Sekapur Sirih Edisi XV Tahun 2006

Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (yang selanjutnya disebut RUU APP), sebelum mencapai keputusan pengesahannya, telah mulai memakan korban. Belasan pengecer koran ditangkap karena menjual tabloid-tabloid dan media-media yang dianggap porno, sementara para pemimpin redaksi media tersebut hanya dikenai hukuman wajib lapor; dua orang perempuan yang berprofesi sebagai penari tarian tradisional, ditangkap karena meliuk-liukkan tubuhnya dan dianggap mengundang birahi. RUU ini juga akan mengkriminalkan semua perempuan yang sekedar berpakaian memperlihatkan pusarnya, ia juga akan menyerang siapa saja yang mengekspresikan afeksinya dengan berciuman. Pada hakekatnya, RUU ini, menurut para pendukungnya, akan mengurangi kehancuran moral bangsa Indonesia. Dengan menggunakan pasal-pasal yang multitafsir, sedikit demi sedikit ia mendekati titik final pengesahannya.

Fenomena lain memperlihatkan bahwa pada akhirnya RUU APP ini mengarah pada tudingan bahwa hal ini adalah agenda politik tertentu, seperti yang dikatakan bahwa, “Keadilan tidak memiliki batas waktu, politik yang punya batas waktu”. Bahkan lebih jauhnya, RUU ini mau tidak mau telah dicurigai sebagai sebuah agenda politik para elit Islam semata, mengingat bahwa RUU ini dicetuskan pertama kalinya oleh wakil dari PKS, dan didukung di tataran akar rumput oleh para ulama dan bahkan juga oleh teror FPI yang mengancam akan mensweeping siapa saja anggota DPR yang tidak setuju pada RUU ini serta berpotensi menggagalkan pensahannya. Kecurigaan ini memang tidak berlebihan, semenjak MUI, selaku salah satu elit Islam, pada tahun 2005 lalu memfatwakan bahwa pluralisme adalah haram. Saat sebuah fatwa anti pluralisme diputuskan.

Di sana, di sini, berbicara tentang pornografi yang berarti berbicara tentang seks, seakan sebuah monster yang mengerikan yang harus dikikis dari dunia yang dianggap bermoral, setidaknya dari sudut pandang agama. Kini pertanyannya, sehoror apakah seks itu? Mengapa ia selalu dituding sebagai sumber kehancuran kehidupan sebuah bangsa?

Perang opini tentang RUU APP semakin meruncing dan membentuk polarisasi pandangan pro dan kontra. Para pendukung RUU APP selalu mengacu pada kenyataan bahwa seks telah menjadi sedemikian tak terkendali di tengah kehidupan masyarakat modern. Dan hal itu yang selalu didengung-dengungkan oleh para imam pengkotbah di mesjid-mesjid maupun media-media internal mereka. “Seks telah menjadi sangat menyimpang”, demikian kata seorang imam di kala ceramah hari Jum’at di sebuah mesjid Bandung, “dan sebelum segalanya terlambat dan terlalu merusak, kita harus segera menghentikan semua praktek penyimpangan itu”. Maka, dengan kata lain, menurutnya, seks hanyalah sebuah aksi prokreasi alias sekedar untuk memperpanjang keturunan, dan semua aktifitas seksual yang memberi nilai lebih pada sisi kenikmatannya dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Berbicara mengenai penyimpangan, publik Indonesia lebih akrab dengan aktifitas seksual “tak biasa” yang dapat dirunut pada buku yang ditulis oleh seorang penderita voyeurisme, “Jakarta Undercover”, dimana dilaporkan olehnya bahwa di Jakarta praktik seks memang telah menjadi sedemikian “tak biasa”.

Kelompok pro RUU APP “dituduh” sebagai kelompok anti-multikulturalisme yang hendak memaksakan standar moralitasnya terhadap kelompok lain. Sementara yang menolak RUU APP dianggap sebagai kelompok yang apatis dan tidak peduli terhadap moralitas bangsanya sendiri. Lebih jauh, RUU APP bahkan diduga sebagai perpanjangan dari “kelompok agama” yang selama ini bersemangat “menyucikan” realitas sosial yang dianggap menyimpang dari standar-standar moralitas seperti praktek perjudian dan prostitusi.

Apakah anggapan di atas untuk sekedar merespons pro-kontra RUU APP terlalu mengada-ada dan berlebihan? Dalam aras intelektual, tidak. Mengapa? Dalam konteks Indonesia yang tengah bergeliat membangun demokrasi pasca-rezim otoritarianisme, ketegangan antara penolakan dan penerimaan terhadap demokrasi selalu saja terjadi. Apalagi, Indonesia adalah sebuah “negara modern” untuk tidak menyebut “negara sekuler” yang memiliki goresan amat dalam terhadap agamanya.

