatan ini dengan bekerjasama dengan Prodi Hukum Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam, dan Prodi Ekonomi Islam.

 

Salah satu pembicara seminar, Abdul Jamil, S.H., M.H., menjelaskan bahwa konsep negara hukum yang diterapkan di Indonesia merupakan upaya untuk mengakomodir semua kepentingan bangsa. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-IX/2011 tentang Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak di Luar Nikah menurutnya telah secara nyata mencederai hukum Islam yang diyakini oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Lebih lanjut ia mengungkapkan putusan berkaitan dengan anak luar perkawinan tersebut berdampak pada perubahan paradigma anak dalam sistem hukum perkawinan dan kewarisan Islam di Indonesia. Penentuan sah tidaknya anak bukan ditentukan atas dasar nasab tetapi bisa ditentukan oleh pengakuan ayah dan penetapan pengadilan. Hal ini sangat bertentangan dengan sistem hukum Islam yang berlaku di Indonesia.

Seminar Regional Pengakuan Anak di Luar Nikah

Sementara Dr. Drs. H. Dadan Muttaqien, S.H., M.Hum., mengatakan MK tidak memikirkan dampak lebih jauh terhadap merebaknya anak zina dan kegoncangan hukum. “MK telah memasuki ranah syar’i, tentang syarat sahnya suatu ibadah mahdoh, yaitu memasukkan teknologi terhadap sahnya anak hasil perkawinan dan wilayah kewenangan DPR membuat hukum baru sebagaimana diatur oleh UUD 1945 sehingga Keputusan MK tersebut tidak akan dapat dilaksanakan sebelum ada perubahan undang-undang lainnya” kata Dadan.

Senada dengan Dadan, Drs. Syarif Zubaidah, M.Ag. menuturkan jika dilihat dari hasil tes DNA tidak ada korelasi dengan akad nikah karena yang menentukan anak itu sah atau diluar perkawinan adalah akad nikah, bukan DNA.  Secara tegas Syarif menyatakan tes DNA tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengakui adanya hubungan darah antara anak diluar perkawinan dengan laki-laki yang menghamili wanita yang melahirkan anak diluar nikah.

Secara psikis, Dr. Drs. H. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd., menjelaskan  anak yang dilahirkan di luar pernikahan akan menuntut kejelasan status ayahnya sehingga cenderung mengalami gangguan psiklogis dalam pencarian identitas diri karena posisi antara ayah, ibu dan anak berperan penting bagi pembentukan karakter anak. Seminar tersebut diikuti oleh sejumklah KUA dan Pengadilan Agama di wilayah Yogyakarta dan Sleman serta mahasiswa program studi hukum Islam FIAI.

Unduh Makalah

  1. Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam Perspektif Hukum Perdata Indonesia oleh Dadan Muttaqien
  2. Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak di Luar Nikah ditinjau dari Aspek Hukum Islam oleh Syarief Zubaidah
  3. Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak di Luar Nikah terhadap Penerapan Hukum di Indonesia oleh Abdul Jamil
  4. Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak (Kajian Psikologis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak di Luar Nikah) oleh Muhammad Idrus