Seminar Nasional Mediasi dan Bantuan Hukum di Peradilan Agama

 

Program studi Hukum Islam (Syariah) Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII bekerjasama dengan Mahkamah Agung RI menyelenggarakan  Seminar Nasional dengan tema “Mediasi dan Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, Agenda dan Problematika”. Seminar ini dihadiri sekitar 140 peserta mulai dari ketua dan hakim pengadilan tinggi agama, ketua dan hakim pengadilan agama se-Jawa, fakultas syariah di pulau jawa, para dosen dan lawyer serta mahasiswa.

Dekan FIAI, Dr. Drs. H. Dadan Muttaqien, SH, M. Hum mengatakan seminar ini digagas untuk melihat masa depan tentang bagaimana keadilan bisa dirasakan oleh seluruh anak bangsa. Selain itu untuk menjawab permasalahan-permasalahan yg terjadi dalam private law di mana tidak semuanya harus diputuskan lewat putusan pengadilan. Hal ini terkait dengan masalah manusia dan kemanusiaan. Untuk itu menurutnya FIAI ikut terpanggil mengatasinya sehingga seminar ini dianggap agenda yang substansial dan harus dipikirkan bersama.

Rektor UII Prof. Dr. Edy Suandi Hamid mengatakan seminar ini sangat relevan apabila dikontekskan dengan kondisi sosial masyarkat saat ini. Hal menurutnya didasarkan pada fenomena sosial, khusunya masyarakat kurang mampu yang minim mendapat bantuan hukum. Masyarakat yang tidak mampu dan awam hukum dalam mengajukan perkaranya ke pengadilan sering kali dihadapkan pada aturan dan bahasa hukum yang kadang terkesan kaku dan prosedural.

Dalam konteks ini, lanjut Rektor proses pengalihan tanggung jawab dan kewajiban konstitusional negara dalam hal bantuan hukum kepada masyarakat harus diperhatikan. Jaminan negara ini kemudian dijabarkan dalam berbagai Undang-Undang dan peraturan yang berkaitan dengan akses masyarakat terhadap hukum dan keadilan. Misalnya Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial, Dr. H. Ahmad Kamil, SH., yang bertindak sebagai keynote speaker menyampaikan makalahnya yang berjudul “Kebijakan Mahkamah Agung Terhadap Penerapan Lembaga Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perdata”. Dalam makalahnya Dr. Ahmad Kamil menulis bahwa  seiring dengan laju perkembangan permasalahan dalam masyarakat yang semakin kompleks, diperlukan instrumen penegakan hukum di berbagai bidang yang lebih cepat, efektif, dan efesien.

Dengan demikian harus ada lembaga yang dapat diterima sekaligus memiliki kemampuan sistem penyelesaian sengketa yang cepat dan biaya murah serta sejalan dengan tuntutan yang tengah berkembang di masyarakat. Maka dari itu Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).

Dr. Ahmad Kamil menambahkan Mahkamah Agung mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan keberhasilan perdamaian melalui mediasi di pengadilan sebagai implementasi dari pasal 130 HIR dan pasal 158 RBG. Menurutnya penyelesaian sengketa perdata di pengadilan merupakan fenomena global yang terjadi di seluruh pengadilan di dunia dan mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi di beberapa Negara antara lain Jepang, Amerika Serikat, Australia, Philiphina dan Singapore. Selain judul di atas, Dr. Ahmad Kamil juga menyampaikan judul lainnya yaitu “Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non-Litigasi – Mediasi”.

Seminar Nasional Mediasi dan Bantuan Hukum di Peradilan Agama

Sementara itu Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung RI Wahyu Widiana menyampaikan makalahnya yang berjudul “Pelaksanaan Bantuan Hukum di Pengadilan Agama”. Wahyu menyampaikan beberapa kemajuan implementasi bantuan hukum di Pengadilan Agama. Ia mengatakan pelaksanaan bantuan hukum di pengadilan agama meliputi tiga hal, yaitu yakni (1) pelaksanaan sidang keliling, (2) pembebasan biaya perkara (prodeo), dan (3) pos bantuan hukum di pengadilan. Hal ini menurutnya dijelaskan secara eksplisit oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10/2010 tentang Bantuan Hukum.  SEMA ini merupakan sikap peka terhadap persoalan masyarakat di bidang hukum dan juga respon positif terhadap beberapa Undang-undang.

Wahyu menambahkan tiga hal tersebut memerankan peran yang sangat penting dalam pemberian akses terhadap keadilan (access to justice) bagi masyarakat. Ketiga program tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat miskin dan mereka yang tinggal di wilayah terpencil. Masyarakat yang buta akan masalah-masalah hukum dan tidak mampu membayar pengacara juga dapat dibantu dengan pemberian layanan Posbakum. Data terakhir menunjukkan, bantuan hukum di pengadilan agama sangat diminati oleh masyarakat pencari keadilan.

Dekan FIAI, Dr. Drs. H. Dadan Muttaqien, SH, M. Hum yang juga sebagai salah satu pembicara menyampaikan makalahnya yang berjudul “Upgrading Kurikulum Fakultas Syariah dalam Mewujudkan Sarjana Hukum Plus di Lingkungan Peradilan”. Dr. Dadan menyampaikan bahwa telah terjadi perubahan yurisdiksi di lingkungan peradilan yang harus direspon oleh fakultas Syariah karena melibatkan output-nya, yaitu sarjana syariah. Perubahan tersebut harus diikuti perubahan kurikulum di Fakultas Syariah. Tanpa perubahan kurikulum, akan terjadi kepincangan dengan kebutuhan peradilan agama.

Namun, menurutnya perubahan kurikulum ini tidak sekedar suatu “tempelan”, melainkan harus bersifat substansial yang akan melahirkan kompetensi yang cukup untuk menjalankan tugas dilingkungan peradilan agama. Ada tiga aspek yang menurutnya perlu di-upgrade oleh fakultas syariah dalam mensikapi perubahan yurisdiksi ini, yaitu yaitu perubahan kurikulum, peningkatan sumber daya manusia (dosen), dan fasilitas.

Unduh Makalah

 

  1. Kebijakan Mahkamah Agung Terhadap Penerapan Lembaga Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perdata
  2. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non-Litigasi – Mediasi
  3. Pelaksanaan Bantuan Hukum di Pengadilan Agama
  4. Upgrading Kurikulum Fakultas Syariah dalam Mewujudkan Sarjana Hukum Plus di Lingkungan Peradilan