Mencapai Kesuksesan Sejati

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.

(Q.S. Maryam [19]: 96)

Allah SWT melimpahkan rahmat dan nikmat kepada hamba-Nya ketika hati mereka menghadap kepada-Nya. Maka sebelum memberikan nikmat-Nya, terlebih dahulu Allah SWT akan menjadikan hati manusia tertuju kepada-Nya. Allah menjadikan manusia menjadi makhluk yang berbudi dan mempunyai rasa dan naluri untuk hidup dan berbahagia dengan lingkungan sekitarya. Sehingga, sebuah kesuksesan dalam bersosial yakni dapat diterima oleh semua kalangan di mana pun dia menginjakkan kaki adalah sebuah kesuksesan yang sebenarnya.

 

Sungguh bahagia dan menyenangkannya ketika seseorang menjadi tumpuan keridhaan dan keikhlasan hati sesamanya. Ketika dekat, ia menjadi tumpuan untuk melimpahkan rasa cinta dan dukunggan dengan sepenuh hati, ketika jauh, ia menjadi tempat orang untuk selalu merindukan dan menunggu kedatangannya. Kondisi etrcipta saat hati seseorang ikhlas dengan segala tindakan dan tingkah lakunya untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Dengan demikian seseorang akan menumpahkan segala harapan dan cita-citanya kepada Allah SWT semata dengan tanpa mengharap pujian dan imbalan atas perbuatannya kepada orang lain.

Hidup dan kehidupan dapat menjadi sarana untuk mengingatkan kembali manusia akan kedamaian, ketenangan, dan kebahagian melalui apa yang dia upayakan dan yang dia cari sepanjang masa. Setiap tumpuan dan harapan akan dikembalikan dan disandarkan kepada Sang Khaliq Penguasa Tunggal dan Pengatur alam semesta yang Maha Sempurna. Dengan demikian seorang manusia akan selalu berusaha untuk mencapai kesucian hati dan jiwa untuk selalu mendekatkan dirinya kepada yang Maha Suci lagi Sempurna.

Segala tindakan merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah serta sarana untuk terus menjauhi segala larangan dan mentaati perintah-Nya. Dengan demikian ia akan mudah untuk bertaubat dan memohon ampun atas kesalahan dan kedzaliman yang telah dilakukan. Allah dalam surat al-Imran [3] ayat 135 berfirman sebagai berikut:

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.S. Ali Imran [3]: 135).

Karakter Orang Sukses

Kesuksesan adalah obsesi setiap insan di dunia ini. Dengan berbagai macam usaha dan upaya, orang akan senantiasa berusaha untuk mencapai kesuksesan tersebut. Paa akhirnya, tingkat kesuksesan satu sama lain berbeda-beda dan mempunyai perjalanan yang berbeda pula dalam mencapai kesuksesannya. Begitu juga dalam kehidupan sosial, seseorang dapat diterima oleh semua kalangan dengan berbagai jalan dan proses yang tidak sebentar dan mudah. Semua berawal dari keadaan pribadi seseorang, apakah mentalnya siap untuk bergaul dengan orang banyak dengan segala resiko dan keadaan yang ada?

Orang yang sukses baik dalam kehidupan sosial maupun pribadinya adalah orang yang mempunyai kesucian hati dan budi pekerti yang luhur. Beberapa ciri orang yang berkarakter sukses dalam kehidupan pribadi dan sosialnya di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, muroqobah, yaitu suatu kondisi psikis yang selalu merasa diawasi dan dilihat oleh Allah. Orang yang memiliki kondisi ini mempunyai jiwa ihsan sehingga hidupnya menjadi hati-hati dan selalu mawas diri, cepat menyadari kesalahan dan kemudian segera mohon ampun atas dosa-dosa dan memperbaiki dirinya. Apabila seseorang dalam menjalani kehidupan ini selalu merasa bahwa Allah melihatnya, maka setiap perbuatannya akan selalu berada dijalan-Nya. Ia juga secara otomatis akan cepat melihat kesalahan dirinya apabila melakukan kedzaliman dan kembali kepada jalan yang Allah ridhai. Begitu juga dalam kehidupan sosialnya, dia akan selalu menjaga dirinya untuk tidak menyakiti dan mendzalimi sesamanya. Adapun kalau tanpa sengaja telah menyakiti sesamanya, dia akan segera meminta maaf akan kesalahannya.

Kedua, mudah tersentuh hatinya oleh nasihat, bersikap terbuka, rendah hati, ridha menerima kritik dan saran. Rendah hati adalah media untuk dapat mengetahui banyak informasi – mendapatkan banyak pengetahuan (ilmu) yang akan melahirkan sikap obyektif – arif dan bijaksana. Orang yang memiliki kerendah hatian akan mempunyai rasa syukur. Ia juga akan menggunakan pendengaran dan penglihatannya di jalan kebenaran. Rendah hati bukan berarti minder, karena sikap minder itu akan menimbulkan kejanggalan-kejanggalan dalam pergaulan sosial, serta menimbulkan ketidaknyamanan. Rendah hati adalah sikap untuk tidak menonjolkan kemampuan atau kelebihan diri dan merendahkan yang lain.

