Diskusi Integritas Moral Bangsa

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Islam FIAI UII kembali menggelar diskusi ilmiah dosen yang kali ini mengangkat tema ‘Penguatan Integritas Moral Bangsa Berakhlak Mulia dan Bermartabat’. Diskusi ilmiah dosen yang berlangsung Rabu, 2 November 2011 ini merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan dengan menghadirkan tiga dosen dari ketiga program studi yang ada. Muzhoffar Akhwan, Rahmani Trimorita Yulianti, dan Sidik Tono, secara bergantian mengupas topik kajian diskusi yang berlangsung di Ruang Sidang Gedung KH. A. Wahid Hasyim ini.

 

Muzhoffar Akhwan yang tampil pertama menyajikan makalah berjudul ‘Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya dalam Pembelajaran di Sekolah dan Madrasah’. Dalam paparannya, dosen Prodi Pendidikan Agama Islam ini menjelaskan bahwa penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang melanda bangsa. Meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain menurutnya sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas.

Krisis  moral saat ini tidak hanya melanda pelajar tetapi juga elite politik sehingga mengindikasikan bahwa pendidikan agama dan moral yang didapat di bangku pendidikan tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Menurut Muzhoffar demoralisasi ini tejadi karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. “Pendidikan di Indonesia lebih menitik beratkan kepada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skill atau nonakademik sebagai unsur utama pendidikan moral belum diperhatikan,” Muzhoffar menegaskan.

Lebih lanjut, Muzhoffar menegaskan bahwa pendidikan yang hakiki merupakan ikhtiar untuk memperoleh nilai hidup, bukan nilai angka sebagaimana lazimnya saat ini. “Dunia pendidikan kita lebih sering menggunakan tes yang mengukur ranah pengetahuan ketimbang untuk mengukur ranah afektif, akibatnya produk pendidikannya, kurang memiliki moralitas yang baik, tidak malu melakukan korupsi, tidak takut berbuat dosa dan kesalahan, serta tidak resah bila berbuat kezaliman,” ujar Muzhoffar terkait dampak pendekatan di dunia pendidikan saat ini. Untuk itu, ia menyarankan agar pendidikan karakter diterapkan secara menyeluruh. Menurutnya pendidikan karakter ini memerlukan metode khusus agar tujuan pendidikan dapat tercapai, seperti metode keteladanan (al-qudwah),  metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman.

Diskusi Integritas Moral BangsaPemakalah kedua, Rahmani Timorita Yulianti, menyajikan kajian berjudul ‘Transparansi Anggaran: Suatu Upaya Efisiensi dan Antisipasi Korupsi di Indonesia’. Dosen Prodi Ekonomi Islam ini menyampaikan bahwa transparansi anggaran diyakini dapat membangun suatu sistem organisasi yang lebih efisien, efektif dan bebas korupsi. Transparansi menurutnya menjadi kunci penting mengingat saat ini kebocoran anggaran terjadi diberbagai sektor. Modusnya dapat berupa mark-up budget (menaikkan nilai anggaran dari nilai yang sebenarnya), split budget (memasukkan pos-pos pembelian yang sifatnya fiktif), maupun modus lainnya.

Rahmani selanjutnya menekankan pentingnya pengawasan yang digali dari nilai ajaran Islam untuk menjamin transparansi anggaran. Dalam Islam, lanjutnya, pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal (built-in control) yang berasal dari diri sendiri dengan bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah Swt. dan pengawasan eksternal (external control) yang dilakukan dari luar diri manusia “Falsafah dasar fungsi pengawasan dalam Islam muncul dari pemahaman tanggung jawab individu, amanah, dan keadilan,” ujar Rahmani.  Hal ini berimplikasi ada adanya pengawasan internal yang melekat dalam setiap pribadi muslim akan menjauhkannya dari bentuk penyimpangan dalam pengelolaan anggaran dan menuntunnya konsisten menjalankan hukum-hukum Allah Swt. dalam setiap aktivitasnya.