Secara umum, RUU APP hendak menawarkan resep untuk mengobati krisis sosial, politik, moral, dan budaya yang dialami masyarakat modern dengan kembali kepada standar moral tertentu. Dengan demikian, pada taraf tertentu, RUU APP adalah sebentuk “gagasan lunak” bagi para penggagasnya melalui frame work demokrasi; politik. Jika itu benar, maka jalur politik yang ditempuh kelompok ini tidak melanggar asas-asas demokrasi. Kritik berlebihan terhadap para penyokong RUU APP misalnya dengan “tuduhan” anti-multikulturlisme dan mematikan kebudayaan lokal akan kontraproduktif dengan: (1) kebebasan berekspresi melalui pintu-pintu politik; (2) fakta vulgaritas yang atas nama seni dan HAM baik di media (cetak dan elektronik) dan ruang publik, mempertontonkan aurat perempuan. Dua fakta ini sulit terbantahkan.

Untuk memposisikan dan merespons wacana seputar RUU APP di atas secara proporsional dan responsif, al-Mawarid edisi XV kali ini mengetengahkan pembahasan RUU APP dari perspektif fiqh. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam edisi ini sebagai artikel utama, yaitu Pro dan Kontra terhadap RUU APP oleh Rahmani, Timorita, Pornografi antara Kepemilikan dan Dominasi tubuh oleh Mukalam, Pornografi dan Pornoaksi di antara Keragaman Nilai-Nilai Budaya oleh Ita Musarrofa, Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Hukum Islam masing-masing oleh Amir Mu’allim, Asmuni dan Agus Waluyo.

Untuk edisi yang akan datang Desember 2006, jurnal al-Mawarid akan mengangkat tema Penegakan Syariat Islam di Indonesia: Prospek, Peluang dan Tantangan. Untuk itu, redaksi mengundang berbagai pihak untuk berpartisipasi menyumbangkan tulisannya sesuai dengan tema tersebut.

Redaksi


Beberapa Catatan Tentang RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi

Amir Mu’allim

Abstract

The controversies regarding the legalizing of pornography and pornoaction in Indonesia noawadays. There are pros and cons. But the problem is the substance or the goal of the proposed act about pornography and pornoaction. The act gives new horizon how to minimize the negative effect of pornography toward society. According to the writer that Islam and other religions have committed to build polite and order society.

Kata kunci: pornografi, pornoaksi, Islam, dan undang-undang

Islam dan Pornografi-Pornoaksi (Menakar Solusi Perspektif Hukum Islam)

Asmuni Mth

Abstrak

Pornography and pornoaction happen because of modernization and globalization influence on sosiety lives. Without consciousness from society to solve the above problems which considering Islamic community public interest, pornography and pornoaction always emerge. Islam as doctrine early presents to solve the problems, so there are many Quranic verses and prophet traditions regulate the dress, communication between man and woman, including the publications that appear moral decadence.

Kata kunci: pornografi, pornoaksi, Islam, fiqh.

Pornografi dan Pornoaksi di antara Keragaman Nilai-nilai Budaya

Ita Musarrofa

Abstract

Nowadays the member of Indonesian Senate discuss about the proposed academic manuscript regarding pornography and pornoaction. And this act becomes priority over that of other regulation. But, the articles of the act emerge controversies. The controversies because of the plurality of Indonesian cultures. The question is how the differences of cultures influence on society perspective concerning pornography and pornoaction. According to the writer of the following article it needs to be reflecting the relation between morality and law in Indonesia, including the act of pornography and pornoaction.

Kata kunci: pornografi, pornoaksi, kontroversi, moral, dan budaya

Pro dan Kontra Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi

Rahmani Timorita Yulianti

Abstract

It is actually ironically, in one hand Indonesia society talking about the morality of nation, on the other hand, this nation ignore pornography and pornoaction.Instead, Some people refuse the proposed academic manuscript regarding pornography and pornoaction. Apart from the pros and cons toward the act of pornography and pornoaction, pornography and pornoaction denote ophyum in the living of society. According to the writer of the following article, because of majority of Indonesian population are Moslem, so Indonesian Moslem should participate in the discourse of the act. But, how to search for horizon wisely, either in term of culture or the principles of Islam.

Kata kunci: pornogarfi, pornoaksi, Islam, budaya, dan Indonesia.

Pornografi: Antara Kepemilikan dan Dominasi Tubuh

Mukalam

Abstract

Pornography denotes the controversial issue. The controversies happen because of the issue in the unclear cut position, for instance, the problem of definition. The definition of pornography is not so easy either in term of ethymology or terminology. In other words there is no an agreement regarding its definition. It also involves the other dimensions, for example political dimension, that of morality, religion, law, social, esthetic, and gender. In this sense, it emerges controversies in term of how to mean the gender equality. The question is what the meaning of gender equality? Does pornography happens because of inequality or conversely?