Ketiga, rindu kepada Allah. Kondisi ini ter-ekspresi-kan dalam bentuk komunikasi dengan Allah melalui ibadah shalat, zakat, puasa, dan segala amal yang diniatkan untuk ibadah. Seluruh dimensi kehidupannya ditujukan hanya untuk berzikir kepada Allah, sebagai ekspresi cinta kepada Allah. Rasa ini juga diringi dengan cinta kasih kepada semua makhluk sebagai wujud cinta dan syukurnya kepada Allah atas semtua anugerah yang telah diberikan kepadanya.

Keempat, mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Selain mampu berhubungan harmonis secara vertikal dengan Allah, orang yang suci jiwanya juga mampu menjalin hubungan harmonis secara horizontal, dalam arti meng-internalisasikan sifat-sifat Allah Yang Maha Rahman, Maha Rahim, Maha Adil ke dalam dirinya lalu mewujudkannya dalam berinteraksi, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun kehidupan di sekelilingnya. Jiwa sosial yang tinggi akan melahirkan sikap lembut, hatinya hidup, penuh dengan keimanan, merasakan kehidupan yang beruntung karena mendapatkan keamanan dan ketenteraman.

Kelima, mampu mengatur/ mengendalikan emosi secara proporsional. Apabila marah, maka dianjurkan untuk beristighfar kemudian berwudlu dan shalat. Shalat bisa menjadi media untuk meredam amarah/emosi, karena shalat adalah ibadah yang melibatkan seluruh dimensi psiko-fisik, emosi-kognisi, serta jiwa-raga, sehingga dengan shalat yang benar seseorang akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya.

Keenam, memiliki jiwa pemaaf. Sifat mulia ini akan memberikan ketenteraman bagi orang yang memilikinya dan orang yang berada di sekitarnya. Dia akan begitu mudah memberikan maaf bila ada orang yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah berbuat kesalahan kepadanya.

Ketujuh, dermawan dan peka terhadap lingkungan. Kedermawanan merupakan salah satu karakter utama yang senantiasa perlu dimiliki, ditumbuhkan, dan dikembangkan oleh setiap pribadi Muslim yang mengharapkan kesuksesan dalam hidup dan kehidupannya. Kedermawanan akan mengundang cinta dan kasih sayang dari Allah SWT dan dari sesama manusia. Sebaliknya, kebakhilan dan hanya mementingkan diri sendiri akan mengundang kemurkaan dari Allah dan, tentu saja, dari sesama manusia. Kedermawan yang dimaksud bukan hanya yang bersifat materi belaka, melainkan juga kesediaan untuk berbagi informasi, pengalaman, pengetahuan dan ilmu yang dimiliki.

Kedelapan, optimis, komunikatif dan tidak membeda-bedakan dalam pergaulan. Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang suci jiwanya akan selalu menampilkan yang terbaik untuk diberikan kepada sesamanya. Komunikasi adalah media untuk mengekspresikannya. Maka, jika ia memiliki kemampuan komunikasi yang baik, ia akan mampu menyenangkan orang lain. Ia juga tidak pernah membandingkan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Sebaliknya, ia berpandangan bahwa semua orang adalah sama dan harus diperlakukan dengan baik tanpa melihat latar belakangnya. Kemudian, dengan dengan sikap optimis yang dimilikinya, ia bisa memberikan semangat dan inspirasi bagi orang lain untuk selalu berbuat yang lebih baik.

Kesuksesan seseorang, sangat ditentukan oleh kecerdasan yang seimbang antara keserdasan spiritual, sosial, emosional, dan kognisi. Seseorang akan sulit untuk mencapai sukses yang sebenarnya bila dia tidak memiliki keseimbangan tersebut. Ciri-ciri karakter orang sukses yang telah kita bahas di atas adalah ciri dan karakter orang yang memiliki kecerdasan seimbang. Sehingga pada akhirnya, ia bukan hanya sukses secara pribadi, namun keberadaan dirinya juga mampu membuat orang-orang di sekitarnya juga sukses. Atau minimal, bisa menikmati kesuksesan yang ia raih.

Wallahu `alam.

Nasrudin, Mahasiswa Santri Pon-Pes UII dari Prodi Ekonomi Islam FIAI 2006

Artikel ini dipublikasikan di Al-Rasikh Lembar Jumat Masjid Ulil Albab terbitan terbitan Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Edisi 2 Februari 2009. Artikel ini dapat diakses dari http://alrasikh.uii.ac.id/2009/02/20/mencapai-kesuksesan-sejati/.

Unduh Artikel