Pemakalah ketiga, Sidik Tono menyampaikan makalah berjudul ‘Penguatan Integritas Moral Bangsa dengan Pendekatan Perintah dan Larangan dalam Pandangan Hukum Islam’. Dalam penjelasannya, dosen Prodi Hukum Islam ini melihat bahwa pokok besar kemuliaan manusia atau kehinaan manusia, baik sebagai individu ataupun sebagai bangsa, pada dasarnya tidak dapat lepas dari tiga faktor utama, yaitu dalam hubungannya dengan masalah harta, kedudukan, dan wanita. Kondisi saat ini menurutnya menunjukkan bahwa masyarakat memandang biasa hal-hal semacam perilaku korup dari lapisan elit sampai lapisan bawah, narkoba, pergaulan bebas, tindakan anarkis, illegal loging, illegal fishing, dan kejahatan lainnya.

Sidik selanjutnya mengingatkan bahwa Sang Khaliq menciptakan alam beserta isinya, salah satunya adalah  menciptakan manusia. Manusia adalah makhluk terbaik dan tersempurna dibanding dengan makhlu-makhluk lain dengan adanya karunia berupa akal, hati, dan nafsu, sebagai modal menjadi khalifah di muka bumi. “Ketiga potensi manusia itu akan berkembang manjadi potensi yang baik atau yang buruk tergantung kepada pilihan manusia hidup di dunia ini. Karena itu manusia bertugas untuk mewujudkan tata kelola bumi berikut penghuninya sebagai manifestasi kepercayaan Allah kepadanya,” ujar Sidik. Selain itu, Dia menciptakan hidayah  bagi manusia berupa pedoman dan panduan tata kelola hidup manusia dan kehidupannya dalam dua bentuk, yaitu yang tersurat dan yang tersirat.

Hidayah yang tersurat adalah Kitab Suci atau wahyu Allah (Taurat, Zabur, Injil, shuhuf-shuhuf para nabi, dan Alqur’an), sedangkan yang tersirat adalah Sunnatullah (hukum-hukum Allah atau hukum-hukum kauniyah). Menurut Sidik wahyu Allah dimensinya dalam menyempurnakan ruhani manusia lebih besar daripada menyempurnakan jasmani manusia, sedangkan sunnatullah dimensinya dalam menyempurnakan jasmani manusia lebih besar daripada menyempurnakan ruhani manusia. Dengan memahami posisi hidayah ini, bagi Sidik akan mudah bagi manusia untuk mengikuti aturan Allah selama menjadi khalifah di bumi dengan tetap memiliki standar moral yang tinggi.

Sidik juga menambahkan bahwa integritas moral suatu bangsa akan menemukan jati dirinya dan akan menjadi karakter bangsa apabila landasan spiritual masyarakat benar-benar melahirkan keyakinan yang kokoh dalam jiwa setiap individu, sehingga melahirkan ketaatan dan kepatuhan terhadap ketentuan hukum. “Ketaatan dan kepatuhan tersebut akan melahirkan prilaku atau moral yang sesuai dengan ketentuan hukum tersebut, seperti iman seorang muslim yang kokoh akan melahirkan ketaatan dan kepatuhan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah, dan implikasi dari ketaatan dan kepatuhan itu adalah akhlak karimah,” ujarnya.

Dalam mengawal ketaatan dan kepatuhan itu, Allah menetapkan perintah dan anjuran (sunnah) untuk dilaksanakan dan larangan untuk ditinggalkan, dengan janji bagi yang melaksanakan dan ancaman bagi yang meninggalkan. Sedangkan dalam menjaga eksistensi manusia yang paling asasi, menurut Sidik, Allah menetapkan hukuman (uqubah) yang telah ditentukan dalam Alqur’an dan sunnah berupa hukuman had yaitu hudud dan qisas-diyat, sebagai bentuk penjagaan yang konsisten, permanen sampai akhir zaman, dan sebagai wujud dibedakannya manusia dengan makhluk yang lain. Sedangkan selain hudud dan qisas-diyat, yaitu ta’zir yang cakupannya sangat luas, karena itu eksistensinya diserahkan sepenuhnya kepada manusia, pada zaman modern  ini mekanismenya sesuai dengan sistem ketata-negaraan dalan suatu negara.