Kata kunci: pronogarfi, ketidaksetaraan, gender, dan feminisme

Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Hukum Islam (Studi atas Signifikansi Pemikiran Muhammad Syahrur)

Agus Waluyo Nur

Abstract

The pornography and pornoaction phenomena that happen in Indonesia make society resentment. They try to solve the problem wisely. Many efforts are conducted to minimize, instead, to reject their the negative effect. Recently, the proposed manuscript act concerning pornography and pornoaction. The aims of the act is becoming reference and guidance for Indonesian people. The writer of the following article tries to relate Shahrur?s theory of Islamic Law. According to the writer, Shahrur’s methodology of Islamic Law should be considered for solving the problem of pornography and pornoaction in Indonesia.

Kata kunci: Syahrur, hukum Islam, pornografi, dan pornoaksi

Ijtihad Jaringan Islam Liberal: Sebuah Upaya Merekonstruksi Ushul Fiqih

Imam Mustofa

Abstract

Islamic legal theory denotes an original methodology of Islamic studies. This methodology is used by Moslem scholars especially Moslem jurists to understand Islamic teaching. The characteristics of this methodology is departing from texts either Quran or prophet tradition. Besides, human reason is also used in this methodology to understand and apply the Islamic doctrine. Based on this paradigm, it is clear that the forms of Islamic legal reform should consider revelation texts, reason and reality. Hence, this methodology differs from that of liberal Moslem scholars who try to offer Islamic legal reform is only using reason and rational understanding toward Quran and hadis because of social change and the complexity of problem.

Kritik Konsep Poligami dalam Draft KHI Perspektif Metodologi Syahrur

Tamyiz Muharram

Abstract

The formulating of poligamy in KHI draft based on the goal of shari’ah. Departing from this, the basic principle of marriage in Islam is monogamy. Shahrur justifies poligamy as stated in Surat an-Nisa’ verse 3. This verse according to Shahrur including hududiyah, either hudud al-kamm or hududul kaif. While, according to KHI draft, it is impossible for husband to conduct the justice in term of poligamy, and then Shahrur stated that the verse of poligamy constitutes the theory of limits, either al-had al-adna or al had al-adna. Hence, poligamy permits but not more than 4 wives.

Gagasan Teori Batas Muammad Syahrûr dan Signifikansinya Bagi Pengayaan Ilmu Ushul Fiqh

M. Zainal Abidin

Abstract

This paper tries to elaborate Muhammad Syahrûr thought on the idea of his limit theory and it’s significant to enrich the ushul fiqh. Without any presedent before, Syahrûr submit six patterns of understanding the verses of holy Qur’an when speak about law. However, the six models of limit theory submitted by Syahrûr seem to be related with his education background, that’s science for he is an engineer. Among the tradition of the Islamic law thought, the Syahrûr’s idea is something new and an innovative one. Commonly, it could be understood that through the flexibility of Islamic law as mentioned by the limit theory, Syahrûr purposed to say that the Qur’an verses always relevant in any situation and condition, and Islam is the last religion and the universal one for all human being.

Kata Kunci: hudûd, al-hanîf, al-istiqâmah, al-harakah al-jadâliyah

Garansi dan Penerapannya Perspektif Hukum Islam

Taufiq Hidayat

Abstract

The development of science and technology spur the human to be creative and later emerging various products. This is trigger the producers to plunge into competition to offer their products with various ways in order to their products to be in demand in the market. One of the ways is to give the best service to consumers with giving guarantee. In one side, guarantee is useful as an appeal for consumers, in the other side, it is useful for consumers to protect their rights. This paper will be focused on guarantee and its application according to Islamic perspective. The course include definition, functions and purposes, benefits, and lastly closing. In the Islamic law treasure have been acquainted with khiyar aib which the substance is same with the guarantee. The guarantee agreement according to Islam is allowed to achieve the human benefits and equality in Islamic economics. Such that application of the guarantee agreement have to revere the mu’amalah’s principle namely equality.

Book Review: Pornografi Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam

Sularno

Dewasa ini masalah pornografi dan pornoaksi kian memprihatinkan, dampak negatifnyapun semakin nyata, diantaranya: sering terjadi perzinaan, perkosaan, aborsi, bahkan pembunuhan. Korban dari tindak pidana akibat pornografi pornoaksi tidak hanya perempuan dewasa, melainkan juga anak-anak, baik perempuan atau laki-laki. Para pelakunya pun tidak hanya dari kalangan orang yang tidak dikenal, tetapi juga dari internal keluarga atau kerabat dekat yang semestinya berperan memproteksi mereka.